"Hahh! I-itu Kirana..!" terkejut hati Ki Taksaka bagai disambar petir, saat lamat-lamat dia mengenali wajah jelita yang kini terpampang jelas di hadapannya.Tanda lahir berupa tahi lalat kecil di tengah kedua alis mata, serta bentuk wajah yang mirip istrinya sontak langsung membuatnya menyimpulkan.Bahwa gadis yang terkapar tak sadarkan diri itu, adalah putrinya Kirana yang telah lama hilang!"Ke-kenapa Kirana..?! Kenapa kau melawan ayahmu?!" seru Ki Taksaka geram dan bingung, di tengah rasa kegembiraannya menemukan putrinya kembali."Hahhh! T-tuan putri Kirana?!" seru para senior yang dulunya berasal dari sekte Elang Merah.Tentu saja mereka juga ingat dengan ciri khas tuan putri mereka dulu. Putri sang ketua yang baik hati dan murah senyum pada semua anggota sekte Elang Merah.Kehadiran Kirana dulu di tengah-tengah latihan para anggota sekte Elang Merah, selalu menambah semangat para anggota untuk berlatih."Taksaka! Eyang tak peduli dia putrimu atau bukan, karena dia telah berani m
"Wah! Ada apa itu ya mas Jalu? Jaya mau lihat dulu!" seru Jaya penasaran, dia bergegas melangkah ke depan rumah makan itu."Ayo Ranti, kita ikut melihat kesana," ajak Jalu, seraya menuju ke meja pemilik rumah makan dan membayar dahulu makanan mereka. Dan setibanya mereka berdua di depan rumah makan itu, maka wajah Jalu seketika berubah kesal dan marah.Karena dilihatnya dua orang wanita muda berpakaian ringkas tengah menjadi bulan-bulanan empat orang berpakaian hitam.Keadaan dua wanita itu sungguh memprihatinkan, kain mereka berdua sudah sobek di sana sini, tercabik oleh pisau-pisau kecil yang dipegang oleh keempat orang berbaju hitam tersebut.Namun hal yang membuat Jalu sangat marah dan kesal adalah, wajah dan perawakkan keempat orang berbaju hitam itu sangat dikenalnya.Ya, keempat orang berbaju hitam itu adalah Empat Malaikat Hitam yang telah diplonconya habis-habisan tempo hari.Sepertinya keempat orang itu berhasil di tolong oleh seseorang, lalu kenapa mereka tiba-tiba sudah b
"Sial..! Tapi ini lebih baik daripada kita di pendam lagi dalam tanah!" seru kesal sang pimpinan mereka.Dan malam pun menjelang.Jalu duduk menyendiri di atas sebuah batu gunung landai sambil menatap rembulan, sementara di tangannya tergenggam seguci arak wangi.Ya, saat itu Jalu, Ranti dan Jaya memang telah tiba di dekat lokasi pertemuan para pendekar tlatah Ramayana di lereng gunung Kandaga.Pertemuan para pendekar akan berlangsung esok hari, dan lereng gunung Kandaga malam itu memang tampak ramai.Banyak terlihat titik-titik cahaya api unggun dan obor di sekitaran lereng itu, hal yang menandakan banyak pula para pendekar yang memilih bermalam di sekitar lokasi pertemuan para pendekar.Pandangan Jalu menerawang ke arah rembulan yang hanya terlihat sebagian saja malam itu.'Sedang apa kau di sana Kirana? Semoga kau baik-baik saja', desah bathin Jalu.Entahlah, mendadak malam itu hati Jalu selalu berdebar-debar, teringat sosok Kirana yang dia tinggalkan sendiri.Ada suatu dorongan y
"Maaf para Ketua! Rombongan Kanjeng Adipati Adi Wijaya dari Pralaya telah hampir tiba," lapor seorang anggota sekte, yang di tugaskan berjaga dan menunggu kedatangan rombongan Adipati dari Pralaya itu."Baik! Siapkan penyambutan yang baik untuk mereka, bersama regu penyambut di depan markas!" ucap Ki Taksaka tegas."Baik Ketua!" pelapor itu pun segera kembali keluar dari ruang pertemuan.Tak lama kemudian masuklah sang Adipati Adi Wijaya dari kadipaten Pralaya beserta jajarannya. Beberapa anggota sekte Elang Harimau nampak berbaris rapih mengiringi mereka.Serentak semua yang ada di ruang pertemuan itu pun berdiri menyambut kedatangan rombongan Adipati Adi Wijaya tersebut, kecuali Eyang sepuh Gentaloka yang tetap anteng di kursinya."Ahh! Selamat datang Kanjeng Adipati Adi Wijaya! Kedatangan kalian bagaikan angin segar bagi kita semua! Hahaaa!" seru Ki Taksaka tergelak senang, mengucapkan sapaan hangat dan bersahabat pada sekutu barunya itu."Terimakasih atas kesediaanmu bergabung den
