Clara menghela napas mendengar perkataan Nina yang berujung pertanyaan. Rasanya, ingin sekali ia mengiyakan tebakan yang diucapkan oleh Nina, tapi, Clara tidak ingin pernikahannya hancur.
Ia sudah berjanji pada almarhum ibunya bahwa, pilihannya menikah dengan Bagas adalah pilihan yang tepat, karena itulah, Clara masih berusaha untuk bersabar meskipun rasanya ia sangat terluka jika menerima perlakuan Bagas dan ibunya setiap saat ketika ia ada di rumah. "Aku mau bilang sama kamu, untuk job yang berpasangan dengan pria, jangan diambil, itu aja." Wajah Nina berubah mendengar apa yang dikatakan oleh sahabat sekaligus bosnya itu yang diluar ekspektasi. "Menolak tawaran yang memasangkan kamu dengan model pria?Kenapa? Apakah yang sudah-sudah, kurang ajar sama kamu?" "Enggak! Sama sekali enggak. Mereka enggak ada yang kurang ajar sama aku, kok. Mereka semua sopan dan profesional, cuma, aku enggak mau berantem sama Bagas, sekarang ini dia lagi labil, aku cuma mau jaga perasaan dia." "Yang benar saja. Labil? Karena perusahaan dia sedang goncang? Bukannya kamu kerja lagi untuk bantu dia? Kok, dia jadi banyak aturan kayak gitu?" "Bukan. Sebenarnya, dia enggak ada ngasih aturan kayak gitu, kok. Itu, aku sendiri yang buat aturan...." Clara mengalihkan pandangannya ketika mengucapkan kalimat bantahan itu, hingga Nina tahu, itu adalah kebohongan. "Ra, kamu itu sudah menjaga batasan sebagai istri, lho. Namanya model, berpasangan itu wajar, yang penting kamu enggak dipeluk, dicium, atau dimacem-macemin, cuma foto aja lho!" "Maaf, ini keputusan aku, tolong jangan dibantah, aku sudah buat keputusan, jadi tolong bantu aku, ya?" Nina akhirnya tidak bisa melakukan bantahan lagi ketika Clara dengan wajah penuh harap tidak mau merubah keputusannya. Dengan berat hati, sahabat Clara itu mengiyakan, tapi Nina masih penasaran, apa sebenarnya yang membuat Clara jadi membuat keputusan seperti itu? *** Clara pulang cepat hari ini. Sebenarnya, bukan karena ia pulang lebih awal, tapi karena ia berusaha untuk pulang lebih cepat agar Bagas dan ibu mertuanya tidak lagi mempermasalahkan dirinya yang tidak mengurus suami seperti yang sudah-sudah. Wanita berambut panjang tersebut membayangkan raut gembira akan diberikan oleh suami dan mertuanya jika ia mengusahakan untuk pulang cepat. Namun, saat turun dari taksi, dan masuk ke dalam rumah, Clara dibuat terkejut karena ia melihat ada Anisa di ruang tamu sedang bercanda dengan ibu mertuanya dan juga Bagas. Jemari tangan Clara mencengkram erat ujung pakaiannya menahan perasaan sesak yang tiba-tiba datang karena pemandangan seperti itu justru tidak pernah ia alami selama ia menikah dengan Bagas. "Eh, Clara. Tumben kamu pulang sore? Mama pikir kamu pulang tengah malam lagi, jadi Mama minta bantuan Anisa untuk menemani Mama masak untuk Bagas." Ibu mertua Clara yang pertama kali menyapa Clara. Hingga Clara berusaha untuk menahan perasaan sesaknya karena biar bagaimanapun, Anisa adalah tamu. Anisa bangkit dan melangkah mendekati Clara lalu mengulurkan tangannya ke arah Clara. Dengan ragu, Clara menyambut uluran tangan Anisa dan membiarkan Anisa mencium pipi kiri dan kanannya. "Apa kabar, Ara. Tambah cantik saja kamu, masya Allah, baru pulang kerja?" Anisa memuji Clara, tapi entah kenapa, Clara tidak merasa senang mendengar pujian tersebut karena kesannya