Mendengar apa yang dikatakan oleh Anisa, telapak tangan Clara mengepal, tapi lagi-lagi, Clara berusaha untuk menahan diri untuk tidak marah meskipun sekarang ucapan Anisa benar-benar membuat emosinya terpancing.
"Bagaimana bisa kamu mengatakan aku tidak becus menjadi istri Bagas? Tidak becus darimana?" katanya dengan nada suara yang datar tapi dengan sorot mata yang tegas. "Suami kamu sakit, kamu enggak urus dia, mertua kamu lapar kamu enggak berusaha untuk membuatkan beliau makanan yang dia sukai, apa aku harus membeberkan satu persatu agar Mbak Clara paham dengan kesalahan sendiri?" "Siapa yang bicara seperti itu pada kamu? Mertuaku?" "Enggak perlu bertanya aku tahu darimana, tapi itu benar, kan? Mbak, aku itu enggak salah, kalau Mbak Clara merasa keberatan dengan apa yang aku lakukan, Mbak ngomong sama mertua Mbak, jangan sama aku!" Anisa benar-benar pergi setelah bicara seperti itu pada Clara. Meninggalkan Clara yang hanya bisa terduduk lemas di salah satu bangku taman, merasa shock dan tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari seorang Anisa. Mengapa Anisa bisa bersikap di luar perkiraannya seperti itu? Tidak hanya bisa membantah, dan melancarkan aksi protes, Anisa yang anggun ternyata bisa mengatakan kata-kata sepedas itu padanya. *** "Darimana saja kamu?" Saat Clara baru masuk ke dalam kamar suara Bagas terdengar. Ternyata suaminya sudah berdiri di dekat pintu seolah ingin memergokinya yang lagi-lagi pulang terlambat. Bukan sengaja pulang terlambat, Clara terpaksa lembur karena lokasi pemotretan cukup jauh dari studio hingga perlu waktu untuk pulang ketika pemotretan sudah selesai. "Aku sudah bilang sama kamu lewat pesan, kalau hari ini akan pulang terlambat, kan?" "Bukan itu yang aku maksud. Hari ini kamu dari mana? Kamu ke tempat kerja Anisa?" Clara tergugu di tempatnya ketika Bagas mengucapkan kalimat itu dengan nada suara meninggi pertanda suaminya itu marah. Perempuan itu merasa tidak mengatakan ia menemui Anisa, tapi kenapa Bagas tahu ia menemui Anisa? "Aku cuma bicara sedikit sama Anisa-" PLAKK!! Clara terkejut ketika tiba-tiba saja telapak tangan Bagas sudah mendarat di salah satu pipinya. Meskipun tidak dilakukan dengan sekuat tenaga, tapi Clara merasa pipinya berdenyut, namun, bukan pipinya yang terasa sakit karena perbuatan sang suami, hati Clara jauh lebih sakit lantaran suaminya justru menamparnya hanya karena wanita lain. "Kamu nampar aku hanya karena Anisa?" protes Clara sambil memegangi pipinya. "Aku bisa melakukan lebih dari itu kalau kamu menyakiti perasaan dia! Dia itu enggak salah apa-apa, Clara! Jangan lampiaskan kecemburuan kamu itu padanya!" "Oooh, jadi kamu lebih peduli perasaan dia daripada perasaan istri kamu sendiri? Aku jadi semakin curiga, pertemanan kamu dengan dia itu benar-benar sehat atau jangan-jangan -" "Jangan-jangan apa? Sok tahu kamu! Kalau kamu salah, ya mengaku salah, jangan lemparkan kesalahan kamu pada orang lain, paham tidak?!" "Memangnya aku salah apa, Bagas? Aku kerja bantuin kamu buat memenuhi kebutuhan kita, kamu anggap salah, aku salah apa sampai kamu melakukan hal seperti ini sama aku?!" Clara berusaha untuk mengatakan apa yang selama ini sulit untuk ia katakan karena selalu berusaha untuk