"Salah! Rumah ini adalah rumahku, dan akulah pewaris dari rumah ini! Wajar jika aku menanyakan maksudmu masuk ke dalam rumah ini!" sentak marah wanita jelita itu, yang ternyata adalah Larasati adanya."Aahh! Maaf Kak, aku tidak tahu. Baiklah aku akan pergi dari sini," sahut Kirana terkejut. Dia tak menyangka bahwa wanita di hadapannya itu adalah pemilik rumah kosong itu."Sudahlah Laras, biarkan saja wanita ini pergi," ucap Panji seraya memegang lembut lengan Larasati, untuk meredakan emosi kekasihnya itu."Baiklah, silahkan kau pergi dari sini," ucap Larasati akhirnya, walau wajahnya nampak masih agak kesal."Heii! Tunggu dulu!" seru Larasati lagi dengan nada marah meninggi."Ada apa kak?!" seru Kirana, kini dia juga mulai merasa kesal pada wanita yang di panggil Laras oleh pemuda di sebelahnya itu."Kaukah yang membuat gundukkan tanah di bawah kaki makam kedua orangtuaku itu?!" seru Larasati dengan pandangan tajam ke arah Kirana.Kini kecurigaannya terhadap wanita tak di kenal itu m
"Ahh..! I-itu.. Ki Lambar Manik ketua sekte Awan Hitam..!" seru terkejut Kirana, seraya menunjuk kepala yang di pegang rambutnya oleh Panji.Ya, tentu saja Kirana mengenali wajah Ki Lambar Manik, karena orang itu dulu sering bertandang ke rumahnya menemui ayahnya."A-apa?! Ki..Ki Lambar Manik! Itu memang benar salah satu nama orang yang dulu membunuh Ayah dan Ibuku, Mas Panji!Jalu..! Terimakasih Adikku! Tsk... tsk ... tsk!" Larasati terkejut bukan main, mendengar nama Ki Lambar Manik disebut oleh Kirana.Karena Ki Lambar Manik memang salah satu dari pembunuh ayah ibunya, dan juga salah satu orang yang telah memperkosanya!"HEI! APA YANG KALIAN LAKUKAN DISINI?!" sebuah suara lantang menggelegar terdengar. Hal yang mengagetkan ketiga orang yang tengah berada di belakang rumah kosong itu.Dan saat Kirana, Panji, dan Larasati menoleh ke arah suara yang berasal dari atap rumah itu. Maka dua orang yang paling terkejut adalah Kirana dan pemilik suara itu, yang tak lain adalah Jalu adanya."
"Brengsek! Benar-benar bedebah bangsat mereka itu! Tahu begitu akan kutambah siksaan bagi mereka sebelum menemui ajalnya!" desis Jalu dalam kemurkaannya, saat dia mendengar kisah perkosaan 3 orang pembunuh itu pada kakaknya."Sudahlah Jalu. Semuanya sudah terjadi, dan syukurlah Mas Panji mau mengerti dan memaklumi hal itu adalah kecelakaan belaka. Itulah yang membuat mbak bersedia menjadi kekasihnya," ucap Larasati menahan emosinya, jika dia teringat pada kejadian itu.Tak lama kemudian Kirana dan Panji pun kembali, dengan membawa jajanan pasar serta minuman yang di masukkan dalam tabung bambu.Dan mereka pun kini berbicara santai seputaran dunia persilatan pada saat itu. Sebuah pembicaraan yang cukup menambah wawasan Jalu, yang baru saja keluar dari Istana Pasir Bumi itu.Hanya Kirana yang banyak terdiam, dan hanya menjadi pendengar yang baik.Ya, tentu saja Kirana lebih banyak diam, karena Larasati dan Panji lebih sering mengangkat topik seputar sepak terjang kejahatan sekte Elang H
