"Hahahaaa! Bagus Arya! Sekarang sudah saatnya kau mulai mempelajari ajian pamungkas 'Samudera Neraka Bergolak' yang eyang miliki," puji Eyang sepuh Gentaloka terbahak senang, melihat Arya telah sempurna menguasai Pukulan Halilintar Neraka yang di ajarkannya."Terimakasih Eyang Guru, semua ini berkat kemurahan hati Eyang Guru pada Arya," sahut Arya seraya menghormat pada Eyang Gentaloka dengan luwesnya.Sungguh seorang 'penjilat' sejati!Ya, sesungguhnya di hati Arya selalu berbisik, bahwa tiada seorang pun manusia yang benar-benar pantas dipujinya, selain dirinya sendiri.Dia menganggap semua pencapaian yang di raihnya adalah berkat kecerdasan dan bakat dirinya belaka.Adapun soal dia bisa menjadi murid Eyang sepuh Gentaloka, menurutnya itu murni karena Eyang Gentaloka yang memintanya menjadi muridnya, bukan dia!Demikianlah kesombongan, keangkuhan, dan keculasan, yang sebenarnya menjadi watak asli dari pemuda bernama Arya yang berusia 20 tahunan itu.Sebuah watak yang selama ini di '
"Hahahaa! Sudah pasti statusku lebih tinggi darimu wanita codet! Aku Danu Anggoro! Putra ketua sekte Awan Hitam Ki Lambar Manik!Aku bayar semua pesananmu, tapi cepatlah kau keluar dari sini wanita codet!" sentak Danu Anggoro seraya terbahak sombong. Dia rupanya adalah putra Ki Lambar Manik."Kurang ajar kau!" Seth! Kirana berseru keras seraya melesat ke arah Danu, dia merasa marah sekali dan ingin menghajar pemuda pesolek itu. Namun ...Taph!Cepat Jalu menahan Kirana dengan menangkap pergelangan tangannya."Hei! Sajiwo! Apa-apaan kau?!" seru Kirana yang menjadi jengkel pada pemuda yang baru di kenalnya itu. Dia menatap tajam pada Sajiwo yang tersenyum padanya."Hei! A-apa yang hendak kau lakukan wanita codet?! Para senior! Hajar wanita codet itu!" Danu tersentak kaget dan menjadi marah, saat mengetahui Kirana yang hendak menyerangnya.Cepat dia berseru memanggil para senior sektenya, yang rupanya berada di luar warung makan itu mengawal tuan muda mereka."Tenanglah Nona. Biarlah aku
Sementara Jalu juga melesat tinggi ke angkasa mencoba mengejar Kirana di atas ketinggian.Namun tetap saja Jalu tak bisa melihat sosok Kirana. Karena memang pepohonan di sekitar wilayah itu cukup tinggi dan lebat.Teringat akan misinya nanti malam, akhirnya Jalu hentikan pengejarannya. Jalu langsung hinggap di atas sebuah pohon yang cukup rindang untuk beristirahat. *** Sementara itu di dalam istana kerajaan Pallawa, yang terletak di tengah-tengah 5 wilayah kadipaten Tlatah Pallawa.Nampak sang Maharaja Wucitra Samaradewa tengah mengadakan pertemuan di istana dalem kerajaan dengan segenap jajaran pejabat kerajaannya."Bagaimana pendapatmu Ki Cakranala? Haruskah kita mengirim utusan ke semua poro sepuh dunia persilatan di tlatah Pallawa, yang menentang tindak semena-mena dari sekte Elang Harimau?Tindakkan sekte Elang Harimau itu benar-benar sudah sangat meresahkan persatuan, dan mengancam kedamaian di Tlatah Pallawa ini!" ujar marah sang Maharaja, bertanya pada penasehat sepuh kera
