"Ahhhsskks..!" erang kesakitan Lestari untuk yang ke sekian kalinya, saat Jalu menghisap dan melepehkan darah segar dari pahanya.Itu adalah tanda racun di sekitar kaki Lestari sudah terhisap dan berhasil di buang oleh Jalu.Kini hanya rasa perih biasa yang dirasakan Lestari, sedangkan rasa panas menyengat dan berdenyut yang membuatnya tersiksa sudah lenyap.Jalu tempelkan kedua telapak tangannya di atas bekas luka paha Lestari, tak berapa lama kemudian di angkatnya telapak tangannya. Kini darah segar tak lagi mengalir keluar dari bekas luka di paha Lestari."Bagaimana sekarang rasanya Nona? Sudah agak baikkankah?" tanya Jalu agak bergetar.Kini pandangannya agak nanar menatap kemulusan paha Lestari. Segera Jalu gelengkan kepalanya, mengusir pikiran nakal yang selintas masuk ke dalam pikirannya.'Brengsek! Berbahaya juga jika aku berlama-lama dengan gadis cantik di tempat sepi seperti ini', bathin Jalu memaki diri sendiri."Iya Mas, sekarang aku agak baikkan kok. Makasih ya Mas," sahu
Blaarghks..!!Benturan dahsyat terjadi di udara, nampak bumi di bawah titik pertemuan kedua pukulan itu melesak ambyar dan membentuk cekungan dalam.Hawa panas di sekitar area menebar seketika. Asap hitam bercampur putih menggumpal di pusat benturan pukulan itu.Namun tak sampai disitu,"Hiaahh!" Weerssh!Sesosok bayangan nampak melesat cepat sekali ke arah Jalu, seraya dorong dua telapak tangannya. Dan melesat deras 7 bola bercahaya merah membara yang langsung mengarah pada sosok Jalu.Jalu tersentak mendapati gelombang energi yang bukan olah-olah kuatnya mendesak 'power'nya, melalui pukulan 7 bola bercahaya merah tersebut."Hiaah!" Byaarshk! Spraatzzsk!!Jalu segera berseru keras ledakkan segenap 'power'nya. Tak ada pilihan lain bagi Jalu, dia kerahkan 'Pukulan Pasir Neraka'nya.Sebuah pukulan berbahaya yang di milikinya, mengingat lawan juga telah melepaskan pukulan mengerikkan ke arahnya.Blaarrtzzkh...!!!Lembah Arumpaka bagai terhantam sebuah meteor besar dari angkasa. Bumi di s
"Wah! Hai bunga semerbak. Marilah kutraktir kau minum, sayangku," ucap seorang pemuda, yang duduk di depan kedai minuman menggoda Ranti.Dia sangat terpukau oleh kecantikkan Ranti. Beberapa orang temannya yang sedang minum pun ikut menatap liar, menelusuri lekuk tubuh padat dan ramping Ranti yang melintas di depan mereka."Sepertinya dia masih 'njepit'(perawan) Tuan Muda," ucap pelan seorang teman pemuda itu."Hahahaa! Kau ini bisa saja, tapi memang bokongnya masih menjengat seperti itu. Pasti goyangannya mantap bukan main," ujar pemuda yang di panggil tuan muda itu.Ya, pemuda yang menggoda Ranti itu adalah putra dari seorang pemilik 4 rumah kembang, yang berada di kotaraja Palangjajar itu.Kesibukkannya sehari-hari hanyalah berfoya-foya bersama teman-temannya, menghabiskan uang jajan yang selalu di berikan berlebih oleh ayahnya.Ranti hanya diam saja dan terus melangkah diiringi oleh Jaya."Mbak Ranti, perlukah kuhajar mereka?" desis Jaya.Sesungguhnya tangan Jaya sudah gatal ingin
