Jonathan yang sadar akan situasi segera menarik lengan petugas tersebut, petugas itu tampak sangat kesal dengan tindakan Aditya yang kabur begitu saja."Ah Pak tolong biarkan dia pergi, nanti juga dia akan menyusul kalau wanita tadi kondisinya aman." Cegah Jonathan."Ini pelanggaran, gak boleh kayak gini. Memangnya siapa wanita tadi, bukankah dia hanya anak dari Indra?" tanya petugas itu."Ya, anak Indra itu adalah kekasih Aditya."Mata kedua petugas polisi itu membulat, mulutnya juga monyong hingga membentuk hurup O. Terlihat sangat terkejut.Akhirnya mau tidak mau petugas itu pun mengerti, toh Aditya bersama mobilnya juga sudah jauh dan hilang dari pandangannya. Hanya saja dia merasa sia-sia karena sudah menunggu cukup lama tapi malah ditinggalkan begitu saja."Apa temanmu itu tahu dimana kekasihnya dirawat?" tanya petugas polisi saat dia dan Jonathan kini sudah berada di dalam mobil yang sedang melaju menuju tempat tujuan mereka, yaitu kantor polisi.Jonathan menggelengkan kepalanya
"Ah maaf Pak saya terburu-buru, calon istri saya_""Pak tolong maafkan dan mengertilah dia, calon istrinya yang kritis tadi. Yang dibawa para polisi, yang ditembak itu." Potong perawat tersebut sekaligus menjelaskan.Kedua petugas rumah sakit itu sekarang mengerti kenapa pria itu bisa cepat-cepat masuk tanpa tahu kondisinya. Tapi yang namanya aturan tidak bisa dilanggar begitu saja, yang nantinya akan didisiplinkan malah para petugas itu sedangkan Aditya hanya akan diberi peringatan saja."Begini saja bagaimana kalau kuncinya bapak bawa dan bantu bapak ini untuk memarkirkan mobilnya?""Kenapa pada bingung begitu? Bukankah yang senang adalah kalian karena mendapat mobil? Sedangkan bapak ini kasihan sekali kalau calon istrinya kenapa-napa."Perawat itu terus berusaha bernegosiasi dengan para petugas yang memang sudah dikenalnya sejak lama, dia juga tidak bermaksud menjerumuskan keduanya dalam masalah jika ketahuan. Toh dia sendiri juga bakalan kena imbasnya.Aditya sudah tidak tahan lagi
Dua jam telah berlalu tapi entah kenapa operasi yang sedang dijalani Catrina belum juga selesai. Apalagi Aditya tampak mondar mandir tak tenang setelah melihat beberapa perawat keluar masuk dari ruangan operasi sambil membawa kotak yang isinya entah apa."Catrina… bertahanlah, kamu harus bertahan. Aku mohon." Dalam hati Aditya terus saja mengucap doa agar semuanya dilancarkan serta wanita yang dicintainya itu selamat.Lalu setelah sekian jam menunggu terlihat beberapa orang yang berpakaian dokter keluar dari ruangan itu, namun pasien tampak masih belum keluar."Dok, gimana operasinya?" tanya Aditya dengan tergesa-gesa.Dokter yang berhenti melangkah itu terdiam untuk sejenak, dia tampak bingung harus berkata apa."Kenapa Dok? Apa_""Operasinya berjalan lancar, peluru dari tubuhnya sudah kami keluarkan. Tapi_""Tapi apa Dok?""Tapi pasien harus masih menjalani operasi lainnya." Jawab sang Dokter."Operasi lainnya? Apa dia memiliki penyakit lain?" "Pasien sedang mengandung dan bayinya t
