"Brengsek! Benar-benar bedebah bangsat mereka itu! Tahu begitu akan kutambah siksaan bagi mereka sebelum menemui ajalnya!" desis Jalu dalam kemurkaannya, saat dia mendengar kisah perkosaan 3 orang pembunuh itu pada kakaknya."Sudahlah Jalu. Semuanya sudah terjadi, dan syukurlah Mas Panji mau mengerti dan memaklumi hal itu adalah kecelakaan belaka. Itulah yang membuat mbak bersedia menjadi kekasihnya," ucap Larasati menahan emosinya, jika dia teringat pada kejadian itu.Tak lama kemudian Kirana dan Panji pun kembali, dengan membawa jajanan pasar serta minuman yang di masukkan dalam tabung bambu.Dan mereka pun kini berbicara santai seputaran dunia persilatan pada saat itu. Sebuah pembicaraan yang cukup menambah wawasan Jalu, yang baru saja keluar dari Istana Pasir Bumi itu.Hanya Kirana yang banyak terdiam, dan hanya menjadi pendengar yang baik.Ya, tentu saja Kirana lebih banyak diam, karena Larasati dan Panji lebih sering mengangkat topik seputar sepak terjang kejahatan sekte Elang H
Seth! Byaarshk!Jalu tersentak sedemikian terkejutnya, saat mendengar dua nama yang harus di lenyapkannya dari bumi disebutkan oleh Kirana.Sosok Jalu sampai melesat agak jauh, dan tak sadar meledaklah 'power' dalam dirinya.Sementara Kirana, yang dasarnya sudah bersiap untuk kenyataan terburuk hanya diam terpaku di tempatnya. Dia terkejut melihat reaksi Jalu yang sangat di luar dugaannya.Nampak aura merah membara yang diselubungi cahaya putih kemilau melapisi sosok Jalu, yang kini melayang di atas permukaan tanah.Sepasang mata Jalu mencorong merah menyala menatap Kirana. Ngeri!"Kirana. Maafkan aku tak bisa menahan gejolak amarah ini. Ayahmu Ki Taksaka adalah orang yang telah memperkosa bibiku Ratri di dasar jurang Sirna Wujud, hingga dia terjebak di sana seumur hidupnya.Sedangkan Ki Braja Denta adalah orang yang telah membunuh Ayah dan Ibuku, dan membuatku terpisah dengan kakakku. Bagaimana menurutmu Kirana?!" tanya Jalu pada Kirana, setelah dia berkata dengan pelan namun tajam
Slaph! Slaph!Senopati Pratanca melesat dengan diikuti oleh Lestari yang juga melesat tak kalah cepatnya.Kedua sosok mereka melesat menuruni lereng terjal yang akan berakhir pada jalan datar di bawah sana, yang akan membawa mereka tiba di lembah Arumpaka.Seth! Seth! ... Seth! Puluhan pisau kecil bercahaya putih melesat cepat mengarah pada sosok Pratanca dan Lestari, yang saat itu tengah melesat menuruni lereng itu."Ahh! Awas Tuan Putri!" seru senopati Pratanca memperingatkan Lestari, seraya menoleh ke arah tuan putrinya itu.Hal yang mengakibatkan dirinya agak lengah, hingga sebuah pisau kecil itu berhasil menancap di paha Pratanca.Sreth! Wesh! Lestari langsung melenting tinggi ke atas seraya bersalto, dia pun selamat dari terjangan puluhan pisau kecil yang mengarah padanya tadi."'Akhs!"Senopati Pratanca berseru kesakitan, manakala dia merasakan sebuah rasa panas menyengat mulai menjalar dari pahanya yang tertancap pisau kecil itu. Brughk!Kakinya terasa mati rasa sebelah, dan
Slaph!Senopati Pratanca melesat cepat ke arah bawah lereng yang terjal itu. Cepat sekali sang senopati pamungkas itu melesat, hingga tak butuh waktu lama dia telah tiba di bawah lereng terjal itu.Namun sejauh itu senopati Pratanca sama sekali tak menemukan sosok Lestari, ataupun mendengar suara pertarungan yang terjadi. Hingga dia tiba di belokkan jalur ke arah lembah Arumpaka."Hahh! Darah hitam?!" sentak senopati Pratanca kaget, saat dia melihat ceceran darah hitam di sekitar belokkan itu.Senopati Pratanca segera melesat mengikuti ceceran darah itu, ceceran darah itu ternyata melalui jalur semak-semak di tepi jalur terjal yang di turuninya tadi.Dan ceceran darah itu berakhir kembali di bekas lokasi pertarungannya, dengan pimpinan empat malaikat tadi.Tempat bekas pertarungannya itu juga sudah kosong. Tak nampak sama sekali pimpinan Empat Malaikat Hitam bersama rekannya yang tadi tergeletak di sana.Kepanikkan seketika melanda senopati Pratanca, karena dia mendapat wanti-wanti kh
