Share

3

"Di keluarga kami, semuanya subur. Lihatlah aku. Punya dua anak yang cantik dan tampan!" lanjut Mona lagi setelah menghabiskan dua piring sarapan. Satu miliknya sendiri dan satunya lagi milik Niko yang tidak dimakan. Dia berpikir lebih baik dimakan sendiri daripada dimakan oleh menantunya.

Melihat Adel diam saja dalam kebimbangan, Mona membuka mulutnya lagi dengan ketus.

"Atau jangan-jangan kamu mandul? Makanya gak hami-hamil?"

Adel yakin dia tidak mandul dan sangat subur. Namun, bagaimana suburnya dia kalau tak pernah digauli oleh suaminya? Bagaimana seorang bayi bisa tumbuh di rahimnya jika Niko sekarang lama tak menyentuhnya.

Wanita itu bahkan lupa kapan terakhir kali dicumbu oleh suaminya sendiri.

"Good morning, Mam," sapa Renata yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Morning, Darling. Cepatlah makan sarapanmu agar tidak kelaparan di tempat kerja."

Renata langsung duduk di kursinya dan menyantap makanan di depannya sambil menggerutu.

"Lama-lama aku bisa seperti babi kalau tiap hari makan bacon," ucapnya dengan mulut penuh.

"Kayak gak tau Adel saja, Ren. Yang dia tahu cuma bacon dan roti tawar!"

"Jangan bilang untuk makan malam hanya ada pasta?"

"Saos pastanya habis," sahut Adel sambil mengelap kompor dan meja dapur.

Mendengar itu, Renata bernapas lega. Dalam tiga kali seminggu, di keluarga mereka selalu memakan pasta.

"Aku ingin makan steak dan juga brocoli untuk dinner," kata Renata lagi sambil meneguk jus pomegranate yang sudah tersaji di atas meja.

"Dagingnya siapa?" sentak ibunya merengut.

"Ayolah, Mam. Sekali-kali. Aku tahu Mama korupsi uang belanja yang diberikan Niko, kan? Selain itu, Mama juga punya jatah sendiri dari Niko. Apa salahnya sih makan daging sapi? Toh, tidak setiap hari kan kita makan daging?"

"Oke oke. Tapi jangan bilang pada kakakmu soal uang itu," jawab Mona pasrah karena ingin membungkam mulut anak sulungnya. Daripada anak itu mengadu pada kakaknya, bisa repot nanti.

"Oke, Mam. Aku berangkat dulu, ya," jawab Renata sambil memeluk ibunya lalu mengalihkan pandangannya pada Adel yang sedang membereskan piring di meja makan. "Del, bersihin kamarku, ya!"

Adel hanya tersenyum meski sebenarnya dia jengkel karena adiknya itu tak pernah berhenti merepotkan dirinya.

Mulutnya memang tidak sejahat ibunya, tetapi sifatnya yang jorok dan pemalas itu persis seperti ibu mertuanya.

Bergegas Adel membersihkan meja makan dan mencuci piring. Dia ingin pekerjaan rumah ini cepat selesai agar lebih cepat pula dia beristirahat.

Disamping itu, suara langkah berat Mona terdengar mendekat. Tak lama kemudian, Mona berdiri antara dapur dan ruang makan. Matanya memancarkan kebencian yang sudah tidak lagi disembunyikan. Tanpa basa-basi, Mona mulai berbicara dengan nada yang penuh penghinaan.

"Aku heran, kenapa Niko masih bertahan dengan wanita mandul sepertimu? Tidak punya keluarga, sebatangkara, miskin pula!" kata Mona dengan tajam.

Setiap kata yang keluar dari mulutnya seolah-olah adalah pisau yang menusuk hati Adel. "Sudah satu tahun menikah dan kamu bahkan tak bisa memberikan cucu untukku. Apa aku harus mencarikan istri baru untuk Niko, ya? Kamu tidak keberatan kan dia menikah lagi?"

"Selain itu juga tidak ada yang bisa kamu lakukan selain tinggal di rumah dan menjadi beban di rumah ini. Hah, benar-benar menantu tidak berguna," lanjut Mona tanpa belas kasih. "Lihat Renata. Dia bekerja keras, memiliki karir yang sukses di perusahaan kosmetik ternama, dan membawa kebanggaan bagi keluarga ini.

Sementara kamu? Kamu hanya tahu menghabiskan waktu di rumah, tidak menghasilkan apa-apa. Kau benar-benar tidak pantas menjadi menantuku!"

Adel diam saja. Dia tidak mau membalas hinaan dan cemoohan ibu mertuanya itu. Meski ia merasakan air mata mulai menggenang di matanya, tapi dia menolak untuk membiarkan mereka jatuh.

"Ya, sudah! Aku mau pergi arisan dulu. Pastikan rumah beres saat aku pulang!"Mona mendengus dan berbalik, meninggalkan Adel.

"Mam, uang belanjanya?"

Hah! Terpaksa Mona berhenti lalu mengeluarkan uang dari dalam sakunya dan mengeluarkan uang lima puluh dollar.

"Nih! Kalau bisa jangan dihabiskan! Beli daging yang kualitasnya tidak terlalu bagus!"

"Baik ...."

***

Waktu hampir menunjukkan pukul sebelas ketika Adel selesai membersihkan condominium milik mertuanya.

Bergegas wanita itu membuka lemari pendingin dan mengambil sebotol air putih karena tenggorokannya sangat kering.

"Astaga! Hampir saja aku mati dehidrasi!" keluh Adel yang langsung berlari ke sofa dan merebahkan tubuhnya di sana.

"Nyamannya ...." Wanita itu mendesah. Rasanya badannya remuk dan tubuhnya berkeringat karena meski panas begini, dia tidak menyalakan AC karena kalau tagiha listrik membengkak, ibu mertuanya pasti mengomel.

"Adel ... Ade!" keluhnya pada dirinya sendiri. "Sejak kecil kamu selalu dimanjakan dan apa pun yang kamu inginkan, langsung ada di depan mata, tapi demi seorang pria kamu rela hidup susah! Dasar stupid!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status