Mendengar apa yang dikatakan oleh Clara, Bagas jadi kesal. Menurutnya, istrinya tersebut meributkan sesuatu yang tidak seharusnya diributkan karena baginya itu adalah hal yang wajar.
Karena itulah, Bagas langsung melepaskan pegangan tangannya seketika. Wajahnya terlihat sekali bahwa ia kesal. Kesal karena Clara membantah apa yang dikatakannya. "Aku, kan sudah bilang, kamu dan Anisa itu berbeda, Anisa tidak pernah keluar rumah sendirian, dia selalu ditemani, jadi cara dia menjaga diri itu tidak sama seperti cara kamu menjaga diri kamu, dia lebih rentan diganggu, Clara!" "Lebih rentan diganggu? Kenapa? Pakaian dia tertutup, siapa yang mau ganggu perempuan dengan pakaian tertutup seperti itu? Yang ada mereka bakal segan!" "Nah, itu masalahnya!" "Apa?" Bagas berbalik dan menatap istrinya setelah tadi sempat memalingkan tubuhnya tidak mau memandang sang istri lantaran terlanjur kesal. "Itu masalahnya aku bilang, kamu sudah tahu dengan memakai pakaian tertutup, kamu tidak akan diganggu pria meskipun ada juga yang mengganggu wanita dengan pakaian tertutup tapi tidak sebanyak wanita yang diganggu karena pakaiannya terbuka!" Bagas bicara demikian dengan nada yang tegas, dan Anisa mendengar apa yang dikatakan oleh Bagas dengan sangat jelas, dan entah kenapa, ia sangat menyukai hal itu. Suka, karena ternyata, Bagas lebih memuji penampilannya yang tertutup dibandingkan Clara, istri Bagas sendiri dan Anisa sangat bangga mendengar hal itu diucapkan oleh Bagas. Rasa bangga itu membuat wajahnya yang terbingkai kerudung hitam menjadi merah merona, sehingga Anisa memalingkan wajahnya ke samping tidak mau Clara dan Bagas melihat perubahan wajahnya tersebut. Sementara itu, Clara yang mendengar apa yang diucapkan oleh Bagas mau tidak mau tergugu di tempatnya. Jemari tangannya menggenggam erat ujung pakaiannya berusaha untuk menahan gejolak perasaannya yang membuncah karena perkataan suaminya cukup menohok hatinya. "Yank, aku tahu, ibu kamu sangat menyukai perempuan yang berpenampilan tertutup, tapi aku sekarang masih berproses, Yank, tolong jangan menekan aku seperti ini, aku juga ingin seperti wanita muslimah pada umumnya, tapi-" "Tapi kamu terlalu asyik dengan dunia modeling kamu itu sampai kamu jadi berat untuk menutup aurat kamu, karena dengan seperti itu, kamu bebas berdekatan dengan pria di tempat kerja, kan?!" potong Bagas, dan ia langsung ingin berlalu meninggalkan sang istri setelah mengucapkan kata-kata itu pada Clara. Namun, gerakannya terhenti karena Clara mencekal salah satu pergelangan tangannya, lalu menarik tangan itu untuk menjauhi Anisa agar apa yang mereka perbincangkan tidak terdengar telinga perempuan tersebut. "Terlalu asyik kamu bilang? Gas, aku kerja lagi itu juga karena kamu, pengen bantu keuangan keluarga kita, kamu kesannya nyalahin aku banget sampe kamu ngomong kayak gitu!" "Aku tahu, tapi ada banyak pekerjaan di kota ini, yang tidak mengharuskan kamu menjadi fotomodel, aku tahu kamu dari dulu suka jadi model, tapi, sekarang itu kamu sudah menikah, kamu paham itu!" "Masalah ini pernah kita bahas sebelumnya, kenapa sekarang kita bahas lagi?" tanya Clara sarat luka. Rasanya ia tidak bisa mencegah air matanya untuk turun ke pipi, tapi ia tidak mau itu terjadi lantaran