Slaph!Kirana akhirnya melesat mengikuti sosok itu dari kejauhan, dia segera kerahkan segenap kecepatan ilmu meringankan tubuh 'Arung Badai'nya. Karena sosok di depannya juga melesat dengan kecepatan yang luar biasa. 'Gila! Ilmu meringankan tubuhnya berada di atasku!' seru terkejut batin Kirana. Dengan bersusah payah, akhirnya Kirana berhasil memperpendek jaraknya dengan sosok di depannya itu.Namun rupanya hal itu dikarenakan sosok di depannya itu memang mengurangi kecepatan lesatannya. Sosok itu pun akhirnya melesat turun ke sebuah rumah tua, yang nampaknya sudah lama tak di huni.Kirana langsung melesat ke sebuah pohon cukup besar yang terdapat di samping rumah itu.Krsskk!Suara gemerisik dedaunan yang bergesekan dengan sosok Kirana rupanya menarik perhatian sosok itu. Segera sosok itu menoleh ke arah pohon besar itu, dan mengamati pohon tersebut.Beruntung Kirana langsung bergerak cepat bersembunyi di balik batang pohon itu, sehingga tubuhnya tertutup oleh batang pohon besar it
"Salah! Rumah ini adalah rumahku, dan akulah pewaris dari rumah ini! Wajar jika aku menanyakan maksudmu masuk ke dalam rumah ini!" sentak marah wanita jelita itu, yang ternyata adalah Larasati adanya."Aahh! Maaf Kak, aku tidak tahu. Baiklah aku akan pergi dari sini," sahut Kirana terkejut. Dia tak menyangka bahwa wanita di hadapannya itu adalah pemilik rumah kosong itu."Sudahlah Laras, biarkan saja wanita ini pergi," ucap Panji seraya memegang lembut lengan Larasati, untuk meredakan emosi kekasihnya itu."Baiklah, silahkan kau pergi dari sini," ucap Larasati akhirnya, walau wajahnya nampak masih agak kesal."Heii! Tunggu dulu!" seru Larasati lagi dengan nada marah meninggi."Ada apa kak?!" seru Kirana, kini dia juga mulai merasa kesal pada wanita yang di panggil Laras oleh pemuda di sebelahnya itu."Kaukah yang membuat gundukkan tanah di bawah kaki makam kedua orangtuaku itu?!" seru Larasati dengan pandangan tajam ke arah Kirana.Kini kecurigaannya terhadap wanita tak di kenal itu m
"Ahh..! I-itu.. Ki Lambar Manik ketua sekte Awan Hitam..!" seru terkejut Kirana, seraya menunjuk kepala yang di pegang rambutnya oleh Panji.Ya, tentu saja Kirana mengenali wajah Ki Lambar Manik, karena orang itu dulu sering bertandang ke rumahnya menemui ayahnya."A-apa?! Ki..Ki Lambar Manik! Itu memang benar salah satu nama orang yang dulu membunuh Ayah dan Ibuku, Mas Panji!Jalu..! Terimakasih Adikku! Tsk... tsk ... tsk!" Larasati terkejut bukan main, mendengar nama Ki Lambar Manik disebut oleh Kirana.Karena Ki Lambar Manik memang salah satu dari pembunuh ayah ibunya, dan juga salah satu orang yang telah memperkosanya!"HEI! APA YANG KALIAN LAKUKAN DISINI?!" sebuah suara lantang menggelegar terdengar. Hal yang mengagetkan ketiga orang yang tengah berada di belakang rumah kosong itu.Dan saat Kirana, Panji, dan Larasati menoleh ke arah suara yang berasal dari atap rumah itu. Maka dua orang yang paling terkejut adalah Kirana dan pemilik suara itu, yang tak lain adalah Jalu adanya."
