“Woy, Bro!”Adnan bersikap siaga saat Argam melemparkan sebuah kotak ke arahnya. Tangannya dengan cepat menangkap kotak tersebut.“Kali aja lo udah nggak nahan!”“Gue nggak bakalan ngelarang, asal jangan sampe jadi aja. Kalau mau bikin ponakan buat gue, at least nunggu Loli lulus kuliah dulu.”“Ah, thanks,” hanya kalimat itu yang dapat Adnan sampaikan atas kepedulian kakak iparnya.Sebelumnya, ia tak memiliki banyak interaksi dengan Argam. Sekali pun mereka berada di dalam organisasi yang sama, pemuda itu cenderung membatasi diri terhadapnya.Ia mengerti. Alasannya pasti terletak pada perbuatan tak baiknya pada adik pemuda itu. Jika keadaan diputar, ia juga tak akan berteman dengan pemuda yang membuat Aulia selalu menjadi bahan tontonan orang lain.“Pintu depan kuncinya cabut aja. Gue balik pagi. Mau nongki bareng anak-anak.”“
“Lol.. Loli..”Lolita menggeliatkan tubuhnya. Gadis itu mengerang dalam tidurnya, merasa terusik dengan suara yang terus saja memanggil namanya.“Lolita..”“Mami, ih! Jangan gangguin Loli. Loli masih ngantuk!” Decaknya sebelum merubah posisi tidurnya.“Bangun dulu sebentar. Udah subuh loh, Lol.”“Heum.. Loli nitip aja shalatnya kayak biasanya, Mi.” Gumam Lolita. Gadis itu semakin mempererat pelukan pada gulingnya.“Pfff!” Dibelakang punggung Lolita, Adnan menawan tawanya agar tidak meledak.Benarkah ini gadis yang setiap dhuhurnya selalu berlomba-lomba, ingin berada di shaf terdepan masjid kampus mereka? Sepertinya itu hanyalah satu dari sekian banyak cara Lolita untuk mendekatinya.Lihatlah, aslinya! Gadis itu sama sekali tidak mau dibangunkan untuk shalat subuh.“Lucu banget dia,” gumam Adnan rendah.Tak ingin mengganggu tidur berkualitas istrinya, Adnan pun memilih menjalankan ibadah sendiri tanpa Lolita.Biasanya, jika dirinya berada di rumah, ia dan para lelaki akan bersama-sama
“Mi, ini apa sih!”Lolita mencengkram erat jeruji yang menjadi bahan utama pagar rumahnya. Gadis itu menahan bobot tubuhnya agar tidak terbawa oleh tarikan sang mami.“Kamu ini yang apa-apaan, Lol! Lepas cepetan tangan kamu! Keburu telat kalian berdua!”“Ya makanya suruh di Adnan berangkat duluan! Ngapain pake nungguin Loli. Loli mau naik motor aja ke kampusnya!”“ASTAGA!” Hela Kirana keras. “Batu banget kamu jadi anak ya! Mami krues mulut kamu lama-lama!”Kenapa harus berangkat terpisah jika bisa bersama-sama— begitulah pemikiran yang bersarang di otak Kirana selaku ibu Lolita.“Kamu kalau kebanyakan cingcong, Mami bakar motor kamu!” Ancam Kirana. “Cepetan pada berangkat! Heran Mami, apa kali yang buat kamu nggak mau berangkat bareng.”“Malu iya?”“Ck.. Ck.. Ck! Kebalik, Lol. Harusnya yang malu si Adnan. Ganteng-ganteng kok punya istri buluk. Buta emang mata mantunya Mami.”Lolita membenturkan keningnya pada jeruji pagar rumahnya. Tidak ada yang lebih parah dibandingkan dihina oleh i
Lolita membentur-benturkan kepalanya pada meja kelas. “Goblok! Goblok!” Racaunya membuat Melisa yang baru saja datang terheran-heran.“Kalau pinter bukan lo sih, Lol. Ada apaan lagi ini, Bestod?” tanya Melisa, ingin tahu kebodohan terbaru macam apa yang diciptakan oleh sahabatnya.“Huwaaa! Melkadot!!” Lolita membuka lebar-lebar tangannya, memeluk tubuh Melisa yang berdiri tepat disampingnya.“Perut gue, Mel! Perut gue nggak bisa diajakin buat pertahanin harga diri, hiks. Dasar cacing bangsat!”Masih segar dalam ingatan Lolita tawa renyah yang Adnan udarakan setelah mendengar demo para cacing diperutnya. Pemuda itu tertawa begitu lepas sembari menepuk-nepuk puncak kepalanya.Permulaan pagi yang sungguh menyebalkan. Meski sudah merasakan malu sampai ke ubun-ubun, para pendemo perutnya tetap tak bisa diajak untuk bekerjasama. Alhasil Lolita mengunyah makanan di mulutnya bersamaan dengan sumpah serapah yang terus saja hatinya lontarkan.“Buahahahaha! Anjing!” Melisa terpingkal. Ka