terlalu dipaksakan. "Aku baik." Clara menyahut singkat sambil memberikan senyuman tipis pada Anisa. Anisa kembali duduk, dan Clara merasa canggung untuk bersikap, antara bergabung atau tidak. Akhirnya, Clara memutuskan untuk bergabung, sekedar menghargai Anisa sebagai tamu, dan ia istri tuan rumah. Namun yang ada, Clara seperti tersisih. Selama berbincang, Bagas dan ibu mertuanya sama sekali tidak pernah memberikan kesempatan dirinya ikut bicara. Clara dibiarkan menjadi pendengar saja, sampai akhirnya, Clara memutuskan untuk masuk kamar dengan alasan ingin mandi karena sebentar lagi magrib. Di kamar, Clara masih mendengar suara senda gurau Bagas dan ibu mertuanya bersama Anisa, sampai akhirnya, ia melihat Bagas mengantarkan Anisa pulang, dan ini membuat Clara tidak terima. Ia meraih ponselnya dan menulis pesan pada Nina. [Nin, muslimah itu boleh enggak sih, dianter pulang suami orang?] Pesan Clara terkirim dan langsung dibaca oleh Nina. [Maksud kamu, perempuan yang menutup dirinya dengan pakaian tertutup? Terus boleh enggak dibonceng suami orang?] Nina tidak paham dengan isi pertanyaan Clara, hingga Clara jadi mengurungkan niatnya untuk menanyakan hal itu lebih lanjut, khawatir Nina tahu yang sedang mereka bicarakan adalah suaminya. [Sudahlah. Aku tadi cuma iseng, aku mandi dulu] Nina mengerutkan keningnya membaca pesan Clara yang semakin aneh. Ia melihat Clara tidak lagi online, tapi Nina tetap mengirim pesan balasan. [Yang kita bicarakan siapa? Bagas? Dia nganter Anisa pulang? Atau dia jemput Anisa? Bagas izin sama kamu, enggak? Situasinya kritis, enggak? Misalnya Anisa lagi sakit terus Bagas cuma mau nolongin?] Awalnya, Clara tidak mau membuka pesan dari Nina karena ia tadi sudah memberikan alasan bahwa ia ingin mandi, namun, notifikasi pesan Nina membuat ia ingin membuka pesan tersebut, hingga Clara terdiam ketika tebakan Nina lagi-lagi tepat sasaran. "Kalo aku ngomong, Bagas nganter Anisa, apa kata Nina? Aku enggak mau Bagas buruk di mata Nina...." Clara bicara pada dirinya sendiri, dan ia mengetik pesan balasan pada sahabatnya tersebut. [Bukan Bagas, aku cuma nanya aja, enggak papa, enggak usah dijadikan pikiran. Aku mandi dulu, ya?] Nina tidak percaya Clara baik-baik saja meskipun isi pesan Clara meyakinkan dirinya bahwa perempuan itu baik-baik saja. Walaupun ia akhirnya patuh tidak lagi mengirim pesan berisi pertanyaan pada Clara, namun, Nina bertekad ingin mencari tahu, apa yang sebenarnya terjadi dengan sahabatnya tersebut. Sementara itu, Clara bukannya langsung mandi seperti yang dikatakannya pada Nina. Perempuan itu berusaha untuk menahan diri untuk tidak menangis karena entah kenapa rasanya hatinya menjadi perih. Mengapa Bagas tidak minta izin dirinya dulu untuk mengantarkan Anisa? Apakah suaminya itu juga menjemput Anisa lalu Anisa dibawa ke rumah mereka saat ia masih bekerja? Ini bukan yang pertama kalinya, dan ia heran mengapa hal itu kerap terulang. Sudah sejak kapan Anisa ada di rumahnya sampai bisa masak bersama dengan ibu mertuanya? Perasaan Clara benar-benar sangat hancur sekarang. Ketika Clara larut dalam perasaan sesaknya, pintu kamar terbuka, dan Bagas masuk seperti tidak sedang melakukan kesalahan apapun pada istrinya. Ini membuat Clara merasa harus mengajak Bagas bicara. Wanita itu bangkit dari atas tempat tidur mereka, dan