"Orang di atas atap silahkan turun..!" seru lantang Ki Taksaka, yang di tujukan pada sosok di atas atap yang tengah menguping pembicaraannya dengan Ki Braja Denta.'Ahh! Akhirnya aku harus memunculkan diri', seru bathin Kirana.Memang kaki Kirana agak bergeser karena terkejut, saat mendengar rencana penyerangan sekte Elang Harimau ke kerajaan Pallawa yang syah. Pergeseran kakinya di atas atap rupanya di dengar oleh Ki Taksaka.Slaph! Taph!Kirana turun di luar pintu ruangan pribadi ayahnya itu. Dan di luar ruangan khusus Ki Taksaka itu memang merupakan ruang latihan terbuka, bagi anggota senior sekte Elang Harimau."Aku datang untuk menantang Ki Taksaka bertarung secara terhormat, sebagai ketua sekte besar ini!" seru Kirana mantap."Hahaaa! Kukira siapa yang mengintai di atas, ternyata hanya wanita buruk rupa!" Ki Taksaka tergelak melecehkan Kirana."Kenapa jika aku hanya seorang wanita Ki Taksaka?! Kau takutkah?!" ejek Kirana membalas."Bedebah! Lebih baik kausembuhkan dulu codet di
"Bedebah..! Hiaahh..!" Ki Taksaka pun berseru murka, saat merasakan pedangnya terlibat dan tak bergerak, oleh selendang pusaka wanita itu. Segera dia mengalirkan power ekstranya, untuk menebas sekaligus melepaskan pedangnya dari libatan selendang Kirana. Dan ... Blaarrghkks...!! Wusshhk! Terjadi ledakkan dahsyat, yang mengakibatkan gelombang hawa panas dingin menebar dahsyat di seantero ruang latihan itu. Pedang merah Ki Taksaka terlepas dari genggaman dan terlempar tinggi ke langit, oleh kibasan Selendang Kencana Kirana. Hal yang memperjelas power Ki Taksaka masih berada di bawah power Kirana! Wuuunggzzt..! Blaph! Pedang Elang Api terus melesat dan lenyap tanpa bekas di ketinggian langit. Ya, pedang itu telah menyerah kalah oleh Selendang Kencana, dan langsung lenyap kembali ke asalnya. "Kurangajar! Terimalah pamungkasku wanita codet!" seru lantang murka Ki Taksaka. Dia segera siapkan aji 'Cakar Selaksa Petir' miliknya. Cuaca di sekitar markas sekte Elang Harimau langsung
"Hahh! I-itu Kirana..!" terkejut hati Ki Taksaka bagai disambar petir, saat lamat-lamat dia mengenali wajah jelita yang kini terpampang jelas di hadapannya.Tanda lahir berupa tahi lalat kecil di tengah kedua alis mata, serta bentuk wajah yang mirip istrinya sontak langsung membuatnya menyimpulkan.Bahwa gadis yang terkapar tak sadarkan diri itu, adalah putrinya Kirana yang telah lama hilang!"Ke-kenapa Kirana..?! Kenapa kau melawan ayahmu?!" seru Ki Taksaka geram dan bingung, di tengah rasa kegembiraannya menemukan putrinya kembali."Hahhh! T-tuan putri Kirana?!" seru para senior yang dulunya berasal dari sekte Elang Merah.Tentu saja mereka juga ingat dengan ciri khas tuan putri mereka dulu. Putri sang ketua yang baik hati dan murah senyum pada semua anggota sekte Elang Merah.Kehadiran Kirana dulu di tengah-tengah latihan para anggota sekte Elang Merah, selalu menambah semangat para anggota untuk berlatih."Taksaka! Eyang tak peduli dia putrimu atau bukan, karena dia telah berani m
"Wah! Ada apa itu ya mas Jalu? Jaya mau lihat dulu!" seru Jaya penasaran, dia bergegas melangkah ke depan rumah makan itu."Ayo Ranti, kita ikut melihat kesana," ajak Jalu, seraya menuju ke meja pemilik rumah makan dan membayar dahulu makanan mereka. Dan setibanya mereka berdua di depan rumah makan itu, maka wajah Jalu seketika berubah kesal dan marah.Karena dilihatnya dua orang wanita muda berpakaian ringkas tengah menjadi bulan-bulanan empat orang berpakaian hitam.Keadaan dua wanita itu sungguh memprihatinkan, kain mereka berdua sudah sobek di sana sini, tercabik oleh pisau-pisau kecil yang dipegang oleh keempat orang berbaju hitam tersebut.Namun hal yang membuat Jalu sangat marah dan kesal adalah, wajah dan perawakkan keempat orang berbaju hitam itu sangat dikenalnya.Ya, keempat orang berbaju hitam itu adalah Empat Malaikat Hitam yang telah diplonconya habis-habisan tempo hari.Sepertinya keempat orang itu berhasil di tolong oleh seseorang, lalu kenapa mereka tiba-tiba sudah b