Seth! Byaarshk!Jalu tersentak sedemikian terkejutnya, saat mendengar dua nama yang harus di lenyapkannya dari bumi disebutkan oleh Kirana.Sosok Jalu sampai melesat agak jauh, dan tak sadar meledaklah 'power' dalam dirinya.Sementara Kirana, yang dasarnya sudah bersiap untuk kenyataan terburuk hanya diam terpaku di tempatnya. Dia terkejut melihat reaksi Jalu yang sangat di luar dugaannya.Nampak aura merah membara yang diselubungi cahaya putih kemilau melapisi sosok Jalu, yang kini melayang di atas permukaan tanah.Sepasang mata Jalu mencorong merah menyala menatap Kirana. Ngeri!"Kirana. Maafkan aku tak bisa menahan gejolak amarah ini. Ayahmu Ki Taksaka adalah orang yang telah memperkosa bibiku Ratri di dasar jurang Sirna Wujud, hingga dia terjebak di sana seumur hidupnya.Sedangkan Ki Braja Denta adalah orang yang telah membunuh Ayah dan Ibuku, dan membuatku terpisah dengan kakakku. Bagaimana menurutmu Kirana?!" tanya Jalu pada Kirana, setelah dia berkata dengan pelan namun tajam
Slaph! Slaph!Senopati Pratanca melesat dengan diikuti oleh Lestari yang juga melesat tak kalah cepatnya.Kedua sosok mereka melesat menuruni lereng terjal yang akan berakhir pada jalan datar di bawah sana, yang akan membawa mereka tiba di lembah Arumpaka.Seth! Seth! ... Seth! Puluhan pisau kecil bercahaya putih melesat cepat mengarah pada sosok Pratanca dan Lestari, yang saat itu tengah melesat menuruni lereng itu."Ahh! Awas Tuan Putri!" seru senopati Pratanca memperingatkan Lestari, seraya menoleh ke arah tuan putrinya itu.Hal yang mengakibatkan dirinya agak lengah, hingga sebuah pisau kecil itu berhasil menancap di paha Pratanca.Sreth! Wesh! Lestari langsung melenting tinggi ke atas seraya bersalto, dia pun selamat dari terjangan puluhan pisau kecil yang mengarah padanya tadi."'Akhs!"Senopati Pratanca berseru kesakitan, manakala dia merasakan sebuah rasa panas menyengat mulai menjalar dari pahanya yang tertancap pisau kecil itu. Brughk!Kakinya terasa mati rasa sebelah, dan
Slaph!Senopati Pratanca melesat cepat ke arah bawah lereng yang terjal itu. Cepat sekali sang senopati pamungkas itu melesat, hingga tak butuh waktu lama dia telah tiba di bawah lereng terjal itu.Namun sejauh itu senopati Pratanca sama sekali tak menemukan sosok Lestari, ataupun mendengar suara pertarungan yang terjadi. Hingga dia tiba di belokkan jalur ke arah lembah Arumpaka."Hahh! Darah hitam?!" sentak senopati Pratanca kaget, saat dia melihat ceceran darah hitam di sekitar belokkan itu.Senopati Pratanca segera melesat mengikuti ceceran darah itu, ceceran darah itu ternyata melalui jalur semak-semak di tepi jalur terjal yang di turuninya tadi.Dan ceceran darah itu berakhir kembali di bekas lokasi pertarungannya, dengan pimpinan empat malaikat tadi.Tempat bekas pertarungannya itu juga sudah kosong. Tak nampak sama sekali pimpinan Empat Malaikat Hitam bersama rekannya yang tadi tergeletak di sana.Kepanikkan seketika melanda senopati Pratanca, karena dia mendapat wanti-wanti kh
Tuan muda yang satu itu memang gemar sekali 'berolah asmara' dengan barang istimewa. Sedangkan 'barang' yang kita bawa kali ini 'super istimewa'! Hahahaa!" ucap temannya lagi menimpali.Jalu mulai merasa tak nyaman mendengar suara pembicaraan keempat orang berbaju hitam itu, yang tak bisa mengatur volume suaranya. Karenanya dia segera memanggil pelayan kedai minuman itu."Pelayan!" seru Jalu seraya melambaikan tangannya ke arah pelayan."Ya Tuan," sahut pelayan itu menghampiri."Jadi berapa semuanya? Tiga tabung tuak wangi daan dua piring dendeng menjangan ini," ujar Jalu bertanya."Eeee, semuanya jadi 110 kepeng Tuan," sahut sang pelayan setelah menghitung sejenak."Ini ambil 1 keping perak. Berikan aku satu tabung tuak lagi dan ambil kembaliannya untukmu," ucap Jalu, seraya memberikan sekeping uang perak pada sang pelayan itu."Wah! Te-terimakasih tuan!" seru sang pelayan dengan wajah berseri senang.Usai menerima tabung tuak ke empatnya, Jalu segera beranjak keluar dari kedai minum
