Mendengar apa yang dikatakan oleh Clara, Bagas jadi kesal. Menurutnya, istrinya tersebut meributkan sesuatu yang tidak seharusnya diributkan karena baginya itu adalah hal yang wajar.
Karena itulah, Bagas langsung melepaskan pegangan tangannya seketika. Wajahnya terlihat sekali bahwa ia kesal. Kesal karena Clara membantah apa yang dikatakannya. "Aku, kan sudah bilang, kamu dan Anisa itu berbeda, Anisa tidak pernah keluar rumah sendirian, dia selalu ditemani, jadi cara dia menjaga diri itu tidak sama seperti cara kamu menjaga diri kamu, dia lebih rentan diganggu, Clara!" "Lebih rentan diganggu? Kenapa? Pakaian dia tertutup, siapa yang mau ganggu perempuan dengan pakaian tertutup seperti itu? Yang ada mereka bakal segan!" "Nah, itu masalahnya!" "Apa?" Bagas berbalik dan menatap istrinya setelah tadi sempat memalingkan tubuhnya tidak mau memandang sang istri lantaran terlanjur kesal. "Itu masalahnya aku bilang, kamu sudah tahu dengan memakai pakaian tertutup, kamu tidak akan diganggu pria meskipun ada juga yang mengganggu wanita dengan pakaian tertutup tapi tidak sebanyak wanita yang diganggu karena pakaiannya terbuka!" Bagas bicara demikian dengan nada yang tegas, dan Anisa mendengar apa yang dikatakan oleh Bagas dengan sangat jelas, dan entah kenapa, ia sangat menyukai hal itu. Suka, karena ternyata, Bagas lebih memuji penampilannya yang tertutup dibandingkan Clara, istri Bagas sendiri dan Anisa sangat bangga mendengar hal itu diucapkan oleh Bagas. Rasa bangga itu membuat wajahnya yang terbingkai kerudung hitam menjadi merah merona, sehingga Anisa memalingkan wajahnya ke samping tidak mau Clara dan Bagas melihat perubahan wajahnya tersebut. Sementara itu, Clara yang mendengar apa yang diucapkan oleh Bagas mau tidak mau tergugu di tempatnya. Jemari tangannya menggenggam erat ujung pakaiannya berusaha untuk menahan gejolak perasaannya yang membuncah karena perkataan suaminya cukup menohok hatinya. "Yank, aku tahu, ibu kamu sangat menyukai perempuan yang berpenampilan tertutup, tapi aku sekarang masih berproses, Yank, tolong jangan menekan aku seperti ini, aku juga ingin seperti wanita muslimah pada umumnya, tapi-" "Tapi kamu terlalu asyik dengan dunia modeling kamu itu sampai kamu jadi berat untuk menutup aurat kamu, karena dengan seperti itu, kamu bebas berdekatan dengan pria di tempat kerja, kan?!" potong Bagas, dan ia langsung ingin berlalu meninggalkan sang istri setelah mengucapkan kata-kata itu pada Clara. Namun, gerakannya terhenti karena Clara mencekal salah satu pergelangan tangannya, lalu menarik tangan itu untuk menjauhi Anisa agar apa yang mereka perbincangkan tidak terdengar telinga perempuan tersebut. "Terlalu asyik kamu bilang? Gas, aku kerja lagi itu juga karena kamu, pengen bantu keuangan keluarga kita, kamu kesannya nyalahin aku banget sampe kamu ngomong kayak gitu!" "Aku tahu, tapi ada banyak pekerjaan di kota ini, yang tidak mengharuskan kamu menjadi fotomodel, aku tahu kamu dari dulu suka jadi model, tapi, sekarang itu kamu sudah menikah, kamu paham itu!" "Masalah ini pernah kita bahas sebelumnya, kenapa sekarang kita bahas lagi?" tanya Clara sarat luka. Rasanya ia tidak bisa mencegah air matanya untuk turun ke pipi, tapi ia tidak mau itu terjadi lantaran sekarang mereka di tempat umum. "Aku ingin kamu bikin ibuku bangga sama kamu...." Nada suara Bagas menurun tatkala ia mengucapkan kalimat itu pada Clara. "Aku akan melakukannya, tapi bertahap, beri aku waktu." "Sampai kapan? Apa kamu