“Morning Abang tercintanya Loli,” sapa Lolita sembari menarik kursi kosong disamping Argam. Lolita menghempaskan dirinya disana lalu memasang senyuman yang membuang Argam muak.“Muka Abang kok kusut amat sih. Semalem begadang ngerjain tugas ya?” timpal gadis yang kini sepenuhnya telah menjadi seorang wanita.“Gara-gara lo!” ungkap Argam tak santai. Ia tidak berniat melindungi adik semata wayangnya. Biar saja kedua orang tuanya tahu kelakuan anak perempuan mereka malam tadi. “Bisa nggak sih kalau lagi gini,” telapak tangannya bertepuk untuk dijadikan simbol, “suaranya nggak usah kenceng-kenceng!”“Tetangga kamar lo perjaka ya!”Papi Lolita kontan menyeburkan kopi hitam didalam mulutnya. Kini ia memahami arti dibalik tepuk tangan penuh emosi anak sulungnya.“Ya Ampun, Loli! Kalian udah uh-ah uh-ah?” tanya mami Lolita dengan senyum mengembang. Wanita yang melahirkan Lolita itu tampak gembira mendapati sang putri telah melakukan perannya sebagai seorang istri.Malu-malu, Lolita menganggu
“Lolita Cantika!”“Saya!” Lolita mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Ia tidak sadar jika dirinya bangkit berdiri setelah namanya dipanggil. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri. Ia mengedikan dagunya, seakan bertanya ada apa kepada teman-temannya.“Lol, duduk lagi!” Di sebelahnya, Melisa menarik-narik ujung kemeja yang Lolita kenakan. Matanya mengedip satu lali.“Saya pikir kamu begitu memperhatikan materi yang saya sampaikan, tidak tahunya saking memperhatikannya kamu sampai tidak dengar saya panggil-panggil! Keluar kamu dari kelas saya!”“Bu saya...”“Tidak ada alasan! Silahkan keluar Lolita Cantika!” Dosen wanita itu mengacungkan jari telunjuknya ke arah pintu kelas. Setiap kata dalam kalimatnya pun seolah mengandung uranium. Tidak mau menurut, maka bersiaplah terkena rudal nuklir.“Lol, cepetan! Ntar sekelas ikutan kena!”Teman sekelasnya mulai ribut. Mereka semua memang tidak setia kawan. Kalau semua kelas terkena imbas dari hukumannya kan malah enak. Mereka jadi kosong 3 sks ke d
“Adnan, lepas!!”“Nggak mau!”“Diliatin orang-orang Adnan!”“Biarin! Kalau mereka punya mata, mereka emang harus liat, Yang.”Budak cinta yang sungguh membagongkan. Dulu dirinyalah yang menempel, mencari-cari keberadaan Adnan. Namun sekarang posisi itu menjadi terbalik.‘Aslik! Gue malu banget!’Ternyata menjadi Adnan dahulu kala sangat tidak enak. Selain rasa malu yang tidak bisa dirinya abaikan keberadaanya, timbul juga perasaan risih dan ingin melayangkan bogem mentah, supaya Adnan sadar dari kegilaannya.“Yang, ikut aku ke ruang BEM. Kita disana aja sambil nungguin jam kelas ke-2 kamu.”“Heh! Ngadi-ngadi! Kena grebek warga kampus, nyaho!”“Nggak bakalan, Yang! Disana kan juga pasti ada anak-anak lain.”Benar juga sih. Anggota BEM kan bukan hanya Adnan, Abangnya dan antek-antek mereka saja. Apalagi anak-anak BEM-Fakultasnya saja lebih suka nangkring di BEM-Universitas. Katanya, disana lebih banyak anak dari berbagai prodi— itu membuat tempat tersebut menjadi lebih seru.Katanya.. L
“CK! Gini nih kalau kawin lagi anget-angetnya! Bini bar-bar juga dikirannya cilor yang gampang mleyot!”“Abang apa sih! Lebay deh!”Argam berdecih. “Maaf-maaf nih! yang lebay laki lo kali!”Lolita tak membalas. Ia takmemiliki pembelaan karena apa yang dikatakan oleh sang kakak benar adanya.Adnan le- to the- bay (lebay), pake banget!KEEMPATNYA BERTOLAK menggunakan mobil Adnan. Ketika sampai, Lolita dengan tegas melarang Adnan untuk mengikutinya. Gadis itu mengusir para laki-laki agar tidak mengganggu quality time-nya bersama Melisa.“Bilang dulu kamunya mau kemana, Yang.” Adnan ngotot, tak ingin melepaskan Lolita sebelum sang istri mengatakan tujuannya.“Muter-muter Adnan! Masa ya, iya, harus dijelasin. Paham yang namanya nge-Mall, nggak sih?!”“Tauk, aku paham, Yang.” “Nah,” Lolita mencoba menarik lengannya dari genggaman Adnan, “lepasin, cepet! Kamu sama Abang nongki aja sana di Sbuxs.”“Aku ikut ya,” ucap Anya, terdengar memohon.“Apaan sih!” Lolita menyentak.“A