Wussh! Wessh!Kedua anak buahnya segera lontarkan pukulan jarak jauh mereka, ke arah tanah bekas Jalu amblas tadi.Blaamphs!Tanah itu langsung jebol bagai terbongkar, saat dua pukulan orang berbaju hitam itu menerjang di bekas pusaran tempat Jalu lenyap tadi.Namun tak ada tanda-tanda gerakkan yang menunjukkan Jalu masih berada di dalam sana.Sraaghk.! Sraagh..!"Arghks! Akhssg..!"Tiba-tiba saja sosok sang pimpinan dan si Empat berteriak kaget dan merasa sakit bukan main, seiring dengan tertarik masuknya sosok mereka ke dalam tanah hingga sebatas leher.Mereka berdua merasa seperti ada tenaga luar biasa, yang mencengkram dan menyentak kaki mereka dari bawah hingga masuk ke dalam bumi."Ketua! Adik keempat!" seru kaget si Dua dan Tiga yang kini masih berdiri di atas tanah.Mata mereka berdua terbelalak ngeri, melihat keadaan ketua dan adik keempat mereka, yang kini hanya terlihat wajah dan kepalanya saja di atas permukaan tanah.Sraaghk! Sraaghk!"Arrghkss! Arrghkss!" diiringi seruan
"Ayo..! Pasang semua umbul dan panji yang masih belum terpasang..! Sebelum para tamu undangan berdatangan siang nanti!Jangan sampai kita di anggap tak siap merayakan hari berdirinya sekte Rajawali Emas yang keenam ini..!" seru Panji mengingatkan para anggota sekte Rajawali Emas, yang bertugas memasang umbul-umbul serta panji-panji sekte Rajawali Emas di sekitar markas.Umbul serta panji sekte Rajawali Emas itu bahkan dipasang hingga sepanjang pohon-pohon di tepi jalan, yang merupakan akses menuju ke markas sekte Rajawali Emas.Hingga saat tiba waktu menjelang siang. Para tamu undangan dari berbagai sekte, para pendekar non sekte, perwakilan ataupun pihak kerajaan dari tiga tlatah, bahkan hingga para tokoh sepuh dunia persilatan, telah mulai berdatangan memasuki markas sekte Rajawali Emas.Ya, siapa yang tak mengenal dan tak mendengar kebesaran nama serta sepak terjang para anggota sekte Rajawali Emas. Sekte yang menyandang nama harum di dunia persilatan, maupun di hati para penduduk
BLAPH..!Seketika kilau cahaya putih cemerlang yang menyilaukan di atas area Padang Khayangan yang tak bertepi itu pun lenyap.Kini hanya ada warna keemasan pekat di area Padang Khayangan itu. Sunyi ... angin pun bagai tak berhembus saking tenangnya.Jalu ambil posisi bersila dengan sikap teratai, perlahan dia pejamkan kedua matanya. Tak lama Jalu pun tenggelam di alam keheningan yang tercipta. Pasrah ... Mandah ... dan Berserah.*** Dan kehebohan pun terjadi di Tlatah Klikamuka.Ya, semua orang di sana ribut dan panik mencari sosok Jalu, yang bagai hilang ditelan bumi. Mereka semua yakin Jalu bisa mengatasi dan melenyapkan Arya. Karena Arya sendiri tak pernah muncul kembali, setelah duelnya melawan Jalu.Selama 7(tujuh) hari lebih seluruh orang di Tlatah Klikamuka mencari keberadaan Jalu. Mereka menyusuri dengan kapal-kapal laut hingga jauh ke laut lepas, namun tetap saja sosok Jalu tak mereka lihat dan temukan.Pada akhirnya mereka semua menyimpulkan, bahwa Jalu telah mati sampyuh