menjaga perasaan Bagas, suaranya sampai bergetar. Namun, Bagas sama sekali tidak merasa prihatin dengan apa yang terjadi pada istrinya tersebut. "Salah kamu apa? Masih bertanya di mana salah kamu? Apa aku harus bicara ribuan kali baru kamu paham kesalahan kamu itu di mana?" "Aku pikir ini semua sudah jelas saat kita belum menikah. Aku seorang model, aku berusaha untuk menghargai kamu, enggak nerima tawaran berpose sama pria lain, kurang apa lagi?!" "Aku mau kamu seperti Anisa. Biar ibuku senang." "Aku bukan Anisa!" "Memang kamu bukan Anisa, tapi aku mau kamu bisa membuat ibuku bangga sudah punya menantu kamu, Clara!" "Dengan cara apa? Aku sudah berusaha untuk membuat beliau bahagia sebisa aku, tapi ibu kamu selalu merasa aku itu enggak bisa apa-apa!" "Faktanya seperti itu, kan? Kamu emang enggak bisa apa-apa, ibuku itu mau kamu se-religius Anisa, Clara! Supaya nanti kalau kita punya anak, kamu bisa mendidik anak kita menjadi anak yang soleh!" "Aku bilang bukan aku enggak mau berubah menjadi lebih baik lagi, Bagas. Aku cuma perlu waktu, tolong berikan aku waktu." "Sampai kapan? Yang ada dari hari ke hari, kamu itu semakin seksi di mata orang!" "Aku seksi apa, sih? Aku cuma memakai pakaian seperti itu di depan kamera, enggak di luar kamera!" Bagas berbalik dan melangkah ke arah nakas, lalu pria itu meraih sebuah majalah yang ada di sana lalu melemparkannya ke arah Clara dengan kasar hingga beberapa halamannya terbuka tepat di hadapan Clara. "Hanya seksi di depan kamera? Kalau foto kamu dipajang di majalah, semua mata melihat, mau alasan apa lagi kamu?!" Clara terduduk di lantai kamar mendengar apa yang diucapkan oleh Bagas padanya, sementara itu, Bagas terburu-buru mengganti pakaian seperti ingin pergi hingga beberapa saat kemudian, pria itu melangkah menuju pintu kamar di mana istrinya terduduk begitu saja di lantai. "Kamu mau ke mana, Bagas? Ini sudah malam!" cegah Clara sambil berusaha berdiri meskipun ia merasa tidak sanggup berdiri dengan kokoh karena terlalu terpukul dengan apa yang dilakukan oleh suaminya padanya. "Keluar, aku sumpek melihat muka kamu!" jawab Bagas dengan nada yang ketus. "Jangan keluar malam-malam begini, apa kata ibu kamu? Kamu mau beliau tahu kita bertengkar?" "Aku tidak peduli! Kalau kamu khawatir dia tahu kita bertengkar, kamu harusnya berusaha agar kita jangan sampai bertengkar!" "Bagas! Tolong dengarkan aku dulu, kita belum selesai bicara!" Nekat, Clara mencekal salah satu pergelangan tangan suaminya agar suaminya itu tidak jadi meraih handle pintu kamar untuk bergegas keluar. Dan itu membuat Bagas semakin kesal hingga menyentakkan tangan Clara dengan kasar dan itu membuat Clara terhuyung ke belakang. "Bicara apa lagi? Semua sudah jelas, kamu mempermalukan aku di depan Anisa, aku benar-benar marah sama kamu, Clara!" "Kamu malu karena aku menemuinya? Aku enggak mempermalukan dia seperti seorang istri sah melabrak pelakor, kenapa kamu harus malu!?" "Jaga mulut kamu! Anisa itu religius! Dia tidak mungkin menjadi seorang pelakor! Kalau kamu khawatir aku tertarik padanya, intropeksi diri makanya!" Bagas masih saja menyudutkan Clara bahwa Clara yang bersalah dalam pertengkaran mereka, bukan dirinya. "Baik! Aku turuti semua kemauan kamu! Aku