Tuan muda yang satu itu memang gemar sekali 'berolah asmara' dengan barang istimewa. Sedangkan 'barang' yang kita bawa kali ini 'super istimewa'! Hahahaa!" ucap temannya lagi menimpali.Jalu mulai merasa tak nyaman mendengar suara pembicaraan keempat orang berbaju hitam itu, yang tak bisa mengatur volume suaranya. Karenanya dia segera memanggil pelayan kedai minuman itu."Pelayan!" seru Jalu seraya melambaikan tangannya ke arah pelayan."Ya Tuan," sahut pelayan itu menghampiri."Jadi berapa semuanya? Tiga tabung tuak wangi daan dua piring dendeng menjangan ini," ujar Jalu bertanya."Eeee, semuanya jadi 110 kepeng Tuan," sahut sang pelayan setelah menghitung sejenak."Ini ambil 1 keping perak. Berikan aku satu tabung tuak lagi dan ambil kembaliannya untukmu," ucap Jalu, seraya memberikan sekeping uang perak pada sang pelayan itu."Wah! Te-terimakasih tuan!" seru sang pelayan dengan wajah berseri senang.Usai menerima tabung tuak ke empatnya, Jalu segera beranjak keluar dari kedai minum
Sesungguhnya suasana malam kala itu cukup indah dan hening dihiasi sinaran bulan purnama.Namun keheningan dan keindahan malam itu terkoyak, oleh sebuah suara teriakkan di markas sekte Rajawali Emas."Awas! Ada pencuri masuk ke ruang pusaka!!" teriak seorang anggota sekte kelas menengah, yang kebetulan berjaga di area markas bersama seorang anggota lainnya.Crash! Crasshk!“Arrgghssk!” bagai kilat berkelebat cahaya merah dari sebuah pedang, yang langsung menerbangkan dua buah kepala penjaga pintu di ruang pusaka sekte Rajawali Emas.Dua penjaga ruang pusaka itu pun tewas tanpa kata, seorang di antaranya adalah anggota sekte yang baru berteriak tadi.Slaphs!Cepat sekali sosok berpenutup kepala kain itu melesat melewati pagar markas sekte, lalu lenyap di kegelapan hutan yang mengelilingi sekte Rajawali Emas itu.Puluhan sosok berkelebatan keluar dengan cepat dari dalam markas sekte, mereka langsung menuju ke ruang penyimpanan pusaka dan sebagiannya melesat ke sekitar markas mencari soso
Craasshk!Kelebatan cahaya merah secepat kilat menebas leher Raganatha, yang kala itu hanya bisa terpaku dengan mata terbelalak ngeri.Blukh! Gludug, gludugh!Kepala Raganatha seketika terlepas mencelat dari lehernya. Darah muncrat dari batang leher Raganatha, sebelum akhirnya tubuh itu ambruk dengan kepala menggelinding di lantai ruangan.Ya, Raganatha! Pengkhianat sekte Rajawali Emas, yang ternyata adalah adik kandung dari Ki Somanatha telah tewas dengan cara mengenaskan."Hahahaaa! Dengan ini sekte Elang Merah akan menguasai wilayah Larantuka di Tlatah Pallawa ini!Habislah kau Sekte Rajawali Emas! Mampuslah kau Bilowo Djati!" seru keras Eyang Prana Wisesa seraya tergelak puas.Ya, bisanya Eyang Prana Wisesa menjebol ruang penyimpanan pusaka sekte Rajawali Emas, tak lain adalah berkat keterangan si pengkhianat Raganatha.Bahkan Raganatha juga mengatakan pada Prana Wisesa, bahwa sudah setengah tahun lamanya ayahnya Eyang Bilowo Djati berada di ruang khusus laku leluhur sekte Rajawal
"Hahh! Ka-kalian brengsek!" seru marah dan terkejut Jalu bukan main, dia langsung memaki dan mendekati kawanan remaja itu. Dilihatnya dengan marah dan sedih bangkai kelima ekor ayamnya yang telah mati, dengan leher remuk dihantam lesatan 5 buah batu kerikil. Jalu bergegas menghampiri keempat remaja yang nampak masih tergelak mengejeknya, kendati mereka melihat kemarahan di wajah Jalu. "Hahahaa! Kau mau apa ke sini?! Apa mau kami buat lehermu seperti kelima ayammu itu, hahh?!" seru tergelak seorang remaja diantara kawanan itu, seraya mengintimidasi Jalu. Plakkh! Secepat kilat Jalu menampar keras anak yang berkata mengancamnya itu. “Akhssh!” remaja yang bernama Arya itu tertampar telak seraya mengaduh kesakitan. Karena dia merasa terlalu yakin, jika Jalu tak mungkin bernyali menamparnya. "Sialan! Kau berani menamparku anak gembel! Hiahh!” seru marah Arya memaki, tendangan putarnya langsung melesat cepat ke arah kepala Jalu. Daghhk! Gludug, gludukh! Jalu yang memang telah siaga b