. "Sekarang antarkan aku ke Tuan Mudamu itu!"!" seru Ranti geram, dia ingin memberi sedikit pelajaran pada tuan mudanya Ki Pangkur itu, yang seenaknya menyuruh orang menculiknya."Ba-baik Nona! Hoeksh!" sahut Ki Pangkur seraya kembali muntahkan darah dari mulutnya. ***Sementara di kedai minuman tadi, nampak pemuda bernama Brata masih asik menenggak arak wangi yang tersedia di kedai itu.Tentu saja harga arak jauh lebih mahal di banding tuak wangi. Karena arak-arak itu biasanya di bawa oleh para pedagang luar, yang masuk ke Tlatah Ramayana melalui pelabuhan Lambata.Tak lama masuklah seorang pemuda berambut gondrong yang sepertinya baru tiba di kotaraja Palangjajar, yang terletak dekat dengan pelabuhan Lambata itu.Pelabuhan Lambata memang masih masuk dalam wilayah Palangjajar yang di pimpin oleh Raja Hendradata Mawangsa.Pemuda gondrong langsung saja duduk di sudut ruang minum kedai itu. Seorang pelayan langsung menghampiri pemuda gondrong itu."Maaf, mau minum apa tuan?" tanya pela
Braaghk! Brughk!Tubuh Brata menghantam dinding kedai lalu jatuh bergedebuk di lantai."Hahh! Tuan Muda!" seru keras teman-teman Brata yang terkejut melihat kejadian itu. Mereka segera menghampiri Brata yang terkapar di lantai itu."Aarkhs! Hukksh!" Brata berteriak kesakitan, sambil pegangi dadanya yang terasa sesak bukan main. Lalu dia pun muntahkan isi perutnya di lantai.Ranti nampak belum puas menghajar si Brata itu, baginya aksi penculikkan paksa sangat merendahkan martabat dirinya sebagai wanita.Seth! Taph!Ranti melesat hendak menambahkan tendangan ke arah Brata lagi, saat sebuah cengkraman kuat di pergelangan tangannya menahan lesatannya."Ahh! Siapa kau?!" seru Ranti terkejut dan menatap pemuda gondrong di dekatnya, dia merasakan betapa kuat dan kokohnya tangan pemuda itu mencengkramnya."Maaf Nona. Urusan dia dengan kedai ini juga belum selesai. Dia harus membayar 100 keping emas pada pelayan kedai itu," ucap pemuda gondrong itu tenang."Hei! Lepaskan pegangan tanganmu pada
""Heii! Di sini rupanya kalian..!! Kepung mereka..!!" seru lantang seorang pria paruh baya, yang di kawal oleh 7 orang berpakaian hitam.Sementara nampak pula si Brata di tengah-tengah kumpulan orang itu."Hmm. Si pemuda bodoh itu rupanya masih mau memperpanjang urusan," desis Jalu geram, saat melihat sosok Brata berada di tengah kumpulan orang berpakaian hitam itu.Nampak orang-orang berpakaian hitam,yang sepertinya adalah para pendekar bayaran ayah si Brata bergerak cepat.Mereka semua berkelebatan dan berdiri tegak di sekitar saung itu mengepung Jalu, Ranti, dan Jaya."Kau yakin tiga orang itu yang menganiayamu Brata?!" seru sang pria paruh baya, yang tak lain adalah ayah Brata itu."Benar Ayah, merekalah orangnya! Tapi biarkan gadis itu untuk Brata, Ayah!" sahut Brata membenarkan, seraya menunjuk ke arah Jalu, Ranti, dan Jaya dari kejauhan."Hajar mereka! Tapi tangkap saja gadis itu untuk anakku!" teriak sang ayah dari kejauhan."Siap Juragan Atmo!" sahut para jago bayaran yang me
"Wahh! Ini kabar menarik Ranti! Baiklah kita pergi saja ke sana," sahut Jalu senang. Dia memang sedang menjauh dari sesuatu, yang membuatnya tak bisa lepas menikmati petualangannya.Ya, 'sesuatu' itu adalah seorang gadis jelita yang tengah menangis pilu, saat dia meninggalkannya sendiri, Kirana! ***Sementara itu masih di sekitar markas sekte Elang Harimau. Nampak seorang wanita buruk rupa tengah menikmati jahe panasnya, di sebuah warung makan yang terletak di belakang markas sekte.Ekspresi acuh dan dingin nampak jelas di wajah wanita itu. Hal yang membuat ibu pemilik warung enggan menyapa dan mengajaknya ngobrol.'Mungkin lebih baik jika aku masuk ke dalam markas dengan menggunakan topeng ini. Agar tak ada keraguan antara aku dan Ayahku untuk saling bertarung secara sungguh-sungguh', bathin wanita buruk rupa, yang tentunya adalah Kirana itu.Ya, bulat sudah tekat Kirana untuk mendatangi sang ayah dan menantangnya berduel. Dia sudah bersiap untuk mati untuk itu.Daripada hidup menan
