Braaghk! Brughk!Tubuh Brata menghantam dinding kedai lalu jatuh bergedebuk di lantai."Hahh! Tuan Muda!" seru keras teman-teman Brata yang terkejut melihat kejadian itu. Mereka segera menghampiri Brata yang terkapar di lantai itu."Aarkhs! Hukksh!" Brata berteriak kesakitan, sambil pegangi dadanya yang terasa sesak bukan main. Lalu dia pun muntahkan isi perutnya di lantai.Ranti nampak belum puas menghajar si Brata itu, baginya aksi penculikkan paksa sangat merendahkan martabat dirinya sebagai wanita.Seth! Taph!Ranti melesat hendak menambahkan tendangan ke arah Brata lagi, saat sebuah cengkraman kuat di pergelangan tangannya menahan lesatannya."Ahh! Siapa kau?!" seru Ranti terkejut dan menatap pemuda gondrong di dekatnya, dia merasakan betapa kuat dan kokohnya tangan pemuda itu mencengkramnya."Maaf Nona. Urusan dia dengan kedai ini juga belum selesai. Dia harus membayar 100 keping emas pada pelayan kedai itu," ucap pemuda gondrong itu tenang."Hei! Lepaskan pegangan tanganmu pada
""Heii! Di sini rupanya kalian..!! Kepung mereka..!!" seru lantang seorang pria paruh baya, yang di kawal oleh 7 orang berpakaian hitam.Sementara nampak pula si Brata di tengah-tengah kumpulan orang itu."Hmm. Si pemuda bodoh itu rupanya masih mau memperpanjang urusan," desis Jalu geram, saat melihat sosok Brata berada di tengah kumpulan orang berpakaian hitam itu.Nampak orang-orang berpakaian hitam,yang sepertinya adalah para pendekar bayaran ayah si Brata bergerak cepat.Mereka semua berkelebatan dan berdiri tegak di sekitar saung itu mengepung Jalu, Ranti, dan Jaya."Kau yakin tiga orang itu yang menganiayamu Brata?!" seru sang pria paruh baya, yang tak lain adalah ayah Brata itu."Benar Ayah, merekalah orangnya! Tapi biarkan gadis itu untuk Brata, Ayah!" sahut Brata membenarkan, seraya menunjuk ke arah Jalu, Ranti, dan Jaya dari kejauhan."Hajar mereka! Tapi tangkap saja gadis itu untuk anakku!" teriak sang ayah dari kejauhan."Siap Juragan Atmo!" sahut para jago bayaran yang me
"Wahh! Ini kabar menarik Ranti! Baiklah kita pergi saja ke sana," sahut Jalu senang. Dia memang sedang menjauh dari sesuatu, yang membuatnya tak bisa lepas menikmati petualangannya.Ya, 'sesuatu' itu adalah seorang gadis jelita yang tengah menangis pilu, saat dia meninggalkannya sendiri, Kirana! ***Sementara itu masih di sekitar markas sekte Elang Harimau. Nampak seorang wanita buruk rupa tengah menikmati jahe panasnya, di sebuah warung makan yang terletak di belakang markas sekte.Ekspresi acuh dan dingin nampak jelas di wajah wanita itu. Hal yang membuat ibu pemilik warung enggan menyapa dan mengajaknya ngobrol.'Mungkin lebih baik jika aku masuk ke dalam markas dengan menggunakan topeng ini. Agar tak ada keraguan antara aku dan Ayahku untuk saling bertarung secara sungguh-sungguh', bathin wanita buruk rupa, yang tentunya adalah Kirana itu.Ya, bulat sudah tekat Kirana untuk mendatangi sang ayah dan menantangnya berduel. Dia sudah bersiap untuk mati untuk itu.Daripada hidup menan
"Orang di atas atap silahkan turun..!" seru lantang Ki Taksaka, yang di tujukan pada sosok di atas atap yang tengah menguping pembicaraannya dengan Ki Braja Denta.'Ahh! Akhirnya aku harus memunculkan diri', seru bathin Kirana.Memang kaki Kirana agak bergeser karena terkejut, saat mendengar rencana penyerangan sekte Elang Harimau ke kerajaan Pallawa yang syah. Pergeseran kakinya di atas atap rupanya di dengar oleh Ki Taksaka.Slaph! Taph!Kirana turun di luar pintu ruangan pribadi ayahnya itu. Dan di luar ruangan khusus Ki Taksaka itu memang merupakan ruang latihan terbuka, bagi anggota senior sekte Elang Harimau."Aku datang untuk menantang Ki Taksaka bertarung secara terhormat, sebagai ketua sekte besar ini!" seru Kirana mantap."Hahaaa! Kukira siapa yang mengintai di atas, ternyata hanya wanita buruk rupa!" Ki Taksaka tergelak melecehkan Kirana."Kenapa jika aku hanya seorang wanita Ki Taksaka?! Kau takutkah?!" ejek Kirana membalas."Bedebah! Lebih baik kausembuhkan dulu codet di
