Seth! Byaarshk!Jalu tersentak sedemikian terkejutnya, saat mendengar dua nama yang harus di lenyapkannya dari bumi disebutkan oleh Kirana.Sosok Jalu sampai melesat agak jauh, dan tak sadar meledaklah 'power' dalam dirinya.Sementara Kirana, yang dasarnya sudah bersiap untuk kenyataan terburuk hanya diam terpaku di tempatnya. Dia terkejut melihat reaksi Jalu yang sangat di luar dugaannya.Nampak aura merah membara yang diselubungi cahaya putih kemilau melapisi sosok Jalu, yang kini melayang di atas permukaan tanah.Sepasang mata Jalu mencorong merah menyala menatap Kirana. Ngeri!"Kirana. Maafkan aku tak bisa menahan gejolak amarah ini. Ayahmu Ki Taksaka adalah orang yang telah memperkosa bibiku Ratri di dasar jurang Sirna Wujud, hingga dia terjebak di sana seumur hidupnya.Sedangkan Ki Braja Denta adalah orang yang telah membunuh Ayah dan Ibuku, dan membuatku terpisah dengan kakakku. Bagaimana menurutmu Kirana?!" tanya Jalu pada Kirana, setelah dia berkata dengan pelan namun tajam
Slaph! Slaph!Senopati Pratanca melesat dengan diikuti oleh Lestari yang juga melesat tak kalah cepatnya.Kedua sosok mereka melesat menuruni lereng terjal yang akan berakhir pada jalan datar di bawah sana, yang akan membawa mereka tiba di lembah Arumpaka.Seth! Seth! ... Seth! Puluhan pisau kecil bercahaya putih melesat cepat mengarah pada sosok Pratanca dan Lestari, yang saat itu tengah melesat menuruni lereng itu."Ahh! Awas Tuan Putri!" seru senopati Pratanca memperingatkan Lestari, seraya menoleh ke arah tuan putrinya itu.Hal yang mengakibatkan dirinya agak lengah, hingga sebuah pisau kecil itu berhasil menancap di paha Pratanca.Sreth! Wesh! Lestari langsung melenting tinggi ke atas seraya bersalto, dia pun selamat dari terjangan puluhan pisau kecil yang mengarah padanya tadi."'Akhs!"Senopati Pratanca berseru kesakitan, manakala dia merasakan sebuah rasa panas menyengat mulai menjalar dari pahanya yang tertancap pisau kecil itu. Brughk!Kakinya terasa mati rasa sebelah, dan
Slaph!Senopati Pratanca melesat cepat ke arah bawah lereng yang terjal itu. Cepat sekali sang senopati pamungkas itu melesat, hingga tak butuh waktu lama dia telah tiba di bawah lereng terjal itu.Namun sejauh itu senopati Pratanca sama sekali tak menemukan sosok Lestari, ataupun mendengar suara pertarungan yang terjadi. Hingga dia tiba di belokkan jalur ke arah lembah Arumpaka."Hahh! Darah hitam?!" sentak senopati Pratanca kaget, saat dia melihat ceceran darah hitam di sekitar belokkan itu.Senopati Pratanca segera melesat mengikuti ceceran darah itu, ceceran darah itu ternyata melalui jalur semak-semak di tepi jalur terjal yang di turuninya tadi.Dan ceceran darah itu berakhir kembali di bekas lokasi pertarungannya, dengan pimpinan empat malaikat tadi.Tempat bekas pertarungannya itu juga sudah kosong. Tak nampak sama sekali pimpinan Empat Malaikat Hitam bersama rekannya yang tadi tergeletak di sana.Kepanikkan seketika melanda senopati Pratanca, karena dia mendapat wanti-wanti kh
Tuan muda yang satu itu memang gemar sekali 'berolah asmara' dengan barang istimewa. Sedangkan 'barang' yang kita bawa kali ini 'super istimewa'! Hahahaa!" ucap temannya lagi menimpali.Jalu mulai merasa tak nyaman mendengar suara pembicaraan keempat orang berbaju hitam itu, yang tak bisa mengatur volume suaranya. Karenanya dia segera memanggil pelayan kedai minuman itu."Pelayan!" seru Jalu seraya melambaikan tangannya ke arah pelayan."Ya Tuan," sahut pelayan itu menghampiri."Jadi berapa semuanya? Tiga tabung tuak wangi daan dua piring dendeng menjangan ini," ujar Jalu bertanya."Eeee, semuanya jadi 110 kepeng Tuan," sahut sang pelayan setelah menghitung sejenak."Ini ambil 1 keping perak. Berikan aku satu tabung tuak lagi dan ambil kembaliannya untukmu," ucap Jalu, seraya memberikan sekeping uang perak pada sang pelayan itu."Wah! Te-terimakasih tuan!" seru sang pelayan dengan wajah berseri senang.Usai menerima tabung tuak ke empatnya, Jalu segera beranjak keluar dari kedai minum
