Indra, Calvin, Aditya, bahkan juga Jonathan sangat terkejut begitu melihat kehadiran Catrina yang didampingi pula oleh beberapa polisi di sana yang langsung menodongkan pistol pada mereka. Namun hal tersebut tidaklah cukup membuat Indra menyerah dengan keinginannya membunuh Aditya hari ini juga. Tekadnya sudah terlanjur bulat dan tidak bisa diundur lagi hanya karena kedatangan anaknya sendiri bersama beberapa petugas tak diundang itu.Dalam hatinya, tentu saja dia merasa sangat terkejut juga marah pada Catrina yang entah dengan cara apa telah mengetahui rencananya dan juga lokasi mereka saat ini. Berani sekali Catrina membawa serta polisi ke sana dan membuat mereka membeku di tempat, tak tahu harus melakukan apa. "Turunkan senjata kalian!" Salah satu polisi itu berkata tegas yang langsung membuat keempat orang itu menurunkan pistol mereka. Indra langsung menatap tajam pada putrinya sendiri yang saat ini menunduk dan tidak berani menatap matanya. Catrina yang merasa bahwa tindakannya s
"Aku tidak peduli apakah menurut Ayah itu adalah sesuatu yang benar untuk dilakukan, namun dari apa yang aku ketahui selama ini, pembunuhan tidaklah dibenarkan apalagi dengan alasan yang Ayah buat. Ayah harus tetap menyerahkan diri dan membiarkan para petugas polisi untuk mengadili semua tindakan Ayah selama ini. Kami sudah terlalu muak dengan apa yang Ayah lakukan." Indra semakin menatap marah pada putrinya. Mereka terdiam sejenak dengan beberapa polisi yang masih saja menodongkan pistol dan mengepung mereka. Keempat pria itu masih waspada, namun juga berusaha untuk tetap tenang ketika dikepung oleh polisi. Pistol mereka belum mereka jatuhkan ke lantai. "kau memang pengkhianat Catrina!" dengus Indra masih tak bis menerimanya."Apakah kamu sungguh darah dagingku Cat_""Tak perlu banyak basa-basi! Ayo, ikut kami segera!" potong salah satu petugas polisi.Para polisi itu mulai semakin tegas dan menggertak. Namun hal itu tetap saja tidak membuat Indra bergerak dari tempatnya, seakan saa
"Cat bangun Cat, apa yang kamu lakukan?""Bangunlah… bangunlah Cat, jangan buat aku merasa bersalah. Jangan tinggalkan aku.""Cat, Cat, Cat!"Lidah Aditya amat kelu, hanya itu yang bisa dia katakan. Hanya memanggil nama wanita yang kini sudah tak tahu masih bernapas atau belum.Ambulans datang, saat tubuh Catrina direbut dari tangannya. Aditya benar-benar tidak sadar jika tubuh yang lemah dan hampir kehabisan darah itu harus segera diselamatkan. Tangan Aditya sangat erat memegang tubuh Catrina, hingga beberapa paramedis harus memisahkan keduanya dengan penuh tenaga."Aditya sadar, sadar!"Jonathan yang tadi sudah diamankan para petugas polisi itu segera kembali untuk menyadarkan kondisi Aditya yang tiba-tiba saja begitu, pria itu terlihat amat trauma dengan kejadian yang telah terjadi tepat di hadapannya itu."Sadarlah, Catrina pasti akan selamat. Kalau kamu begini terpuruk, kamu akan menyesalinya Aditya."Jonathan terus memberikan kata-kata semangat agar temannya itu segera bangkit."
