'Bagaimana caranya aku bisa mengalahkan Jalu?! Tak sudi rasanya aku berada di bawah kemampuannya saat ini!Kirana benar-benar buta, karena lebih memilih pemuda berkasta gembel seperti dia!Apakah aku harus mencari guru lain yang lebih sakti dibanding Eyang sepuh Gentaloka?! Namun siapa dan di mana?!' pergulatan bathin Arya rupanya berkutat, di seputar kekalahannya dari Jalu.Di tengah keruwetan pikiran yang melandanya, sudut matanya sempat mengerling ke arah dua pengunjung kedai minuman yang baru masuk ke ruang minum.'Ting!' mata Arya seketika berubah membesar penuh gairah. Segenap keresahannya lenyap seketika, bagaikan kentut yang baru di buangnya.'Duhai cantik nian gadis itu! Tapi sepuh yang bersamanya beraura sangat mengerikkan! Siapa mereka berdua?!' bathin Arya, yang seketika menjadi penasaran ingin mengenal gadis jelita itu.'Ahh! Aku ada cara untuk mengenalnya! Sepertinya mereka pendatang dari jauh, baiklah', selintas muncul celah bagi Arya, untuk berkenalan dan menjalin hubu
"Jagad Dewa Bathara! Pantas saja sejak tadi ada gelombang power yang mendesak power Eyang. Mari kita temui mereka Arya!" seru Eyang Gentaloka bersemangat, seraya hendak beranjak menemui teman lamanya itu."Ta-tapi Eyang Guru. Bisakah kita berpura-pura mengaku berteman dengan Jalu bedebah itu? Karena gadis jelita yang bersamanya mengaku calon istri Jalu dan tengah mencarinya Eyang Guru," tanya Arya pelan."Apa?! Siapa gadis bodoh itu? Kau jauh lebih baik daripada pemuda bedebah bernama Jalu itu! Baik, Eyang akan melihat situasinya lebih dulu.Ketahuilah Arya, jika kita bisa bekerjasama dengan Dharmala itu, maka urusan Jalu hanyalah masalah kecil! Ayo kita temui mereka!""Ba-baik Eyang Guru!" sahut Arya dengan wajah berseri gembira. Dia merasa mendapat dukungan penuh dari Eyang Gurunya itu."Demi Hyang Widhi Yang Agung! Rupanya kau tinggal disini Gentaloka! Hahaaa!" seru terkejut Eyang Dharmala, saat melihat sobat lamanya mendekat ke arahnya. Dia pun langsung tertawa senang."Hahahaa! D
Jalu melihat sebuah ceruk luas berongga di balik air terjun yang deras itu, ada beberapa buah padasan atau batu landai di dalam ceruk itu.Jalu merasa itu adalah tempat yang sangat cocok, untuk melatih penghimpunan hawa saktinya disana. Dan mulailah Jalu melatih penghimpunan hawa sakti yang saat itu 'luber' dalam dirinya.Setahap demi tahap, Jalu mulai menyelaraskan power yang berputar liar dalam dirinya menjadi jinak dan terkendali. Hal yang tentunya membutuhkan banyak pemusatan pikiran yang melelahkan.Setelah merasa cukup penghimpunan hawa sakti hari itu, maka Jalu melanjutkan dengan mempelajari isi jurus dalam kitab Rajawali Langit tersebut.Ajaibnya, hanya dalam waktu singkat dan tak sampai waktu makan pagi tiba. Jalu telah menguasai dengan sempurna 5 jurus dalam isi Kitab Rajawali Langit.Ya, memang dia pernah mendapatkan pelajaran jurus kosong hingga 3 jurus, dari mendiang ayahnya Ki Respati. Namun antara jurus kosong dan 'berisi' tentulah sangat berbeda kandungan dan damagenya