Sosok Eyang Sokatantra ambyar berkeping, terlabrak pukulan inti 'Poros Bumi Langit' milik Eyang Bardasena.Ya, bola emas berpusar milik Eyang Bardasena itu berhasil menerobos titik benturan pukulan dahsyatnya dengan pukulan milik Eyang Sokatantra.Akibatnya, dengan telak sekali bola emas yang berputar dahsyat itu menghantam dada Eyang Sokatantra. Sungguh dahsyat tak tertahankan memang power Eyang Bardasena saat itu. Kendati sesungguhnya power Eyang Sokatantra berada di atas tingkatan Eyang Barnawa dulu.Ya, keajaiban olah Pernafasan Bathara Bayu yang diperdalam Eyang Bardasena di bawah arahan Jalu, memang telah membuat peningkatan pesat pada powernya.Bahkan bisa dikatakan Eyang Bardasena kini telah memasuki ranah awal di tingkat Ksatria Semesta tingkat tak terbatas, ranah yang sama seperti halnya Jalu. Namun tentu saja power dan daya bathin Eyang Bardasena masih berada beberapa tingkat di bawah Jalu."Hukghs..!" sosok Eyang Bardasena terhuyung ke belakang, namun cepat dia kembali teg
Wuunnggtzz..!!! Weerrsskh..!!Dengung membahana suara cakra emas yang memancarkan cahaya cemerlang terdengar. Cakra emas itu berputar menggila bukan main cepatnya.Seluruh badai angin yang berada di sekitar lokasi pertarungan itu, seketika ikut terhisap masuk dan menyatu dengan pusaran badai raksasa cakra tersebut. BADAS..!Sementara badai halilintar emas tak henti menghujani lokasi pertarungan Arya dan Jalu tersebut. Tengah laut, lokasi pertarungan dua tokoh muda tersakti di jamannya itu, seketika bagai berubah menjadi sebuah wilayah yang terkutuk. Mengerikkan..!Dan yang terdahsyat adalah terbentuknya pusaran laut mega raksasa, yang berpusat di bawah sosok Jalu melayang. Pusaran laut raksasa itu mencakup radius yang sangat luas, hingga menelan pusaran raksasa yang berada di bawah sosok Arya! Inilah kegilaan yang super gila..!"Ca-cakra Semesta..?! Ini Gila..!! Keparat kau Jalu..!!" Arya tersentak kaget dan gentar bukan main. Dia seketika teringat ucapan Maha Gurunya sang Penguasa Ke
"HUAAAHHH..HH..!!!"Teriakkan bergemuruh dari pasukkan perang tiga tlatah membahana badai di pantai Parican saat itu. Dan permukaan air laut di pantai Parican yang biasanya berwarna hijau kebiruan itu, kini telah berubah total menjadi merah darah..!Patih Karna bisa mengerti siasat panglima Indrakila, dengan tidak melabuhkan kapal di pelabuhan pantai Parican. Karena rawan untuk dipakai para pasukkan tlatah Bhineka, yang hendak melarikan diri nantinya.Sungguh siasat yang cukup mematikan langkah pihak musuh. Sebuah siasat yang hanya berarti dua pilihan untuk pihak musuh, tetap menyerang dan melawan, atau mati di negeri orang..!Sungguh sebuah kesalahan fatal dari siasat dan pemikiran Panglima Besar pasukkan Bhineka, Arya.Arya tak memperhitungkan, bahwa persatuan dan persahabatan tlatah Pallawa, Klikamuka, serta Ramayana semakin bertambah solid, setelah perang besar yang terjadi 5(lima) tahun yang lalu.Arya benar-benar kurang memperhitungkan hal yang sebenarnya sangat fatal itu.***
"Bedebah kau Bardasena..! Bisakah sopan sedikit saat berbicara denganku! Simpan arakmu brengsek..!" seru marah Eyang Sokatantra.Ya, Eyang Sokatantra sangat keki dan merasa diremehkan oleh sikap Bardasena, yang berbicara dengannya sambil minum arak."Hmm. Sokatantra kita sudah sama sepuh, dan kita sudah sama tahu apa itu arti basa basi dan sikap munafik. Apa bedanya sikapku yang minum arak, dengan kata-kata makian kasarmu itu padaku! Hahahaa!" seru Eyang Bardasena tergelak, membalikkan teguran Eyang Sokatantra dengan sindirannya."Hmm. Baik Bardasena! Kita mulai saja pertarungan kita sekarang!" karuan Eyang Sokatantra bertambah keki, mendengar ucapan Eyang Bardasena yang dengan telak membalikkan teguran dengan sindiran tajamnya.Glk, glk, glk!"Baik Sokatantra! Sebaiknya kita juga bertarung agak ke tengah laut sana! Kasihan jika ada prajurit yang tewas karena pukulan kita yang meleset," ucap tegas Eyang Bardasena, menyambut tantangan Eyang Sokatantra.Slaph..!! Slaphh..!!Dua tokoh se
