Lelah rasanya tanpa support dari pembaca sekalian..
"Tak perlu! Karena Ki Respati dan keluarganya telah membunuh dirinya, mereka tak kuat menanggung aib dan malu saat perbuatan mereka diketahui para pedekar di Tlatah Pallawa ini!" seru Ki Lukita tegas dan keras. "Apakah tak ada yang tersisa dari keluarga sekte Rajawali Emas itu?!" seru Jalu lagi. Darahnya merasa semakin menggelegak, mendengar kebohongan demi kebohongan yang di kabarkan oleh Ki Taksaka cs. "Ki Taksaka berkata semuanya mati dibunuh oleh Ki Respati sendiri, di hadapan Ki Taksaka dan para ketua sekte sahabatnya! Apakah kau masih mau menyangkal?!" seru marah Ki Lukita, atas pertanyaan menyelidik dari Jalu. "Lalu siapa saja sahabat Ki Taksaka itu?! Katakan saja agar aku bisa mengakui kabar bohong itu!" seru Jalu, sepasang matanya menyala merah keemasan di puncak kemarahannya. "Setelah kusebutkan! Segera berikan padaku Pedang Rajawali Emas yang bukan hakmu itu! Mereka adalah Ki Braja Denta, Ki Mukti Roso, Ki Lambar Manik, Ki Argabayu, dan Ki Taksaka sendiri sebagai pimpina
"Ahh..! I-ini sangat lebih Tuan!" seru gugup dan kaget sang pemilik warung itu. Dia benar-benar tak menduga Jalu akan mengganti semua kerugiannya, bahkan memberikan uang lebih dari yang seharusnya."Terimalah Paman. Anggap saja sisanya sebagai ganti rugi atas waktu rumah makan ini yang terbuang, selama memperbaiki rumah makan ini," ucap Jalu tersenyum."Te-tetap lebih Tuan. Perbaikan paling cuma 4-5 hari, sedang sehari keuntungan kami sekitar 2 keping emas tuan," jawab gugup namun jujur, dari sang pemilik rumah makan itu."Sudahlah paman. Kami pergi dulu ya, terimakasih paman," ucap Jalu, seraya melangkah meninggalkan rumah makan itu.Kirana merasa kagum dengan kebijakkan Jalu menyelesaikan masalah dengan pemilik rumah makan itu.'Mas Jalu memang bijak', bisik hati Kirana memuji kekasihnya. *** Blashp!Sosok Baruna tiba-tiba saja muncul di tengah padang ilalang yang terletak tak jauh dari danau Dua Naga yang ditujunya.'Ahh! Di danau itu kiranya pertarungan Naga Hitam dan Naga putih
"Arya, sebaiknya kita beristirahat sekarang. Karena besok kita akan melanjutkan perjalanan kembali," ujar Eyang Gentaloka, untuk mengakhiri dan mengalihkan pembicaraan tentang Jalu dan Kirana."Baik Eyang Guru, mari Paman Lukita," sahut Arya lega, karena setengah mati dia juga tak ingin nama Jalu ataupun Kirana terucap di hadapan Ayu.Karena hal itu bisa merusak rencana dan kebohongannya di depan Ayu dan Eyang sepuh Dharmala, bahwa dia sebenarnya bukanlah sahabat Jalu!***Sementara Jalu dan Kirana telah hampir tiba di danau Dua Naga. Namun mereka berniat bermalam di pinggiran hutan, yang tak jauh dari desa pemukiman penduduk.Jalu segera berangkat untuk berburu ayam atau kelinci di dalam hutan itu. Sementara Kirana menyiapkan ranting dan kayu untuk membuat api unggun. Untuk di gunakannya memasak sekaligus menghangatkan badan.Dengan mudah saja Kirana mengumpulkan ranting dan batang kayu kering untuk bahan bakar api unggun. Dia baru saja menyalakan api unggun, saat terdengar suara de