"Ingatlah Baruna putraku! Nasib rakyat Kashimpa bergantung padamu. Pagebluk yang melanda rakyat kita hanya bisa di akhiri dengan meletakkan Mustika Naga Putih itu, tepat di pusat mata air besar yang terdapat di tengah Telaga Kahuripan. Berusahalah Nanda Baruna," ujar sang Maharaja Alugoro, seraya memegang bahu kekar putranya.Hanya sang Maharaja Alugoro serta beberapa petinggi kerajaan Kashimpa, yang mengantar Baruna ke sebuah ruang rahasia yang di jaga ketat puluhan prajurit pilihan.Ya, di dalam ruangan tertutup itulah 'Sumur Waktu' berada. Mereka semua masuk ke dalam ruangan itu, dan mereka langsung melihat Eyang Dinoyo telah menanti mereka di tepi sumur yang sungguh nampak mengerikkan itu.Yang dikatakan sebuah sumur itu ternyata hanya sebuah lubang tanah berdiameter sekitar 2 meteran. Yang pinggiran tepian lingkarannya di tumpuki oleh bebatuan. Asap biru pekat mengepul dari dalam lubang itu, namun asapnya tak menyebar ke dalam ruang tertutup itu.Weessh!Asap itu berputar bagaik
'Degh..!'Jalu tentu saja merasa tersindir, dengan seruan orang yang duduk di meja belakangnya itu. Perlahan Jalu menoleh ke arah belakang mejanya, tatapan Jalu nampak dingin saat menatap empat orang itu.Nampak mereka juga tengah memperhatikan Pedang Rajawali Emas yang masih menempel di punggung Jalu. Jalu segera tarik lepas ikatan tali pedangnya dan meletakkan Pedang Rajawali Emas diatas meja makannya."Sstth! Mas Jalu, sebaiknya tak usah ladeni mereka. Mereka hanya para pemuda kurang kerjaan saja," bisik Kirana, menenangkan Jalu."Mas juga malas berurusan dengan dengan mereka Kirana. Tenanglah," ucap Jalu tersenyum."Waduh! Wanitanya luar biasa cantik, sayang terlalu dekat dengan sekte sampah. Hati-hati Nona, nanti tertular bau sampah! Hahahaa!" kembali seruan mengejek disertai tawa bergelak terdengar, dari empat pemuda yang berseragam dengan simbol sekte yang sama itu. Empat pemuda berpakaian sama itu sesungguhnya adalah anggota sekte Macan Hitam, yang memang bermarkas di kota Kad
"Tak perlu! Karena Ki Respati dan keluarganya telah membunuh dirinya, mereka tak kuat menanggung aib dan malu saat perbuatan mereka diketahui para pedekar di Tlatah Pallawa ini!" seru Ki Lukita tegas dan keras. "Apakah tak ada yang tersisa dari keluarga sekte Rajawali Emas itu?!" seru Jalu lagi. Darahnya merasa semakin menggelegak, mendengar kebohongan demi kebohongan yang di kabarkan oleh Ki Taksaka cs. "Ki Taksaka berkata semuanya mati dibunuh oleh Ki Respati sendiri, di hadapan Ki Taksaka dan para ketua sekte sahabatnya! Apakah kau masih mau menyangkal?!" seru marah Ki Lukita, atas pertanyaan menyelidik dari Jalu. "Lalu siapa saja sahabat Ki Taksaka itu?! Katakan saja agar aku bisa mengakui kabar bohong itu!" seru Jalu, sepasang matanya menyala merah keemasan di puncak kemarahannya. "Setelah kusebutkan! Segera berikan padaku Pedang Rajawali Emas yang bukan hakmu itu! Mereka adalah Ki Braja Denta, Ki Mukti Roso, Ki Lambar Manik, Ki Argabayu, dan Ki Taksaka sendiri sebagai pimpina
"Ahh..! I-ini sangat lebih Tuan!" seru gugup dan kaget sang pemilik warung itu. Dia benar-benar tak menduga Jalu akan mengganti semua kerugiannya, bahkan memberikan uang lebih dari yang seharusnya."Terimalah Paman. Anggap saja sisanya sebagai ganti rugi atas waktu rumah makan ini yang terbuang, selama memperbaiki rumah makan ini," ucap Jalu tersenyum."Te-tetap lebih Tuan. Perbaikan paling cuma 4-5 hari, sedang sehari keuntungan kami sekitar 2 keping emas tuan," jawab gugup namun jujur, dari sang pemilik rumah makan itu."Sudahlah paman. Kami pergi dulu ya, terimakasih paman," ucap Jalu, seraya melangkah meninggalkan rumah makan itu.Kirana merasa kagum dengan kebijakkan Jalu menyelesaikan masalah dengan pemilik rumah makan itu.'Mas Jalu memang bijak', bisik hati Kirana memuji kekasihnya. *** Blashp!Sosok Baruna tiba-tiba saja muncul di tengah padang ilalang yang terletak tak jauh dari danau Dua Naga yang ditujunya.'Ahh! Di danau itu kiranya pertarungan Naga Hitam dan Naga putih