bisa pake jilbab seperti dia, berpakaian tertutup seperti dia, tapi mungkin aku enggak bisa lagi bantuin kamu cari uang, gimana? Kamu mau?" "Memangnya model pakaian muslim tidak ada? Kamu bisa menutup aurat sambil terus mencari uang, kan?""Perusahaan kamu perlu dana yang banyak untuk bisa stabil lagi, kan? Aku enggak bilang berpakaian tertutup enggak bisa cari uang, tapi untuk job pakaian muslim itu enggak pernah aku dapatkan, Bagas!" "Itu karena sikap kamu yang tidak mencerminkan perempuan muslimah, jadi job seperti itu tidak pernah kamu dapatkan! Banyak model pakaian muslim, mereka dapat uang banyak, tapi tidak menjual tubuh seperti kamu!!" Suara Bagas benar-benar meninggi ketika ia mengucapkan kalimat tersebut di hadapan Clara. Setelah bicara demikian, ia langsung keluar kamar dan membanting pintunya dengan keras hingga Clara hanya menutup telinganya mendengar suara pintu yang dibanting seperti itu. Clara terduduk lemas di lantai kamarnya. Air mata yang sedari tadi hanya menggenang kini perlahan turun ke pipinya dan tidak bisa dikendalikan lagi olehnya. Clara menangis.... *** Setelah pertengkaran yang terjadi malam itu, sikap Bagas pada Clara jadi dingin. Ini membuat sang ibu mertua jadi tahu, bahwa an
Anisa berteriak, karena kuah sup jagung yang ia masak mengenai kakinya dan itu membuat Bagas langsung mendekati perempuan tersebut lalu berjongkok untuk memeriksa kaki Anisa. Awalnya, Clara mengira Anisa akan menolak apa yang akan dilakukan oleh Bagas pada kakinya, sebab, bukankah seorang wanita yang menutup aurat seperti Anisa tidak akan membiarkan pria yang bukan mahram menyentuhnya?Namun, dugaan Clara meleset. Anisa membiarkan saja Bagas yang menyentuh kakinya yang tersiram kuah sup jagung tersebut, seolah-olah sengaja memperlihatkan pada Clara bahwa suami Clara peduli padanya. "Jangan sentuh!" seru Clara ketika Bagas semakin intens menyentuh kaki Anisa yang tersiram.Clara buru-buru mendekati posisi Anisa berdiri, dan ia berjongkok sambil menepis tangan suaminya yang memegang kaki Anisa. Akan tetapi, ketika telapak tangan Clara ingin menyentuh kaki Anisa yang tersiram sup jagung yang ia masak, Anisa membuat pergerakan hingga tangan Clara menangkap angin.Keributan di dapur mem
"Bagas, kamu bilang kamu sakit, jadi enggak bisa jemput aku pulang kerja, tapi kenapa kamu pergi dengan Anisa?"Clara dibuat sangat terkejut, ketika ia memergoki suaminya bersama dengan Anisa, sedang di sebuah pusat perbelanjaan.Tentu saja Clara terkejut, di samping Bagas beralasan sakit hingga ia tidak bisa menjemput Clara, Clara juga tidak habis pikir mengapa wanita seperti Anisa bisa pergi bersama dengan suami orang lain?Yang membuat Clara tidak habis pikir, karena Anisa adalah perempuan yang terlihat religius, ia berpenampilan sangat syar'i, dengan kerudung yang selalu dikenakannya setiap kali keluar rumah, tapi mengapa Clara melihat, Anisa seperti tidak sungkan saat bersama dengan suaminya?Mungkin, mereka bertemu enggak sengaja, jadi berbincang karena mereka teman, bukan pergi secara sengaja....Hati Clara bicara, berusaha untuk menghibur diri karena entah kenapa pemandangan itu membuat perasaannya jadi bercampur aduk. Dan Clara tidak bisa membantah jika sekarang ia cemburu..