sekarang mereka di tempat umum. "Aku ingin kamu bikin ibuku bangga sama kamu...." Nada suara Bagas menurun tatkala ia mengucapkan kalimat itu pada Clara. "Aku akan melakukannya, tapi bertahap, beri aku waktu." "Sampai kapan? Apa kamu mau, ibuku lebih dekat dengan Anisa daripada kamu?" "Masalahnya itu bukan ibu kamu, tapi kamu, Bagas. Aku menikah sama kamu, bukan dengan ibu kamu, bukankah kamu mencintai aku? Kita menikah karena kita saling mencintai, kan?" "Kamu benar, tapi alangkah bahagianya kalau istri aku itu bikin ibuku juga bangga, sudahlah, Anisa sudah terlalu lama menunggu, dia tidak terbiasa ada di luar rumah seperti ini sendirian, aku anter dia pulang dulu, ya?" Tanpa menunggu tanggapan istrinya atas keputusannya yang ingin mengantarkan Anisa, Bagas beranjak, membuat Clara menggigit bibir, ingin mencegah ia khawatir mereka ribut lagi, hingga terpaksa wanita itu membiarkan Bagas yang menghampiri Anisa setelah itu mengajak perempuan itu meninggalkan dirinya sendirian. *** "Ra! Sini!" Saat break pemotretan, Nina, asisten Clara sekaligus sahabat Clara segera memanggil perempuan itu untuk segera duduk bersamanya. Clara menurut. Kebetulan, ada yang harus ia diskusikan dengan Nina, hingga Clara merasa waktunya sudah cukup tepat. Nina menarik satu tempat duduk di dekatnya dan mempersilakan Clara untuk duduk. "Kamu hari ini suram terus, lho, mata kamu juga berkantung, kurang tidur?" cecar sang asisten pribadi, sambil memperbaiki rambut Clara yang panjang. "Aku kurang istirahat, tidurku enggak nyenyak." Clara mencoba mencari alasan, agar ia tidak harus menceritakan apa yang ia alami belakangan ini dalam rumah tangganya dengan Bagas. Apalagi, ia juga memergoki Bagas dengan Anisa bersama, dan jika Nina tahu, sahabatnya itu pasti akan marah sebab, dari awal ia berhubungan dengan Bagas, Nina kurang setuju lantaran menurut Nina, Bagas itu tidak cocok dengannya. "Pasti karena mertua kamu?" Tangan Clara yang mengaduk juice tomat di hadapannya terhenti seketika saat Nina menebak demikian. Nina buru-buru mengeluarkan ponselnya, dan ia memperlihatkan sesuatu di sana pada Clara. "Mertua kamu eksis di media sosial tuh, lagi posting kebersamaan dia dengan teman suami kamu, yang berhijab itu." Clara memperhatikan waktu postingan yang dilakukan oleh ibu mertuanya di salah satu akun media sosialnya. Ibu mertua Clara memang cukup sosialita. Perempuan itu selalu eksis di akun media sosialnya untuk membagikan kesehariannya. Namun, sebagai mertuanya, Berlina tidak pernah memposting foto dirinya dengan Clara. Justru di galeri akun media sosial Berlina, banyak sekali foto-foto Anisa yang saat itu bersama dengan Berlina seolah-olah Berlina sangat bangga bisa memamerkan kebersamaannya dengan perempuan berhijab tersebut. "Clara, maaf, ya. Aku bukannya mau membuat kamu jadi sedih, harusnya aku pilih momen yang tepat untuk menceritakan ini semua, atau kamu juga sebenarnya sudah tahu tapi itu wajar buat kamu." Suara Nina terdengar, membuat Clara tergagap. "Enggak papa. Santai aja. Aku memang sudah tahu kok, menurutku itu enggak berlebihan, aku baik-baik aja." Clara berusaha tersenyum untuk menutupi lukanya yang terasa perih, tapi Nina tahu, senyum itu begitu dipaksakan. "Kamu itu kalau ada apa-apa cerita