"Orang di atas atap silahkan turun..!" seru lantang Ki Taksaka, yang di tujukan pada sosok di atas atap yang tengah menguping pembicaraannya dengan Ki Braja Denta.'Ahh! Akhirnya aku harus memunculkan diri', seru bathin Kirana.Memang kaki Kirana agak bergeser karena terkejut, saat mendengar rencana penyerangan sekte Elang Harimau ke kerajaan Pallawa yang syah. Pergeseran kakinya di atas atap rupanya di dengar oleh Ki Taksaka.Slaph! Taph!Kirana turun di luar pintu ruangan pribadi ayahnya itu. Dan di luar ruangan khusus Ki Taksaka itu memang merupakan ruang latihan terbuka, bagi anggota senior sekte Elang Harimau."Aku datang untuk menantang Ki Taksaka bertarung secara terhormat, sebagai ketua sekte besar ini!" seru Kirana mantap."Hahaaa! Kukira siapa yang mengintai di atas, ternyata hanya wanita buruk rupa!" Ki Taksaka tergelak melecehkan Kirana."Kenapa jika aku hanya seorang wanita Ki Taksaka?! Kau takutkah?!" ejek Kirana membalas."Bedebah! Lebih baik kausembuhkan dulu codet di
"Ayo..! Pasang semua umbul dan panji yang masih belum terpasang..! Sebelum para tamu undangan berdatangan siang nanti!Jangan sampai kita di anggap tak siap merayakan hari berdirinya sekte Rajawali Emas yang keenam ini..!" seru Panji mengingatkan para anggota sekte Rajawali Emas, yang bertugas memasang umbul-umbul serta panji-panji sekte Rajawali Emas di sekitar markas.Umbul serta panji sekte Rajawali Emas itu bahkan dipasang hingga sepanjang pohon-pohon di tepi jalan, yang merupakan akses menuju ke markas sekte Rajawali Emas.Hingga saat tiba waktu menjelang siang. Para tamu undangan dari berbagai sekte, para pendekar non sekte, perwakilan ataupun pihak kerajaan dari tiga tlatah, bahkan hingga para tokoh sepuh dunia persilatan, telah mulai berdatangan memasuki markas sekte Rajawali Emas.Ya, siapa yang tak mengenal dan tak mendengar kebesaran nama serta sepak terjang para anggota sekte Rajawali Emas. Sekte yang menyandang nama harum di dunia persilatan, maupun di hati para penduduk
BLAPH..!Seketika kilau cahaya putih cemerlang yang menyilaukan di atas area Padang Khayangan yang tak bertepi itu pun lenyap.Kini hanya ada warna keemasan pekat di area Padang Khayangan itu. Sunyi ... angin pun bagai tak berhembus saking tenangnya.Jalu ambil posisi bersila dengan sikap teratai, perlahan dia pejamkan kedua matanya. Tak lama Jalu pun tenggelam di alam keheningan yang tercipta. Pasrah ... Mandah ... dan Berserah.*** Dan kehebohan pun terjadi di Tlatah Klikamuka.Ya, semua orang di sana ribut dan panik mencari sosok Jalu, yang bagai hilang ditelan bumi. Mereka semua yakin Jalu bisa mengatasi dan melenyapkan Arya. Karena Arya sendiri tak pernah muncul kembali, setelah duelnya melawan Jalu.Selama 7(tujuh) hari lebih seluruh orang di Tlatah Klikamuka mencari keberadaan Jalu. Mereka menyusuri dengan kapal-kapal laut hingga jauh ke laut lepas, namun tetap saja sosok Jalu tak mereka lihat dan temukan.Pada akhirnya mereka semua menyimpulkan, bahwa Jalu telah mati sampyuh
