Anisa berteriak, karena kuah sup jagung yang ia masak mengenai kakinya dan itu membuat Bagas langsung mendekati perempuan tersebut lalu berjongkok untuk memeriksa kaki Anisa.
Awalnya, Clara mengira Anisa akan menolak apa yang akan dilakukan oleh Bagas pada kakinya, sebab, bukankah seorang wanita yang menutup aurat seperti Anisa tidak akan membiarkan pria yang bukan mahram menyentuhnya? Namun, dugaan Clara meleset. Anisa membiarkan saja Bagas yang menyentuh kakinya yang tersiram kuah sup jagung tersebut, seolah-olah sengaja memperlihatkan pada Clara bahwa suami Clara peduli padanya. "Jangan sentuh!" seru Clara ketika Bagas semakin intens menyentuh kaki Anisa yang tersiram. Clara buru-buru mendekati posisi Anisa berdiri, dan ia berjongkok sambil menepis tangan suaminya yang memegang kaki Anisa. Akan tetapi, ketika telapak tangan Clara ingin menyentuh kaki Anisa yang tersiram sup jagung yang ia masak, Anisa membuat pergerakan hingga tangan Clara menangkap angin. Keributan di dapur membuat Berlina ke dapur untuk memeriksa apa yang sebenarnya terjadi. Melihat Anisa mengaduh kesakitan sambil memegang kakinya, mertua Clara itu segera mendekati dengan wajah yang terlihat sangat khawatir. Perempuan itu menyingkirkan Clara dan ia memeriksa kaki Anisa sambil terus bertanya apa yang terjadi. "Kok, bisa ketumpahan seperti ini? Melepuh nanti ini, Gas! Bawa Anisa ke rumah sakit!" Setelah memeriksa kaki Anisa, Berlina bicara seperti itu, lalu memberikan perintah pada sang anak untuk membawa Anisa ke rumah sakit. "Enggak papa, Tante. Ini enggak perlu dibawa ke rumah sakit. Aku pake salep aja di rumah nanti, Clara enggak sengaja menarik tanganku, terus tanganku nyenggol panci ini, abis itu jadi tumpah...." Tadinya, Bagas sedikit ragu untuk menjawab pertanyaan ibunya tentang kenapa Anisa sampai mengalami kecelakaan di dapur seperti itu, tapi begitu Anisa yang menjawab pertanyaan ibunya, Bagas jadi mengiyakan perkataan wanita tersebut. Mendengar apa yang diucapkan oleh Anisa, yang diiyakan oleh Bagas, kemarahan Berlina tersulut. Ia berdiri setelah tadi berjongkok untuk memeriksa kaki Anisa, lalu ia menatap Clara yang berdiri tidak jauh dari Anisa karena tadi pertolongannya ditolak oleh Anisa secara halus. "Kamu benar-benar keterlaluan, Clara! Sudah bagus, Anisa mau menolongku membuat masakan untuk Bagas, kamu menyakiti dia, minta maaf sama Anisa!" kecam ibu mertua Clara, yang berujung sebuah perintah pada Clara. "Aku enggak sengaja, Ma. Aku-" "Sengaja atau tidak, kamu itu sudah mencelakakan Anisa! Kalau kulit kakinya cacat bagaimana? Bisa bawa dia operasi kulit, kamu?!" potong sang mertua, masih dengan kemarahan yang berkobar. Ini membuat Anisa diam-diam tersenyum penuh arti. Rasa sakit di kakinya tidak ia rasakan lagi karena merasa senang dengan apa yang diucapkan oleh mertua Clara pada Clara. Apalagi tadi, dengan reflek, Bagas menolong dan memegang kakinya, membuat Anisa merasa, apa yang dilakukan oleh Clara justru menjadi sebuah anugrah untuknya. Rasain kamu, Clara. Kamu pikir, kamu bisa membuat aku buruk di mata suami dan mertua kamu? Hati Anisa bicara sambil terus mengeluarkan rintihan kecil agar Bagas dan ibunya yakin kakinya terluka parah. "Gas! Tunggu apalagi? Bawa Anisa ke rumah sakit! Biayanya suruh Clara yang bayar, dia yang harus tanggung jawab karena sudah mencelakakan Anisa!" Suara Berlina terdengar menggema di dapur