"Tak apa Nona. Gadis jelita sepertimu memang harus selalu hati-hati bila berada di alam bebas seperti ini," ucap Jalu biasa saja. Tak ada maksud sama sekali baginya untuk merayu Lestari. Namun tentu saja beda kepala berbeda pula penafsiran orang. Lestari yang mendengar ucapan Jalu menganggap pemuda itu sedang memujinya. Karuan saja wajah Lestari bertambah merah karena tersipu malu, namun juga ada debar gembira di hatinya. "Sekarang baiknya kita apakan empat bedebah hitam itu?" tanya Jalu pada Lestari, yang merupakan korban dari keempat orang itu. Nampak kini serentak keempat kepala itu menatap Lestari, dengan tatapan memohon pengampunan dan belas kasihan. Namun hal itu tentu saja malah membuat Lestari bertambah muak pada mereka. Sebab karena merekalah Lestari jadi terpisah dari senopati Pratanca. Sedangkan Lestari sama sekali buta dengan wilayah di luar istana Pallawa. "Terserah kau sajalah mau di apakan empat orang brengsek itu. Tapi maukah kau mengantarku ke kediaman Eyang
"Ahhhsskks..!" erang kesakitan Lestari untuk yang ke sekian kalinya, saat Jalu menghisap dan melepehkan darah segar dari pahanya.Itu adalah tanda racun di sekitar kaki Lestari sudah terhisap dan berhasil di buang oleh Jalu.Kini hanya rasa perih biasa yang dirasakan Lestari, sedangkan rasa panas menyengat dan berdenyut yang membuatnya tersiksa sudah lenyap.Jalu tempelkan kedua telapak tangannya di atas bekas luka paha Lestari, tak berapa lama kemudian di angkatnya telapak tangannya. Kini darah segar tak lagi mengalir keluar dari bekas luka di paha Lestari."Bagaimana sekarang rasanya Nona? Sudah agak baikkankah?" tanya Jalu agak bergetar.Kini pandangannya agak nanar menatap kemulusan paha Lestari. Segera Jalu gelengkan kepalanya, mengusir pikiran nakal yang selintas masuk ke dalam pikirannya.'Brengsek! Berbahaya juga jika aku berlama-lama dengan gadis cantik di tempat sepi seperti ini', bathin Jalu memaki diri sendiri."Iya Mas, sekarang aku agak baikkan kok. Makasih ya Mas," sahu
Blaarghks..!!Benturan dahsyat terjadi di udara, nampak bumi di bawah titik pertemuan kedua pukulan itu melesak ambyar dan membentuk cekungan dalam.Hawa panas di sekitar area menebar seketika. Asap hitam bercampur putih menggumpal di pusat benturan pukulan itu.Namun tak sampai disitu,"Hiaahh!" Weerssh!Sesosok bayangan nampak melesat cepat sekali ke arah Jalu, seraya dorong dua telapak tangannya. Dan melesat deras 7 bola bercahaya merah membara yang langsung mengarah pada sosok Jalu.Jalu tersentak mendapati gelombang energi yang bukan olah-olah kuatnya mendesak 'power'nya, melalui pukulan 7 bola bercahaya merah tersebut."Hiaah!" Byaarshk! Spraatzzsk!!Jalu segera berseru keras ledakkan segenap 'power'nya. Tak ada pilihan lain bagi Jalu, dia kerahkan 'Pukulan Pasir Neraka'nya.Sebuah pukulan berbahaya yang di milikinya, mengingat lawan juga telah melepaskan pukulan mengerikkan ke arahnya.Blaarrtzzkh...!!!Lembah Arumpaka bagai terhantam sebuah meteor besar dari angkasa. Bumi di s
"Wah! Hai bunga semerbak. Marilah kutraktir kau minum, sayangku," ucap seorang pemuda, yang duduk di depan kedai minuman menggoda Ranti.Dia sangat terpukau oleh kecantikkan Ranti. Beberapa orang temannya yang sedang minum pun ikut menatap liar, menelusuri lekuk tubuh padat dan ramping Ranti yang melintas di depan mereka."Sepertinya dia masih 'njepit'(perawan) Tuan Muda," ucap pelan seorang teman pemuda itu."Hahahaa! Kau ini bisa saja, tapi memang bokongnya masih menjengat seperti itu. Pasti goyangannya mantap bukan main," ujar pemuda yang di panggil tuan muda itu.Ya, pemuda yang menggoda Ranti itu adalah putra dari seorang pemilik 4 rumah kembang, yang berada di kotaraja Palangjajar itu.Kesibukkannya sehari-hari hanyalah berfoya-foya bersama teman-temannya, menghabiskan uang jajan yang selalu di berikan berlebih oleh ayahnya.Ranti hanya diam saja dan terus melangkah diiringi oleh Jaya."Mbak Ranti, perlukah kuhajar mereka?" desis Jaya.Sesungguhnya tangan Jaya sudah gatal ingin