Blaappsh..!!Seketika kedua telapak tangan Eyang Balatapa diselimuti api hitam berkobar, dengan warna keemasan melapisi kobaran api hitam tersebut. "Hyahh..!!" Weerrsshk..! Spraatzhs..!! seruan keras Eyang Balatapa mengawali melesatnya 10 larik cahaya hitam keemasan dari kesepuluh jarinya, yang membersit berkobar ke arah bagian atas dan bawah sosok Baruna."Hiaahh..!" Byaarrshk..!! Baruna berseru keras, seketika tubuhnya diselimuti bola cahaya putih bagaikan matahari yang menyilaukan. Aji 'Tameng Langit' seketika diterapkan Baruna.Jalu yang melihat betapa dahsyatnya 10 larik cahaya hitam berkobar keemasan itu pun tak bisa tinggal diam, melihat bahaya yang mengancam teman barunya Baruna itu.Byaarrshk..!!Jalu ledakkan 3/4 powernya, seketika bumi disekitar mereka berguncang keras terayun. Badai angin pun tercipta. Lalu ..."Hiaahh..!" Splaatzh..!! seraya berseru keras Jalu kiblatkan pukulan Murka Jagadnya, memapasi aji 'Pancageni Neroko' yang dilesatkan Eyang Balatapa.Sebuah bola en
"Iya Kirana. Bahkan aku juga tak tahu, dengan cara bagaimana Eyang Balatapa bisa sampai ke dimensi ini," sahut Baruna, seraya terus menikmati ayam bakar racikkan Kirana. "Wah, bumbu ayam bakar dan kelincinya sangat nikmat. Kau pintar membumbui ya Kirana," puji Baruna pada Kirana."Itulah yang membuatku betah berjalan bersamanya Mas Baruna. Hahaaa!" Jalu menyahuti pujian Baruna, seraya tertawa menggoda Kirana."Ihhh! Mas Jalu lho!" seru Kirana, seraya mencubit gemas pinggang Jalu. Tawa pun berderai dari dua pemuda itu, melihat Kirana yang jadi salah tingkah.Akhirnya mereka bertiga selesai makan malam dengan perasaan puas.***Sementara di kerajaan Pallawa.Malam itu nampak putri Lestari mendatangi posko pasukkan sekte Pallawa yang di pimpin oleh Eyang Shindupalla. Tujuannya sebenarnya adalah hendak menemui Larasati, Panji, serta yang lainnya di posko itu."Selamat malam Gusti Putri Lestari, hendak bertemu siapakah Gusti Putri? Biar kami panggilkan menghadap Gusti Putri," sambut dua p
"Bodoh! Tentu saja ini jalannya, kita kan sudah bertanya pada para penduduk sebelum melalui jalur ini! Atau kau ingin kepergok Eyang Gentaloka, Ki Mukti Roso?!" seru kesal Ki Taksaka.Ki Taksaka sebenarnya sudah kesal karena harus melalui jalan setapak seperti itu, demi menghindari bertemu dengan rombongan Eyang Gentaloka. Dan masih di tambah lagi dengan kebawelan rekannya itu, yang selalu bertanya-tanya tentang jalur mereka.'Degh!' Bergetar hati Jalu mendengar kini para musuh yang dicarinya malah melintas di dekat semak tempatnya berada.Slaph! Jalu langsung melesat dan berdiri melayang di atas kepala ketiga musuhnya itu."Hmm! Apakah perlu kutunjukkan jalan untuk kalian?!" seru Jalu lantang.Sontak ketiga sekawan itu mendongakkan kepala mereka, memandang ke arah suara seruan itu. Dan ..."Ahh! Kau-kau ... Jalu!!" betapa terkejutnya Ki Taksaka dan Ki Braja Denta, saat mengenali sosok Jalu yang melayang di atas mereka itu. Keringat dingin seketika membasahi tubuh mereka."B-benarkah
"KYAARRGHKKSS..!!!"Dua pekikkan menggetarkan nyali terdengar bergema, saat melesat dua sosok raksasa panjang di udara yang ternyata adalah dua ekor Naga berwarna hitam dan putih itu."Ahhss!!" Jalu berseru terkejut seraya melesat turun ke bumi. Tubuhnya menggigil seketika, saat merasakan hawa beku melintas di atas kepalanya ,sosok raksasa putih panjang itu ternyata adalah seekor Naga Putih.Ya, sambaran anginnya saja begitu terasa membekukan darah bagi orang awam. Beruntung tadi Jalu tengah kerahkan powernya, saat dia hendak menghabisi Ki Taksaka. Sehingga dia hanya merasa menggigil saja. Luar biasa!Namun waktu kelengahan Jalu yang hanya sekejap itu, ternyata bisa di manfaatkan dengan sangat baik oleh Ki Taksaka. Ki Taksaka langsung melesat cepat sekali, menyelinap ke dalam lebatnya hutan di sekitar area itu.'Ahh! Hhmmssh! Bedebah kau Taksaka pengecut! Baiklah, tempatmu sudah kuketahui, cepat atau lambat nyawamu pasti akan kutagih!' seru bathin Jalu geram, saat menyadari sosok Ki T