mau, ibuku lebih dekat dengan Anisa daripada kamu?" "Masalahnya itu bukan ibu kamu, tapi kamu, Bagas. Aku menikah sama kamu, bukan dengan ibu kamu, bukankah kamu mencintai aku? Kita menikah karena kita saling mencintai, kan?" "Kamu benar, tapi alangkah bahagianya kalau istri aku itu bikin ibuku juga bangga, sudahlah, Anisa sudah terlalu lama menunggu, dia tidak terbiasa ada di luar rumah seperti ini sendirian, aku anter dia pulang dulu, ya?" Tanpa menunggu tanggapan istrinya atas keputusannya yang ingin mengantarkan Anisa, Bagas beranjak, membuat Clara menggigit bibir, ingin mencegah ia khawatir mereka ribut lagi, hingga terpaksa wanita itu membiarkan Bagas yang menghampiri Anisa setelah itu mengajak perempuan itu meninggalkan dirinya sendirian. *** "Kamu pulang malam lagi?" Baru saja Clara masuk ke dalam rumah memakai kunci duplikat sebuah suara terdengar dan ternyata ibu mertuanya sudah berdiri di belakangnya yang saat itu sudah menutup pintu kembali. Lagi-lagi, ibu mertuanya memergoki Clara pulang di atas jam 10 malam seperti sebelumnya. Entah, sudah berapa kali sang ibu mertua memergokinya atau memang sang ibu mertua sengaja menunggunya pulang untuk tahu ia pulang jam berapa, Clara juga tidak tahu, tapi yang jelas itu bukan pertanda baik. "Iya, Ma. Kerjaan aku lagi banyak, jadi harus pulang malam." Sang ibu mertua melipat kedua tangannya di dada setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Clara. Wajahnya tidak menunjukkan bahwa ia senang atau prihatin mendengar penjelasan Clara, tapi justru terlihat sinis dan tidak suka. "Makanya, suami kamu itu banyak ditemani Anisa dibandingkan kamu, kamu pergi pagi pulang malam, fungsi kamu apa sebagai istri?" Ini bukan yang pertama, sikap sinis ibu mertuanya saat mengucapkan kalimat tersebut di hadapan Clara. Namun entah mengapa, rasanya tetap sama ketika mendengar ucapan itu, tetap menyesakkan dan juga sakit. Bayangan Bagas yang sedang bersama Anisa saat di pusat perbelanjaan berkelebat di benak Clara, apakah itu yang dimaksud oleh sang ibu mertua? Bagas lebih banyak ditemani wanita lain karena kesepian ia sering pulang larut? "Maaf, Ma. Tapi ini cuma sementara kok, aku ambil tawaran banyak juga karena Bagas sedang kesulitan keuangan, kalau bukan karena itu, aku enggak akan ambil tawaran banyak-banyak biar pulang lebih awal." "Dengan kata lain, kamu seperti ini karena Bagas? Kamu mau cari pembelaan, sekarang ini kamu pulang malam karena Bagas, iya?" Nada suara sang ibu mertua meninggi, hingga menggema di ruang tamu rumah mereka. "Ma, bukan kayak gitu, maksud aku itu, aku juga enggak mau kayak begini, selain capek, rawan juga pulang malam-malam seperti sekarang, tapi aku enggak bisa berbuat banyak karena keadaan yang menuntut aku kayak gitu." "Pintar sekali kamu mencari alasan supaya kamu tidak disalahkan, kamu itu model senior, harusnya tanpa lembur pun kamu sudah bisa dapat uang banyak! Perhatikan juga suami kamu, dong!" Clara menarik napas panjang mendengar ucapan ibu mertuanya dan jika ia terus meladeni yang ada perdebatan mereka akan berubah menjadi sebuah pertengkaran. Clara tidak mau itu terjadi. "Iya. Maafkan aku. Aku berjanji meskipun sibuk, aku tetap tidak melupakan tanggung jawab aku sebagai istri, Ma." "Tanggung jawab kamu sebagai istri? Kalau sudah malam seperti ini apa yang bisa kamu lakukan untuk Bagas? Saat kamu masuk kamar, Bagas pasti juga sudah tidur, mau melakukan tanggung jawab apalagi kamu untuk Bagas?"Clara semakin tersudut mendengar