Petugas tadi segera pergi untuk menemui Indra yang kebetulan sekali sudah berada di tempat yang bisa dia jangkau dengan cepat karena pria itu sudah tertangkap. Menurutnya tidak akan sulit untuk mendapatkan tanda tangan pria itu, menilai anak semata wayangnya tersebut sedang dalam keadaan kritis.Tapi sayang sekali, pria paruh baya itu benar-benar tidak peduli dan seakan ingin puas. Apalagi setelah dia tahu kalau peluru yang tak sengaja ditembakan olehnya tadi sudah diambil dari tubuhnya dan operasinya berhasil."Biarkan saja, harusnya itu urusan pria yang menghamilinya. Kenapa malah datang padaku? Memangnya aku yang menghamili anak itu?" kata Indra yang masih keras kepala menolak permintaan petugas itu."Secara sah Aditya belum menjadi suaminya, wali yang sah masih Anda." Jawab pak petugas."Oh ya? Apa mereka berzina? Seharusnya bisa aku laporkan agar pria tak tahu diri sadar." Dengus Indra.Sedangkan Calvin yang dari tadi mendengarkan percakapan mereka hanya bisa menghela napas kesal,
"Ada apa Om? Kenapa tidak secepatnya ditandatangani, kasihan Catrina." Tanya Calvin meskipun dia duduk menjauh tapi tampak masih peduli jika menyangkut tentang Katrina."Ingatlah kalau dia tetap anak Om dan dia juga satu-satunya keturunan Om, kalau selama hidup Om tidak bisa baik padanya. Minimal Om mau berbuat baik saat ini, apa salahnya menolong nyawa anak sendiri." Lanjut Calvin terus nyerocos.Mendengar oceh pemuda di sampingnya itu, emosi Indra benar-benar tersulut lalu dia refleks melempar kertas di tangannya ke arah Calvin.Kertas tersebut melayang sekenanya karena terlalu ringan, tapi Calvin tahu jika kertas itu memang sengaja dilempar ke arahnya. Calvin menghela napas lalu memungut kertas tersebut, dia malas untuk marah-marah lagi."Ya Tuhan… lihatlah akibat ulahmu ini, anakmu tidak akan memiliki anak lagi." Kata Calvin yang terkejut setelah membaca kertas tersebut."Benar-benar karma." Kali ini Calvin berbicara bergumam."Aku bahkan tidak tertarik lagi untuk menikahinya, baga
Tampaknya petugas itu bisa menebak isi pikiran Indra, dengan begitu Indra mencoba bersikap tenang namun harus terlihat menyedihkan agar terkesan lebih meyakinkan. Bagaimanapun juga para petugas itu hanyalah manusia biasa yang memiliki naluri dan hati nurani."Saya ingin segera melihat putri saya, ingin meminta maaf padanya dan setelah itu saya bisa tenang meskipun kami harus berpisah untuk selamanya." Jawab Indra memberi alibi yang meyakinkan.Saat sedang berbincang begitu beberapa petugas datang menghampiri petugas tadi."Lama sekali? Apa dia masih tidak mau menolong putrinya?" tanya salah satu petugas itu."Bukan, dia mau ikut melihat putrinya." Jawab petugas yang sudah dari tadi berada disana."Kenapa mau ikut? Mau kabur?" tanya petugas tadi pada Indra.Jangankan petugas pertama, para petugas yang baru datang menghampiri pun berpikiran sama dengannya. Bahkan Calvin juga sempat berpikir jika Indra memiliki niat lain, yaitu niat untuk kabur dan meninggalkan dirinya sendirian disana."