"Jangan pernah meremehkan kesaktian sekte kalian sendiri! Itu semua karena kalian kurang giat berlatih! Cepat kalian pergi ke ruang latihan!" seru Ki Lambar Manik marah dan sebal pada ketiga muridnya itu."B-baik Guru Besar!" sahut mereka bertiga, seraya membalikkan badan dan melangkah cepat ke ruang latihan di belakang markas sekte itu.Sementara Ki Lambar Manik dan ketiga muridnya sejak tadi tak menyadari, jika ada sepasang mata mencorong yang mengamati mereka dari atas sebuah pohon, yang berada di samping luar markas sekte mereka.Ya, itulah sosok Jalu yang malam itu menutup sebagian wajahnya dengan kain hitam, sekaligus menggelung rambutnya hingga nampak pendek tertutup kain.'Sebaiknya aku bergerak sekarang. Selagi dia duduk seorang diri di teras itu', bathin Jalu.Slaph! Taph!"Selamat malam Lambar Manik!" ucap tegas Jalu, setelah dia mendarat di teras dekat Ki Lambar Manik duduk."Hahh! Siapa kau?!" seru kaget Ki Lambar Manik, seraya menunjuk Jalu dan berdiri dari kursinya. Dia
"Hmm, baiklah! Pedang Bumi..!!" Jalu akhirnya sampai pada batas kesabarannya, dia pun berseru memanggil pusakanya seraya hantamkan kakinya ke bumi. Daambh!! Bumi di area markas sekte Awan Hitam bergetar dan berguncang dahsyat bagai di ayun gempa. Sraaghk..! Braalghk..! Wuunngzzt..! Lalu tanah di bawah Jalu berpijak retak dan ambyar berhamburan, saat sebuah pedang merah menyala melesat keluar dari kedalaman bumi. Slaph! Taph! Jalu melesat cepat mengejar Pednag Bumi yang berdengung getarkan udara dan telinga itu. Dan dia pun langsung menggenggam gagang pedang bercahaya merah, yang berbentuk kepala seekor naga tersebut. "Hahh! Gempaa..!!" "Edaann..!" Seruan-seruan panik ketakutan para anggota sekte Awan Hitam menggeletar bersahutan di markas sekte Awan Hitam malam itu. Brukh! Brukh! ... Brughk!!" Puluhan anggota sekte yang mengepung arena pertarungan juga nampak berjatuhan, akibat guncangan dan ayunan keras bumi di bawah mereka. Dan semua anggota yang masih berada di dalam
Slaph!Kirana akhirnya melesat mengikuti sosok itu dari kejauhan, dia segera kerahkan segenap kecepatan ilmu meringankan tubuh 'Arung Badai'nya. Karena sosok di depannya juga melesat dengan kecepatan yang luar biasa. 'Gila! Ilmu meringankan tubuhnya berada di atasku!' seru terkejut batin Kirana. Dengan bersusah payah, akhirnya Kirana berhasil memperpendek jaraknya dengan sosok di depannya itu.Namun rupanya hal itu dikarenakan sosok di depannya itu memang mengurangi kecepatan lesatannya. Sosok itu pun akhirnya melesat turun ke sebuah rumah tua, yang nampaknya sudah lama tak di huni.Kirana langsung melesat ke sebuah pohon cukup besar yang terdapat di samping rumah itu.Krsskk!Suara gemerisik dedaunan yang bergesekan dengan sosok Kirana rupanya menarik perhatian sosok itu. Segera sosok itu menoleh ke arah pohon besar itu, dan mengamati pohon tersebut.Beruntung Kirana langsung bergerak cepat bersembunyi di balik batang pohon itu, sehingga tubuhnya tertutup oleh batang pohon besar it
"Salah! Rumah ini adalah rumahku, dan akulah pewaris dari rumah ini! Wajar jika aku menanyakan maksudmu masuk ke dalam rumah ini!" sentak marah wanita jelita itu, yang ternyata adalah Larasati adanya."Aahh! Maaf Kak, aku tidak tahu. Baiklah aku akan pergi dari sini," sahut Kirana terkejut. Dia tak menyangka bahwa wanita di hadapannya itu adalah pemilik rumah kosong itu."Sudahlah Laras, biarkan saja wanita ini pergi," ucap Panji seraya memegang lembut lengan Larasati, untuk meredakan emosi kekasihnya itu."Baiklah, silahkan kau pergi dari sini," ucap Larasati akhirnya, walau wajahnya nampak masih agak kesal."Heii! Tunggu dulu!" seru Larasati lagi dengan nada marah meninggi."Ada apa kak?!" seru Kirana, kini dia juga mulai merasa kesal pada wanita yang di panggil Laras oleh pemuda di sebelahnya itu."Kaukah yang membuat gundukkan tanah di bawah kaki makam kedua orangtuaku itu?!" seru Larasati dengan pandangan tajam ke arah Kirana.Kini kecurigaannya terhadap wanita tak di kenal itu m
