Seluruh pendekar yang hadir bertepuk tangan menyambut di bukanya acara pemilihan ketua para pendekar yang ditunggu-tunggu.Karena memang di acara inilah pertarungan demi pertarungan di gelar, untuk menentukan siapa yang berhak menduduki jabatan Ketua Pendekar tlatah Ramayana selama 5 tahun ke depan.Kini masuk ke tengah kalangan pertemuan Ki Galaba yang berjuluk Pendekar Tapak Gelombang. Dia adalah Ketua Pendekar terakhir yang masih menjabat sampai saat itu.Dia juga berhak mengajukan dirinya kembali menjadi Ketua Pendekar, asalkan dia bisa mengalahkan para penantangnya di pertemuan para pendekar kali ini."Selamat datang semuanya, poro sepuh, para ketua sekte, dan semua pendekar yang hadir di pertemuan ini! Saya memberanikan diri untuk maju kembali, mencalonkan diri menjadi Ketua Pendekar selama 5 tahun mendatang!Untuk itu, saya persilahkan pada siapa saja yang hendak memberi petunjuk pada saya, di dalam kalangan ini. Silahkan!" seru gagah Ki Galaba, seraya tangkupkan kedua tanganny
"Lalu apa yang harus kita lakukan untuk mencegah hal itu terjadi Eyang?" tanya Jalu, ingin mengetahui rencana Eyang Pandunatha."Hhh. Sebenarnya mudah saja, jika Eyang sepuh Dharmala itu mau bekerjasama membantu kita Jalu. Namun tampaknya Eyang sepuh Dharmala saat ini lebih condong pada pihak Kerajaan tlatah Bantala. Sepertinya tak mungkin kita mendapatkan bantuannya," ujar Eyang Pandunatha."Kenapa memangnya jika Eyang sepuh Dharmala itu condong pada pihak kerajaan Bantala Eyang?" tanya Jalu tak mengerti."Maharaja Bantala Kiskenda Jaya, adalah pihak yang sejak dulu selalu menanti-nanti kelengahan tlatah lain di sekitarnya.Semakin tlatah lain disekitar Bantala mengalami kesulitan dan menjadi lemah, maka hal itu akan membuatnya senang.Karena dengan mudah dia akan menguasai tlatah itu dengan mengirimkan armada perangnya. Begitulah tabiat Maharaja Kiskenda Jaya sebenarnya Jalu," ungkap Eyang Pandunatha.Blaaghk!Terdengar suara kerasnya hantaman seseorang, yang diiringi dengan terh
Ranti yang merasa di remehkan dan tak di anggap segera ledakkan power maksimalnya. Seketika dua buah cahaya berlainan warna hitam dan putih menyelimuti sosoknya.Hawa panas bukan main serta hawa dingin membekukan seketika menebar di seantero kalangan pertarungan.Ya, Ranti langsung siapkan aji 'Bentrok Dewa dan Iblis' yang telah dikuasainya dengan cukup baik.Kalangan pun semakin meluas, seiring mundurnya para pendekar yang tak kuat menahan hempasan gelombang energi panas dingin yang keluar dari tubuh Ranti."Hiaahh!" Blassth! Splatzh!Diawali dengan seruan kerasnya, dua kepalan tangan Ranti seketika diselubungi lingkaran bola cahaya dua warna.Cahaya putih berkilau di tangan kanannya, serta cahaya hitam pekat berkobar di tangan kirinya. Aji pukulan 'Bentrok Dewa dan Iblis' telah siap di lepaskannya.Sementara Ayu masih nampak tenang, lalu ...Byaarrshk..!!Powernya meledak dahsyat bagaikan pecahnya balon udara besar, ruang dan cuaca di sekitar kalangan pertarungan bagai berubah menja