Mendengar apa yang dikatakan oleh Clara, Bagas jadi kesal. Menurutnya, istrinya tersebut meributkan sesuatu yang tidak seharusnya diributkan karena baginya itu adalah hal yang wajar. Karena itulah, Bagas langsung melepaskan pegangan tangannya seketika. Wajahnya terlihat sekali bahwa ia kesal. Kesal karena Clara membantah apa yang dikatakannya. "Aku, kan sudah bilang, kamu dan Anisa itu berbeda, Anisa tidak pernah keluar rumah sendirian, dia selalu ditemani, jadi cara dia menjaga diri itu tidak sama seperti cara kamu menjaga diri kamu, dia lebih rentan diganggu, Clara!" "Lebih rentan diganggu? Kenapa? Pakaian dia tertutup, siapa yang mau ganggu perempuan dengan pakaian tertutup seperti itu? Yang ada mereka bakal segan!" "Nah, itu masalahnya!" "Apa?" Bagas berbalik dan menatap istrinya setelah tadi sempat memalingkan tubuhnya tidak mau memandang sang istri lantaran terlanjur kesal. "Itu masalahnya aku bilang, kamu sudah tahu dengan memakai pakaian tertutup, kamu tidak akan diga
Clara menghela napas mendengar perkataan Nina yang berujung pertanyaan. Rasanya, ingin sekali ia mengiyakan tebakan yang diucapkan oleh Nina, tapi, Clara tidak ingin pernikahannya hancur. Ia sudah berjanji pada almarhum ibunya bahwa, pilihannya menikah dengan Bagas adalah pilihan yang tepat, karena itulah, Clara masih berusaha untuk bersabar meskipun rasanya ia sangat terluka jika menerima perlakuan Bagas dan ibunya setiap saat ketika ia ada di rumah. "Aku mau bilang sama kamu, untuk job yang berpasangan dengan pria, jangan diambil, itu aja." Wajah Nina berubah mendengar apa yang dikatakan oleh sahabat sekaligus bosnya itu yang diluar ekspektasi. "Menolak tawaran yang memasangkan kamu dengan model pria?Kenapa? Apakah yang sudah-sudah, kurang ajar sama kamu?" "Enggak! Sama sekali enggak. Mereka enggak ada yang kurang ajar sama aku, kok. Mereka semua sopan dan profesional, cuma, aku enggak mau berantem sama Bagas, sekarang ini dia lagi labil, aku cuma mau jaga perasaan dia." "Ya
"Aku istri kamu, Bagas. Harusnya, kamu izin aku dulu saat ingin mengantarkan dia!" Mendengar apa yang diucapkan oleh Clara, Bagas tersenyum miring. Ia melangkahkan kakinya mendekati sang istri dan ia melipat kedua tangannya di dada. "Izin? Jadi, sekarang kamu mempermasalahkan soal izin?" tanyanya dengan nada suara yang datar. "Apa aku salah? Bukankah suami istri itu harus seperti itu?" "Lalu, apakah kamu juga minta izin saat berpose dengan model pria teman kamu itu?" "Astaghfirullah, Bagas, sudah aku katakan berulang kali, aku enggak pernah berpose kelewatan sama model pria, kami hanya berdiri bersisian, enggak mesra sama sekali!" "Bagiku itu mesra! Bagi kamu yang tidak ada batasan, memang itu hal biasa, tapi aku tidak! Aku tidak suka!" "Tapi ini sudah pernah kita bahas sebelumnya, kan, aku kembali jadi model juga untuk kamu, buat bantu kamu menopang kebutuhan kita!" "Kamu bisa kan, terima job tanpa model pria? Bisa, kan berfoto sendirian atau sama model perempuan? Gitu aja