sama aku, meskipun aku itu kerja sama kamu, aku juga sahabat kamu, lho, apa kamu lupa?" Lagi, Clara tersenyum mendengar ucapan tulus yang diucapkan oleh sahabatnya. "Enggak mungkin aku lupa, lah. Aku cuma punya sahabat kamu aja, kalau ada apa-apa, aku pasti cerita sama kamu. Kayak sekarang ini, ada sesuatu yang mau aku sampaikan sama kamu...." "Sesuatu? Ya, udah, ceritain sekarang, aku bisa jadi pendengar yang baik untuk kamu, aku itu sudah feeling pasti mertua kamu itu enggak sebaik yang kamu katakan, kan?"Clara menghela napas mendengar perkataan Nina yang berujung pertanyaan. Rasanya, ingin sekali ia mengiyakan tebakan yang diucapkan oleh Nina, tapi, Clara tidak ingin pernikahannya hancur. Ia sudah berjanji pada almarhum ibunya bahwa, pilihannya menikah dengan Bagas adalah pilihan yang tepat, karena itulah, Clara masih berusaha untuk bersabar meskipun rasanya ia sangat terluka jika menerima perlakuan Bagas dan ibunya setiap saat ketika ia ada di rumah. "Aku mau bilang sama kamu, untuk job yang berpasangan dengan pria, jangan diambil, itu aja." Wajah Nina berubah mendengar apa yang dikatakan oleh sahabat sekaligus bosnya itu yang diluar ekspektasi. "Menolak tawaran yang memasangkan kamu dengan model pria?Kenapa? Apakah yang sudah-sudah, kurang ajar sama kamu?" "Enggak! Sama sekali enggak. Mereka enggak ada yang kurang ajar sama aku, kok. Mereka semua sopan dan profesional, cuma, aku enggak mau berantem sama Bagas, sekarang ini dia lagi labil, aku cuma mau jaga perasaan dia." "Ya
"Aku istri kamu, Bagas. Harusnya, kamu izin aku dulu saat ingin mengantarkan dia!" Mendengar apa yang diucapkan oleh Clara, Bagas tersenyum miring. Ia melangkahkan kakinya mendekati sang istri dan ia melipat kedua tangannya di dada. "Izin? Jadi, sekarang kamu mempermasalahkan soal izin?" tanyanya dengan nada suara yang datar. "Apa aku salah? Bukankah suami istri itu harus seperti itu?" "Lalu, apakah kamu juga minta izin saat berpose dengan model pria teman kamu itu?" "Astaghfirullah, Bagas, sudah aku katakan berulang kali, aku enggak pernah berpose kelewatan sama model pria, kami hanya berdiri bersisian, enggak mesra sama sekali!" "Bagiku itu mesra! Bagi kamu yang tidak ada batasan, memang itu hal biasa, tapi aku tidak! Aku tidak suka!" "Tapi ini sudah pernah kita bahas sebelumnya, kan, aku kembali jadi model juga untuk kamu, buat bantu kamu menopang kebutuhan kita!" "Kamu bisa kan, terima job tanpa model pria? Bisa, kan berfoto sendirian atau sama model perempuan? Gitu aja
Mendengar apa yang dikatakan oleh Anisa, telapak tangan Clara mengepal, tapi lagi-lagi, Clara berusaha untuk menahan diri untuk tidak marah meskipun sekarang ucapan Anisa benar-benar membuat emosinya terpancing. "Bagaimana bisa kamu mengatakan aku tidak becus menjadi istri Bagas? Tidak becus darimana?" katanya dengan nada suara yang datar tapi dengan sorot mata yang tegas. "Suami kamu sakit, kamu enggak urus dia, mertua kamu lapar kamu enggak berusaha untuk membuatkan beliau makanan yang dia sukai, apa aku harus membeberkan satu persatu agar Mbak Clara paham dengan kesalahan sendiri?" "Siapa yang bicara seperti itu pada kamu? Mertuaku?" "Enggak perlu bertanya aku tahu darimana, tapi itu benar, kan? Mbak, aku itu enggak salah, kalau Mbak Clara merasa keberatan dengan apa yang aku lakukan, Mbak ngomong sama mertua Mbak, jangan sama aku!" Anisa benar-benar pergi setelah bicara seperti itu pada Clara. Meninggalkan Clara yang hanya bisa terduduk lemas di salah satu bangku taman, mera