"Arya, sebaiknya kita beristirahat sekarang. Karena besok kita akan melanjutkan perjalanan kembali," ujar Eyang Gentaloka, untuk mengakhiri dan mengalihkan pembicaraan tentang Jalu dan Kirana."Baik Eyang Guru, mari Paman Lukita," sahut Arya lega, karena setengah mati dia juga tak ingin nama Jalu ataupun Kirana terucap di hadapan Ayu.Karena hal itu bisa merusak rencana dan kebohongannya di depan Ayu dan Eyang sepuh Dharmala, bahwa dia sebenarnya bukanlah sahabat Jalu!***Sementara Jalu dan Kirana telah hampir tiba di danau Dua Naga. Namun mereka berniat bermalam di pinggiran hutan, yang tak jauh dari desa pemukiman penduduk.Jalu segera berangkat untuk berburu ayam atau kelinci di dalam hutan itu. Sementara Kirana menyiapkan ranting dan kayu untuk membuat api unggun. Untuk di gunakannya memasak sekaligus menghangatkan badan.Dengan mudah saja Kirana mengumpulkan ranting dan batang kayu kering untuk bahan bakar api unggun. Dia baru saja menyalakan api unggun, saat terdengar suara de
"Ayo..! Pasang semua umbul dan panji yang masih belum terpasang..! Sebelum para tamu undangan berdatangan siang nanti!Jangan sampai kita di anggap tak siap merayakan hari berdirinya sekte Rajawali Emas yang keenam ini..!" seru Panji mengingatkan para anggota sekte Rajawali Emas, yang bertugas memasang umbul-umbul serta panji-panji sekte Rajawali Emas di sekitar markas.Umbul serta panji sekte Rajawali Emas itu bahkan dipasang hingga sepanjang pohon-pohon di tepi jalan, yang merupakan akses menuju ke markas sekte Rajawali Emas.Hingga saat tiba waktu menjelang siang. Para tamu undangan dari berbagai sekte, para pendekar non sekte, perwakilan ataupun pihak kerajaan dari tiga tlatah, bahkan hingga para tokoh sepuh dunia persilatan, telah mulai berdatangan memasuki markas sekte Rajawali Emas.Ya, siapa yang tak mengenal dan tak mendengar kebesaran nama serta sepak terjang para anggota sekte Rajawali Emas. Sekte yang menyandang nama harum di dunia persilatan, maupun di hati para penduduk T
BLAPH..!Seketika kilau cahaya putih cemerlang yang menyilaukan di atas area Padang Khayangan yang tak bertepi itu pun lenyap.Kini hanya ada warna keemasan pekat di area Padang Khayangan itu. Sunyi ... angin pun bagai tak berhembus saking tenangnya.Jalu ambil posisi bersila dengan sikap teratai, perlahan dia pejamkan kedua matanya. Tak lama Jalu pun tenggelam di alam keheningan yang tercipta. Pasrah ... Mandah ... dan Berserah.*** Dan kehebohan pun terjadi di Tlatah Klikamuka.Ya, semua orang di sana ribut dan panik mencari sosok Jalu, yang bagai hilang ditelan bumi. Mereka semua yakin Jalu bisa mengatasi dan melenyapkan Arya. Karena Arya sendiri tak pernah muncul kembali, setelah duelnya melawan Jalu.Selama 7(tujuh) hari lebih seluruh orang di Tlatah Klikamuka mencari keberadaan Jalu. Mereka menyusuri dengan kapal-kapal laut hingga jauh ke laut lepas, namun tetap saja sosok Jalu tak mereka lihat dan temukan.Pada akhirnya mereka semua menyimpulkan, bahwa Jalu telah mati sampyuh