"Ahh..! I-itu.. Ki Lambar Manik ketua sekte Awan Hitam..!" seru terkejut Kirana, seraya menunjuk kepala yang di pegang rambutnya oleh Panji.Ya, tentu saja Kirana mengenali wajah Ki Lambar Manik, karena orang itu dulu sering bertandang ke rumahnya menemui ayahnya."A-apa?! Ki..Ki Lambar Manik! Itu memang benar salah satu nama orang yang dulu membunuh Ayah dan Ibuku, Mas Panji!Jalu..! Terimakasih Adikku! Tsk... tsk ... tsk!" Larasati terkejut bukan main, mendengar nama Ki Lambar Manik disebut oleh Kirana.Karena Ki Lambar Manik memang salah satu dari pembunuh ayah ibunya, dan juga salah satu orang yang telah memperkosanya!"HEI! APA YANG KALIAN LAKUKAN DISINI?!" sebuah suara lantang menggelegar terdengar. Hal yang mengagetkan ketiga orang yang tengah berada di belakang rumah kosong itu.Dan saat Kirana, Panji, dan Larasati menoleh ke arah suara yang berasal dari atap rumah itu. Maka dua orang yang paling terkejut adalah Kirana dan pemilik suara itu, yang tak lain adalah Jalu adanya."
"Ayo..! Pasang semua umbul dan panji yang masih belum terpasang..! Sebelum para tamu undangan berdatangan siang nanti!Jangan sampai kita di anggap tak siap merayakan hari berdirinya sekte Rajawali Emas yang keenam ini..!" seru Panji mengingatkan para anggota sekte Rajawali Emas, yang bertugas memasang umbul-umbul serta panji-panji sekte Rajawali Emas di sekitar markas.Umbul serta panji sekte Rajawali Emas itu bahkan dipasang hingga sepanjang pohon-pohon di tepi jalan, yang merupakan akses menuju ke markas sekte Rajawali Emas.Hingga saat tiba waktu menjelang siang. Para tamu undangan dari berbagai sekte, para pendekar non sekte, perwakilan ataupun pihak kerajaan dari tiga tlatah, bahkan hingga para tokoh sepuh dunia persilatan, telah mulai berdatangan memasuki markas sekte Rajawali Emas.Ya, siapa yang tak mengenal dan tak mendengar kebesaran nama serta sepak terjang para anggota sekte Rajawali Emas. Sekte yang menyandang nama harum di dunia persilatan, maupun di hati para penduduk T
BLAPH..!Seketika kilau cahaya putih cemerlang yang menyilaukan di atas area Padang Khayangan yang tak bertepi itu pun lenyap.Kini hanya ada warna keemasan pekat di area Padang Khayangan itu. Sunyi ... angin pun bagai tak berhembus saking tenangnya.Jalu ambil posisi bersila dengan sikap teratai, perlahan dia pejamkan kedua matanya. Tak lama Jalu pun tenggelam di alam keheningan yang tercipta. Pasrah ... Mandah ... dan Berserah.*** Dan kehebohan pun terjadi di Tlatah Klikamuka.Ya, semua orang di sana ribut dan panik mencari sosok Jalu, yang bagai hilang ditelan bumi. Mereka semua yakin Jalu bisa mengatasi dan melenyapkan Arya. Karena Arya sendiri tak pernah muncul kembali, setelah duelnya melawan Jalu.Selama 7(tujuh) hari lebih seluruh orang di Tlatah Klikamuka mencari keberadaan Jalu. Mereka menyusuri dengan kapal-kapal laut hingga jauh ke laut lepas, namun tetap saja sosok Jalu tak mereka lihat dan temukan.Pada akhirnya mereka semua menyimpulkan, bahwa Jalu telah mati sampyuh