Byaarsshk..!Jalu ledakkan powernya, seketika sosok Jalu diselimuti aura merah membara yang dilapisi cahaya putih kemilau. Gelombang hawa panas menyengat menebar dahsyat di seantero kalangan pertemuan itu.Cuaca di sekitar lereng Kandagapun berubah kelam, nampak dari langit turun sebuah sebuah badai angin tornado berwarna hitam pekat."Hiaahh..!" Weerrsshk..!Sosok Jalu seketika diselimuti badai hitam berupa pasir yang panasnya bukan olah-olah.Ya, rupanya Jalu tak tanggung-tanggung lagi kali ini. Ajian nomor dua andalannya 'Pukulan Pasir Neraka' telah diterapkannya, untuk menghadapi ajian gadis sombong itu.Blaassth..!!Kedua kepalan tinju Jalu kini diselimuti bola hitam pekat, yang merupakan gumpalan pasir hitam yang berkeredepan menguarkan hawa panas neraka. Ajian 'Pukulan Pasir Neraka' siap di lontarkan Jalu, dengan pengerahan 2/3 powernya."Ahh! Pu-pukulan Pasir Neraka!" seru bergetar Eyang Dharmala. Dia sangat mengenal pemilik ajian pukulan itu, karena dia pernah berhadapan den
'Luar biasa kau Jalu!' seru bathin Eyang Pandunatha kagum, dia sendiri merasa ragu bisa mengalahkan Jalu saat itu. Karena power Jalu saja dirasakannya sudah berada beberapa lapis di atasnya.'Demi Hyang Widhi Yang Agung! Kali ini sepertinya Ayu akan menemukan 'batu'nya, karena bertemu dengan murid Eyang Jayasona ini', bathin Eyang sepuh Dharmala.Eyang Dharmala segera bersiaga, jika ada hal yang akan membahayakan keselamatan Ayu muridnya itu.'Ahh! Powernya sungguh dahsyat, hempasan gelombang energi Pedang Pelangi langsung tenggelam oleh gelombang energi Pedangnya', kejut bathin Ayu.Tak pernah dia menyangka akan menemukan pusaka dahsyat lainnya dalam pertarungannya di Tlatah Ramayana itu."Hiiahh..!" Seth! Seth! Sresth! Berseru nyaring, Ayu mulai mainkan jurus Pedang Pelanginya secara cepat sekali. Aneka cahaya berkilauan membuat gerakkan pedangnya nampak indah namun mengerikkan.Karena di setiap ayunan, tusukkan, dan tebasan dalam jurusnya seperti mengeluarkan angin-angin tajam yan
"Eyang. Jika Eyang masih berusia seperti adikku Jaya, yang tadi menyelamatkan kakaknya. Mungkin aku, Jalu Sajiwo masih bisa menerimanya.Namun Eyang adalah sepuh yang seharusnya menjadi panutan kami. Seperti halnya aku dan Eyang Pandunatha pun tadi hanya menyambar dan membawa pergi kedua lawan muridmu, tanpa memapasi pukulannya. Namun Eyang?" ujar Jalu, menyahuti jawaban Eyang sepuh Dharmala."Hmm. Apakah kau sudah sedemikian pandainya, hanya karena kau murid dari Eyang Jayasona, Jalu?!" seru Eyang sepuh Dharmala mulai emosi. Dia merasa sangat malu telah ditelanjangi oleh anak bau kencur di muka umum.Kebijakkan dan pertimbangan Eyang sepuh Dharmala hilang seketika saat itu, akibat terlalu menganak emaskan muridnya itu.Apa yang sebenarnya membuat sepuh itu begitu merendahkan diri terhadap muridnya sendiri itu?!"Eyang. Jawaban Eyang malah membuat perasaan hormatku hilang seketika terhadap Eyang. Maaf Eyang, aku tak pernah menjual nama Eyang Guruku untuk sesuatu yang remeh dan tak
Sementara itu di markas sekte Elang Harimau sedang terjadi kehebohan besar.Kehebohan itu tak lain diakibatkan, karena ditemukannya sosok istri ketua sekte Elang Harimau dalam keadaan telah menjadi mayat dengan kondisi mengenaskan.Penjaga ruang tahanan khususlah yang pertama kali menemukan sosok mayat Nyi Wilasih tersebut. Lalu dia pun mengabarkan hal itu pada sang ketua sektenya, Ki Taksaka."Arrghhkss! Bodoh kau Wilasih!" Ki Taksaka berteriak keras dalam rasa marah bercampur sedih. Dia sangat menyesali tindakkan istrinya, yang mengambil plakat khusus miliknya dan mendatangi ruang tahanan khusus tanpa sepengetahuannya.Seketika itu juga Ki Taksaka memerintahkan pengambilan mayat istrinya. Namun Ki Taksaka juga marah, karena tak mungkin istrinya bisa mengetahui bahwa Kirana berada di tahanan khusus itu, kecuali ada orang yang memberitahunya! Tapi siapa?!"Periksa dan cari orang yang telah memberitahu pada istriku, tentang keberadaan Kirana di tahanan khusus!" perintah Ki Taksaka te