melangkah ke arah suaminya yang melepas pakaiannya seperti ingin mandi. "Kenapa harus kamu yang nganterin Anisa? Apa saat dia ke sini, kamu juga yang jemput dia?" tanya Clara berusaha bicara tanpa meninggikan suara dan pertanyaannya membuat Bagas memandangnya dengan tatapan mata tidak suka. "Kenapa memangnya? Kamu keberatan dan cemburu lagi, aku mengantar jemput Anisa?""Aku istri kamu, Bagas. Harusnya, kamu izin aku dulu saat ingin mengantarkan dia!" Mendengar apa yang diucapkan oleh Clara, Bagas tersenyum miring. Ia melangkahkan kakinya mendekati sang istri dan ia melipat kedua tangannya di dada. "Izin? Jadi, sekarang kamu mempermasalahkan soal izin?" tanyanya dengan nada suara yang datar. "Apa aku salah? Bukankah suami istri itu harus seperti itu?" "Lalu, apakah kamu juga minta izin saat berpose dengan model pria teman kamu itu?" "Astaghfirullah, Bagas, sudah aku katakan berulang kali, aku enggak pernah berpose kelewatan sama model pria, kami hanya berdiri bersisian, enggak mesra sama sekali!" "Bagiku itu mesra! Bagi kamu yang tidak ada batasan, memang itu hal biasa, tapi aku tidak! Aku tidak suka!" "Tapi ini sudah pernah kita bahas sebelumnya, kan, aku kembali jadi model juga untuk kamu, buat bantu kamu menopang kebutuhan kita!" "Kamu bisa kan, terima job tanpa model pria? Bisa, kan berfoto sendirian atau sama model perempuan? Gitu aja
Mendengar apa yang dikatakan oleh Anisa, telapak tangan Clara mengepal, tapi lagi-lagi, Clara berusaha untuk menahan diri untuk tidak marah meskipun sekarang ucapan Anisa benar-benar membuat emosinya terpancing. "Bagaimana bisa kamu mengatakan aku tidak becus menjadi istri Bagas? Tidak becus darimana?" katanya dengan nada suara yang datar tapi dengan sorot mata yang tegas. "Suami kamu sakit, kamu enggak urus dia, mertua kamu lapar kamu enggak berusaha untuk membuatkan beliau makanan yang dia sukai, apa aku harus membeberkan satu persatu agar Mbak Clara paham dengan kesalahan sendiri?" "Siapa yang bicara seperti itu pada kamu? Mertuaku?" "Enggak perlu bertanya aku tahu darimana, tapi itu benar, kan? Mbak, aku itu enggak salah, kalau Mbak Clara merasa keberatan dengan apa yang aku lakukan, Mbak ngomong sama mertua Mbak, jangan sama aku!" Anisa benar-benar pergi setelah bicara seperti itu pada Clara. Meninggalkan Clara yang hanya bisa terduduk lemas di salah satu bangku taman, mera
"Perusahaan kamu perlu dana yang banyak untuk bisa stabil lagi, kan? Aku enggak bilang berpakaian tertutup enggak bisa cari uang, tapi untuk job pakaian muslim itu enggak pernah aku dapatkan, Bagas!" "Itu karena sikap kamu yang tidak mencerminkan perempuan muslimah, jadi job seperti itu tidak pernah kamu dapatkan! Banyak model pakaian muslim, mereka dapat uang banyak, tapi tidak menjual tubuh seperti kamu!!" Suara Bagas benar-benar meninggi ketika ia mengucapkan kalimat tersebut di hadapan Clara. Setelah bicara demikian, ia langsung keluar kamar dan membanting pintunya dengan keras hingga Clara hanya menutup telinganya mendengar suara pintu yang dibanting seperti itu. Clara terduduk lemas di lantai kamarnya. Air mata yang sedari tadi hanya menggenang kini perlahan turun ke pipinya dan tidak bisa dikendalikan lagi olehnya. Clara menangis.... *** Setelah pertengkaran yang terjadi malam itu, sikap Bagas pada Clara jadi dingin. Ini membuat sang ibu mertua jadi tahu, bahwa an