tersebut, dan ini membuat Bagas bergerak untuk memapah Anisa, tapi Clara mencegah. "Biar aku aja yang bawa Anisa ke rumah sakit!" katanya, tapi Anisa menggeleng. "Enggak perlu. Aku enggak biasa naik angkutan umum, banyak orang asing yang bukan mahram melihatku nanti." "Oh, kamu enggak mau dibawa ke rumah sakit karena enggak mau aku antar pake angkutan umum? Terus, kenapa tadi kamu diam aja waktu Bagas menyentuh kaki kamu? Bagas juga bukan mahram kamu, Anisa!" PLAK!! Baru saja Clara menyelesaikan ucapannya yang menanggapi sinis perkataan Anisa, Berlina maju ke hadapan Clara dan tiba-tiba saja menampar pipi Clara! Wanita berambut panjang itu terhuyung saat ibu mertuanya melakukan hal itu padanya, seolah tidak percaya sang ibu mertua sampai menamparnya hanya karena membela Anisa. "Jaga ucapanmu, Clara! Bagas itu teman Anisa, bukan orang lain, bukan orang asing, wajar dia melakukan hal itu pada Anisa untuk sebuah pertolongan! Kamu itu tidak tahu malu! Sudah tidak becus jadi istri, suka cemburu buta pula pada perempuan seperti Anisa!" kata sang ibu mertua, masih dengan nada suara meninggi. Ucapan Berlina pada Clara membuat Anisa semakin senang karena Clara terus disudutkan oleh ibu mertuanya sendiri, dan Anisa menikmati itu semua meskipun ia harus berkorban merelakan kakinya terkena sup jagung yang dimasaknya untuk Bagas! "Perempuan seperti Anisa, Mama bilang? Sebenarnya, Anisa itu perempuan seperti apa? Kenapa aku enggak bisa menilai dia lewat penampilan dia di hadapan kita?" Suara Clara terdengar bergetar saat menanggapi apa yang diucapkan oleh ibu mertuanya. Ini membuat ibu mertua Clara semakin meradang, ia ingin menghajar Clara kembali tapi Bagas keburu mencegah. "Sudah! Jangan bertengkar! Aku pusing melihat kalian bertengkar! Clara, apapun alasan kamu, kecemburuan kamu itu mencelakakan orang, kamu tetap harus minta maaf setelah aku membawa Anisa ke rumah sakit!" Mendengar apa yang diucapkan oleh Bagas, Clara jadi semakin tersudut sekaligus kesal. Ia tidak terima dikatakan terlalu berlebihan saat cemburu ketika melihat Bagas dan Anisa bersama di dapur seperti tadi. Rasanya wajar jika ia marah, karena ada perempuan lain melakukan aktivitas yang seharusnya dilakukan Bagas dengan dirinya. Apakah ada wanita lain yang tidak marah jika mengalami hal seperti yang dialaminya? Namun, aksi protes dan reaksi kemarahan Clara tidak dipedulikan oleh siapapun di situ. Bahkan, Bagas menyentakkan tangannya yang mencegah suaminya itu untuk memapah Anisa untuk dibawa ke rumah sakit. Clara benar-benar diabaikan oleh ibu mertua dan suaminya sendiri. "Mana uang kamu!" Saat sudah beranjak sambil memapah Anisa dibantu oleh ibunya untuk ke rumah sakit, Bagas ternyata kembali lagi dan mengucapkan kata-kata itu sambil mengulurkan tangannya pada Clara. Clara tersentak. Untuk kesekian dibuat tidak paham, suaminya benar-benar melakukan apa yang dikatakan oleh ibu mertuanya tadi padanya. "Aku yang bawa dia ke rumah sakit, baru aku yang bayar biayanya!" sahut Clara mencoba berusaha keras untuk mencegah Bagas bersama dengan Anisa lagi meskipun hanya ke rumah sakit. "Kamu bisa bawa motor? Tidak, kan? Anisa tidak pernah naik angkutan umum, dia tidak pernah kontak langsung dengan orang asing, jadi biar aku yang bawa dia ke rumah sakit, mana duitnya?!" kata Bagas seraya masih mengulurkan tangannya pada Clara agar Clara memberikan uang yang ia minta. "Kalau