"O ya Mas. Beberapa hari lalu bahkan ada seorang pendekar wanita berwajah mengerikkan datang untuk menantang ketua sekte itu. Daerah sekitar markas sekte itu sampai bergetar seperti ada gempa dan badai. Bahkan langit gelap sekali saat itu. Akhirnya sampai sekarang wanita itu belum keluar lagi dari markas itu," ujar sang ibu warung mengisahkan. "Hahh! Wajah mengerikkan bagaimana Bi?! A-apakah wajahnya seperti tergores senjata tajam yang memanjang sampai ke dahi?!" seru Jalu tersentak kaget bukan main mendengar hal itu. "Be-benar Mas. Apakah Mas mengenalnya?! Padahal bibi sudah menyarankannya untuk membatalkan niatnya, tapi wanita itu seperti sudah nekat mas," kini ganti si ibu warung yang terlihat kaget. Ibu warung itu menduga pemuda di depannya itu mengenal wanita buruk rupa itu. "Ahh! Kirana.." seru Jalu seraya menggumamkan nama Kirana dengan wajah muram. "Mas Jalu. Katakan saja apa rencana Mas Jalu, Ranti dan Jaya akan membantu sekuat tenaga," ucap Ranti, yang sudah mengetahui
"Ayo..! Pasang semua umbul dan panji yang masih belum terpasang..! Sebelum para tamu undangan berdatangan siang nanti!Jangan sampai kita di anggap tak siap merayakan hari berdirinya sekte Rajawali Emas yang keenam ini..!" seru Panji mengingatkan para anggota sekte Rajawali Emas, yang bertugas memasang umbul-umbul serta panji-panji sekte Rajawali Emas di sekitar markas.Umbul serta panji sekte Rajawali Emas itu bahkan dipasang hingga sepanjang pohon-pohon di tepi jalan, yang merupakan akses menuju ke markas sekte Rajawali Emas.Hingga saat tiba waktu menjelang siang. Para tamu undangan dari berbagai sekte, para pendekar non sekte, perwakilan ataupun pihak kerajaan dari tiga tlatah, bahkan hingga para tokoh sepuh dunia persilatan, telah mulai berdatangan memasuki markas sekte Rajawali Emas.Ya, siapa yang tak mengenal dan tak mendengar kebesaran nama serta sepak terjang para anggota sekte Rajawali Emas. Sekte yang menyandang nama harum di dunia persilatan, maupun di hati para penduduk T
BLAPH..!Seketika kilau cahaya putih cemerlang yang menyilaukan di atas area Padang Khayangan yang tak bertepi itu pun lenyap.Kini hanya ada warna keemasan pekat di area Padang Khayangan itu. Sunyi ... angin pun bagai tak berhembus saking tenangnya.Jalu ambil posisi bersila dengan sikap teratai, perlahan dia pejamkan kedua matanya. Tak lama Jalu pun tenggelam di alam keheningan yang tercipta. Pasrah ... Mandah ... dan Berserah.*** Dan kehebohan pun terjadi di Tlatah Klikamuka.Ya, semua orang di sana ribut dan panik mencari sosok Jalu, yang bagai hilang ditelan bumi. Mereka semua yakin Jalu bisa mengatasi dan melenyapkan Arya. Karena Arya sendiri tak pernah muncul kembali, setelah duelnya melawan Jalu.Selama 7(tujuh) hari lebih seluruh orang di Tlatah Klikamuka mencari keberadaan Jalu. Mereka menyusuri dengan kapal-kapal laut hingga jauh ke laut lepas, namun tetap saja sosok Jalu tak mereka lihat dan temukan.Pada akhirnya mereka semua menyimpulkan, bahwa Jalu telah mati sampyuh