apa yang diucapkan oleh sang ibu mertua. Jemari tangannya sampai bertaut tiada henti, gelisah menyelimuti hatinya. Andai yang bicara bukan ibu mertuanya, tentu saja Clara membalas ucapan sinis itu dengan perkataan yang sinis pula. Namun, karena yang bicara adalah ibunya Bagas, Clara tidak bisa melakukan hal itu seenaknya. Meskipun tidak se-religus Anisa, Clara masih paham sikap sebagai istri dan menantu yang baik, yang berbeda antara ia dan Anisa hanya satu, penampilannya saja yang belum bisa syar'i seperti Anisa. "Biasanya, kalau aku pulang, aku menyetrika baju Bagas yang akan dipake besok untuk kerja, dan-" "Apa tugas seorang istri itu hanya menyeterika pakaian? Bagaimana dengan yang lainnya? Bagas kelelahan pulang kerja, kamu pijitin tidak?" "Aku-" "Clara, Mama itu sudah bersabar lama melihat situasi pernikahan kalian yang seperti ini, harus ada perubahan, sudah penampilan kamu tidak tertutup, masih juga kamu lalai dengan tugas kamu sebagai i
"Aku istri kamu, Bagas. Harusnya, kamu izin aku dulu saat ingin mengantarkan dia!" Mendengar apa yang diucapkan oleh Clara, Bagas tersenyum miring. Ia melangkahkan kakinya mendekati sang istri dan ia melipat kedua tangannya di dada. "Izin? Jadi, sekarang kamu mempermasalahkan soal izin?" tanyanya dengan nada suara yang datar. "Apa aku salah? Bukankah suami istri itu harus seperti itu?" "Lalu, apakah kamu juga minta izin saat berpose dengan model pria teman kamu itu?" "Astaghfirullah, Bagas, sudah aku katakan berulang kali, aku enggak pernah berpose kelewatan sama model pria, kami hanya berdiri bersisian, enggak mesra sama sekali!" "Bagiku itu mesra! Bagi kamu yang tidak ada batasan, memang itu hal biasa, tapi aku tidak! Aku tidak suka!" "Tapi ini sudah pernah kita bahas sebelumnya, kan, aku kembali jadi model juga untuk kamu, buat bantu kamu menopang kebutuhan kita!" "Kamu bisa kan, terima job tanpa model pria? Bisa, kan berfoto sendirian atau sama model perempuan? Gitu aja
Mendengar apa yang dikatakan oleh Anisa, telapak tangan Clara mengepal, tapi lagi-lagi, Clara berusaha untuk menahan diri untuk tidak marah meskipun sekarang ucapan Anisa benar-benar membuat emosinya terpancing. "Bagaimana bisa kamu mengatakan aku tidak becus menjadi istri Bagas? Tidak becus darimana?" katanya dengan nada suara yang datar tapi dengan sorot mata yang tegas. "Suami kamu sakit, kamu enggak urus dia, mertua kamu lapar kamu enggak berusaha untuk membuatkan beliau makanan yang dia sukai, apa aku harus membeberkan satu persatu agar Mbak Clara paham dengan kesalahan sendiri?" "Siapa yang bicara seperti itu pada kamu? Mertuaku?" "Enggak perlu bertanya aku tahu darimana, tapi itu benar, kan? Mbak, aku itu enggak salah, kalau Mbak Clara merasa keberatan dengan apa yang aku lakukan, Mbak ngomong sama mertua Mbak, jangan sama aku!" Anisa benar-benar pergi setelah bicara seperti itu pada Clara. Meninggalkan Clara yang hanya bisa terduduk lemas di salah satu bangku taman, mera
"Perusahaan kamu perlu dana yang banyak untuk bisa stabil lagi, kan? Aku enggak bilang berpakaian tertutup enggak bisa cari uang, tapi untuk job pakaian muslim itu enggak pernah aku dapatkan, Bagas!" "Itu karena sikap kamu yang tidak mencerminkan perempuan muslimah, jadi job seperti itu tidak pernah kamu dapatkan! Banyak model pakaian muslim, mereka dapat uang banyak, tapi tidak menjual tubuh seperti kamu!!" Suara Bagas benar-benar meninggi ketika ia mengucapkan kalimat tersebut di hadapan Clara. Setelah bicara demikian, ia langsung keluar kamar dan membanting pintunya dengan keras hingga Clara hanya menutup telinganya mendengar suara pintu yang dibanting seperti itu. Clara terduduk lemas di lantai kamarnya. Air mata yang sedari tadi hanya menggenang kini perlahan turun ke pipinya dan tidak bisa dikendalikan lagi olehnya. Clara menangis.... *** Setelah pertengkaran yang terjadi malam itu, sikap Bagas pada Clara jadi dingin. Ini membuat sang ibu mertua jadi tahu, bahwa an