Anisa berteriak, karena kuah sup jagung yang ia masak mengenai kakinya dan itu membuat Bagas langsung mendekati perempuan tersebut lalu berjongkok untuk memeriksa kaki Anisa. Awalnya, Clara mengira Anisa akan menolak apa yang akan dilakukan oleh Bagas pada kakinya, sebab, bukankah seorang wanita yang menutup aurat seperti Anisa tidak akan membiarkan pria yang bukan mahram menyentuhnya?Namun, dugaan Clara meleset. Anisa membiarkan saja Bagas yang menyentuh kakinya yang tersiram kuah sup jagung tersebut, seolah-olah sengaja memperlihatkan pada Clara bahwa suami Clara peduli padanya. "Jangan sentuh!" seru Clara ketika Bagas semakin intens menyentuh kaki Anisa yang tersiram.Clara buru-buru mendekati posisi Anisa berdiri, dan ia berjongkok sambil menepis tangan suaminya yang memegang kaki Anisa. Akan tetapi, ketika telapak tangan Clara ingin menyentuh kaki Anisa yang tersiram sup jagung yang ia masak, Anisa membuat pergerakan hingga tangan Clara menangkap angin.Keributan di dapur mem
"Perusahaan kamu perlu dana yang banyak untuk bisa stabil lagi, kan? Aku enggak bilang berpakaian tertutup enggak bisa cari uang, tapi untuk job pakaian muslim itu enggak pernah aku dapatkan, Bagas!" "Itu karena sikap kamu yang tidak mencerminkan perempuan muslimah, jadi job seperti itu tidak pernah kamu dapatkan! Banyak model pakaian muslim, mereka dapat uang banyak, tapi tidak menjual tubuh seperti kamu!!" Suara Bagas benar-benar meninggi ketika ia mengucapkan kalimat tersebut di hadapan Clara. Setelah bicara demikian, ia langsung keluar kamar dan membanting pintunya dengan keras hingga Clara hanya menutup telinganya mendengar suara pintu yang dibanting seperti itu. Clara terduduk lemas di lantai kamarnya. Air mata yang sedari tadi hanya menggenang kini perlahan turun ke pipinya dan tidak bisa dikendalikan lagi olehnya. Clara menangis.... *** Setelah pertengkaran yang terjadi malam itu, sikap Bagas pada Clara jadi dingin. Ini membuat sang ibu mertua jadi tahu, bahwa an
Mendengar apa yang dikatakan oleh Anisa, telapak tangan Clara mengepal, tapi lagi-lagi, Clara berusaha untuk menahan diri untuk tidak marah meskipun sekarang ucapan Anisa benar-benar membuat emosinya terpancing. "Bagaimana bisa kamu mengatakan aku tidak becus menjadi istri Bagas? Tidak becus darimana?" katanya dengan nada suara yang datar tapi dengan sorot mata yang tegas. "Suami kamu sakit, kamu enggak urus dia, mertua kamu lapar kamu enggak berusaha untuk membuatkan beliau makanan yang dia sukai, apa aku harus membeberkan satu persatu agar Mbak Clara paham dengan kesalahan sendiri?" "Siapa yang bicara seperti itu pada kamu? Mertuaku?" "Enggak perlu bertanya aku tahu darimana, tapi itu benar, kan? Mbak, aku itu enggak salah, kalau Mbak Clara merasa keberatan dengan apa yang aku lakukan, Mbak ngomong sama mertua Mbak, jangan sama aku!" Anisa benar-benar pergi setelah bicara seperti itu pada Clara. Meninggalkan Clara yang hanya bisa terduduk lemas di salah satu bangku taman, mera
"Aku istri kamu, Bagas. Harusnya, kamu izin aku dulu saat ingin mengantarkan dia!" Mendengar apa yang diucapkan oleh Clara, Bagas tersenyum miring. Ia melangkahkan kakinya mendekati sang istri dan ia melipat kedua tangannya di dada. "Izin? Jadi, sekarang kamu mempermasalahkan soal izin?" tanyanya dengan nada suara yang datar. "Apa aku salah? Bukankah suami istri itu harus seperti itu?" "Lalu, apakah kamu juga minta izin saat berpose dengan model pria teman kamu itu?" "Astaghfirullah, Bagas, sudah aku katakan berulang kali, aku enggak pernah berpose kelewatan sama model pria, kami hanya berdiri bersisian, enggak mesra sama sekali!" "Bagiku itu mesra! Bagi kamu yang tidak ada batasan, memang itu hal biasa, tapi aku tidak! Aku tidak suka!" "Tapi ini sudah pernah kita bahas sebelumnya, kan, aku kembali jadi model juga untuk kamu, buat bantu kamu menopang kebutuhan kita!" "Kamu bisa kan, terima job tanpa model pria? Bisa, kan berfoto sendirian atau sama model perempuan? Gitu aja