Srekkh!Dengan sekali gerakkan cepat Arya menyibak pakaian luar atas dari Kirana. Kini terpampanglah kain bagian dalam, yang menutupi dua buah gundukkan buah kenyal dan membusung penuh milik Kirana."Akhsh! Bajingan..!!" teriak Kirana melengking. Martabat dirinya bagai terhempas jatuh di buat Arya. Hal yang membuat hati Kirana mengutuki Arya sejadi-jadinya.Mata Arya seketika membelalak panas. Menatap lekat keindahan bentuk dan lekuk sepasang gunung indah Kirana, yang tercetak jelas di balik kain tipis yang menutupinya.Ingin rasa hati Arya langsung melepas kain tipis itu, lalu langsung melahap kedua gunung indah tersebut sepuasnya. Namun Arya masih menahan dirinya, sebelum dia mendapatkan keterangan dari Kirana."Sekali lagi Kirana! Dimana keberadaan gurumu saat ini?!" seru Arya lagi. Sementara tangannya bergetar penuh hasrat, untuk segera melepas kain tipis yang menutupi gunung surga Kirana."Lihat saja nanti Arya! Aku akan membunuhmu..! Aku akan membunuhmu..!" desis tajam Kirana k
Arya langsung melesat cepat dan memukul deras kepala Nyi Wilasih. Arya mengerahkan beberapa bagian tenaga dalamnya, hingga terdengarlah suara tengkorak Nyi Wilasih yang berderak retak dan hancur terhantam pukulan Arya. "Akhsh!" Brugh! Nyi Wilasih hanya berseru pendek, lalu tubuhnya langsung terkapar tanpa nyawa di lantai ruangan itu. Wussh! Praaghk..!"Ibuu..! Biadab kau Aryaa..!! Bajingann!!" Kirana berteriak histeris, melihat tewasnya sang ibu di depan matanya. Dia pun langsung memaki penuh dendam pada Arya.Hati Kirana benar-benar di penuhi amarah menggelegak terhadap pemuda jahanam itu."Hahahaa! Berteriaklah sepuasmu Kirana! Kini tak akan ada lagi yang bisa mendengar teriakkanmu. Para penjaga ruang tahanan ini sudah kuperintahkan menunggu di luar area sana!" seru Arya terbahak, dalam suara tawa yang terdengar mengerikkan dan kejam."Wanita pengganggu brengsek! Terpaksa aku harus mengurusmu lebih dulu kini!" seru kesal dan jengkel Arya memaki mayat Nyi Wilasih, yang kini terbuj
Seluruh pendekar yang hadir bertepuk tangan menyambut di bukanya acara pemilihan ketua para pendekar yang ditunggu-tunggu.Karena memang di acara inilah pertarungan demi pertarungan di gelar, untuk menentukan siapa yang berhak menduduki jabatan Ketua Pendekar tlatah Ramayana selama 5 tahun ke depan.Kini masuk ke tengah kalangan pertemuan Ki Galaba yang berjuluk Pendekar Tapak Gelombang. Dia adalah Ketua Pendekar terakhir yang masih menjabat sampai saat itu.Dia juga berhak mengajukan dirinya kembali menjadi Ketua Pendekar, asalkan dia bisa mengalahkan para penantangnya di pertemuan para pendekar kali ini."Selamat datang semuanya, poro sepuh, para ketua sekte, dan semua pendekar yang hadir di pertemuan ini! Saya memberanikan diri untuk maju kembali, mencalonkan diri menjadi Ketua Pendekar selama 5 tahun mendatang!Untuk itu, saya persilahkan pada siapa saja yang hendak memberi petunjuk pada saya, di dalam kalangan ini. Silahkan!" seru gagah Ki Galaba, seraya tangkupkan kedua tanganny
"Lalu apa yang harus kita lakukan untuk mencegah hal itu terjadi Eyang?" tanya Jalu, ingin mengetahui rencana Eyang Pandunatha."Hhh. Sebenarnya mudah saja, jika Eyang sepuh Dharmala itu mau bekerjasama membantu kita Jalu. Namun tampaknya Eyang sepuh Dharmala saat ini lebih condong pada pihak Kerajaan tlatah Bantala. Sepertinya tak mungkin kita mendapatkan bantuannya," ujar Eyang Pandunatha."Kenapa memangnya jika Eyang sepuh Dharmala itu condong pada pihak kerajaan Bantala Eyang?" tanya Jalu tak mengerti."Maharaja Bantala Kiskenda Jaya, adalah pihak yang sejak dulu selalu menanti-nanti kelengahan tlatah lain di sekitarnya.Semakin tlatah lain disekitar Bantala mengalami kesulitan dan menjadi lemah, maka hal itu akan membuatnya senang.Karena dengan mudah dia akan menguasai tlatah itu dengan mengirimkan armada perangnya. Begitulah tabiat Maharaja Kiskenda Jaya sebenarnya Jalu," ungkap Eyang Pandunatha.Blaaghk!Terdengar suara kerasnya hantaman seseorang, yang diiringi dengan terh