"Perusahaan kamu perlu dana yang banyak untuk bisa stabil lagi, kan? Aku enggak bilang berpakaian tertutup enggak bisa cari uang, tapi untuk job pakaian muslim itu enggak pernah aku dapatkan, Bagas!" "Itu karena sikap kamu yang tidak mencerminkan perempuan muslimah, jadi job seperti itu tidak pernah kamu dapatkan! Banyak model pakaian muslim, mereka dapat uang banyak, tapi tidak menjual tubuh seperti kamu!!" Suara Bagas benar-benar meninggi ketika ia mengucapkan kalimat tersebut di hadapan Clara. Setelah bicara demikian, ia langsung keluar kamar dan membanting pintunya dengan keras hingga Clara hanya menutup telinganya mendengar suara pintu yang dibanting seperti itu. Clara terduduk lemas di lantai kamarnya. Air mata yang sedari tadi hanya menggenang kini perlahan turun ke pipinya dan tidak bisa dikendalikan lagi olehnya. Clara menangis.... *** Setelah pertengkaran yang terjadi malam itu, sikap Bagas pada Clara jadi dingin. Ini membuat sang ibu mertua jadi tahu, bahwa an
Anisa berteriak, karena kuah sup jagung yang ia masak mengenai kakinya dan itu membuat Bagas langsung mendekati perempuan tersebut lalu berjongkok untuk memeriksa kaki Anisa. Awalnya, Clara mengira Anisa akan menolak apa yang akan dilakukan oleh Bagas pada kakinya, sebab, bukankah seorang wanita yang menutup aurat seperti Anisa tidak akan membiarkan pria yang bukan mahram menyentuhnya?Namun, dugaan Clara meleset. Anisa membiarkan saja Bagas yang menyentuh kakinya yang tersiram kuah sup jagung tersebut, seolah-olah sengaja memperlihatkan pada Clara bahwa suami Clara peduli padanya. "Jangan sentuh!" seru Clara ketika Bagas semakin intens menyentuh kaki Anisa yang tersiram.Clara buru-buru mendekati posisi Anisa berdiri, dan ia berjongkok sambil menepis tangan suaminya yang memegang kaki Anisa. Akan tetapi, ketika telapak tangan Clara ingin menyentuh kaki Anisa yang tersiram sup jagung yang ia masak, Anisa membuat pergerakan hingga tangan Clara menangkap angin.Keributan di dapur mem
"Bagas, kamu bilang kamu sakit, jadi enggak bisa jemput aku pulang kerja, tapi kenapa kamu pergi dengan Anisa?"Clara dibuat sangat terkejut, ketika ia memergoki suaminya bersama dengan Anisa, sedang di sebuah pusat perbelanjaan.Tentu saja Clara terkejut, di samping Bagas beralasan sakit hingga ia tidak bisa menjemput Clara, Clara juga tidak habis pikir mengapa wanita seperti Anisa bisa pergi bersama dengan suami orang lain?Yang membuat Clara tidak habis pikir, karena Anisa adalah perempuan yang terlihat religius, ia berpenampilan sangat syar'i, dengan kerudung yang selalu dikenakannya setiap kali keluar rumah, tapi mengapa Clara melihat, Anisa seperti tidak sungkan saat bersama dengan suaminya?Mungkin, mereka bertemu enggak sengaja, jadi berbincang karena mereka teman, bukan pergi secara sengaja....Hati Clara bicara, berusaha untuk menghibur diri karena entah kenapa pemandangan itu membuat perasaannya jadi bercampur aduk. Dan Clara tidak bisa membantah jika sekarang ia cemburu..