Anisa berteriak, karena kuah sup jagung yang ia masak mengenai kakinya dan itu membuat Bagas langsung mendekati perempuan tersebut lalu berjongkok untuk memeriksa kaki Anisa. Awalnya, Clara mengira Anisa akan menolak apa yang akan dilakukan oleh Bagas pada kakinya, sebab, bukankah seorang wanita yang menutup aurat seperti Anisa tidak akan membiarkan pria yang bukan mahram menyentuhnya?Namun, dugaan Clara meleset. Anisa membiarkan saja Bagas yang menyentuh kakinya yang tersiram kuah sup jagung tersebut, seolah-olah sengaja memperlihatkan pada Clara bahwa suami Clara peduli padanya. "Jangan sentuh!" seru Clara ketika Bagas semakin intens menyentuh kaki Anisa yang tersiram.Clara buru-buru mendekati posisi Anisa berdiri, dan ia berjongkok sambil menepis tangan suaminya yang memegang kaki Anisa. Akan tetapi, ketika telapak tangan Clara ingin menyentuh kaki Anisa yang tersiram sup jagung yang ia masak, Anisa membuat pergerakan hingga tangan Clara menangkap angin.Keributan di dapur mem
Sembari bicara demikian pada Clara, salah satu tangan Bagas terangkat seperti ingin menampar pipi Clara. Membuat Clara terdiam seketika karena terkejut sang suami belakangan ini sering main tangan jika bertengkar dengannya apalagi jika sudah berkaitan dengan Anisa.Akhirnya, Clara pasrah membiarkan suaminya untuk mengantarkan Anisa ke rumah sakit, setelah dengan sangat terpaksa, ia memberikan uang pada Bagas sebagai bentuk pertanggungjawaban lantaran ia membuat Anisa celaka seperti tadi.Ketika Clara larut dalam perasaan hancurnya, ponselnya berdering. Dengan gerakan lambat karena seolah tidak punya daya, Clara mengeluarkan benda itu dari dalam tasnya.Nina memanggil. Clara langsung menerima panggilan itu dengan perasaan bertanya-tanya. {Ra, kamu di mana?} Nina langsung melontarkan pertanyaan setelah panggilannya diterima oleh Clara. {Aku di rumah, kenapa?}{Pak Johan marah sama kamu, karena kamu enggak ikut rapat tadi}Nina segera mengatakan kenapa ia menelpon Clara. {Tapi kamu
Semua mata langsung tertuju pada Clara, dan Bagas sangat terkejut melihat istrinya sudah berdiri di belakangnya. "Maaf, jadi, siapa istrinya, Pak?" tanya suster itu yang jadi bingung karena pengakuan Clara. Ia memandang Clara dan Anisa bergantian untuk memastikan siapa sebenarnya istri pria yang diajaknya bicara. Untuk sesaat, Bagas jadi gugup. Gugup karena kebohongannya diketahui oleh Clara, tapi Bagas tipe pria yang tidak mau merubah keputusannya hingga ia meminta izin pada sang suster untuk memberinya waktu bicara pada Clara sejenak.Setelah suster memberinya izin, Bagas langsung menarik tangan Clara ke tempat yang sedikit jauh dari posisi Anisa yang dibimbingnya tadi untuk duduk saja di kursi tunggu.Sementara itu, sang suster terpaksa menunggu sejenak karena keterangan Bagas sangat penting untuk disampaikan pada dokter yang memintanya melakukan hal itu."Kamu itu gimana, sih? Aku itu cuma pura-pura! Anisa akan malu kalau dia diantar oleh pria yang bukan siapa-siapanya!" kata B