Sosok Eyang Sokatantra ambyar berkeping, terlabrak pukulan inti 'Poros Bumi Langit' milik Eyang Bardasena.Ya, bola emas berpusar milik Eyang Bardasena itu berhasil menerobos titik benturan pukulan dahsyatnya dengan pukulan milik Eyang Sokatantra.Akibatnya, dengan telak sekali bola emas yang berputar dahsyat itu menghantam dada Eyang Sokatantra. Sungguh dahsyat tak tertahankan memang power Eyang Bardasena saat itu. Kendati sesungguhnya power Eyang Sokatantra berada di atas tingkatan Eyang Barnawa dulu.Ya, keajaiban olah Pernafasan Bathara Bayu yang diperdalam Eyang Bardasena di bawah arahan Jalu, memang telah membuat peningkatan pesat pada powernya.Bahkan bisa dikatakan Eyang Bardasena kini telah memasuki ranah awal di tingkat Ksatria Semesta tingkat tak terbatas, ranah yang sama seperti halnya Jalu. Namun tentu saja power dan daya bathin Eyang Bardasena masih berada beberapa tingkat di bawah Jalu."Hukghs..!" sosok Eyang Bardasena terhuyung ke belakang, namun cepat dia kembali teg
Wuunnggtzz..!!! Weerrsskh..!!Dengung membahana suara cakra emas yang memancarkan cahaya cemerlang terdengar. Cakra emas itu berputar menggila bukan main cepatnya.Seluruh badai angin yang berada di sekitar lokasi pertarungan itu, seketika ikut terhisap masuk dan menyatu dengan pusaran badai raksasa cakra tersebut. BADAS..!Sementara badai halilintar emas tak henti menghujani lokasi pertarungan Arya dan Jalu tersebut. Tengah laut, lokasi pertarungan dua tokoh muda tersakti di jamannya itu, seketika bagai berubah menjadi sebuah wilayah yang terkutuk. Mengerikkan..!Dan yang terdahsyat adalah terbentuknya pusaran laut mega raksasa, yang berpusat di bawah sosok Jalu melayang. Pusaran laut raksasa itu mencakup radius yang sangat luas, hingga menelan pusaran raksasa yang berada di bawah sosok Arya! Inilah kegilaan yang super gila..!"Ca-cakra Semesta..?! Ini Gila..!! Keparat kau Jalu..!!" Arya tersentak kaget dan gentar bukan main. Dia seketika teringat ucapan Maha Gurunya sang Penguasa Ke
"HUAAAHHH..HH..!!!"Teriakkan bergemuruh dari pasukkan perang tiga tlatah membahana badai di pantai Parican saat itu. Dan permukaan air laut di pantai Parican yang biasanya berwarna hijau kebiruan itu, kini telah berubah total menjadi merah darah..!Patih Karna bisa mengerti siasat panglima Indrakila, dengan tidak melabuhkan kapal di pelabuhan pantai Parican. Karena rawan untuk dipakai para pasukkan tlatah Bhineka, yang hendak melarikan diri nantinya.Sungguh siasat yang cukup mematikan langkah pihak musuh. Sebuah siasat yang hanya berarti dua pilihan untuk pihak musuh, tetap menyerang dan melawan, atau mati di negeri orang..!Sungguh sebuah kesalahan fatal dari siasat dan pemikiran Panglima Besar pasukkan Bhineka, Arya.Arya tak memperhitungkan, bahwa persatuan dan persahabatan tlatah Pallawa, Klikamuka, serta Ramayana semakin bertambah solid, setelah perang besar yang terjadi 5(lima) tahun yang lalu.Arya benar-benar kurang memperhitungkan hal yang sebenarnya sangat fatal itu.***
"Bedebah kau Bardasena..! Bisakah sopan sedikit saat berbicara denganku! Simpan arakmu brengsek..!" seru marah Eyang Sokatantra.Ya, Eyang Sokatantra sangat keki dan merasa diremehkan oleh sikap Bardasena, yang berbicara dengannya sambil minum arak."Hmm. Sokatantra kita sudah sama sepuh, dan kita sudah sama tahu apa itu arti basa basi dan sikap munafik. Apa bedanya sikapku yang minum arak, dengan kata-kata makian kasarmu itu padaku! Hahahaa!" seru Eyang Bardasena tergelak, membalikkan teguran Eyang Sokatantra dengan sindirannya."Hmm. Baik Bardasena! Kita mulai saja pertarungan kita sekarang!" karuan Eyang Sokatantra bertambah keki, mendengar ucapan Eyang Bardasena yang dengan telak membalikkan teguran dengan sindiran tajamnya.Glk, glk, glk!"Baik Sokatantra! Sebaiknya kita juga bertarung agak ke tengah laut sana! Kasihan jika ada prajurit yang tewas karena pukulan kita yang meleset," ucap tegas Eyang Bardasena, menyambut tantangan Eyang Sokatantra.Slaph..!! Slaphh..!!Dua tokoh se