"A-apa katamu?! Dari siapa kau dengar fitnah seperti itu?!" sentak Kirana pada Ayu, matanya semakin berkilat tajam menatap Ayu."Arya sendiri yang menceritakannya padaku! Masihkah kau mau mengelak Kirana?!" seru Ayu dengan yakinnya."Panggil sekalian Aryanya kesini! Biar semuanya menjadi jelas!" sentak Kirana mulai dikuasai emosi."Hmm! Sudahlah Kirana, tenangkan dulu dirimu. Tak perlu kaudengarkan ucapannya, pasti Arya telah membohonginya habis-habisan," Jalu berkata menenangkan Kirana, seraya menatap tajam pada Ayu."Teganya Mas Jalu berkata begitu pada sahabat sendiri. Bukankah Arya adalah sahabat Mas Jalu?!" seru Ayu yang kini meradang, karena ucapannya dikatakan sebuah kebohongan belaka oleh Kirana dan Jalu."Sa-sahabat?! Sungguh seorang pengarang kelas wahid si Arya itu! Bagaimana aku bersahabat dengan orang yang telah menjerumuskanku ke jurang Sirna Wujud! Lekas kau panggil dia kemari!" kini Jalu yang menjadi emosi, mendengar kebohongan Arya yang dirasanya sudah sangat keterlal
"Ayo..! Pasang semua umbul dan panji yang masih belum terpasang..! Sebelum para tamu undangan berdatangan siang nanti!Jangan sampai kita di anggap tak siap merayakan hari berdirinya sekte Rajawali Emas yang keenam ini..!" seru Panji mengingatkan para anggota sekte Rajawali Emas, yang bertugas memasang umbul-umbul serta panji-panji sekte Rajawali Emas di sekitar markas.Umbul serta panji sekte Rajawali Emas itu bahkan dipasang hingga sepanjang pohon-pohon di tepi jalan, yang merupakan akses menuju ke markas sekte Rajawali Emas.Hingga saat tiba waktu menjelang siang. Para tamu undangan dari berbagai sekte, para pendekar non sekte, perwakilan ataupun pihak kerajaan dari tiga tlatah, bahkan hingga para tokoh sepuh dunia persilatan, telah mulai berdatangan memasuki markas sekte Rajawali Emas.Ya, siapa yang tak mengenal dan tak mendengar kebesaran nama serta sepak terjang para anggota sekte Rajawali Emas. Sekte yang menyandang nama harum di dunia persilatan, maupun di hati para penduduk T
BLAPH..!Seketika kilau cahaya putih cemerlang yang menyilaukan di atas area Padang Khayangan yang tak bertepi itu pun lenyap.Kini hanya ada warna keemasan pekat di area Padang Khayangan itu. Sunyi ... angin pun bagai tak berhembus saking tenangnya.Jalu ambil posisi bersila dengan sikap teratai, perlahan dia pejamkan kedua matanya. Tak lama Jalu pun tenggelam di alam keheningan yang tercipta. Pasrah ... Mandah ... dan Berserah.*** Dan kehebohan pun terjadi di Tlatah Klikamuka.Ya, semua orang di sana ribut dan panik mencari sosok Jalu, yang bagai hilang ditelan bumi. Mereka semua yakin Jalu bisa mengatasi dan melenyapkan Arya. Karena Arya sendiri tak pernah muncul kembali, setelah duelnya melawan Jalu.Selama 7(tujuh) hari lebih seluruh orang di Tlatah Klikamuka mencari keberadaan Jalu. Mereka menyusuri dengan kapal-kapal laut hingga jauh ke laut lepas, namun tetap saja sosok Jalu tak mereka lihat dan temukan.Pada akhirnya mereka semua menyimpulkan, bahwa Jalu telah mati sampyuh