gitu, kamu hubungi keluarga dia untuk bawa dia ke rumah sakit, enggak perlu kamu yang bonceng dia!" "Kamu itu gila?! Anisa di sini hanya tinggal dengan ibunya, ibunya tidak bisa membawa kendaraan, tidak mungkin aku meminta ibunya bawa Anisa ke rumah sakit!" Clara mengangkat wajahnya dan menatap Bagas yang juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya. "Apakah ajaran agama membenarkan apa yang dia lakukan? Sadar, Bagas! Enggak ada seorang wanita yang berniat hijrah bersikap seperti yang dilakukan Anisa di rumah ini!" "Jaga mulut kamu! Kamu mau aku menampar kamu juga seperti ibuku yang tadi melakukan itu padamu?!""Bagas, kamu bilang kamu sakit, jadi enggak bisa jemput aku pulang kerja, tapi kenapa kamu pergi dengan Anisa?"Clara dibuat sangat terkejut, ketika ia memergoki suaminya bersama dengan Anisa, sedang di sebuah pusat perbelanjaan.Tentu saja Clara terkejut, di samping Bagas beralasan sakit hingga ia tidak bisa menjemput Clara, Clara juga tidak habis pikir mengapa wanita seperti Anisa bisa pergi bersama dengan suami orang lain?Yang membuat Clara tidak habis pikir, karena Anisa adalah perempuan yang terlihat religius, ia berpenampilan sangat syar'i, dengan kerudung yang selalu dikenakannya setiap kali keluar rumah, tapi mengapa Clara melihat, Anisa seperti tidak sungkan saat bersama dengan suaminya?Mungkin, mereka bertemu enggak sengaja, jadi berbincang karena mereka teman, bukan pergi secara sengaja....Hati Clara bicara, berusaha untuk menghibur diri karena entah kenapa pemandangan itu membuat perasaannya jadi bercampur aduk. Dan Clara tidak bisa membantah jika sekarang ia cemburu..
Mendengar apa yang dikatakan oleh Clara, Bagas jadi kesal. Menurutnya, istrinya tersebut meributkan sesuatu yang tidak seharusnya diributkan karena baginya itu adalah hal yang wajar. Karena itulah, Bagas langsung melepaskan pegangan tangannya seketika. Wajahnya terlihat sekali bahwa ia kesal. Kesal karena Clara membantah apa yang dikatakannya. "Aku, kan sudah bilang, kamu dan Anisa itu berbeda, Anisa tidak pernah keluar rumah sendirian, dia selalu ditemani, jadi cara dia menjaga diri itu tidak sama seperti cara kamu menjaga diri kamu, dia lebih rentan diganggu, Clara!" "Lebih rentan diganggu? Kenapa? Pakaian dia tertutup, siapa yang mau ganggu perempuan dengan pakaian tertutup seperti itu? Yang ada mereka bakal segan!" "Nah, itu masalahnya!" "Apa?" Bagas berbalik dan menatap istrinya setelah tadi sempat memalingkan tubuhnya tidak mau memandang sang istri lantaran terlanjur kesal. "Itu masalahnya aku bilang, kamu sudah tahu dengan memakai pakaian tertutup, kamu tidak akan diga
Clara menghela napas mendengar perkataan Nina yang berujung pertanyaan. Rasanya, ingin sekali ia mengiyakan tebakan yang diucapkan oleh Nina, tapi, Clara tidak ingin pernikahannya hancur. Ia sudah berjanji pada almarhum ibunya bahwa, pilihannya menikah dengan Bagas adalah pilihan yang tepat, karena itulah, Clara masih berusaha untuk bersabar meskipun rasanya ia sangat terluka jika menerima perlakuan Bagas dan ibunya setiap saat ketika ia ada di rumah. "Aku mau bilang sama kamu, untuk job yang berpasangan dengan pria, jangan diambil, itu aja." Wajah Nina berubah mendengar apa yang dikatakan oleh sahabat sekaligus bosnya itu yang diluar ekspektasi. "Menolak tawaran yang memasangkan kamu dengan model pria?Kenapa? Apakah yang sudah-sudah, kurang ajar sama kamu?" "Enggak! Sama sekali enggak. Mereka enggak ada yang kurang ajar sama aku, kok. Mereka semua sopan dan profesional, cuma, aku enggak mau berantem sama Bagas, sekarang ini dia lagi labil, aku cuma mau jaga perasaan dia." "Ya
