Share

4

Matahari sudah menyingsing sedikit ke arah barat ketika Adel berjalan menyusuri lorong pasar tradisional dengan keranjang belanjaan di tangannya.

Hiruk-pikuk pasar dengan teriakan pedagang yang menawarkan dagangannya, aroma rempah, dan sayuran segar yang bercampur di udara terasa akrab bagi Adel. Dan dengan uang 50 dollar, sekarang keranjangnya pun penuh dengan belanjaan. Ya, meskipun bukan daging steak seperti yang diinginkan adik iparnya karena uangnya tak akan cukup. Namun, dia berhasil mendapatkan tulang iga yang penuh daging, kentang, wortel, dan juga brokoli.

Begitu selesai berbelanja, dia pergi ke sebuah restoran yang cukup mewah di kota Metro.

Meski para pelayan dan penjaga restoran itu ramah kepada Adel, tetapi tidak dengan para pengunjung.

Semua mata tertuju padanya dengan tatapan risih. Mereka heran bagaimana bisa orang yang dianggap kelas bawah dengan pakaian sangat biasa itu masuk ke restoran yang bagus begini?

Rasanya mereka ingin protes ke pihak restoran dan meminta agar mereka mengusir Adel karena dianggap mengganggu nafsu makan mereka.

"Kok bisa sih orang miskin masuk ke sini?" ucap salah satu pengunjung yang kebetulan mejanya dilewati oleh Adel.

Adel tahu jika orang-orang di ruangan itu berbisik untuk menjelekkan dirinya, tetapi dia tak peduli dan terus melangkah ke arah pojokan belakang di mana seseorang sedang menunggunya.

"Adel!" sapa seorang wanita berparas cantik dan berpakaian necis setengah berteriak. Wajahnya yang tadi bad mood karena menunggu, langsung berubah ceria setelah melihat wanita itu

Adel tersenyum lebar saat melihat sosok Lika, sahabatnya sejak kecil.

Lika langsung berdiri untuk menyambut sahabatnya itu. "Lama tidak bertemu," sapa Lika dengan hangat lalu memeluk Adel.

"Baru sebulan," jawab Adel santai lalu melepaskan pelukannya.

"Jangan bilang kamu memintaku untuk bertemu karena minta diteraktir?"

Adel nyengir. Dia memperlihatkan giginya yang rapi lalu duduk di kursi empuk retsoran itu.

"Kamu kan tahu sendiri aku kurang gizi. Berbaik hatilah sedikit pada temanmu yang miskin ini, Nona Alika."

Gadis itu memonyongkan bibirnya lalu kembali duduk di kursinya.

"Itu salahmu sendiri, Nona Adelia Lumiere. Siapa suruh menjadi upik abu dan meninggalkan istana megahmu?"

Adel langsung mendengus. Apa yang dikatakan sahabatnya itu memang tidak salah.

Demi untuk mendapatkan cinta sejati, Adel anak orang terkaya di kota Metro rela menyamar menjadi gadis biasa-biasa saja. Hingga suatu saat, dia bertemu dengan Niko di coffee shop tempatnya bekerja.

Saat itu Niko yang masih berstatus seorang mahasiswa sering nongkrong di coffee shop demi untuk mendapatkan internet gratis.

Melihat ketekunan Niko itulah hati Adel mulai bergetar. Ditambah lagi hampir setiap hari mereka bertemu. Lama kelamaan hubungan antara Adel dan Niko menjadi teman dan perlahan naik jenjang sebagai kekasih.

Tak jarang Adel juga memberi bantuan berupa uang kepada Niko karena lelaki itu adalah mahasiswa miskin yang mendapatkan beasiswa di Metro University.

Adel tidak pernah memberitahu siapa dirinya sebenarnya dan karena itulah dia menganggap bahwa Niko mencintainya dengan tulus dan apa adanya tanpa memandang siapa dirinya dan apa latar belakangnya.

Namun, saat Adel mengatakan pada orangtuanya ingin menikah dengan Niko, ayah—ibunya menentang dengan keras.

"Papa dan Mama kuno! Pernikahan karena kasta sekarang bukan jamannya lagi!" kata Adel marah saat mendapat penolakan.

Tapi, bukan karena itu orangtuanya menolak Niko. Mereka tidak peduli soal harta calon menantunya, tetapi dengan Niko, mereka tidak menyukainya.

Karena hal itulah Adel marah pada orangtuanya dan keluar dari rumah untuk menikah dengan Niko.

Adel mengatakan pada Niko bahwa dia adalah yatim-piatu yang hidup tanpa keluarga. Dan ... lihatlah sekarang. Adel tidak sepenuhnya bahagia dengan pernikahannya ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status