Mendengar penjelasan Indra yang meyakinkan akhirnya salah satu dari ketiga petugas itu pun merasa iba, lalu dia pergi untuk meminta izin pada atasannya. Sebenarnya kedua petugas lainnya tampak tidak mau ikut-ikutan menyetujuinya, tapi petugas itu bersikeras jika mereka terlahir sebagai manusia yang harus memiliki hati nurani karena bisa saja orang ini akan kehilangan putrinya untuk terakhir kalinya.Calvin juga merasa takut jika Indra akan kabur dan melimpahkan semua kesalahan padanya, kini dia harus berpikir keras karena harus menolong dirinya sendiri sebelum orang jahat itu menjerumuskannya lebih dalam lagi."Baiklah ayo ajak dia keluar." Kata petugas satu yang tadi baru saja keluar dan kini datang dengan membawa secarik kertas."Kamu dapat izinnya? Tapi asal kamu tahu, aku tidak mau ikut-ikutan kalau terjadi sesuatu karena jelas kalau aku menolak masalah ini." Tanya petugas kedua yang dari awal mendampingi korban dan juga Aditya selama di rumah sakit."Aku juga." Timpal petugas keti
Kini Indra dan para petugas sudah berada di dalam mobil dengan pengamanan yang amat ketat, jelas jika dia melarikan di perjalanan tidak akan berhasil. Yang dia pikirkan dari berangkat hingga kini adalah bagaimana cara dia bisa lepas dengan mudah tanpa harus mendengar suara tembakan atau dia capek-capek berlari sana sini tanpa tujuan. Pria itu sama sekali tak memikirkan nasib anaknya yang kini butuh segera ditolong olehnya.Sementara itu Aditya yang sudah geram juga tak sabar menunggu surat tersebut amat putus asa, terlebih lagi dokter tak bisa berbuat apa-apa jika tanpa surat izin orang tuanya atau izin dari pasien itu sendiri."Tuan, sudah mau dua jam dan kita belum mendapatkan surat tersebut." Kata seorang Dokter yang menemui Aditya."Maaf Dok, memangnya kita harus banget dengan izin wali sedangkan pasien kondisinya kritis?" tanya Aditya.Dokter tersebut menjawab dengan mengangguk, "soalnya pasien masih belum sadar. Dia baru selesai operasi dan masih dalam pengaruh obat bius.""Buka
"Aditya kamu gak apa-apa?" teriak Jonathan panik dan segera melindungi Aditya jika saja ada serangan lagi dari Indra."Indra apa kau ingin mati!" seru Jonathan ke arah Indra."Ayolah kita sebaiknya mati bersama-sama." Balas Indra sambil bersiap kembali menarik pelatuk.Jonathan tidak bisa membiarkan Aditya, anak buahnya maupun dia mati begitu saja, akhirnya dengan spontan tanpa sengaja menarik pelatuk dan tembakan itu mendarat tepat di dada Indra yang langsung terpental hingga jatuh ke dalam air laut di belakangnya.Semua orang terdiam, Aditya tampak terperanjat kaget saat Indra terjatuh dan tak terlihat lagi berdiri di depannya."Aditya ayo pergi." Ajak Jonathan sambil menarik lengan temannya itu, dia tak peduli keadaan Indra."Kamu yakin dia sudah mati?" tanya Aditya, lalu berdiri dan melihat laut.Wajah Aditya tersenyum puas kala melihat tubuh Indra yang tersangkut oleh jaring, pria itu tampak masih berusaha bertahan sambil menahan rasa sakit."Belum mati rupanya." Dengus Jonathan
Aditya tampak tak peduli dengan perkataan temannya itu, dia segera pergi dan berjalan lebih dulu. Sedangkan Jonathan sepertinya kini tak bisa mencegah Aditya lagi, dia menebak jika Aditya tahu kalau dia memiliki rencana terselubung."Maafkan aku kawan, aku tahu kamu berbuat begini karena ingin membuatku tetap aman." Batin Aditya mendesah saat dia menebak-nebak rencana yang dibuat temannya itu.Aditya berjalan semakin jauh menuju sebuah pelabuhan yang disana sudah mulai dipadati beberapa orang, mereka tampak bersiap untuk menurunkan barang dari kapal besar yang baru saja berlabuh.Kedua mata Aditya berkeliling mencari seseorang di sekitar sana, dengan wajah yang tegas dan pandangan yang tajam akhirnya tatapan matanya berhenti pada seseorang yang sedang duduk sambil melihat ke arah kapal di depannya.Jonathan mengawasi tatapan Aditya dan dia juga melihat sosok itu, Aditya akan melangkah pergi tapi Jonathan segera mencegahnya."Tunggulah disini, serahkan dia padaku." Kata Jonathan.Adity