"Aku istri kamu, Bagas. Harusnya, kamu izin aku dulu saat ingin mengantarkan dia!" Mendengar apa yang diucapkan oleh Clara, Bagas tersenyum miring. Ia melangkahkan kakinya mendekati sang istri dan ia melipat kedua tangannya di dada. "Izin? Jadi, sekarang kamu mempermasalahkan soal izin?" tanyanya dengan nada suara yang datar. "Apa aku salah? Bukankah suami istri itu harus seperti itu?" "Lalu, apakah kamu juga minta izin saat berpose dengan model pria teman kamu itu?" "Astaghfirullah, Bagas, sudah aku katakan berulang kali, aku enggak pernah berpose kelewatan sama model pria, kami hanya berdiri bersisian, enggak mesra sama sekali!" "Bagiku itu mesra! Bagi kamu yang tidak ada batasan, memang itu hal biasa, tapi aku tidak! Aku tidak suka!" "Tapi ini sudah pernah kita bahas sebelumnya, kan, aku kembali jadi model juga untuk kamu, buat bantu kamu menopang kebutuhan kita!" "Kamu bisa kan, terima job tanpa model pria? Bisa, kan berfoto sendirian atau sama model perempuan? Gitu aja
Mendengar apa yang dikatakan oleh Anisa, telapak tangan Clara mengepal, tapi lagi-lagi, Clara berusaha untuk menahan diri untuk tidak marah meskipun sekarang ucapan Anisa benar-benar membuat emosinya terpancing. "Bagaimana bisa kamu mengatakan aku tidak becus menjadi istri Bagas? Tidak becus darimana?" katanya dengan nada suara yang datar tapi dengan sorot mata yang tegas. "Suami kamu sakit, kamu enggak urus dia, mertua kamu lapar kamu enggak berusaha untuk membuatkan beliau makanan yang dia sukai, apa aku harus membeberkan satu persatu agar Mbak Clara paham dengan kesalahan sendiri?" "Siapa yang bicara seperti itu pada kamu? Mertuaku?" "Enggak perlu bertanya aku tahu darimana, tapi itu benar, kan? Mbak, aku itu enggak salah, kalau Mbak Clara merasa keberatan dengan apa yang aku lakukan, Mbak ngomong sama mertua Mbak, jangan sama aku!" Anisa benar-benar pergi setelah bicara seperti itu pada Clara. Meninggalkan Clara yang hanya bisa terduduk lemas di salah satu bangku taman, mera
"Perusahaan kamu perlu dana yang banyak untuk bisa stabil lagi, kan? Aku enggak bilang berpakaian tertutup enggak bisa cari uang, tapi untuk job pakaian muslim itu enggak pernah aku dapatkan, Bagas!" "Itu karena sikap kamu yang tidak mencerminkan perempuan muslimah, jadi job seperti itu tidak pernah kamu dapatkan! Banyak model pakaian muslim, mereka dapat uang banyak, tapi tidak menjual tubuh seperti kamu!!" Suara Bagas benar-benar meninggi ketika ia mengucapkan kalimat tersebut di hadapan Clara. Setelah bicara demikian, ia langsung keluar kamar dan membanting pintunya dengan keras hingga Clara hanya menutup telinganya mendengar suara pintu yang dibanting seperti itu. Clara terduduk lemas di lantai kamarnya. Air mata yang sedari tadi hanya menggenang kini perlahan turun ke pipinya dan tidak bisa dikendalikan lagi olehnya. Clara menangis.... *** Setelah pertengkaran yang terjadi malam itu, sikap Bagas pada Clara jadi dingin. Ini membuat sang ibu mertua jadi tahu, bahwa an