Jonathan yang sadar akan situasi segera menarik lengan petugas tersebut, petugas itu tampak sangat kesal dengan tindakan Aditya yang kabur begitu saja."Ah Pak tolong biarkan dia pergi, nanti juga dia akan menyusul kalau wanita tadi kondisinya aman." Cegah Jonathan."Ini pelanggaran, gak boleh kayak gini. Memangnya siapa wanita tadi, bukankah dia hanya anak dari Indra?" tanya petugas itu."Ya, anak Indra itu adalah kekasih Aditya."Mata kedua petugas polisi itu membulat, mulutnya juga monyong hingga membentuk hurup O. Terlihat sangat terkejut.Akhirnya mau tidak mau petugas itu pun mengerti, toh Aditya bersama mobilnya juga sudah jauh dan hilang dari pandangannya. Hanya saja dia merasa sia-sia karena sudah menunggu cukup lama tapi malah ditinggalkan begitu saja."Apa temanmu itu tahu dimana kekasihnya dirawat?" tanya petugas polisi saat dia dan Jonathan kini sudah berada di dalam mobil yang sedang melaju menuju tempat tujuan mereka, yaitu kantor polisi.Jonathan menggelengkan kepalanya
"Ah maaf Pak saya terburu-buru, calon istri saya_""Pak tolong maafkan dan mengertilah dia, calon istrinya yang kritis tadi. Yang dibawa para polisi, yang ditembak itu." Potong perawat tersebut sekaligus menjelaskan.Kedua petugas rumah sakit itu sekarang mengerti kenapa pria itu bisa cepat-cepat masuk tanpa tahu kondisinya. Tapi yang namanya aturan tidak bisa dilanggar begitu saja, yang nantinya akan didisiplinkan malah para petugas itu sedangkan Aditya hanya akan diberi peringatan saja."Begini saja bagaimana kalau kuncinya bapak bawa dan bantu bapak ini untuk memarkirkan mobilnya?""Kenapa pada bingung begitu? Bukankah yang senang adalah kalian karena mendapat mobil? Sedangkan bapak ini kasihan sekali kalau calon istrinya kenapa-napa."Perawat itu terus berusaha bernegosiasi dengan para petugas yang memang sudah dikenalnya sejak lama, dia juga tidak bermaksud menjerumuskan keduanya dalam masalah jika ketahuan. Toh dia sendiri juga bakalan kena imbasnya.Aditya sudah tidak tahan lagi
Dua jam telah berlalu tapi entah kenapa operasi yang sedang dijalani Catrina belum juga selesai. Apalagi Aditya tampak mondar mandir tak tenang setelah melihat beberapa perawat keluar masuk dari ruangan operasi sambil membawa kotak yang isinya entah apa."Catrina… bertahanlah, kamu harus bertahan. Aku mohon." Dalam hati Aditya terus saja mengucap doa agar semuanya dilancarkan serta wanita yang dicintainya itu selamat.Lalu setelah sekian jam menunggu terlihat beberapa orang yang berpakaian dokter keluar dari ruangan itu, namun pasien tampak masih belum keluar."Dok, gimana operasinya?" tanya Aditya dengan tergesa-gesa.Dokter yang berhenti melangkah itu terdiam untuk sejenak, dia tampak bingung harus berkata apa."Kenapa Dok? Apa_""Operasinya berjalan lancar, peluru dari tubuhnya sudah kami keluarkan. Tapi_""Tapi apa Dok?""Tapi pasien harus masih menjalani operasi lainnya." Jawab sang Dokter."Operasi lainnya? Apa dia memiliki penyakit lain?" "Pasien sedang mengandung dan bayinya t
Petugas tadi segera pergi untuk menemui Indra yang kebetulan sekali sudah berada di tempat yang bisa dia jangkau dengan cepat karena pria itu sudah tertangkap. Menurutnya tidak akan sulit untuk mendapatkan tanda tangan pria itu, menilai anak semata wayangnya tersebut sedang dalam keadaan kritis.Tapi sayang sekali, pria paruh baya itu benar-benar tidak peduli dan seakan ingin puas. Apalagi setelah dia tahu kalau peluru yang tak sengaja ditembakan olehnya tadi sudah diambil dari tubuhnya dan operasinya berhasil."Biarkan saja, harusnya itu urusan pria yang menghamilinya. Kenapa malah datang padaku? Memangnya aku yang menghamili anak itu?" kata Indra yang masih keras kepala menolak permintaan petugas itu."Secara sah Aditya belum menjadi suaminya, wali yang sah masih Anda." Jawab pak petugas."Oh ya? Apa mereka berzina? Seharusnya bisa aku laporkan agar pria tak tahu diri sadar." Dengus Indra.Sedangkan Calvin yang dari tadi mendengarkan percakapan mereka hanya bisa menghela napas kesal,
"Ada apa Om? Kenapa tidak secepatnya ditandatangani, kasihan Catrina." Tanya Calvin meskipun dia duduk menjauh tapi tampak masih peduli jika menyangkut tentang Katrina."Ingatlah kalau dia tetap anak Om dan dia juga satu-satunya keturunan Om, kalau selama hidup Om tidak bisa baik padanya. Minimal Om mau berbuat baik saat ini, apa salahnya menolong nyawa anak sendiri." Lanjut Calvin terus nyerocos.Mendengar oceh pemuda di sampingnya itu, emosi Indra benar-benar tersulut lalu dia refleks melempar kertas di tangannya ke arah Calvin.Kertas tersebut melayang sekenanya karena terlalu ringan, tapi Calvin tahu jika kertas itu memang sengaja dilempar ke arahnya. Calvin menghela napas lalu memungut kertas tersebut, dia malas untuk marah-marah lagi."Ya Tuhan… lihatlah akibat ulahmu ini, anakmu tidak akan memiliki anak lagi." Kata Calvin yang terkejut setelah membaca kertas tersebut."Benar-benar karma." Kali ini Calvin berbicara bergumam."Aku bahkan tidak tertarik lagi untuk menikahinya, baga