Anisa berteriak, karena kuah sup jagung yang ia masak mengenai kakinya dan itu membuat Bagas langsung mendekati perempuan tersebut lalu berjongkok untuk memeriksa kaki Anisa. Awalnya, Clara mengira Anisa akan menolak apa yang akan dilakukan oleh Bagas pada kakinya, sebab, bukankah seorang wanita yang menutup aurat seperti Anisa tidak akan membiarkan pria yang bukan mahram menyentuhnya?Namun, dugaan Clara meleset. Anisa membiarkan saja Bagas yang menyentuh kakinya yang tersiram kuah sup jagung tersebut, seolah-olah sengaja memperlihatkan pada Clara bahwa suami Clara peduli padanya. "Jangan sentuh!" seru Clara ketika Bagas semakin intens menyentuh kaki Anisa yang tersiram.Clara buru-buru mendekati posisi Anisa berdiri, dan ia berjongkok sambil menepis tangan suaminya yang memegang kaki Anisa. Akan tetapi, ketika telapak tangan Clara ingin menyentuh kaki Anisa yang tersiram sup jagung yang ia masak, Anisa membuat pergerakan hingga tangan Clara menangkap angin.Keributan di dapur mem
"Perusahaan kamu perlu dana yang banyak untuk bisa stabil lagi, kan? Aku enggak bilang berpakaian tertutup enggak bisa cari uang, tapi untuk job pakaian muslim itu enggak pernah aku dapatkan, Bagas!" "Itu karena sikap kamu yang tidak mencerminkan perempuan muslimah, jadi job seperti itu tidak pernah kamu dapatkan! Banyak model pakaian muslim, mereka dapat uang banyak, tapi tidak menjual tubuh seperti kamu!!" Suara Bagas benar-benar meninggi ketika ia mengucapkan kalimat tersebut di hadapan Clara. Setelah bicara demikian, ia langsung keluar kamar dan membanting pintunya dengan keras hingga Clara hanya menutup telinganya mendengar suara pintu yang dibanting seperti itu. Clara terduduk lemas di lantai kamarnya. Air mata yang sedari tadi hanya menggenang kini perlahan turun ke pipinya dan tidak bisa dikendalikan lagi olehnya. Clara menangis.... *** Setelah pertengkaran yang terjadi malam itu, sikap Bagas pada Clara jadi dingin. Ini membuat sang ibu mertua jadi tahu, bahwa an
Mendengar apa yang dikatakan oleh Anisa, telapak tangan Clara mengepal, tapi lagi-lagi, Clara berusaha untuk menahan diri untuk tidak marah meskipun sekarang ucapan Anisa benar-benar membuat emosinya terpancing. "Bagaimana bisa kamu mengatakan aku tidak becus menjadi istri Bagas? Tidak becus darimana?" katanya dengan nada suara yang datar tapi dengan sorot mata yang tegas. "Suami kamu sakit, kamu enggak urus dia, mertua kamu lapar kamu enggak berusaha untuk membuatkan beliau makanan yang dia sukai, apa aku harus membeberkan satu persatu agar Mbak Clara paham dengan kesalahan sendiri?" "Siapa yang bicara seperti itu pada kamu? Mertuaku?" "Enggak perlu bertanya aku tahu darimana, tapi itu benar, kan? Mbak, aku itu enggak salah, kalau Mbak Clara merasa keberatan dengan apa yang aku lakukan, Mbak ngomong sama mertua Mbak, jangan sama aku!" Anisa benar-benar pergi setelah bicara seperti itu pada Clara. Meninggalkan Clara yang hanya bisa terduduk lemas di salah satu bangku taman, mera