"Brengsek! Benar-benar bedebah bangsat mereka itu! Tahu begitu akan kutambah siksaan bagi mereka sebelum menemui ajalnya!" desis Jalu dalam kemurkaannya, saat dia mendengar kisah perkosaan 3 orang pembunuh itu pada kakaknya."Sudahlah Jalu. Semuanya sudah terjadi, dan syukurlah Mas Panji mau mengerti dan memaklumi hal itu adalah kecelakaan belaka. Itulah yang membuat mbak bersedia menjadi kekasihnya," ucap Larasati menahan emosinya, jika dia teringat pada kejadian itu.Tak lama kemudian Kirana dan Panji pun kembali, dengan membawa jajanan pasar serta minuman yang di masukkan dalam tabung bambu.Dan mereka pun kini berbicara santai seputaran dunia persilatan pada saat itu. Sebuah pembicaraan yang cukup menambah wawasan Jalu, yang baru saja keluar dari Istana Pasir Bumi itu.Hanya Kirana yang banyak terdiam, dan hanya menjadi pendengar yang baik.Ya, tentu saja Kirana lebih banyak diam, karena Larasati dan Panji lebih sering mengangkat topik seputar sepak terjang kejahatan sekte Elang H
Seth! Byaarshk!Jalu tersentak sedemikian terkejutnya, saat mendengar dua nama yang harus di lenyapkannya dari bumi disebutkan oleh Kirana.Sosok Jalu sampai melesat agak jauh, dan tak sadar meledaklah 'power' dalam dirinya.Sementara Kirana, yang dasarnya sudah bersiap untuk kenyataan terburuk hanya diam terpaku di tempatnya. Dia terkejut melihat reaksi Jalu yang sangat di luar dugaannya.Nampak aura merah membara yang diselubungi cahaya putih kemilau melapisi sosok Jalu, yang kini melayang di atas permukaan tanah.Sepasang mata Jalu mencorong merah menyala menatap Kirana. Ngeri!"Kirana. Maafkan aku tak bisa menahan gejolak amarah ini. Ayahmu Ki Taksaka adalah orang yang telah memperkosa bibiku Ratri di dasar jurang Sirna Wujud, hingga dia terjebak di sana seumur hidupnya.Sedangkan Ki Braja Denta adalah orang yang telah membunuh Ayah dan Ibuku, dan membuatku terpisah dengan kakakku. Bagaimana menurutmu Kirana?!" tanya Jalu pada Kirana, setelah dia berkata dengan pelan namun tajam
Slaph! Slaph!Senopati Pratanca melesat dengan diikuti oleh Lestari yang juga melesat tak kalah cepatnya.Kedua sosok mereka melesat menuruni lereng terjal yang akan berakhir pada jalan datar di bawah sana, yang akan membawa mereka tiba di lembah Arumpaka.Seth! Seth! ... Seth! Puluhan pisau kecil bercahaya putih melesat cepat mengarah pada sosok Pratanca dan Lestari, yang saat itu tengah melesat menuruni lereng itu."Ahh! Awas Tuan Putri!" seru senopati Pratanca memperingatkan Lestari, seraya menoleh ke arah tuan putrinya itu.Hal yang mengakibatkan dirinya agak lengah, hingga sebuah pisau kecil itu berhasil menancap di paha Pratanca.Sreth! Wesh! Lestari langsung melenting tinggi ke atas seraya bersalto, dia pun selamat dari terjangan puluhan pisau kecil yang mengarah padanya tadi."'Akhs!"Senopati Pratanca berseru kesakitan, manakala dia merasakan sebuah rasa panas menyengat mulai menjalar dari pahanya yang tertancap pisau kecil itu. Brughk!Kakinya terasa mati rasa sebelah, dan
Slaph!Senopati Pratanca melesat cepat ke arah bawah lereng yang terjal itu. Cepat sekali sang senopati pamungkas itu melesat, hingga tak butuh waktu lama dia telah tiba di bawah lereng terjal itu.Namun sejauh itu senopati Pratanca sama sekali tak menemukan sosok Lestari, ataupun mendengar suara pertarungan yang terjadi. Hingga dia tiba di belokkan jalur ke arah lembah Arumpaka."Hahh! Darah hitam?!" sentak senopati Pratanca kaget, saat dia melihat ceceran darah hitam di sekitar belokkan itu.Senopati Pratanca segera melesat mengikuti ceceran darah itu, ceceran darah itu ternyata melalui jalur semak-semak di tepi jalur terjal yang di turuninya tadi.Dan ceceran darah itu berakhir kembali di bekas lokasi pertarungannya, dengan pimpinan empat malaikat tadi.Tempat bekas pertarungannya itu juga sudah kosong. Tak nampak sama sekali pimpinan Empat Malaikat Hitam bersama rekannya yang tadi tergeletak di sana.Kepanikkan seketika melanda senopati Pratanca, karena dia mendapat wanti-wanti kh
Tuan muda yang satu itu memang gemar sekali 'berolah asmara' dengan barang istimewa. Sedangkan 'barang' yang kita bawa kali ini 'super istimewa'! Hahahaa!" ucap temannya lagi menimpali.Jalu mulai merasa tak nyaman mendengar suara pembicaraan keempat orang berbaju hitam itu, yang tak bisa mengatur volume suaranya. Karenanya dia segera memanggil pelayan kedai minuman itu."Pelayan!" seru Jalu seraya melambaikan tangannya ke arah pelayan."Ya Tuan," sahut pelayan itu menghampiri."Jadi berapa semuanya? Tiga tabung tuak wangi daan dua piring dendeng menjangan ini," ujar Jalu bertanya."Eeee, semuanya jadi 110 kepeng Tuan," sahut sang pelayan setelah menghitung sejenak."Ini ambil 1 keping perak. Berikan aku satu tabung tuak lagi dan ambil kembaliannya untukmu," ucap Jalu, seraya memberikan sekeping uang perak pada sang pelayan itu."Wah! Te-terimakasih tuan!" seru sang pelayan dengan wajah berseri senang.Usai menerima tabung tuak ke empatnya, Jalu segera beranjak keluar dari kedai minum