"MEREKA DI BELAKANG KITA..! BERSIAPLAH..!" seru lantang sang Mahapatih Suryalaga.Dia memimpin pasukkan penjaga di pantai Parican untuk mundur, agar pasukkan musuh terpancing untuk maju mengejar mereka, yang disangka gentar oleh pasukkan musuh.Cepat sekali ke 9 ribu pasukkan yang dipimpin sang patih Suryalaga tersebut membentuk barisan di sisi kiri dan kanan depan pasukkan sang Maharaja, yang telah berbaris di depan perbatasan kotaraja. Hingga Pasukkan Tlatah Klikamuka dan sekutunya kini membentuk formasi huruf 'U'.Srraakh.! Spyaarrsshk..!Sang Maharaja lolos keris pusaka 'Ki Nogo Suryo' dan acungkan keris pusaka itu ke arah langit. Seketika selarik kilatan terang melesat dari keris pusaka itu menembus awan, langit pun nampak semakin terang, walaupun matahari belum lagi menyorotkan sinar terangnya di pagi hari itu."ESA HILANG DUA TERBILANG..! PARA KSATRIA KLIKAMUKA..!! SERAANNGG..!!" seru lantang sang Maharaja, seraya acungkan 'Ki Nogo Suryo' ke arah depan dan membedal maju kudanya
HUUOOONNKKHH...!!!Suara gaung terompet/sangkha bergema membahana dari tepian batas laut di pantai Parican. Suara gaungnya mengoyak kesunyian pagi, dan menembus hingga ke dinding perbatasan kotaraja Klikamuka.Ya, itulah gaung terompet/sangkha dari pihak armada perang Tlatah Bhineka, hal yang menandakan armada pasukkan Bhineka akan bergerak menyerang ke wilayah Klikamuka!"PASUKKAN BHINEKA..! MAJUU..!!" seru lantang panglima besar mereka Arya. Sebuah seruan yang dilambari power tenaga dalamnya, hingga menembus gendang telinga segenap pasukkan kapal armada tlatah Bhineka itu."MAJUU..!!""SERANNGG..!!"Seruan Arya segera di ikuti oleh seruan komando para pimpinan kapal pasukkan armadanya. Serentak seluruh armada kapal perang tlatah Bhineka meluruk maju dengan cepat, melesat menuju tepi pantai Parican untuk mendaratkan 25 ribu lebih pasukkannya.Sementara jauh di belakang armada perang Bhineka itu."ARMADA RAMAYANA..!! KEJAR DAN SERANGG MEREKA..!!" seru lantang sang Patih Karna Ekatama
"Heeii..! Utusan Arya keparat..! Lekas ambil surat dari Tuanmu itu, dan berikan kembali pada junjunganmu si Arya itu!" seru keras sang Maharaja Klikamuka."Ba-baik paduka..!" seru gugup sang utusan yang merasa gentar, karena dia merasa sedang berada di sarang harimau. Segera di ambil dan dilipatnya kembali surat maklumat dari junjungannya, yang kini penuh dengan ludah itu."Katakan pada junjunganmu si Arya itu! Surat maklumatnya hanyalah sampah di mata rakyat Tlatah Klikamuka ini! Cepat keluar..!" seru sang Maharaja Klikamuka murka."Ba-baik Paduka!" dengan menyahut gugup, sang utusan itu segera keluar dari istana Klikamuka. Nampak wajahnya pucat pasi, dia sadar perang tak bisa terhindarkan lagi kini.Sepanjang jalan menuju kembali ke pantai, dia mengamati kekuatan pasukkan dan perlengkapan perang Tlatah Klikamuka itu. Dan hatinya menjadi bergetar ngeri, karena ternyata jumlah pasukkan Tlatah Klikamuka setara dengan jumlah pasukkan kerajaan Bhineka!Hal yang meleset dari perkiraan jun