“Bang Argam!”“Baaang!!” Melisa menyentak membuat Argam menghentikan langkah kakinya.“Why?” tanya Argam. Jari-jarinya tak melepaskan genggaman pada telapak tangan Melisa.“Kacau lo, Bang.”“Kenapa lagi sih?”“Nanya lagi! Abang ngapain pake nyeret-nyeret tangan aku segala, didepan Loli? Katanya mau backstreet?”“Emang mulut lo bisa jaga rahasia ke Loli?”“Ya enggak sih. Kan diantara kita nggak boleh ada dusta,” jawab Melisa, santai. Ia tadi membongkar rahasianya bersama kakak sahabatnya. Sebuah rahasia yang sebenarnya tidak penting juga untuk dirahasiakan.Argam menepuk keningnya dengan tangan yang menganggur. Sudah Argam duga! Mulut adik dan kekasihnya mana bisa diandalkan.“Ya udah kalau gitu. Ngapain lo masih sok-sokan jadiin kita rahasia?”“Ya, kan, lo yang nyuruh. Biar lagaknya aja gitu. Loli juga bilang aman kok, nggak bakalan ngungkit-ngungkit ke lo, Bang.”Tukar tambah kekasih bisa tidak ya?!— Pikir Argam. Ia sudah memiliki adik yang tidak waras, masa harus punya kekasih yang
Argam berlari menuruni anak tangga. Langkahnya terhenti tepat di depan Televisi yang tengah papi dan maminya tonton.“Gam! Minggir! Kamu ngalangin Mami nonton dracin ih!”“Lima menit, Mi!” Argam membuka lebar telapak tangannya. “Argam ada perlu sama Papi.”“With me?”“Iya, Pi.” Angguk Argam.“Tapi Papi ngerasa nggak punya perlu sama kamu tuh, Gam..”Bibir Argam pun berkedut. Ia hanya ingin meminjam mobil papinya untuk pergi ke rumah Melisa. Jika saja papinya merupakan sosok yang teledor dalam menyimpan barang, ia tidak akan seperti ini— tepatnya mempermalukan diri sendiri.“Ah, anak ini! Itu tokoh laki-lakinya mau kiss si cewek! Awas-awas!” sang mami melambaikan tangannya. Layaknya pecinta drama-drama asia, beliau cukup antusias kala adegan romantis ditampilkan.“Pi, anak kamu! Jangan sampe kalian berdua tidur di teras!” ancam mami pemuda itu membuat Argam menyingkir beberapa langkah ke samping kiri.“Malem-malem gini ada perlu apa sih, Gam? Nggak bisa besok aja? Kamu ganggu quality t
“Morning Loli kesayangannya Ibu..”“Pagi cucu cantiknya, Oma.”“Mukanya kok keliatan nggak fresh. Kurang boboknya?” tanya Tatiana. Perempuan itu menuangkan susu ke dalam gelas lalu meletakkannya dihadapan Lolita.“Abangnya Loli dari semalem berisik, Bu. Kayaknya putus cinta sama sahabatnya Loli.”“Yah, kirain kamu kurang bobok karena anak Ibu.”“Eh?” pekik Lolita. ‘Maksudnya apa nih?’ Perempuan muda itu lalu melanjutkan tanda tanya-nya dalam hati. Ibu mertuanya tidak sedang berpikir yang, ‘iya-iya kan?’ Secara masih terlalu pagi untuk berkotor-kotor-ria.“Kamu nih, Ti. Mereka kan masih muda. Masih proses belajar dan menyesuaikan diri. Emangnya cucu Mama, kamu..Nyosor Khoir mulu.”“Wah, Mama! Fitnah aja kerjaannya.” Dengus Tatiana. “Sayang, jangan dengerin Oma kamu, Ibu tuh orangnya nggak rendahan. Ayah emang ganteng, tapi ya nggak gitu juga.”Khoiron yang disebut-sebut pun hanya melirik sang istri dari balik layar ponselnya. “Ehem.. Kalau ketemu berantem mulu kayak kucing sama tikus.
“Anying-lah!”“Kenapa, By?” tanya Adnan melirik Lolita yang tampak kesal usai memainkan telepon genggamnya.“Kelasku kosong! Tau gini berangkat siang aja aku!” dumel Lolita membuat Adnan terkekeh. Pria itu mengacak rambut sang kekasih. Adnan pikir ada masalah serius apa sampai istri cantiknya mengumpat tiba-tiba. “Ya udah, kamu nongki-nongki aja bareng Melisa. Nanti aku tambahin uang jajannya biar cukup sampe jam ke-2.” Ucap Adnan membawa angin segar untuk jiwa nelangsa Lolita.“Bener ya?” “Iya, By. Apa sih yang nggak buat kamu..” Sekali lagi Adnan mengacak pangkal rambut Lolita.Dibelakang keduanya, tepatnya segaris lurus dengan kursi yang Adnan tempati, tampak sepasang telapak tangan terkepal. Gadis yang menumpang pada mobil Adnan itu meradang melihat interaksi kedua manusia di depannya. Sepanjang perjalanan menuju kampus, eksistensinya seakan tak dianggap ada. Adnan yang dirinya ikuti bahkan tak mengajaknya mengobrol, meski itu hanya sekedar basa-bas