Paras Bagas terlihat sangat terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh Anisa. Ia tidak menyangka, perempuan itu bisa memiliki ide seperti itu, hingga Bagas menatap Anisa dengan tatapan mata yang tidak berkedip sedikitpun. Ditatap demikian oleh Bagas, membuat Anisa tersipu, tapi ia tidak mengurungkan niatnya untuk memperjelas apa yang ia katakan pada Bagas tadi."Kenapa? Kayaknya kamu kaget banget? Enggak suka?" katanya bertubi-tubi pada Bagas.Bagas tergagap. Ia mengusap wajahnya kasar, karena mendadak ia jadi bingung apa yang akan ia katakan di hadapan Anisa."Bukannya tidak suka, tapi, aku masih kurang paham, mengapa kamu mau direpotkan sama masalah aku dan Clara?" jawab Bagas masih sambil menatap Anisa yang masih tersipu di hadapannya."Aku teman kamu, wajar aku membantu kamu, emangnya siapa lagi yang bisa dekat sama ibu kamu selain aku?""Enggak ada! Enggak ada wanita lain yang disukai ibuku kecuali kamu. Dengan Clara saja, ibuku tidak begitu akur...."Perasaan senang menyelimuti
"Ada perlu apa, ya?" tanya Clara setelah beberapa saat ia hanya menyimak percakapan antara Nina dengan Sean. Wajah Clara tidak terlalu antusias karena sekarang pikirannya sedang ke mana-mana.Sean menghela napas mendengar pertanyaan Clara, apalagi ia melihat wajah Clara yang seperti itu, tidak bersemangat sama sekali. Clara sepertinya sedang tidak baik, aku rasa aku tunda dulu saja apa yang ingin aku sampaikan padanya....Sean bicara di dalam hati, sambil mengusap wajahnya perlahan, hingga akhirnya...."Kau sakit?" Bukan yang ingin dibicarakan, tapi itu yang dilontarkan oleh Sean, membuat mata Nina membulat, seolah tidak percaya dengan apa yang ia dengar sekarang dari seorang Sean untuk Clara."Waaaah, tumben banget ini, Bang Sean bisa perhatian sama temanku, ada apa ini? Aku kok ketinggalan berita?" goda Nina, tapi godaan itu disambut pelototan mata Clara, tidak mau ada yang salah paham dengan apa yang diucapkan oleh Nina tadi.Nina hanya senyum-senyum ketika melihat Clara yang mem
Suara Anisa yang meninggi membuat beberapa pengguna jalan yang melintas menoleh ke arah mereka, dan Bagas menjadi tidak nyaman karena hal itu.Ia naik kembali ke atas motornya dan meminta Anisa untuk melakukan hal yang sama agar mereka bisa pergi dari tempat itu karena tidak mau mereka menjadi pusat perhatian orang-orang yang melintasi jalan tersebut.Namun, Anisa yang ingin permintaannya dipenuhi tidak mau melakukan hal yang diperintahkan oleh Bagas. Ia tetap berdiri di tempatnya sambil menatap Bagas dengan tatapan mata serius."Penuhi dulu permintaan aku, baru aku naik ke atas motor kamu!" katanya dengan wajah yang terlihat sangat menuntut."Kamu mau naik atau tidak?" tanya Bagas seraya berusaha untuk menahan diri agar ia tidak melampiaskan kemarahannya lantaran ulah Anisa."Aku akan naik kalau kamu menanggapi apa yang aku katakan tadi!"Anisa masih keras kepala di hadapan Bagas hingga Bagas semakin kesal dibuatnya. "Terserah kamu, aku harus berangkat bekerja!"Bagas membawa motorn
"Gas," panggil Clara ketika mereka sudah sampai di beranda rumah mereka. "Ya?""Kenapa Anisa pagi-pagi sudah datang?" tanya Clara dengan wajah yang terlihat sangat serius. Dan Bagas tahu, pertanyaan itu pasti akan dilontarkan oleh sang isteri, hingga Bagas sudah mempersiapkan jawabannya."Aku juga tidak tahu, Sayang. Mungkin ada janji sama ibu," jawab Bagas dan Clara menghela napas mendengarnya. "Iya juga, ibu kamu kelihatan senang banget melihat dia datang," ucap Clara dengan wajah yang terlihat suram. "Kamu tahu ibuku gimana, kan? Enggak perlu dipikirkan. Yang penting aku juga tidak suka dia datang ke sini, nanti aku minta ibu untuk membuat dia segera pulang."Bagas berusaha membuat sang istri tidak berpikir macam-macam, hingga lagi-lagi, Clara membuang napasnya."Terus, apa benar Anisa yang bantuin kamu buat bisa kerja sama dengan Pak Christ?" Pertanyaan Clara selanjutnya membuat Bagas sedikit sulit untuk menjawab. Ia menarik napas berat, dan meraih kedua tangan istrinya lalu