“MasyaAllah, kamu keren banget, Ay. Lanjutin! Aku dukung kamu buat speak up!”Kehadiran Adnan menyegarkan mood Lolita. Melupakan rusaknya hubungan mereka akhir-akhir ini, gadis itu menarik Adnan agar berdiri dikubunya.“Mumpung ada orangnya nih, gih protres Mbak! Cepetan! Pengen denger gue setebel apa nyali lo di depan Mas Junjungan!”Sebenarnya Lolita ingin muntah. Dulu ia juga pernah setidak-tahu malu itu. Ia bahkan ingin menyerang ibu mertuanya sendiri, mengira jika wanita yang Adnan bawa merupakan saingan terberatnya. Untung saja dirinya cepat disadarkan. Kalau tidak, sampai akhir hayat pasti masih tergabung dalam lembang kebodohan.“Lah, mendadak ceper, Mbak? Apa lagi pasang topeng jadi cewek alim di depan Idola?” Cibir Lolita, membabi buta. Setidaknya hal ini membuktikan jika dirinya memiliki perbedaan dengan fans-fans gila Adnan lainnya. Keorisinilannya tak perlu diragukan.No Fake-Fake Club, Bestie!“Njing..”“Dalem, Sayang..”Lolita terperangah. Wajahnya memerah mendengar bal
Lolita mengerjapkan mata. Jari-jarinya membentuk pola-pola yang dirinya pelajari dari sosial media. Kepalanya terus mengedik ke arah kanan, berharap satpam di pintu gerbang perumahan rumah Adnan peka.Beberapa tahun yang lalu, ia pernah mengikuti kanal YouTube yang membahas tentang penculikan sorang mukbangers. YouTubers tersebut mengulik gerakan-gerakan aneh, yang diduga merupakan kode untuk meminta pertolongan.“Mas Adnan, itu kayaknya temennya ayan deh, Mas.”‘The Fuck!’ Umpat Lolita dalam hati. ‘Gobs-nya nggak ketolong nih satpam. Ayan dong!’ Ingin rasanya Lolita menangis.“Saya baik-baik aja kok, Pak. Sehat Wal-afiat,” ucap Lolita, menyangkal calon penyelamat gadungannya. Ia tak akan berharap banyak berharap. Satpam tempat ibu mertuanya tinggal sangat kurang wawasan. Orang minta tolong saja disebut ayan.“KTP-nya nggak saya tinggal ya, Pak. Mau dibuat ngurus perubahan data soalnya. Kalau ada apa-apa, nanti biar saya yang tanggung jawab.”“Oh, begitu Mas. Kalau gitu saya catat nom
“Enak kan, Lol?”Lolita menganggukan kepalanya. Cake yang ibu mertuanya beli memang enak. Kebetulan cake tersebut merupakan varian kesukaannya. Ibu mertuanya juga membeli ditempat yang biasa maminya beli.“Lumayan kan buat ganjel perut sebelum makan malam?! Ibu udah tua sekarang, jadi nggak bisa ngemil-ngemil kayak kamu. Makan manis dikit, ngembang badannya. Udah kayak adonan donat aja.”“Ibu nggak gendut kok. Masih cantik banget.” Puji Lolita, sepenuh hati. Entah ajian apa yang dilakukan oleh mami dan ibu mertuanya, wajah mereka tetap glowing dan kencang meski berkepala empat.“Soalnya Ibu diet.” Ujar Tatiana.Diet?Apakah itu diperlukan untuk manusia sesempurna ibu mertuanya?Mengetahui rasa ingin tahu yang terpancar dari wajah menantunya, Tatiana pun menceritakan alasan mengapa dirinya sampai harus berpola hidup sehat. Semakin tua seseorang, organ yang ada di dalam tubuh manusia akan semakin lambat beroperasi. Mereka tak bisa mengola apa yang dikonsumsi seperti dikala muda. Untuk i
Lolita melenguh. Gadis muda itu ingin merenggangkan tubuhnya sebab merasakan sesak.Ia merasa guling yang biasa dirinya peluk berubah menjadi makhluk hidup, yang memiliki tangan dan kaki sehingga memperangkap tubuhnya.“Gue mau pindah posisi, Ling!” Gumamnya dengan mata tetap terpejam.Belum terdengar suara jeritan Kanjeng Mami, itu tandanya belum saatnya dirinya terjaga. Lolita berniat menggunakan waktu yang dirinya miliki untuk memperpanjang tidurnya.“Masih ngantuk banget ya?”‘Guling gue bisa ngomong?’ batin Lolita heran. Kejadian abnormal seperti ini pasti hanya terjadi ketika dirinya masih berada di alam mimpi. Lebih baik ia kembali memulaskan tidurnya agar saat terbangun, otaknya bisa sesegar ikan yang baru saja ditangkap oleh nelayan.“Ya udah bobok lagi aja, Yang. Tadi juga sholatnya udah aku wakilin kok. Aman, tenang aja,” lalu terdengar kekehan yang tertahan bersama berguncangnya si guling abnormal.Sholat?Diwakilin?!Teringat dengan satu-satunya makhluk Tuhan yang membaha