Sosok Eyang Sokatantra ambyar berkeping, terlabrak pukulan inti 'Poros Bumi Langit' milik Eyang Bardasena.Ya, bola emas berpusar milik Eyang Bardasena itu berhasil menerobos titik benturan pukulan dahsyatnya dengan pukulan milik Eyang Sokatantra.Akibatnya, dengan telak sekali bola emas yang berputar dahsyat itu menghantam dada Eyang Sokatantra. Sungguh dahsyat tak tertahankan memang power Eyang Bardasena saat itu. Kendati sesungguhnya power Eyang Sokatantra berada di atas tingkatan Eyang Barnawa dulu.Ya, keajaiban olah Pernafasan Bathara Bayu yang diperdalam Eyang Bardasena di bawah arahan Jalu, memang telah membuat peningkatan pesat pada powernya.Bahkan bisa dikatakan Eyang Bardasena kini telah memasuki ranah awal di tingkat Ksatria Semesta tingkat tak terbatas, ranah yang sama seperti halnya Jalu. Namun tentu saja power dan daya bathin Eyang Bardasena masih berada beberapa tingkat di bawah Jalu."Hukghs..!" sosok Eyang Bardasena terhuyung ke belakang, namun cepat dia kembali teg
Wuunnggtzz..!!! Weerrsskh..!!Dengung membahana suara cakra emas yang memancarkan cahaya cemerlang terdengar. Cakra emas itu berputar menggila bukan main cepatnya.Seluruh badai angin yang berada di sekitar lokasi pertarungan itu, seketika ikut terhisap masuk dan menyatu dengan pusaran badai raksasa cakra tersebut. BADAS..!Sementara badai halilintar emas tak henti menghujani lokasi pertarungan Arya dan Jalu tersebut. Tengah laut, lokasi pertarungan dua tokoh muda tersakti di jamannya itu, seketika bagai berubah menjadi sebuah wilayah yang terkutuk. Mengerikkan..!Dan yang terdahsyat adalah terbentuknya pusaran laut mega raksasa, yang berpusat di bawah sosok Jalu melayang. Pusaran laut raksasa itu mencakup radius yang sangat luas, hingga menelan pusaran raksasa yang berada di bawah sosok Arya! Inilah kegilaan yang super gila..!"Ca-cakra Semesta..?! Ini Gila..!! Keparat kau Jalu..!!" Arya tersentak kaget dan gentar bukan main. Dia seketika teringat ucapan Maha Gurunya sang Penguasa Ke
"HUAAAHHH..HH..!!!"Teriakkan bergemuruh dari pasukkan perang tiga tlatah membahana badai di pantai Parican saat itu. Dan permukaan air laut di pantai Parican yang biasanya berwarna hijau kebiruan itu, kini telah berubah total menjadi merah darah..!Patih Karna bisa mengerti siasat panglima Indrakila, dengan tidak melabuhkan kapal di pelabuhan pantai Parican. Karena rawan untuk dipakai para pasukkan tlatah Bhineka, yang hendak melarikan diri nantinya.Sungguh siasat yang cukup mematikan langkah pihak musuh. Sebuah siasat yang hanya berarti dua pilihan untuk pihak musuh, tetap menyerang dan melawan, atau mati di negeri orang..!Sungguh sebuah kesalahan fatal dari siasat dan pemikiran Panglima Besar pasukkan Bhineka, Arya.Arya tak memperhitungkan, bahwa persatuan dan persahabatan tlatah Pallawa, Klikamuka, serta Ramayana semakin bertambah solid, setelah perang besar yang terjadi 5(lima) tahun yang lalu.Arya benar-benar kurang memperhitungkan hal yang sebenarnya sangat fatal itu.***
"Bedebah kau Bardasena..! Bisakah sopan sedikit saat berbicara denganku! Simpan arakmu brengsek..!" seru marah Eyang Sokatantra.Ya, Eyang Sokatantra sangat keki dan merasa diremehkan oleh sikap Bardasena, yang berbicara dengannya sambil minum arak."Hmm. Sokatantra kita sudah sama sepuh, dan kita sudah sama tahu apa itu arti basa basi dan sikap munafik. Apa bedanya sikapku yang minum arak, dengan kata-kata makian kasarmu itu padaku! Hahahaa!" seru Eyang Bardasena tergelak, membalikkan teguran Eyang Sokatantra dengan sindirannya."Hmm. Baik Bardasena! Kita mulai saja pertarungan kita sekarang!" karuan Eyang Sokatantra bertambah keki, mendengar ucapan Eyang Bardasena yang dengan telak membalikkan teguran dengan sindiran tajamnya.Glk, glk, glk!"Baik Sokatantra! Sebaiknya kita juga bertarung agak ke tengah laut sana! Kasihan jika ada prajurit yang tewas karena pukulan kita yang meleset," ucap tegas Eyang Bardasena, menyambut tantangan Eyang Sokatantra.Slaph..!! Slaphh..!!Dua tokoh se