Anisa berteriak, karena kuah sup jagung yang ia masak mengenai kakinya dan itu membuat Bagas langsung mendekati perempuan tersebut lalu berjongkok untuk memeriksa kaki Anisa. Awalnya, Clara mengira Anisa akan menolak apa yang akan dilakukan oleh Bagas pada kakinya, sebab, bukankah seorang wanita yang menutup aurat seperti Anisa tidak akan membiarkan pria yang bukan mahram menyentuhnya?Namun, dugaan Clara meleset. Anisa membiarkan saja Bagas yang menyentuh kakinya yang tersiram kuah sup jagung tersebut, seolah-olah sengaja memperlihatkan pada Clara bahwa suami Clara peduli padanya. "Jangan sentuh!" seru Clara ketika Bagas semakin intens menyentuh kaki Anisa yang tersiram.Clara buru-buru mendekati posisi Anisa berdiri, dan ia berjongkok sambil menepis tangan suaminya yang memegang kaki Anisa. Akan tetapi, ketika telapak tangan Clara ingin menyentuh kaki Anisa yang tersiram sup jagung yang ia masak, Anisa membuat pergerakan hingga tangan Clara menangkap angin.Keributan di dapur mem
"Perusahaan kamu perlu dana yang banyak untuk bisa stabil lagi, kan? Aku enggak bilang berpakaian tertutup enggak bisa cari uang, tapi untuk job pakaian muslim itu enggak pernah aku dapatkan, Bagas!" "Itu karena sikap kamu yang tidak mencerminkan perempuan muslimah, jadi job seperti itu tidak pernah kamu dapatkan! Banyak model pakaian muslim, mereka dapat uang banyak, tapi tidak menjual tubuh seperti kamu!!" Suara Bagas benar-benar meninggi ketika ia mengucapkan kalimat tersebut di hadapan Clara. Setelah bicara demikian, ia langsung keluar kamar dan membanting pintunya dengan keras hingga Clara hanya menutup telinganya mendengar suara pintu yang dibanting seperti itu. Clara terduduk lemas di lantai kamarnya. Air mata yang sedari tadi hanya menggenang kini perlahan turun ke pipinya dan tidak bisa dikendalikan lagi olehnya. Clara menangis.... *** Setelah pertengkaran yang terjadi malam itu, sikap Bagas pada Clara jadi dingin. Ini membuat sang ibu mertua jadi tahu, bahwa an
Mendengar apa yang dikatakan oleh Anisa, telapak tangan Clara mengepal, tapi lagi-lagi, Clara berusaha untuk menahan diri untuk tidak marah meskipun sekarang ucapan Anisa benar-benar membuat emosinya terpancing. "Bagaimana bisa kamu mengatakan aku tidak becus menjadi istri Bagas? Tidak becus darimana?" katanya dengan nada suara yang datar tapi dengan sorot mata yang tegas. "Suami kamu sakit, kamu enggak urus dia, mertua kamu lapar kamu enggak berusaha untuk membuatkan beliau makanan yang dia sukai, apa aku harus membeberkan satu persatu agar Mbak Clara paham dengan kesalahan sendiri?" "Siapa yang bicara seperti itu pada kamu? Mertuaku?" "Enggak perlu bertanya aku tahu darimana, tapi itu benar, kan? Mbak, aku itu enggak salah, kalau Mbak Clara merasa keberatan dengan apa yang aku lakukan, Mbak ngomong sama mertua Mbak, jangan sama aku!" Anisa benar-benar pergi setelah bicara seperti itu pada Clara. Meninggalkan Clara yang hanya bisa terduduk lemas di salah satu bangku taman, mera
"Aku istri kamu, Bagas. Harusnya, kamu izin aku dulu saat ingin mengantarkan dia!" Mendengar apa yang diucapkan oleh Clara, Bagas tersenyum miring. Ia melangkahkan kakinya mendekati sang istri dan ia melipat kedua tangannya di dada. "Izin? Jadi, sekarang kamu mempermasalahkan soal izin?" tanyanya dengan nada suara yang datar. "Apa aku salah? Bukankah suami istri itu harus seperti itu?" "Lalu, apakah kamu juga minta izin saat berpose dengan model pria teman kamu itu?" "Astaghfirullah, Bagas, sudah aku katakan berulang kali, aku enggak pernah berpose kelewatan sama model pria, kami hanya berdiri bersisian, enggak mesra sama sekali!" "Bagiku itu mesra! Bagi kamu yang tidak ada batasan, memang itu hal biasa, tapi aku tidak! Aku tidak suka!" "Tapi ini sudah pernah kita bahas sebelumnya, kan, aku kembali jadi model juga untuk kamu, buat bantu kamu menopang kebutuhan kita!" "Kamu bisa kan, terima job tanpa model pria? Bisa, kan berfoto sendirian atau sama model perempuan? Gitu aja