. "Sekarang antarkan aku ke Tuan Mudamu itu!"!" seru Ranti geram, dia ingin memberi sedikit pelajaran pada tuan mudanya Ki Pangkur itu, yang seenaknya menyuruh orang menculiknya."Ba-baik Nona! Hoeksh!" sahut Ki Pangkur seraya kembali muntahkan darah dari mulutnya. ***Sementara di kedai minuman tadi, nampak pemuda bernama Brata masih asik menenggak arak wangi yang tersedia di kedai itu.Tentu saja harga arak jauh lebih mahal di banding tuak wangi. Karena arak-arak itu biasanya di bawa oleh para pedagang luar, yang masuk ke Tlatah Ramayana melalui pelabuhan Lambata.Tak lama masuklah seorang pemuda berambut gondrong yang sepertinya baru tiba di kotaraja Palangjajar, yang terletak dekat dengan pelabuhan Lambata itu.Pelabuhan Lambata memang masih masuk dalam wilayah Palangjajar yang di pimpin oleh Raja Hendradata Mawangsa.Pemuda gondrong langsung saja duduk di sudut ruang minum kedai itu. Seorang pelayan langsung menghampiri pemuda gondrong itu."Maaf, mau minum apa tuan?" tanya pela
Braaghk! Brughk!Tubuh Brata menghantam dinding kedai lalu jatuh bergedebuk di lantai."Hahh! Tuan Muda!" seru keras teman-teman Brata yang terkejut melihat kejadian itu. Mereka segera menghampiri Brata yang terkapar di lantai itu."Aarkhs! Hukksh!" Brata berteriak kesakitan, sambil pegangi dadanya yang terasa sesak bukan main. Lalu dia pun muntahkan isi perutnya di lantai.Ranti nampak belum puas menghajar si Brata itu, baginya aksi penculikkan paksa sangat merendahkan martabat dirinya sebagai wanita.Seth! Taph!Ranti melesat hendak menambahkan tendangan ke arah Brata lagi, saat sebuah cengkraman kuat di pergelangan tangannya menahan lesatannya."Ahh! Siapa kau?!" seru Ranti terkejut dan menatap pemuda gondrong di dekatnya, dia merasakan betapa kuat dan kokohnya tangan pemuda itu mencengkramnya."Maaf Nona. Urusan dia dengan kedai ini juga belum selesai. Dia harus membayar 100 keping emas pada pelayan kedai itu," ucap pemuda gondrong itu tenang."Hei! Lepaskan pegangan tanganmu pada
""Heii! Di sini rupanya kalian..!! Kepung mereka..!!" seru lantang seorang pria paruh baya, yang di kawal oleh 7 orang berpakaian hitam.Sementara nampak pula si Brata di tengah-tengah kumpulan orang itu."Hmm. Si pemuda bodoh itu rupanya masih mau memperpanjang urusan," desis Jalu geram, saat melihat sosok Brata berada di tengah kumpulan orang berpakaian hitam itu.Nampak orang-orang berpakaian hitam,yang sepertinya adalah para pendekar bayaran ayah si Brata bergerak cepat.Mereka semua berkelebatan dan berdiri tegak di sekitar saung itu mengepung Jalu, Ranti, dan Jaya."Kau yakin tiga orang itu yang menganiayamu Brata?!" seru sang pria paruh baya, yang tak lain adalah ayah Brata itu."Benar Ayah, merekalah orangnya! Tapi biarkan gadis itu untuk Brata, Ayah!" sahut Brata membenarkan, seraya menunjuk ke arah Jalu, Ranti, dan Jaya dari kejauhan."Hajar mereka! Tapi tangkap saja gadis itu untuk anakku!" teriak sang ayah dari kejauhan."Siap Juragan Atmo!" sahut para jago bayaran yang me
"Wahh! Ini kabar menarik Ranti! Baiklah kita pergi saja ke sana," sahut Jalu senang. Dia memang sedang menjauh dari sesuatu, yang membuatnya tak bisa lepas menikmati petualangannya.Ya, 'sesuatu' itu adalah seorang gadis jelita yang tengah menangis pilu, saat dia meninggalkannya sendiri, Kirana! ***Sementara itu masih di sekitar markas sekte Elang Harimau. Nampak seorang wanita buruk rupa tengah menikmati jahe panasnya, di sebuah warung makan yang terletak di belakang markas sekte.Ekspresi acuh dan dingin nampak jelas di wajah wanita itu. Hal yang membuat ibu pemilik warung enggan menyapa dan mengajaknya ngobrol.'Mungkin lebih baik jika aku masuk ke dalam markas dengan menggunakan topeng ini. Agar tak ada keraguan antara aku dan Ayahku untuk saling bertarung secara sungguh-sungguh', bathin wanita buruk rupa, yang tentunya adalah Kirana itu.Ya, bulat sudah tekat Kirana untuk mendatangi sang ayah dan menantangnya berduel. Dia sudah bersiap untuk mati untuk itu.Daripada hidup menan