Tidak ada manusia normal manapun yang akan baik-baik saja kalau dalam waktu dekat kehilangan dua orang yang paling dicintai dalam hidupnya. Begitulah kiranya perasaan Aditya dan Jonathan dapat memahaminya, makanya dia harus waspada serta menyerahkan penangkapan Indra pada para pengikutnya agar keselamatan Aditya lebih terjamin daripada dia sendiri yang menangkapnya.Jonathan berusaha sebisa mungkin berkomunikasi dengan para pengikutnya untuk memberikan perintah tanpa sepengetahuan Aditya.Waktu sudah sangat larut, keadaan dermaga juga tidak terlalu ramai seperti saat siang. Mungkin karena di siang hari banyak kapal-kapal kecil yang singgah, sedangkan malam tidak ada.Suara klakson kapal feri yang baru datang terdengar nyaring dan menggema, Aditya mulai waspada."Ayo cepat kita kesana, mungkin pria itu akan menaiki kapal feri itu." Ajak Aditya sambil menunjuk."Tenanglah ada pengikut kita di depan, pergerakan mereka lebih smooth dibanding kita berdua." Jawab Jonathan disertai senyuman
Jonathan melajukan kendaraannya dengan cepat, adrenalinnya benar-benar terpacu saat dia tahu akan menangkap penjahat itu. Penjahat yang sudah mengambil nyawa penolong keluarganya yaitu tuan Fajar, dia juga memiliki dendam bukan hanya Aditya saja."Aku juga sudah menghubungi ayahku, biarkan anak buahnya berjaga di pelabuhan agar penjahat itu tidak bisa pergi kemanapun.""Good job." Puji Aditya.Jonathan melirik sebentar, dia sangat senang ketika temannya itu bersemangat lagi.Perjalanan cukup jauh meskipun Jonathan sudah memacu kendaraannya dengan cepat, mereka berangkat dari pusat kota dan menuju ke pesisir pantai dimana Indra terlihat. Sementara Aditya tidak mau hanya diam saja dan menyia-nyiakan waktu berharganya itu, dengan cekatan dia terlihat merakit senjata api yang sudah disiapkan oleh Jonathan di kursi penumpang."Kamu memilih senjata kecil itu?" tanya Jonathan disela-sela memacu kendaraannya."Hem." Jawab Aditya pendek."Aku ingin membunuhnya perlahan dari jarak terdekat kami
Sementara Aditya belum cukup puas memandangi wajah Catrina untuk terakhir kalinya, namun kini paramedis seakan memaksanya harus segera berpisah dengan wanita itu. Benar saja apa kata teman-temannya dan Sandra, kalau dia akan menyesalinya."Tolong, biarkan aku sebentar lagi. Tolonglah…." Pinta Aditya memohon."Maafkan kami tuan Aditya, jasadnya harus segera kami bersihkan sebelum terlambat." Kata-kata paramedis itu benar-benar menyakiti hati Aditya, "bukankah memang sudah terlambat? Dia sudah mati, apalagi yang membuat semua ini tidak terlambat?""Dia tidak akan hidup lagi, bukankah semuanya sudah terlambat?""Ya beliau memang sudah tiada, tubuhnya kaku dan kulitnya mulai membiru. Apa Anda akan puas saat tubuh ini mulai membusuk? Apa itu yang Anda inginkan?" balas paramedis tersebut.Rasanya jantung Aditya berhenti berdetak, dia menyesali segalanya tapi dia juga masih ingin melihat wajah Catrina untuk beberapa saat lagi."Sudahlah ikhlaskan dia, kasihan tubuhnya." Kata Jonathan sambil