Sosok Eyang Sokatantra ambyar berkeping, terlabrak pukulan inti 'Poros Bumi Langit' milik Eyang Bardasena.Ya, bola emas berpusar milik Eyang Bardasena itu berhasil menerobos titik benturan pukulan dahsyatnya dengan pukulan milik Eyang Sokatantra.Akibatnya, dengan telak sekali bola emas yang berputar dahsyat itu menghantam dada Eyang Sokatantra. Sungguh dahsyat tak tertahankan memang power Eyang Bardasena saat itu. Kendati sesungguhnya power Eyang Sokatantra berada di atas tingkatan Eyang Barnawa dulu.Ya, keajaiban olah Pernafasan Bathara Bayu yang diperdalam Eyang Bardasena di bawah arahan Jalu, memang telah membuat peningkatan pesat pada powernya.Bahkan bisa dikatakan Eyang Bardasena kini telah memasuki ranah awal di tingkat Ksatria Semesta tingkat tak terbatas, ranah yang sama seperti halnya Jalu. Namun tentu saja power dan daya bathin Eyang Bardasena masih berada beberapa tingkat di bawah Jalu."Hukghs..!" sosok Eyang Bardasena terhuyung ke belakang, namun cepat dia kembali teg
Wuunnggtzz..!!! Weerrsskh..!!Dengung membahana suara cakra emas yang memancarkan cahaya cemerlang terdengar. Cakra emas itu berputar menggila bukan main cepatnya.Seluruh badai angin yang berada di sekitar lokasi pertarungan itu, seketika ikut terhisap masuk dan menyatu dengan pusaran badai raksasa cakra tersebut. BADAS..!Sementara badai halilintar emas tak henti menghujani lokasi pertarungan Arya dan Jalu tersebut. Tengah laut, lokasi pertarungan dua tokoh muda tersakti di jamannya itu, seketika bagai berubah menjadi sebuah wilayah yang terkutuk. Mengerikkan..!Dan yang terdahsyat adalah terbentuknya pusaran laut mega raksasa, yang berpusat di bawah sosok Jalu melayang. Pusaran laut raksasa itu mencakup radius yang sangat luas, hingga menelan pusaran raksasa yang berada di bawah sosok Arya! Inilah kegilaan yang super gila..!"Ca-cakra Semesta..?! Ini Gila..!! Keparat kau Jalu..!!" Arya tersentak kaget dan gentar bukan main. Dia seketika teringat ucapan Maha Gurunya sang Penguasa Ke
"HUAAAHHH..HH..!!!"Teriakkan bergemuruh dari pasukkan perang tiga tlatah membahana badai di pantai Parican saat itu. Dan permukaan air laut di pantai Parican yang biasanya berwarna hijau kebiruan itu, kini telah berubah total menjadi merah darah..!Patih Karna bisa mengerti siasat panglima Indrakila, dengan tidak melabuhkan kapal di pelabuhan pantai Parican. Karena rawan untuk dipakai para pasukkan tlatah Bhineka, yang hendak melarikan diri nantinya.Sungguh siasat yang cukup mematikan langkah pihak musuh. Sebuah siasat yang hanya berarti dua pilihan untuk pihak musuh, tetap menyerang dan melawan, atau mati di negeri orang..!Sungguh sebuah kesalahan fatal dari siasat dan pemikiran Panglima Besar pasukkan Bhineka, Arya.Arya tak memperhitungkan, bahwa persatuan dan persahabatan tlatah Pallawa, Klikamuka, serta Ramayana semakin bertambah solid, setelah perang besar yang terjadi 5(lima) tahun yang lalu.Arya benar-benar kurang memperhitungkan hal yang sebenarnya sangat fatal itu.***
"Bedebah kau Bardasena..! Bisakah sopan sedikit saat berbicara denganku! Simpan arakmu brengsek..!" seru marah Eyang Sokatantra.Ya, Eyang Sokatantra sangat keki dan merasa diremehkan oleh sikap Bardasena, yang berbicara dengannya sambil minum arak."Hmm. Sokatantra kita sudah sama sepuh, dan kita sudah sama tahu apa itu arti basa basi dan sikap munafik. Apa bedanya sikapku yang minum arak, dengan kata-kata makian kasarmu itu padaku! Hahahaa!" seru Eyang Bardasena tergelak, membalikkan teguran Eyang Sokatantra dengan sindirannya."Hmm. Baik Bardasena! Kita mulai saja pertarungan kita sekarang!" karuan Eyang Sokatantra bertambah keki, mendengar ucapan Eyang Bardasena yang dengan telak membalikkan teguran dengan sindiran tajamnya.Glk, glk, glk!"Baik Sokatantra! Sebaiknya kita juga bertarung agak ke tengah laut sana! Kasihan jika ada prajurit yang tewas karena pukulan kita yang meleset," ucap tegas Eyang Bardasena, menyambut tantangan Eyang Sokatantra.Slaph..!! Slaphh..!!Dua tokoh se