"Sial..! Tapi ini lebih baik daripada kita di pendam lagi dalam tanah!" seru kesal sang pimpinan mereka.Dan malam pun menjelang.Jalu duduk menyendiri di atas sebuah batu gunung landai sambil menatap rembulan, sementara di tangannya tergenggam seguci arak wangi.Ya, saat itu Jalu, Ranti dan Jaya memang telah tiba di dekat lokasi pertemuan para pendekar tlatah Ramayana di lereng gunung Kandaga.Pertemuan para pendekar akan berlangsung esok hari, dan lereng gunung Kandaga malam itu memang tampak ramai.Banyak terlihat titik-titik cahaya api unggun dan obor di sekitaran lereng itu, hal yang menandakan banyak pula para pendekar yang memilih bermalam di sekitar lokasi pertemuan para pendekar.Pandangan Jalu menerawang ke arah rembulan yang hanya terlihat sebagian saja malam itu.'Sedang apa kau di sana Kirana? Semoga kau baik-baik saja', desah bathin Jalu.Entahlah, mendadak malam itu hati Jalu selalu berdebar-debar, teringat sosok Kirana yang dia tinggalkan sendiri.Ada suatu dorongan y
"Maaf para Ketua! Rombongan Kanjeng Adipati Adi Wijaya dari Pralaya telah hampir tiba," lapor seorang anggota sekte, yang di tugaskan berjaga dan menunggu kedatangan rombongan Adipati dari Pralaya itu."Baik! Siapkan penyambutan yang baik untuk mereka, bersama regu penyambut di depan markas!" ucap Ki Taksaka tegas."Baik Ketua!" pelapor itu pun segera kembali keluar dari ruang pertemuan.Tak lama kemudian masuklah sang Adipati Adi Wijaya dari kadipaten Pralaya beserta jajarannya. Beberapa anggota sekte Elang Harimau nampak berbaris rapih mengiringi mereka.Serentak semua yang ada di ruang pertemuan itu pun berdiri menyambut kedatangan rombongan Adipati Adi Wijaya tersebut, kecuali Eyang sepuh Gentaloka yang tetap anteng di kursinya."Ahh! Selamat datang Kanjeng Adipati Adi Wijaya! Kedatangan kalian bagaikan angin segar bagi kita semua! Hahaaa!" seru Ki Taksaka tergelak senang, mengucapkan sapaan hangat dan bersahabat pada sekutu barunya itu."Terimakasih atas kesediaanmu bergabung den
Srekkh!Dengan sekali gerakkan cepat Arya menyibak pakaian luar atas dari Kirana. Kini terpampanglah kain bagian dalam, yang menutupi dua buah gundukkan buah kenyal dan membusung penuh milik Kirana."Akhsh! Bajingan..!!" teriak Kirana melengking. Martabat dirinya bagai terhempas jatuh di buat Arya. Hal yang membuat hati Kirana mengutuki Arya sejadi-jadinya.Mata Arya seketika membelalak panas. Menatap lekat keindahan bentuk dan lekuk sepasang gunung indah Kirana, yang tercetak jelas di balik kain tipis yang menutupinya.Ingin rasa hati Arya langsung melepas kain tipis itu, lalu langsung melahap kedua gunung indah tersebut sepuasnya. Namun Arya masih menahan dirinya, sebelum dia mendapatkan keterangan dari Kirana."Sekali lagi Kirana! Dimana keberadaan gurumu saat ini?!" seru Arya lagi. Sementara tangannya bergetar penuh hasrat, untuk segera melepas kain tipis yang menutupi gunung surga Kirana."Lihat saja nanti Arya! Aku akan membunuhmu..! Aku akan membunuhmu..!" desis tajam Kirana k
Arya langsung melesat cepat dan memukul deras kepala Nyi Wilasih. Arya mengerahkan beberapa bagian tenaga dalamnya, hingga terdengarlah suara tengkorak Nyi Wilasih yang berderak retak dan hancur terhantam pukulan Arya. "Akhsh!" Brugh! Nyi Wilasih hanya berseru pendek, lalu tubuhnya langsung terkapar tanpa nyawa di lantai ruangan itu. Wussh! Praaghk..!"Ibuu..! Biadab kau Aryaa..!! Bajingann!!" Kirana berteriak histeris, melihat tewasnya sang ibu di depan matanya. Dia pun langsung memaki penuh dendam pada Arya.Hati Kirana benar-benar di penuhi amarah menggelegak terhadap pemuda jahanam itu."Hahahaa! Berteriaklah sepuasmu Kirana! Kini tak akan ada lagi yang bisa mendengar teriakkanmu. Para penjaga ruang tahanan ini sudah kuperintahkan menunggu di luar area sana!" seru Arya terbahak, dalam suara tawa yang terdengar mengerikkan dan kejam."Wanita pengganggu brengsek! Terpaksa aku harus mengurusmu lebih dulu kini!" seru kesal dan jengkel Arya memaki mayat Nyi Wilasih, yang kini terbuj