Anisa berteriak, karena kuah sup jagung yang ia masak mengenai kakinya dan itu membuat Bagas langsung mendekati perempuan tersebut lalu berjongkok untuk memeriksa kaki Anisa. Awalnya, Clara mengira Anisa akan menolak apa yang akan dilakukan oleh Bagas pada kakinya, sebab, bukankah seorang wanita yang menutup aurat seperti Anisa tidak akan membiarkan pria yang bukan mahram menyentuhnya?Namun, dugaan Clara meleset. Anisa membiarkan saja Bagas yang menyentuh kakinya yang tersiram kuah sup jagung tersebut, seolah-olah sengaja memperlihatkan pada Clara bahwa suami Clara peduli padanya. "Jangan sentuh!" seru Clara ketika Bagas semakin intens menyentuh kaki Anisa yang tersiram.Clara buru-buru mendekati posisi Anisa berdiri, dan ia berjongkok sambil menepis tangan suaminya yang memegang kaki Anisa. Akan tetapi, ketika telapak tangan Clara ingin menyentuh kaki Anisa yang tersiram sup jagung yang ia masak, Anisa membuat pergerakan hingga tangan Clara menangkap angin.Keributan di dapur mem
"Bagas, kamu bilang kamu sakit, jadi enggak bisa jemput aku pulang kerja, tapi kenapa kamu pergi dengan Anisa?"Clara dibuat sangat terkejut, ketika ia memergoki suaminya bersama dengan Anisa, sedang di sebuah pusat perbelanjaan.Tentu saja Clara terkejut, di samping Bagas beralasan sakit hingga ia tidak bisa menjemput Clara, Clara juga tidak habis pikir mengapa wanita seperti Anisa bisa pergi bersama dengan suami orang lain?Yang membuat Clara tidak habis pikir, karena Anisa adalah perempuan yang terlihat religius, ia berpenampilan sangat syar'i, dengan kerudung yang selalu dikenakannya setiap kali keluar rumah, tapi mengapa Clara melihat, Anisa seperti tidak sungkan saat bersama dengan suaminya?Mungkin, mereka bertemu enggak sengaja, jadi berbincang karena mereka teman, bukan pergi secara sengaja....Hati Clara bicara, berusaha untuk menghibur diri karena entah kenapa pemandangan itu membuat perasaannya jadi bercampur aduk. Dan Clara tidak bisa membantah jika sekarang ia cemburu..
Mendengar apa yang dikatakan oleh Clara, Bagas jadi kesal. Menurutnya, istrinya tersebut meributkan sesuatu yang tidak seharusnya diributkan karena baginya itu adalah hal yang wajar. Karena itulah, Bagas langsung melepaskan pegangan tangannya seketika. Wajahnya terlihat sekali bahwa ia kesal. Kesal karena Clara membantah apa yang dikatakannya. "Aku, kan sudah bilang, kamu dan Anisa itu berbeda, Anisa tidak pernah keluar rumah sendirian, dia selalu ditemani, jadi cara dia menjaga diri itu tidak sama seperti cara kamu menjaga diri kamu, dia lebih rentan diganggu, Clara!" "Lebih rentan diganggu? Kenapa? Pakaian dia tertutup, siapa yang mau ganggu perempuan dengan pakaian tertutup seperti itu? Yang ada mereka bakal segan!" "Nah, itu masalahnya!" "Apa?" Bagas berbalik dan menatap istrinya setelah tadi sempat memalingkan tubuhnya tidak mau memandang sang istri lantaran terlanjur kesal. "Itu masalahnya aku bilang, kamu sudah tahu dengan memakai pakaian tertutup, kamu tidak akan diga