Sandra terus berbicara agar anak sambungnya itu sadar dari sikap omong kosongnya itu."Aditya dengarkan saya sekali ini_""Sejak kapan saya tidak pernah mendengarkanmu? Bukankah selama ini saya selalu menurut?" potong Aditya bertanya.Sandra menghela napas, dia juga tahu kalau putra sambungnya ini sedang dalam proses depresi akut. Hanya saja tingkat depresinya sangat mengkhawatirkan, yang lain bisa menangis, bersedih, menyalahkan diri sendiri atau marah-marah untuk meluapkan emosinya. Tapi Aditya hanya diam saja tanpa melakukan apapun, masalahnya jika dia tidak menghalangi orang-orang untuk mengurus mayat Catrina tidak jadi masalah mau bersikap begini, tapi Aditya menghalangi dan mengacaukan segalanya."Maksud ibu, apa harus ibumu yang langsung bicara padamu? Ibumu sekarang masih lemah dan terbaring di rumah sakit, tapi ibumu masih baik-baik saja. Sementara Catrina… dia sudah tiada, tubuhnya butuh segera diurus.""Lalu… apa kamu juga menganggap aku sehat sampai bisa datang kesini? Tid
"Jo kamu harus hubungi seseorang." Kata Jhon setelah dia ingat sesuatu."Siapa?" tanya Jo penasaran."Orang tuanya, siapa tahu dia mau nurut." Jawab Jhon."Ah_"Jonathan akhirnya teringat seseorang yang mungkin saja bisa membujuk Aditya yang keras kepala itu. Akhirnya dia segera menghubungi orang tersebut agar segera datang, untungnya orang itu tidak sulit untukdia hubungi."Sudah, kita tunggu saja semoga nyonya besar cepat datang." Kata Jonathan pada Jhon.Jhon tampak mengelus-elus dadanya, sepertinya pria itu merasa sedikit lega. Tidak ada yang bisa dia lakukan, dia juga tidak bisa melihat Catrina secara langsung selain dari balik kaca ruangan tersebut karena Aditya duduk tepat di depan pintu ruangan itu dan menghalangi siapapun yang akan memasuki ruangan itu.Sedangkan Jonathan dengan perlahan tampak berjalan mendekati Aditya."Hey ayolah, kasian dia." Masih berusaha membujuk.Jonathan lalu berjongkok agar bisa berbicara lebih dekat dengan atasan sekaligus sahabatnya itu."Tuan Adi
Aditya tidak menjawab, bahkan dia enggan untuk masuk dan melihat wajah Catrina yang terakhir kalinya. Dia memilih berdiam diri dan duduk di luar ruangan tempat tubuh tak bernyawa Catrina terlentang dengan tenang."Tolong beri aku ruang Jo, tinggalkan aku sendirian bersama Catrina. Siapapun yang masuk cegahlah, jangan biarkan siapapun mengganggu kami." Pinta Aditya terdengar lesu.Jonathan mengangguk lalu menjauh, dari kejauhan itu dia menghubungi para penjaga Aditya juga teman satu gengnya agar datang ke rumah sakit dan menjaga Aditya yang sedang sedih.Namun tampaknya Aditya masih belum masuk untuk menemui Catrina, para dokter dan staf rumah sakit sudah sangat khawatir dengan jasad Catrina yang tidak mungkin dibiarkan begitu saja karena bagaimanapun juga Catrina sudah meninggal."Bagaimana ini? Jasad tidak bisa dibiarkan begitu saja. Setidaknya berilah kami waktu untuk memandikannya, semakin kaku jasadnya akan semakin sulit kita urus." Celetuk seorang paramedis di rumah sakit tersebu
"Kami tahu, teman saya ini hanya asal bicara saja." jawab Aditya sedikit ketus."Oh iya Jo, dia kabur dimana?" lanjutnya bertanya pada Jonathan."Di rumah sakit, tadi di lobby." Jawab Jonathan.Aditya terdiam, jarak antara ruangan dia dan Lobby memang sangat jauh karena dia berada di gedung yang berbeda dan berada di atas beberapa lantai dari Lobby utama rumah sakit tersebut."Bilangnya mau ke toilet dulu, mau membersihkan diri sebelum bertemu putrinya. Eh siapa sangka kalau itu hanya akal bulus untuk mengelabui semua petugas." "Lagipula para petugas bodoh ini benar-benar terlalu meremehkan si tua bangka itu."Jonathan menjelaskan semua yang terjadi di bawah tadi, karena kebetulan dia mengikuti mobil para petugas yang membawa Indra. Siapa tahu apa yang dia pikirkan benar-benar terjadi, Indra benar-benar kabur. Hanya saja Jonathan pikir kalau Indra akan kabur di perjalanan, tapi rupanya orang itu lebih nekad lagi.Tepat setelah Jonathan berbicara demikian, terdengar ada pengumuman cod