"Bedebah..! Hiaahh..!" Ki Taksaka pun berseru murka, saat merasakan pedangnya terlibat dan tak bergerak, oleh selendang pusaka wanita itu. Segera dia mengalirkan power ekstranya, untuk menebas sekaligus melepaskan pedangnya dari libatan selendang Kirana. Dan ... Blaarrghkks...!! Wusshhk! Terjadi ledakkan dahsyat, yang mengakibatkan gelombang hawa panas dingin menebar dahsyat di seantero ruang latihan itu. Pedang merah Ki Taksaka terlepas dari genggaman dan terlempar tinggi ke langit, oleh kibasan Selendang Kencana Kirana. Hal yang memperjelas power Ki Taksaka masih berada di bawah power Kirana! Wuuunggzzt..! Blaph! Pedang Elang Api terus melesat dan lenyap tanpa bekas di ketinggian langit. Ya, pedang itu telah menyerah kalah oleh Selendang Kencana, dan langsung lenyap kembali ke asalnya. "Kurangajar! Terimalah pamungkasku wanita codet!" seru lantang murka Ki Taksaka. Dia segera siapkan aji 'Cakar Selaksa Petir' miliknya. Cuaca di sekitar markas sekte Elang Harimau langsung
"Hahh! I-itu Kirana..!" terkejut hati Ki Taksaka bagai disambar petir, saat lamat-lamat dia mengenali wajah jelita yang kini terpampang jelas di hadapannya.Tanda lahir berupa tahi lalat kecil di tengah kedua alis mata, serta bentuk wajah yang mirip istrinya sontak langsung membuatnya menyimpulkan.Bahwa gadis yang terkapar tak sadarkan diri itu, adalah putrinya Kirana yang telah lama hilang!"Ke-kenapa Kirana..?! Kenapa kau melawan ayahmu?!" seru Ki Taksaka geram dan bingung, di tengah rasa kegembiraannya menemukan putrinya kembali."Hahhh! T-tuan putri Kirana?!" seru para senior yang dulunya berasal dari sekte Elang Merah.Tentu saja mereka juga ingat dengan ciri khas tuan putri mereka dulu. Putri sang ketua yang baik hati dan murah senyum pada semua anggota sekte Elang Merah.Kehadiran Kirana dulu di tengah-tengah latihan para anggota sekte Elang Merah, selalu menambah semangat para anggota untuk berlatih."Taksaka! Eyang tak peduli dia putrimu atau bukan, karena dia telah berani m
"Wah! Ada apa itu ya mas Jalu? Jaya mau lihat dulu!" seru Jaya penasaran, dia bergegas melangkah ke depan rumah makan itu."Ayo Ranti, kita ikut melihat kesana," ajak Jalu, seraya menuju ke meja pemilik rumah makan dan membayar dahulu makanan mereka. Dan setibanya mereka berdua di depan rumah makan itu, maka wajah Jalu seketika berubah kesal dan marah.Karena dilihatnya dua orang wanita muda berpakaian ringkas tengah menjadi bulan-bulanan empat orang berpakaian hitam.Keadaan dua wanita itu sungguh memprihatinkan, kain mereka berdua sudah sobek di sana sini, tercabik oleh pisau-pisau kecil yang dipegang oleh keempat orang berbaju hitam tersebut.Namun hal yang membuat Jalu sangat marah dan kesal adalah, wajah dan perawakkan keempat orang berbaju hitam itu sangat dikenalnya.Ya, keempat orang berbaju hitam itu adalah Empat Malaikat Hitam yang telah diplonconya habis-habisan tempo hari.Sepertinya keempat orang itu berhasil di tolong oleh seseorang, lalu kenapa mereka tiba-tiba sudah b
"Sial..! Tapi ini lebih baik daripada kita di pendam lagi dalam tanah!" seru kesal sang pimpinan mereka.Dan malam pun menjelang.Jalu duduk menyendiri di atas sebuah batu gunung landai sambil menatap rembulan, sementara di tangannya tergenggam seguci arak wangi.Ya, saat itu Jalu, Ranti dan Jaya memang telah tiba di dekat lokasi pertemuan para pendekar tlatah Ramayana di lereng gunung Kandaga.Pertemuan para pendekar akan berlangsung esok hari, dan lereng gunung Kandaga malam itu memang tampak ramai.Banyak terlihat titik-titik cahaya api unggun dan obor di sekitaran lereng itu, hal yang menandakan banyak pula para pendekar yang memilih bermalam di sekitar lokasi pertemuan para pendekar.Pandangan Jalu menerawang ke arah rembulan yang hanya terlihat sebagian saja malam itu.'Sedang apa kau di sana Kirana? Semoga kau baik-baik saja', desah bathin Jalu.Entahlah, mendadak malam itu hati Jalu selalu berdebar-debar, teringat sosok Kirana yang dia tinggalkan sendiri.Ada suatu dorongan y