Clara menghela napas mendengar perkataan Nina yang berujung pertanyaan. Rasanya, ingin sekali ia mengiyakan tebakan yang diucapkan oleh Nina, tapi, Clara tidak ingin pernikahannya hancur. Ia sudah berjanji pada almarhum ibunya bahwa, pilihannya menikah dengan Bagas adalah pilihan yang tepat, karena itulah, Clara masih berusaha untuk bersabar meskipun rasanya ia sangat terluka jika menerima perlakuan Bagas dan ibunya setiap saat ketika ia ada di rumah. "Aku mau bilang sama kamu, untuk job yang berpasangan dengan pria, jangan diambil, itu aja." Wajah Nina berubah mendengar apa yang dikatakan oleh sahabat sekaligus bosnya itu yang diluar ekspektasi. "Menolak tawaran yang memasangkan kamu dengan model pria?Kenapa? Apakah yang sudah-sudah, kurang ajar sama kamu?" "Enggak! Sama sekali enggak. Mereka enggak ada yang kurang ajar sama aku, kok. Mereka semua sopan dan profesional, cuma, aku enggak mau berantem sama Bagas, sekarang ini dia lagi labil, aku cuma mau jaga perasaan dia." "Ya
Mendengar apa yang dikatakan oleh Clara, Bagas jadi kesal. Menurutnya, istrinya tersebut meributkan sesuatu yang tidak seharusnya diributkan karena baginya itu adalah hal yang wajar. Karena itulah, Bagas langsung melepaskan pegangan tangannya seketika. Wajahnya terlihat sekali bahwa ia kesal. Kesal karena Clara membantah apa yang dikatakannya. "Aku, kan sudah bilang, kamu dan Anisa itu berbeda, Anisa tidak pernah keluar rumah sendirian, dia selalu ditemani, jadi cara dia menjaga diri itu tidak sama seperti cara kamu menjaga diri kamu, dia lebih rentan diganggu, Clara!" "Lebih rentan diganggu? Kenapa? Pakaian dia tertutup, siapa yang mau ganggu perempuan dengan pakaian tertutup seperti itu? Yang ada mereka bakal segan!" "Nah, itu masalahnya!" "Apa?" Bagas berbalik dan menatap istrinya setelah tadi sempat memalingkan tubuhnya tidak mau memandang sang istri lantaran terlanjur kesal. "Itu masalahnya aku bilang, kamu sudah tahu dengan memakai pakaian tertutup, kamu tidak akan diga
"Bagas, kamu bilang kamu sakit, jadi enggak bisa jemput aku pulang kerja, tapi kenapa kamu pergi dengan Anisa?"Clara dibuat sangat terkejut, ketika ia memergoki suaminya bersama dengan Anisa, sedang di sebuah pusat perbelanjaan.Tentu saja Clara terkejut, di samping Bagas beralasan sakit hingga ia tidak bisa menjemput Clara, Clara juga tidak habis pikir mengapa wanita seperti Anisa bisa pergi bersama dengan suami orang lain?Yang membuat Clara tidak habis pikir, karena Anisa adalah perempuan yang terlihat religius, ia berpenampilan sangat syar'i, dengan kerudung yang selalu dikenakannya setiap kali keluar rumah, tapi mengapa Clara melihat, Anisa seperti tidak sungkan saat bersama dengan suaminya?Mungkin, mereka bertemu enggak sengaja, jadi berbincang karena mereka teman, bukan pergi secara sengaja....Hati Clara bicara, berusaha untuk menghibur diri karena entah kenapa pemandangan itu membuat perasaannya jadi bercampur aduk. Dan Clara tidak bisa membantah jika sekarang ia cemburu..