"MEREKA DI BELAKANG KITA..! BERSIAPLAH..!" seru lantang sang Mahapatih Suryalaga.Dia memimpin pasukkan penjaga di pantai Parican untuk mundur, agar pasukkan musuh terpancing untuk maju mengejar mereka, yang disangka gentar oleh pasukkan musuh.Cepat sekali ke 9 ribu pasukkan yang dipimpin sang patih Suryalaga tersebut membentuk barisan di sisi kiri dan kanan depan pasukkan sang Maharaja, yang telah berbaris di depan perbatasan kotaraja. Hingga Pasukkan Tlatah Klikamuka dan sekutunya kini membentuk formasi huruf 'U'.Srraakh.! Spyaarrsshk..!Sang Maharaja lolos keris pusaka 'Ki Nogo Suryo' dan acungkan keris pusaka itu ke arah langit. Seketika selarik kilatan terang melesat dari keris pusaka itu menembus awan, langit pun nampak semakin terang, walaupun matahari belum lagi menyorotkan sinar terangnya di pagi hari itu."ESA HILANG DUA TERBILANG..! PARA KSATRIA KLIKAMUKA..!! SERAANNGG..!!" seru lantang sang Maharaja, seraya acungkan 'Ki Nogo Suryo' ke arah depan dan membedal maju kudanya
HUUOOONNKKHH...!!!Suara gaung terompet/sangkha bergema membahana dari tepian batas laut di pantai Parican. Suara gaungnya mengoyak kesunyian pagi, dan menembus hingga ke dinding perbatasan kotaraja Klikamuka.Ya, itulah gaung terompet/sangkha dari pihak armada perang Tlatah Bhineka, hal yang menandakan armada pasukkan Bhineka akan bergerak menyerang ke wilayah Klikamuka!"PASUKKAN BHINEKA..! MAJUU..!!" seru lantang panglima besar mereka Arya. Sebuah seruan yang dilambari power tenaga dalamnya, hingga menembus gendang telinga segenap pasukkan kapal armada tlatah Bhineka itu."MAJUU..!!""SERANNGG..!!"Seruan Arya segera di ikuti oleh seruan komando para pimpinan kapal pasukkan armadanya. Serentak seluruh armada kapal perang tlatah Bhineka meluruk maju dengan cepat, melesat menuju tepi pantai Parican untuk mendaratkan 25 ribu lebih pasukkannya.Sementara jauh di belakang armada perang Bhineka itu."ARMADA RAMAYANA..!! KEJAR DAN SERANGG MEREKA..!!" seru lantang sang Patih Karna Ekatama
"Heeii..! Utusan Arya keparat..! Lekas ambil surat dari Tuanmu itu, dan berikan kembali pada junjunganmu si Arya itu!" seru keras sang Maharaja Klikamuka."Ba-baik paduka..!" seru gugup sang utusan yang merasa gentar, karena dia merasa sedang berada di sarang harimau. Segera di ambil dan dilipatnya kembali surat maklumat dari junjungannya, yang kini penuh dengan ludah itu."Katakan pada junjunganmu si Arya itu! Surat maklumatnya hanyalah sampah di mata rakyat Tlatah Klikamuka ini! Cepat keluar..!" seru sang Maharaja Klikamuka murka."Ba-baik Paduka!" dengan menyahut gugup, sang utusan itu segera keluar dari istana Klikamuka. Nampak wajahnya pucat pasi, dia sadar perang tak bisa terhindarkan lagi kini.Sepanjang jalan menuju kembali ke pantai, dia mengamati kekuatan pasukkan dan perlengkapan perang Tlatah Klikamuka itu. Dan hatinya menjadi bergetar ngeri, karena ternyata jumlah pasukkan Tlatah Klikamuka setara dengan jumlah pasukkan kerajaan Bhineka!Hal yang meleset dari perkiraan jun