Anisa berteriak, karena kuah sup jagung yang ia masak mengenai kakinya dan itu membuat Bagas langsung mendekati perempuan tersebut lalu berjongkok untuk memeriksa kaki Anisa. Awalnya, Clara mengira Anisa akan menolak apa yang akan dilakukan oleh Bagas pada kakinya, sebab, bukankah seorang wanita yang menutup aurat seperti Anisa tidak akan membiarkan pria yang bukan mahram menyentuhnya?Namun, dugaan Clara meleset. Anisa membiarkan saja Bagas yang menyentuh kakinya yang tersiram kuah sup jagung tersebut, seolah-olah sengaja memperlihatkan pada Clara bahwa suami Clara peduli padanya. "Jangan sentuh!" seru Clara ketika Bagas semakin intens menyentuh kaki Anisa yang tersiram.Clara buru-buru mendekati posisi Anisa berdiri, dan ia berjongkok sambil menepis tangan suaminya yang memegang kaki Anisa. Akan tetapi, ketika telapak tangan Clara ingin menyentuh kaki Anisa yang tersiram sup jagung yang ia masak, Anisa membuat pergerakan hingga tangan Clara menangkap angin.Keributan di dapur mem
"Perusahaan kamu perlu dana yang banyak untuk bisa stabil lagi, kan? Aku enggak bilang berpakaian tertutup enggak bisa cari uang, tapi untuk job pakaian muslim itu enggak pernah aku dapatkan, Bagas!" "Itu karena sikap kamu yang tidak mencerminkan perempuan muslimah, jadi job seperti itu tidak pernah kamu dapatkan! Banyak model pakaian muslim, mereka dapat uang banyak, tapi tidak menjual tubuh seperti kamu!!" Suara Bagas benar-benar meninggi ketika ia mengucapkan kalimat tersebut di hadapan Clara. Setelah bicara demikian, ia langsung keluar kamar dan membanting pintunya dengan keras hingga Clara hanya menutup telinganya mendengar suara pintu yang dibanting seperti itu. Clara terduduk lemas di lantai kamarnya. Air mata yang sedari tadi hanya menggenang kini perlahan turun ke pipinya dan tidak bisa dikendalikan lagi olehnya. Clara menangis.... *** Setelah pertengkaran yang terjadi malam itu, sikap Bagas pada Clara jadi dingin. Ini membuat sang ibu mertua jadi tahu, bahwa an
Mendengar apa yang dikatakan oleh Anisa, telapak tangan Clara mengepal, tapi lagi-lagi, Clara berusaha untuk menahan diri untuk tidak marah meskipun sekarang ucapan Anisa benar-benar membuat emosinya terpancing. "Bagaimana bisa kamu mengatakan aku tidak becus menjadi istri Bagas? Tidak becus darimana?" katanya dengan nada suara yang datar tapi dengan sorot mata yang tegas. "Suami kamu sakit, kamu enggak urus dia, mertua kamu lapar kamu enggak berusaha untuk membuatkan beliau makanan yang dia sukai, apa aku harus membeberkan satu persatu agar Mbak Clara paham dengan kesalahan sendiri?" "Siapa yang bicara seperti itu pada kamu? Mertuaku?" "Enggak perlu bertanya aku tahu darimana, tapi itu benar, kan? Mbak, aku itu enggak salah, kalau Mbak Clara merasa keberatan dengan apa yang aku lakukan, Mbak ngomong sama mertua Mbak, jangan sama aku!" Anisa benar-benar pergi setelah bicara seperti itu pada Clara. Meninggalkan Clara yang hanya bisa terduduk lemas di salah satu bangku taman, mera
"Aku istri kamu, Bagas. Harusnya, kamu izin aku dulu saat ingin mengantarkan dia!" Mendengar apa yang diucapkan oleh Clara, Bagas tersenyum miring. Ia melangkahkan kakinya mendekati sang istri dan ia melipat kedua tangannya di dada. "Izin? Jadi, sekarang kamu mempermasalahkan soal izin?" tanyanya dengan nada suara yang datar. "Apa aku salah? Bukankah suami istri itu harus seperti itu?" "Lalu, apakah kamu juga minta izin saat berpose dengan model pria teman kamu itu?" "Astaghfirullah, Bagas, sudah aku katakan berulang kali, aku enggak pernah berpose kelewatan sama model pria, kami hanya berdiri bersisian, enggak mesra sama sekali!" "Bagiku itu mesra! Bagi kamu yang tidak ada batasan, memang itu hal biasa, tapi aku tidak! Aku tidak suka!" "Tapi ini sudah pernah kita bahas sebelumnya, kan, aku kembali jadi model juga untuk kamu, buat bantu kamu menopang kebutuhan kita!" "Kamu bisa kan, terima job tanpa model pria? Bisa, kan berfoto sendirian atau sama model perempuan? Gitu aja