Wussh! Wessh!Kedua anak buahnya segera lontarkan pukulan jarak jauh mereka, ke arah tanah bekas Jalu amblas tadi.Blaamphs!Tanah itu langsung jebol bagai terbongkar, saat dua pukulan orang berbaju hitam itu menerjang di bekas pusaran tempat Jalu lenyap tadi.Namun tak ada tanda-tanda gerakkan yang menunjukkan Jalu masih berada di dalam sana.Sraaghk.! Sraagh..!"Arghks! Akhssg..!"Tiba-tiba saja sosok sang pimpinan dan si Empat berteriak kaget dan merasa sakit bukan main, seiring dengan tertarik masuknya sosok mereka ke dalam tanah hingga sebatas leher.Mereka berdua merasa seperti ada tenaga luar biasa, yang mencengkram dan menyentak kaki mereka dari bawah hingga masuk ke dalam bumi."Ketua! Adik keempat!" seru kaget si Dua dan Tiga yang kini masih berdiri di atas tanah.Mata mereka berdua terbelalak ngeri, melihat keadaan ketua dan adik keempat mereka, yang kini hanya terlihat wajah dan kepalanya saja di atas permukaan tanah.Sraaghk! Sraaghk!"Arrghkss! Arrghkss!" diiringi seruan
"Tak apa Nona. Gadis jelita sepertimu memang harus selalu hati-hati bila berada di alam bebas seperti ini," ucap Jalu biasa saja. Tak ada maksud sama sekali baginya untuk merayu Lestari. Namun tentu saja beda kepala berbeda pula penafsiran orang. Lestari yang mendengar ucapan Jalu menganggap pemuda itu sedang memujinya. Karuan saja wajah Lestari bertambah merah karena tersipu malu, namun juga ada debar gembira di hatinya. "Sekarang baiknya kita apakan empat bedebah hitam itu?" tanya Jalu pada Lestari, yang merupakan korban dari keempat orang itu. Nampak kini serentak keempat kepala itu menatap Lestari, dengan tatapan memohon pengampunan dan belas kasihan. Namun hal itu tentu saja malah membuat Lestari bertambah muak pada mereka. Sebab karena merekalah Lestari jadi terpisah dari senopati Pratanca. Sedangkan Lestari sama sekali buta dengan wilayah di luar istana Pallawa. "Terserah kau sajalah mau di apakan empat orang brengsek itu. Tapi maukah kau mengantarku ke kediaman Eyang
"Ahhhsskks..!" erang kesakitan Lestari untuk yang ke sekian kalinya, saat Jalu menghisap dan melepehkan darah segar dari pahanya.Itu adalah tanda racun di sekitar kaki Lestari sudah terhisap dan berhasil di buang oleh Jalu.Kini hanya rasa perih biasa yang dirasakan Lestari, sedangkan rasa panas menyengat dan berdenyut yang membuatnya tersiksa sudah lenyap.Jalu tempelkan kedua telapak tangannya di atas bekas luka paha Lestari, tak berapa lama kemudian di angkatnya telapak tangannya. Kini darah segar tak lagi mengalir keluar dari bekas luka di paha Lestari."Bagaimana sekarang rasanya Nona? Sudah agak baikkankah?" tanya Jalu agak bergetar.Kini pandangannya agak nanar menatap kemulusan paha Lestari. Segera Jalu gelengkan kepalanya, mengusir pikiran nakal yang selintas masuk ke dalam pikirannya.'Brengsek! Berbahaya juga jika aku berlama-lama dengan gadis cantik di tempat sepi seperti ini', bathin Jalu memaki diri sendiri."Iya Mas, sekarang aku agak baikkan kok. Makasih ya Mas," sahu
Blaarghks..!!Benturan dahsyat terjadi di udara, nampak bumi di bawah titik pertemuan kedua pukulan itu melesak ambyar dan membentuk cekungan dalam.Hawa panas di sekitar area menebar seketika. Asap hitam bercampur putih menggumpal di pusat benturan pukulan itu.Namun tak sampai disitu,"Hiaahh!" Weerssh!Sesosok bayangan nampak melesat cepat sekali ke arah Jalu, seraya dorong dua telapak tangannya. Dan melesat deras 7 bola bercahaya merah membara yang langsung mengarah pada sosok Jalu.Jalu tersentak mendapati gelombang energi yang bukan olah-olah kuatnya mendesak 'power'nya, melalui pukulan 7 bola bercahaya merah tersebut."Hiaah!" Byaarshk! Spraatzzsk!!Jalu segera berseru keras ledakkan segenap 'power'nya. Tak ada pilihan lain bagi Jalu, dia kerahkan 'Pukulan Pasir Neraka'nya.Sebuah pukulan berbahaya yang di milikinya, mengingat lawan juga telah melepaskan pukulan mengerikkan ke arahnya.Blaarrtzzkh...!!!Lembah Arumpaka bagai terhantam sebuah meteor besar dari angkasa. Bumi di s