Sosok Eyang Sokatantra ambyar berkeping, terlabrak pukulan inti 'Poros Bumi Langit' milik Eyang Bardasena.Ya, bola emas berpusar milik Eyang Bardasena itu berhasil menerobos titik benturan pukulan dahsyatnya dengan pukulan milik Eyang Sokatantra.Akibatnya, dengan telak sekali bola emas yang berputar dahsyat itu menghantam dada Eyang Sokatantra. Sungguh dahsyat tak tertahankan memang power Eyang Bardasena saat itu. Kendati sesungguhnya power Eyang Sokatantra berada di atas tingkatan Eyang Barnawa dulu.Ya, keajaiban olah Pernafasan Bathara Bayu yang diperdalam Eyang Bardasena di bawah arahan Jalu, memang telah membuat peningkatan pesat pada powernya.Bahkan bisa dikatakan Eyang Bardasena kini telah memasuki ranah awal di tingkat Ksatria Semesta tingkat tak terbatas, ranah yang sama seperti halnya Jalu. Namun tentu saja power dan daya bathin Eyang Bardasena masih berada beberapa tingkat di bawah Jalu."Hukghs..!" sosok Eyang Bardasena terhuyung ke belakang, namun cepat dia kembali teg
Wuunnggtzz..!!! Weerrsskh..!!Dengung membahana suara cakra emas yang memancarkan cahaya cemerlang terdengar. Cakra emas itu berputar menggila bukan main cepatnya.Seluruh badai angin yang berada di sekitar lokasi pertarungan itu, seketika ikut terhisap masuk dan menyatu dengan pusaran badai raksasa cakra tersebut. BADAS..!Sementara badai halilintar emas tak henti menghujani lokasi pertarungan Arya dan Jalu tersebut. Tengah laut, lokasi pertarungan dua tokoh muda tersakti di jamannya itu, seketika bagai berubah menjadi sebuah wilayah yang terkutuk. Mengerikkan..!Dan yang terdahsyat adalah terbentuknya pusaran laut mega raksasa, yang berpusat di bawah sosok Jalu melayang. Pusaran laut raksasa itu mencakup radius yang sangat luas, hingga menelan pusaran raksasa yang berada di bawah sosok Arya! Inilah kegilaan yang super gila..!"Ca-cakra Semesta..?! Ini Gila..!! Keparat kau Jalu..!!" Arya tersentak kaget dan gentar bukan main. Dia seketika teringat ucapan Maha Gurunya sang Penguasa Ke
"HUAAAHHH..HH..!!!"Teriakkan bergemuruh dari pasukkan perang tiga tlatah membahana badai di pantai Parican saat itu. Dan permukaan air laut di pantai Parican yang biasanya berwarna hijau kebiruan itu, kini telah berubah total menjadi merah darah..!Patih Karna bisa mengerti siasat panglima Indrakila, dengan tidak melabuhkan kapal di pelabuhan pantai Parican. Karena rawan untuk dipakai para pasukkan tlatah Bhineka, yang hendak melarikan diri nantinya.Sungguh siasat yang cukup mematikan langkah pihak musuh. Sebuah siasat yang hanya berarti dua pilihan untuk pihak musuh, tetap menyerang dan melawan, atau mati di negeri orang..!Sungguh sebuah kesalahan fatal dari siasat dan pemikiran Panglima Besar pasukkan Bhineka, Arya.Arya tak memperhitungkan, bahwa persatuan dan persahabatan tlatah Pallawa, Klikamuka, serta Ramayana semakin bertambah solid, setelah perang besar yang terjadi 5(lima) tahun yang lalu.Arya benar-benar kurang memperhitungkan hal yang sebenarnya sangat fatal itu.***
"Bedebah kau Bardasena..! Bisakah sopan sedikit saat berbicara denganku! Simpan arakmu brengsek..!" seru marah Eyang Sokatantra.Ya, Eyang Sokatantra sangat keki dan merasa diremehkan oleh sikap Bardasena, yang berbicara dengannya sambil minum arak."Hmm. Sokatantra kita sudah sama sepuh, dan kita sudah sama tahu apa itu arti basa basi dan sikap munafik. Apa bedanya sikapku yang minum arak, dengan kata-kata makian kasarmu itu padaku! Hahahaa!" seru Eyang Bardasena tergelak, membalikkan teguran Eyang Sokatantra dengan sindirannya."Hmm. Baik Bardasena! Kita mulai saja pertarungan kita sekarang!" karuan Eyang Sokatantra bertambah keki, mendengar ucapan Eyang Bardasena yang dengan telak membalikkan teguran dengan sindiran tajamnya.Glk, glk, glk!"Baik Sokatantra! Sebaiknya kita juga bertarung agak ke tengah laut sana! Kasihan jika ada prajurit yang tewas karena pukulan kita yang meleset," ucap tegas Eyang Bardasena, menyambut tantangan Eyang Sokatantra.Slaph..!! Slaphh..!!Dua tokoh se