Clara menghela napas mendengar perkataan Nina yang berujung pertanyaan. Rasanya, ingin sekali ia mengiyakan tebakan yang diucapkan oleh Nina, tapi, Clara tidak ingin pernikahannya hancur. Ia sudah berjanji pada almarhum ibunya bahwa, pilihannya menikah dengan Bagas adalah pilihan yang tepat, karena itulah, Clara masih berusaha untuk bersabar meskipun rasanya ia sangat terluka jika menerima perlakuan Bagas dan ibunya setiap saat ketika ia ada di rumah. "Aku mau bilang sama kamu, untuk job yang berpasangan dengan pria, jangan diambil, itu aja." Wajah Nina berubah mendengar apa yang dikatakan oleh sahabat sekaligus bosnya itu yang diluar ekspektasi. "Menolak tawaran yang memasangkan kamu dengan model pria?Kenapa? Apakah yang sudah-sudah, kurang ajar sama kamu?" "Enggak! Sama sekali enggak. Mereka enggak ada yang kurang ajar sama aku, kok. Mereka semua sopan dan profesional, cuma, aku enggak mau berantem sama Bagas, sekarang ini dia lagi labil, aku cuma mau jaga perasaan dia." "Ya
Mendengar apa yang dikatakan oleh Clara, Bagas jadi kesal. Menurutnya, istrinya tersebut meributkan sesuatu yang tidak seharusnya diributkan karena baginya itu adalah hal yang wajar. Karena itulah, Bagas langsung melepaskan pegangan tangannya seketika. Wajahnya terlihat sekali bahwa ia kesal. Kesal karena Clara membantah apa yang dikatakannya. "Aku, kan sudah bilang, kamu dan Anisa itu berbeda, Anisa tidak pernah keluar rumah sendirian, dia selalu ditemani, jadi cara dia menjaga diri itu tidak sama seperti cara kamu menjaga diri kamu, dia lebih rentan diganggu, Clara!" "Lebih rentan diganggu? Kenapa? Pakaian dia tertutup, siapa yang mau ganggu perempuan dengan pakaian tertutup seperti itu? Yang ada mereka bakal segan!" "Nah, itu masalahnya!" "Apa?" Bagas berbalik dan menatap istrinya setelah tadi sempat memalingkan tubuhnya tidak mau memandang sang istri lantaran terlanjur kesal. "Itu masalahnya aku bilang, kamu sudah tahu dengan memakai pakaian tertutup, kamu tidak akan diga
"Bagas, kamu bilang kamu sakit, jadi enggak bisa jemput aku pulang kerja, tapi kenapa kamu pergi dengan Anisa?"Clara dibuat sangat terkejut, ketika ia memergoki suaminya bersama dengan Anisa, sedang di sebuah pusat perbelanjaan.Tentu saja Clara terkejut, di samping Bagas beralasan sakit hingga ia tidak bisa menjemput Clara, Clara juga tidak habis pikir mengapa wanita seperti Anisa bisa pergi bersama dengan suami orang lain?Yang membuat Clara tidak habis pikir, karena Anisa adalah perempuan yang terlihat religius, ia berpenampilan sangat syar'i, dengan kerudung yang selalu dikenakannya setiap kali keluar rumah, tapi mengapa Clara melihat, Anisa seperti tidak sungkan saat bersama dengan suaminya?Mungkin, mereka bertemu enggak sengaja, jadi berbincang karena mereka teman, bukan pergi secara sengaja....Hati Clara bicara, berusaha untuk menghibur diri karena entah kenapa pemandangan itu membuat perasaannya jadi bercampur aduk. Dan Clara tidak bisa membantah jika sekarang ia cemburu..