Bagas yang terkejut karena Anisa menamparnya melotot pada perempuan tersebut sambil memegangi pipinya yang terasa panas akibat tamparan itu.Emosinya meledak, padahal setengah mati ia berusaha menahannya tapi ternyata Anisa justru memancing emosinya hingga ia jadi tersulut kembali.Ketika Bagas ingin melancarkan aksi protesnya pada Anisa, tiba-tiba saja...."Eh, Anisa, ya ampun! Mimpi apa ini, kamu ke sini pagi-pagi? Senang banget, Tante. Sini masuk, sudah sarapan, belum?"Berlina muncul membuat niat Bagas yang ingin membentak Anisa karena perempuan itu menamparnya terhenti seketika. Anisa tersenyum puas melihat kemarahan yang terpancar di mata Bagas ketika ia melewati laki-laki itu saat tangannya ditarik oleh ibunya Bagas. Bagas mengepalkan telapak tangannya, pertanda laki-laki itu sangat kesal karena ia belum sempat mengusir Anisa, perempuan itu sudah ditemukan oleh ibunya yang memang belum tahu, Anisa itu seperti apa orangnya.Terpaksa, Bagas ikut masuk agar ia bisa mencegah Anis
Meskipun tidak sepenuhnya tersadar setelah terjaga, Clara masih bisa mencium aroma yang seharusnya tercium jika ia dan Bagas usai berhubungan intim saja.Apakah suaminya itu lagi-lagi memuaskan dirinya sendiri seperti yang sudah-sudah?Clara bertanya demikian di dalam hati dan tentu saja ia sekarang khawatir. Karena ia tidak suka Bagas yang keranjingan memuaskan diri sendiri seperti itu.Aduh, padahal aku dan Anisa tidak berhubungan intim, aku hanya menyentuh dan memuaskan dia, Clara bisa mencium aroma tidak biasa yang dimiliki Anisa, sial!Hati Bagas bicara menanggapi apa yang dipertanyakan oleh Clara padanya.Tidak ada alasan lain yang bisa Bagas katakan selain ia yang usai memuaskan dirinya sendiri. Daripada membuat Clara tahu ia dan Anisa bermain belakang? Itu tidak akan pernah dibiarkan oleh Bagas. "Kenapa kamu selalu melakukan hal kayak gitu, Gas? Kan ada aku? Kamu melakukan hal seperti itu, seolah-olah kamu enggak puas sama aku...."Dengan perasaan gamang, Clara menanggapi pen
"Brengsek!!"Fauzi sampai terkejut ketika mendengar umpatan yang keluar dari mulut Bagas. Bagas sendiri langsung menutup panggilan dari Anisa lalu bergegas memakai jaketnya yang ia letakkan di punggung kursi. Beberapa saat kemudian, pesan masuk di ponsel Bagas hingga Bagas kembali memeriksa ponselnya. [Aku tunggu setengah jam mulai sekarang. Kalau sampai setengah jam kamu enggak datang juga, aku benar-benar akan mengirimkan foto-foto itu ke ponsel Clara, Bagas!]Pesan itu datang dari Anisa. Dan Bagas menggenggam erat ponselnya pertanda ia benar-benar marah tapi ia tidak bisa berbuat banyak selain melakukan apa yang diinginkan oleh Anisa. Namun, ketika ia hendak beranjak. Fauzi mencegah."Kamu mau ke mana?" tanyanya seraya mencekal pergelangan tangan Bagas dengan kuat. "Aku harus pergi!""Pulang?""Tidak.""Ke mana?""Wanita itu, Fauzi! Wanita itu benar-benar setan! Aku benar-benar kesal sama dia sekarang!" Bagas hilang kendali. Ia sampai menyebut nama Anisa dengan sebutan setan.