"MEREKA DI BELAKANG KITA..! BERSIAPLAH..!" seru lantang sang Mahapatih Suryalaga.Dia memimpin pasukkan penjaga di pantai Parican untuk mundur, agar pasukkan musuh terpancing untuk maju mengejar mereka, yang disangka gentar oleh pasukkan musuh.Cepat sekali ke 9 ribu pasukkan yang dipimpin sang patih Suryalaga tersebut membentuk barisan di sisi kiri dan kanan depan pasukkan sang Maharaja, yang telah berbaris di depan perbatasan kotaraja. Hingga Pasukkan Tlatah Klikamuka dan sekutunya kini membentuk formasi huruf 'U'.Srraakh.! Spyaarrsshk..!Sang Maharaja lolos keris pusaka 'Ki Nogo Suryo' dan acungkan keris pusaka itu ke arah langit. Seketika selarik kilatan terang melesat dari keris pusaka itu menembus awan, langit pun nampak semakin terang, walaupun matahari belum lagi menyorotkan sinar terangnya di pagi hari itu."ESA HILANG DUA TERBILANG..! PARA KSATRIA KLIKAMUKA..!! SERAANNGG..!!" seru lantang sang Maharaja, seraya acungkan 'Ki Nogo Suryo' ke arah depan dan membedal maju kudanya
HUUOOONNKKHH...!!!Suara gaung terompet/sangkha bergema membahana dari tepian batas laut di pantai Parican. Suara gaungnya mengoyak kesunyian pagi, dan menembus hingga ke dinding perbatasan kotaraja Klikamuka.Ya, itulah gaung terompet/sangkha dari pihak armada perang Tlatah Bhineka, hal yang menandakan armada pasukkan Bhineka akan bergerak menyerang ke wilayah Klikamuka!"PASUKKAN BHINEKA..! MAJUU..!!" seru lantang panglima besar mereka Arya. Sebuah seruan yang dilambari power tenaga dalamnya, hingga menembus gendang telinga segenap pasukkan kapal armada tlatah Bhineka itu."MAJUU..!!""SERANNGG..!!"Seruan Arya segera di ikuti oleh seruan komando para pimpinan kapal pasukkan armadanya. Serentak seluruh armada kapal perang tlatah Bhineka meluruk maju dengan cepat, melesat menuju tepi pantai Parican untuk mendaratkan 25 ribu lebih pasukkannya.Sementara jauh di belakang armada perang Bhineka itu."ARMADA RAMAYANA..!! KEJAR DAN SERANGG MEREKA..!!" seru lantang sang Patih Karna Ekatama
"Heeii..! Utusan Arya keparat..! Lekas ambil surat dari Tuanmu itu, dan berikan kembali pada junjunganmu si Arya itu!" seru keras sang Maharaja Klikamuka."Ba-baik paduka..!" seru gugup sang utusan yang merasa gentar, karena dia merasa sedang berada di sarang harimau. Segera di ambil dan dilipatnya kembali surat maklumat dari junjungannya, yang kini penuh dengan ludah itu."Katakan pada junjunganmu si Arya itu! Surat maklumatnya hanyalah sampah di mata rakyat Tlatah Klikamuka ini! Cepat keluar..!" seru sang Maharaja Klikamuka murka."Ba-baik Paduka!" dengan menyahut gugup, sang utusan itu segera keluar dari istana Klikamuka. Nampak wajahnya pucat pasi, dia sadar perang tak bisa terhindarkan lagi kini.Sepanjang jalan menuju kembali ke pantai, dia mengamati kekuatan pasukkan dan perlengkapan perang Tlatah Klikamuka itu. Dan hatinya menjadi bergetar ngeri, karena ternyata jumlah pasukkan Tlatah Klikamuka setara dengan jumlah pasukkan kerajaan Bhineka!Hal yang meleset dari perkiraan jun