Clara menghela napas mendengar perkataan Nina yang berujung pertanyaan. Rasanya, ingin sekali ia mengiyakan tebakan yang diucapkan oleh Nina, tapi, Clara tidak ingin pernikahannya hancur. Ia sudah berjanji pada almarhum ibunya bahwa, pilihannya menikah dengan Bagas adalah pilihan yang tepat, karena itulah, Clara masih berusaha untuk bersabar meskipun rasanya ia sangat terluka jika menerima perlakuan Bagas dan ibunya setiap saat ketika ia ada di rumah. "Aku mau bilang sama kamu, untuk job yang berpasangan dengan pria, jangan diambil, itu aja." Wajah Nina berubah mendengar apa yang dikatakan oleh sahabat sekaligus bosnya itu yang diluar ekspektasi. "Menolak tawaran yang memasangkan kamu dengan model pria?Kenapa? Apakah yang sudah-sudah, kurang ajar sama kamu?" "Enggak! Sama sekali enggak. Mereka enggak ada yang kurang ajar sama aku, kok. Mereka semua sopan dan profesional, cuma, aku enggak mau berantem sama Bagas, sekarang ini dia lagi labil, aku cuma mau jaga perasaan dia." "Ya
Mendengar apa yang dikatakan oleh Clara, Bagas jadi kesal. Menurutnya, istrinya tersebut meributkan sesuatu yang tidak seharusnya diributkan karena baginya itu adalah hal yang wajar. Karena itulah, Bagas langsung melepaskan pegangan tangannya seketika. Wajahnya terlihat sekali bahwa ia kesal. Kesal karena Clara membantah apa yang dikatakannya. "Aku, kan sudah bilang, kamu dan Anisa itu berbeda, Anisa tidak pernah keluar rumah sendirian, dia selalu ditemani, jadi cara dia menjaga diri itu tidak sama seperti cara kamu menjaga diri kamu, dia lebih rentan diganggu, Clara!" "Lebih rentan diganggu? Kenapa? Pakaian dia tertutup, siapa yang mau ganggu perempuan dengan pakaian tertutup seperti itu? Yang ada mereka bakal segan!" "Nah, itu masalahnya!" "Apa?" Bagas berbalik dan menatap istrinya setelah tadi sempat memalingkan tubuhnya tidak mau memandang sang istri lantaran terlanjur kesal. "Itu masalahnya aku bilang, kamu sudah tahu dengan memakai pakaian tertutup, kamu tidak akan diga
"Bagas, kamu bilang kamu sakit, jadi enggak bisa jemput aku pulang kerja, tapi kenapa kamu pergi dengan Anisa?"Clara dibuat sangat terkejut, ketika ia memergoki suaminya bersama dengan Anisa, sedang di sebuah pusat perbelanjaan.Tentu saja Clara terkejut, di samping Bagas beralasan sakit hingga ia tidak bisa menjemput Clara, Clara juga tidak habis pikir mengapa wanita seperti Anisa bisa pergi bersama dengan suami orang lain?Yang membuat Clara tidak habis pikir, karena Anisa adalah perempuan yang terlihat religius, ia berpenampilan sangat syar'i, dengan kerudung yang selalu dikenakannya setiap kali keluar rumah, tapi mengapa Clara melihat, Anisa seperti tidak sungkan saat bersama dengan suaminya?Mungkin, mereka bertemu enggak sengaja, jadi berbincang karena mereka teman, bukan pergi secara sengaja....Hati Clara bicara, berusaha untuk menghibur diri karena entah kenapa pemandangan itu membuat perasaannya jadi bercampur aduk. Dan Clara tidak bisa membantah jika sekarang ia cemburu..