Sosok Eyang Sokatantra ambyar berkeping, terlabrak pukulan inti 'Poros Bumi Langit' milik Eyang Bardasena.Ya, bola emas berpusar milik Eyang Bardasena itu berhasil menerobos titik benturan pukulan dahsyatnya dengan pukulan milik Eyang Sokatantra.Akibatnya, dengan telak sekali bola emas yang berputar dahsyat itu menghantam dada Eyang Sokatantra. Sungguh dahsyat tak tertahankan memang power Eyang Bardasena saat itu. Kendati sesungguhnya power Eyang Sokatantra berada di atas tingkatan Eyang Barnawa dulu.Ya, keajaiban olah Pernafasan Bathara Bayu yang diperdalam Eyang Bardasena di bawah arahan Jalu, memang telah membuat peningkatan pesat pada powernya.Bahkan bisa dikatakan Eyang Bardasena kini telah memasuki ranah awal di tingkat Ksatria Semesta tingkat tak terbatas, ranah yang sama seperti halnya Jalu. Namun tentu saja power dan daya bathin Eyang Bardasena masih berada beberapa tingkat di bawah Jalu."Hukghs..!" sosok Eyang Bardasena terhuyung ke belakang, namun cepat dia kembali teg
Wuunnggtzz..!!! Weerrsskh..!!Dengung membahana suara cakra emas yang memancarkan cahaya cemerlang terdengar. Cakra emas itu berputar menggila bukan main cepatnya.Seluruh badai angin yang berada di sekitar lokasi pertarungan itu, seketika ikut terhisap masuk dan menyatu dengan pusaran badai raksasa cakra tersebut. BADAS..!Sementara badai halilintar emas tak henti menghujani lokasi pertarungan Arya dan Jalu tersebut. Tengah laut, lokasi pertarungan dua tokoh muda tersakti di jamannya itu, seketika bagai berubah menjadi sebuah wilayah yang terkutuk. Mengerikkan..!Dan yang terdahsyat adalah terbentuknya pusaran laut mega raksasa, yang berpusat di bawah sosok Jalu melayang. Pusaran laut raksasa itu mencakup radius yang sangat luas, hingga menelan pusaran raksasa yang berada di bawah sosok Arya! Inilah kegilaan yang super gila..!"Ca-cakra Semesta..?! Ini Gila..!! Keparat kau Jalu..!!" Arya tersentak kaget dan gentar bukan main. Dia seketika teringat ucapan Maha Gurunya sang Penguasa Ke
"HUAAAHHH..HH..!!!"Teriakkan bergemuruh dari pasukkan perang tiga tlatah membahana badai di pantai Parican saat itu. Dan permukaan air laut di pantai Parican yang biasanya berwarna hijau kebiruan itu, kini telah berubah total menjadi merah darah..!Patih Karna bisa mengerti siasat panglima Indrakila, dengan tidak melabuhkan kapal di pelabuhan pantai Parican. Karena rawan untuk dipakai para pasukkan tlatah Bhineka, yang hendak melarikan diri nantinya.Sungguh siasat yang cukup mematikan langkah pihak musuh. Sebuah siasat yang hanya berarti dua pilihan untuk pihak musuh, tetap menyerang dan melawan, atau mati di negeri orang..!Sungguh sebuah kesalahan fatal dari siasat dan pemikiran Panglima Besar pasukkan Bhineka, Arya.Arya tak memperhitungkan, bahwa persatuan dan persahabatan tlatah Pallawa, Klikamuka, serta Ramayana semakin bertambah solid, setelah perang besar yang terjadi 5(lima) tahun yang lalu.Arya benar-benar kurang memperhitungkan hal yang sebenarnya sangat fatal itu.***
"Bedebah kau Bardasena..! Bisakah sopan sedikit saat berbicara denganku! Simpan arakmu brengsek..!" seru marah Eyang Sokatantra.Ya, Eyang Sokatantra sangat keki dan merasa diremehkan oleh sikap Bardasena, yang berbicara dengannya sambil minum arak."Hmm. Sokatantra kita sudah sama sepuh, dan kita sudah sama tahu apa itu arti basa basi dan sikap munafik. Apa bedanya sikapku yang minum arak, dengan kata-kata makian kasarmu itu padaku! Hahahaa!" seru Eyang Bardasena tergelak, membalikkan teguran Eyang Sokatantra dengan sindirannya."Hmm. Baik Bardasena! Kita mulai saja pertarungan kita sekarang!" karuan Eyang Sokatantra bertambah keki, mendengar ucapan Eyang Bardasena yang dengan telak membalikkan teguran dengan sindiran tajamnya.Glk, glk, glk!"Baik Sokatantra! Sebaiknya kita juga bertarung agak ke tengah laut sana! Kasihan jika ada prajurit yang tewas karena pukulan kita yang meleset," ucap tegas Eyang Bardasena, menyambut tantangan Eyang Sokatantra.Slaph..!! Slaphh..!!Dua tokoh se