"MEREKA DI BELAKANG KITA..! BERSIAPLAH..!" seru lantang sang Mahapatih Suryalaga.Dia memimpin pasukkan penjaga di pantai Parican untuk mundur, agar pasukkan musuh terpancing untuk maju mengejar mereka, yang disangka gentar oleh pasukkan musuh.Cepat sekali ke 9 ribu pasukkan yang dipimpin sang patih Suryalaga tersebut membentuk barisan di sisi kiri dan kanan depan pasukkan sang Maharaja, yang telah berbaris di depan perbatasan kotaraja. Hingga Pasukkan Tlatah Klikamuka dan sekutunya kini membentuk formasi huruf 'U'.Srraakh.! Spyaarrsshk..!Sang Maharaja lolos keris pusaka 'Ki Nogo Suryo' dan acungkan keris pusaka itu ke arah langit. Seketika selarik kilatan terang melesat dari keris pusaka itu menembus awan, langit pun nampak semakin terang, walaupun matahari belum lagi menyorotkan sinar terangnya di pagi hari itu."ESA HILANG DUA TERBILANG..! PARA KSATRIA KLIKAMUKA..!! SERAANNGG..!!" seru lantang sang Maharaja, seraya acungkan 'Ki Nogo Suryo' ke arah depan dan membedal maju kudanya
HUUOOONNKKHH...!!!Suara gaung terompet/sangkha bergema membahana dari tepian batas laut di pantai Parican. Suara gaungnya mengoyak kesunyian pagi, dan menembus hingga ke dinding perbatasan kotaraja Klikamuka.Ya, itulah gaung terompet/sangkha dari pihak armada perang Tlatah Bhineka, hal yang menandakan armada pasukkan Bhineka akan bergerak menyerang ke wilayah Klikamuka!"PASUKKAN BHINEKA..! MAJUU..!!" seru lantang panglima besar mereka Arya. Sebuah seruan yang dilambari power tenaga dalamnya, hingga menembus gendang telinga segenap pasukkan kapal armada tlatah Bhineka itu."MAJUU..!!""SERANNGG..!!"Seruan Arya segera di ikuti oleh seruan komando para pimpinan kapal pasukkan armadanya. Serentak seluruh armada kapal perang tlatah Bhineka meluruk maju dengan cepat, melesat menuju tepi pantai Parican untuk mendaratkan 25 ribu lebih pasukkannya.Sementara jauh di belakang armada perang Bhineka itu."ARMADA RAMAYANA..!! KEJAR DAN SERANGG MEREKA..!!" seru lantang sang Patih Karna Ekatama
"Heeii..! Utusan Arya keparat..! Lekas ambil surat dari Tuanmu itu, dan berikan kembali pada junjunganmu si Arya itu!" seru keras sang Maharaja Klikamuka."Ba-baik paduka..!" seru gugup sang utusan yang merasa gentar, karena dia merasa sedang berada di sarang harimau. Segera di ambil dan dilipatnya kembali surat maklumat dari junjungannya, yang kini penuh dengan ludah itu."Katakan pada junjunganmu si Arya itu! Surat maklumatnya hanyalah sampah di mata rakyat Tlatah Klikamuka ini! Cepat keluar..!" seru sang Maharaja Klikamuka murka."Ba-baik Paduka!" dengan menyahut gugup, sang utusan itu segera keluar dari istana Klikamuka. Nampak wajahnya pucat pasi, dia sadar perang tak bisa terhindarkan lagi kini.Sepanjang jalan menuju kembali ke pantai, dia mengamati kekuatan pasukkan dan perlengkapan perang Tlatah Klikamuka itu. Dan hatinya menjadi bergetar ngeri, karena ternyata jumlah pasukkan Tlatah Klikamuka setara dengan jumlah pasukkan kerajaan Bhineka!Hal yang meleset dari perkiraan jun