Sean melontarkan pertanyaan tersebut pada sang resepsionis tepat saat Bagas berdiri menyamping hingga wajahnya terlihat sebagian oleh sang resepsionis.Sang resepsionis memperhatikan orang yang ditunjukkan oleh anak atasannya itu sesaat, lalu...."Ya, Pak. Ada seorang perempuan yang check in atas nama Anisa Mutiara, sepertinya pria itu adalah orang yang diundang masuk ke dalam kamarnya sampai besok.""Memangnya di sini ayahku tidak memberlakukan aturan bahwa pasangan yang tidak jelas hubungannya bisa check in?"Sean melontarkan pertanyaan tersebut, karena seingatnya, hotel-hotel milik ayahnya itu memiliki aturan yang tidak biasa meskipun hotel ayahnya kerap menerima tamu dari luar negeri. Pak Steven meminta identitas pasangan yang check in entah itu saudara atau pasangan, yang dibuktikan dari surat-surat keluarga yang dimiliki."Perempuan itu berpakaian syar'i, Tuan. Dan dia bilang pria itu suaminya.""Kalian kecolongan!""Apa?""Ya! Lain kali jangan biarkan hal seperti ini terjadi l
"Bagas! Sakit!!!" teriak Anisa dan....BUKKK!!Satu kakinya menendang Bagas hingga Bagas terdorong ke belakang dan nyaris jatuh ke lantai!Setelah melakukan itu pada Bagas, Anisa bangkit lalu melotot ke arah Bagas sambil mengernyit menahan sakit pada kewanitaannya. Salah satu tangannya bahkan menekan miliknya itu, pertanda Anisa benar-benar serius sudah merasakan sakit yang tidak terhingga.Sementara itu, Bagas yang tidak menyangka akan ditendang seperti tadi oleh Anisa benar-benar murka. Tidak pernah seorang wanita melakukan hal demikian padanya hingga ia sangat marah dan segera bangkit dari posisinya yang tadi terjungkal ke belakang akibat tendangan yang dilakukan oleh Anisa tadi. Ia membalas tatapan mata Anisa yang melotot ke arahnya, seolah-olah ia tidak mau disalahkan dan tidak peduli dengan ekspresi menahan sakit yang diperlihatkan oleh Anisa di wajahnya."Kurang ajar! Kamu berani menendang aku?" bentak Bagas, dan ia beringsut ke arah Anisa, lalu....PLAKK!Telapak tangannya
Setelah mengucapkan kalimat tersebut pada Bagas, Anisa langsung turun dari atas tubuh Bagas dan beralih ke bagian tubuh Bagas di bagian bawah. Tangannya bergerak cepat membuka celana yang dipakai oleh Bagas hingga Bagas kalang kabut menerima apa yang dilakukan oleh Anisa padanya."Nisa! Tunggu! Tunggu dulu!"Lagi-lagi, Bagas mencegah Anisa yang sudah membuka resleting celananya dengan cara menggulingkan tubuhnya ke samping hingga ia terlepas dari serangan tangan yang dilakukan oleh Anisa pada tubuhnya.Bagas cepat duduk dan memperbaiki celananya yang sempat dibuka oleh Anisa lalu mengacungkan tangannya agar Anisa tidak bergerak mendekatinya. "Tunggu dulu!!" ulangnya dengan tegas, dan itu membuat Anisa terpaksa menghentikan gerakannya lalu menatap Bagas dengan tatapan mata tidak sabar."Apa sih? Aku enggak mau menunggu lagi, lho! Aku udah enggak sabar, Bagas!" kata Anisa dengan nada suara yang meninggi dan mata yang mendelik pertanda sisi keras kepalanya kembali mencuat dan Bagas ben