"MEREKA DI BELAKANG KITA..! BERSIAPLAH..!" seru lantang sang Mahapatih Suryalaga.Dia memimpin pasukkan penjaga di pantai Parican untuk mundur, agar pasukkan musuh terpancing untuk maju mengejar mereka, yang disangka gentar oleh pasukkan musuh.Cepat sekali ke 9 ribu pasukkan yang dipimpin sang patih Suryalaga tersebut membentuk barisan di sisi kiri dan kanan depan pasukkan sang Maharaja, yang telah berbaris di depan perbatasan kotaraja. Hingga Pasukkan Tlatah Klikamuka dan sekutunya kini membentuk formasi huruf 'U'.Srraakh.! Spyaarrsshk..!Sang Maharaja lolos keris pusaka 'Ki Nogo Suryo' dan acungkan keris pusaka itu ke arah langit. Seketika selarik kilatan terang melesat dari keris pusaka itu menembus awan, langit pun nampak semakin terang, walaupun matahari belum lagi menyorotkan sinar terangnya di pagi hari itu."ESA HILANG DUA TERBILANG..! PARA KSATRIA KLIKAMUKA..!! SERAANNGG..!!" seru lantang sang Maharaja, seraya acungkan 'Ki Nogo Suryo' ke arah depan dan membedal maju kudanya
HUUOOONNKKHH...!!!Suara gaung terompet/sangkha bergema membahana dari tepian batas laut di pantai Parican. Suara gaungnya mengoyak kesunyian pagi, dan menembus hingga ke dinding perbatasan kotaraja Klikamuka.Ya, itulah gaung terompet/sangkha dari pihak armada perang Tlatah Bhineka, hal yang menandakan armada pasukkan Bhineka akan bergerak menyerang ke wilayah Klikamuka!"PASUKKAN BHINEKA..! MAJUU..!!" seru lantang panglima besar mereka Arya. Sebuah seruan yang dilambari power tenaga dalamnya, hingga menembus gendang telinga segenap pasukkan kapal armada tlatah Bhineka itu."MAJUU..!!""SERANNGG..!!"Seruan Arya segera di ikuti oleh seruan komando para pimpinan kapal pasukkan armadanya. Serentak seluruh armada kapal perang tlatah Bhineka meluruk maju dengan cepat, melesat menuju tepi pantai Parican untuk mendaratkan 25 ribu lebih pasukkannya.Sementara jauh di belakang armada perang Bhineka itu."ARMADA RAMAYANA..!! KEJAR DAN SERANGG MEREKA..!!" seru lantang sang Patih Karna Ekatama
"Heeii..! Utusan Arya keparat..! Lekas ambil surat dari Tuanmu itu, dan berikan kembali pada junjunganmu si Arya itu!" seru keras sang Maharaja Klikamuka."Ba-baik paduka..!" seru gugup sang utusan yang merasa gentar, karena dia merasa sedang berada di sarang harimau. Segera di ambil dan dilipatnya kembali surat maklumat dari junjungannya, yang kini penuh dengan ludah itu."Katakan pada junjunganmu si Arya itu! Surat maklumatnya hanyalah sampah di mata rakyat Tlatah Klikamuka ini! Cepat keluar..!" seru sang Maharaja Klikamuka murka."Ba-baik Paduka!" dengan menyahut gugup, sang utusan itu segera keluar dari istana Klikamuka. Nampak wajahnya pucat pasi, dia sadar perang tak bisa terhindarkan lagi kini.Sepanjang jalan menuju kembali ke pantai, dia mengamati kekuatan pasukkan dan perlengkapan perang Tlatah Klikamuka itu. Dan hatinya menjadi bergetar ngeri, karena ternyata jumlah pasukkan Tlatah Klikamuka setara dengan jumlah pasukkan kerajaan Bhineka!Hal yang meleset dari perkiraan jun