"MEREKA DI BELAKANG KITA..! BERSIAPLAH..!" seru lantang sang Mahapatih Suryalaga.Dia memimpin pasukkan penjaga di pantai Parican untuk mundur, agar pasukkan musuh terpancing untuk maju mengejar mereka, yang disangka gentar oleh pasukkan musuh.Cepat sekali ke 9 ribu pasukkan yang dipimpin sang patih Suryalaga tersebut membentuk barisan di sisi kiri dan kanan depan pasukkan sang Maharaja, yang telah berbaris di depan perbatasan kotaraja. Hingga Pasukkan Tlatah Klikamuka dan sekutunya kini membentuk formasi huruf 'U'.Srraakh.! Spyaarrsshk..!Sang Maharaja lolos keris pusaka 'Ki Nogo Suryo' dan acungkan keris pusaka itu ke arah langit. Seketika selarik kilatan terang melesat dari keris pusaka itu menembus awan, langit pun nampak semakin terang, walaupun matahari belum lagi menyorotkan sinar terangnya di pagi hari itu."ESA HILANG DUA TERBILANG..! PARA KSATRIA KLIKAMUKA..!! SERAANNGG..!!" seru lantang sang Maharaja, seraya acungkan 'Ki Nogo Suryo' ke arah depan dan membedal maju kudanya
HUUOOONNKKHH...!!!Suara gaung terompet/sangkha bergema membahana dari tepian batas laut di pantai Parican. Suara gaungnya mengoyak kesunyian pagi, dan menembus hingga ke dinding perbatasan kotaraja Klikamuka.Ya, itulah gaung terompet/sangkha dari pihak armada perang Tlatah Bhineka, hal yang menandakan armada pasukkan Bhineka akan bergerak menyerang ke wilayah Klikamuka!"PASUKKAN BHINEKA..! MAJUU..!!" seru lantang panglima besar mereka Arya. Sebuah seruan yang dilambari power tenaga dalamnya, hingga menembus gendang telinga segenap pasukkan kapal armada tlatah Bhineka itu."MAJUU..!!""SERANNGG..!!"Seruan Arya segera di ikuti oleh seruan komando para pimpinan kapal pasukkan armadanya. Serentak seluruh armada kapal perang tlatah Bhineka meluruk maju dengan cepat, melesat menuju tepi pantai Parican untuk mendaratkan 25 ribu lebih pasukkannya.Sementara jauh di belakang armada perang Bhineka itu."ARMADA RAMAYANA..!! KEJAR DAN SERANGG MEREKA..!!" seru lantang sang Patih Karna Ekatama
"Heeii..! Utusan Arya keparat..! Lekas ambil surat dari Tuanmu itu, dan berikan kembali pada junjunganmu si Arya itu!" seru keras sang Maharaja Klikamuka."Ba-baik paduka..!" seru gugup sang utusan yang merasa gentar, karena dia merasa sedang berada di sarang harimau. Segera di ambil dan dilipatnya kembali surat maklumat dari junjungannya, yang kini penuh dengan ludah itu."Katakan pada junjunganmu si Arya itu! Surat maklumatnya hanyalah sampah di mata rakyat Tlatah Klikamuka ini! Cepat keluar..!" seru sang Maharaja Klikamuka murka."Ba-baik Paduka!" dengan menyahut gugup, sang utusan itu segera keluar dari istana Klikamuka. Nampak wajahnya pucat pasi, dia sadar perang tak bisa terhindarkan lagi kini.Sepanjang jalan menuju kembali ke pantai, dia mengamati kekuatan pasukkan dan perlengkapan perang Tlatah Klikamuka itu. Dan hatinya menjadi bergetar ngeri, karena ternyata jumlah pasukkan Tlatah Klikamuka setara dengan jumlah pasukkan kerajaan Bhineka!Hal yang meleset dari perkiraan jun