"Aku istri kamu, Bagas. Harusnya, kamu izin aku dulu saat ingin mengantarkan dia!" Mendengar apa yang diucapkan oleh Clara, Bagas tersenyum miring. Ia melangkahkan kakinya mendekati sang istri dan ia melipat kedua tangannya di dada. "Izin? Jadi, sekarang kamu mempermasalahkan soal izin?" tanyanya dengan nada suara yang datar. "Apa aku salah? Bukankah suami istri itu harus seperti itu?" "Lalu, apakah kamu juga minta izin saat berpose dengan model pria teman kamu itu?" "Astaghfirullah, Bagas, sudah aku katakan berulang kali, aku enggak pernah berpose kelewatan sama model pria, kami hanya berdiri bersisian, enggak mesra sama sekali!" "Bagiku itu mesra! Bagi kamu yang tidak ada batasan, memang itu hal biasa, tapi aku tidak! Aku tidak suka!" "Tapi ini sudah pernah kita bahas sebelumnya, kan, aku kembali jadi model juga untuk kamu, buat bantu kamu menopang kebutuhan kita!" "Kamu bisa kan, terima job tanpa model pria? Bisa, kan berfoto sendirian atau sama model perempuan? Gitu aja
Clara menghela napas mendengar perkataan Nina yang berujung pertanyaan. Rasanya, ingin sekali ia mengiyakan tebakan yang diucapkan oleh Nina, tapi, Clara tidak ingin pernikahannya hancur. Ia sudah berjanji pada almarhum ibunya bahwa, pilihannya menikah dengan Bagas adalah pilihan yang tepat, karena itulah, Clara masih berusaha untuk bersabar meskipun rasanya ia sangat terluka jika menerima perlakuan Bagas dan ibunya setiap saat ketika ia ada di rumah. "Aku mau bilang sama kamu, untuk job yang berpasangan dengan pria, jangan diambil, itu aja." Wajah Nina berubah mendengar apa yang dikatakan oleh sahabat sekaligus bosnya itu yang diluar ekspektasi. "Menolak tawaran yang memasangkan kamu dengan model pria?Kenapa? Apakah yang sudah-sudah, kurang ajar sama kamu?" "Enggak! Sama sekali enggak. Mereka enggak ada yang kurang ajar sama aku, kok. Mereka semua sopan dan profesional, cuma, aku enggak mau berantem sama Bagas, sekarang ini dia lagi labil, aku cuma mau jaga perasaan dia." "Ya
Mendengar apa yang dikatakan oleh Clara, Bagas jadi kesal. Menurutnya, istrinya tersebut meributkan sesuatu yang tidak seharusnya diributkan karena baginya itu adalah hal yang wajar. Karena itulah, Bagas langsung melepaskan pegangan tangannya seketika. Wajahnya terlihat sekali bahwa ia kesal. Kesal karena Clara membantah apa yang dikatakannya. "Aku, kan sudah bilang, kamu dan Anisa itu berbeda, Anisa tidak pernah keluar rumah sendirian, dia selalu ditemani, jadi cara dia menjaga diri itu tidak sama seperti cara kamu menjaga diri kamu, dia lebih rentan diganggu, Clara!" "Lebih rentan diganggu? Kenapa? Pakaian dia tertutup, siapa yang mau ganggu perempuan dengan pakaian tertutup seperti itu? Yang ada mereka bakal segan!" "Nah, itu masalahnya!" "Apa?" Bagas berbalik dan menatap istrinya setelah tadi sempat memalingkan tubuhnya tidak mau memandang sang istri lantaran terlanjur kesal. "Itu masalahnya aku bilang, kamu sudah tahu dengan memakai pakaian tertutup, kamu tidak akan diga
"Bagas, kamu bilang kamu sakit, jadi enggak bisa jemput aku pulang kerja, tapi kenapa kamu pergi dengan Anisa?"Clara dibuat sangat terkejut, ketika ia memergoki suaminya bersama dengan Anisa, sedang di sebuah pusat perbelanjaan.Tentu saja Clara terkejut, di samping Bagas beralasan sakit hingga ia tidak bisa menjemput Clara, Clara juga tidak habis pikir mengapa wanita seperti Anisa bisa pergi bersama dengan suami orang lain?Yang membuat Clara tidak habis pikir, karena Anisa adalah perempuan yang terlihat religius, ia berpenampilan sangat syar'i, dengan kerudung yang selalu dikenakannya setiap kali keluar rumah, tapi mengapa Clara melihat, Anisa seperti tidak sungkan saat bersama dengan suaminya?Mungkin, mereka bertemu enggak sengaja, jadi berbincang karena mereka teman, bukan pergi secara sengaja....Hati Clara bicara, berusaha untuk menghibur diri karena entah kenapa pemandangan itu membuat perasaannya jadi bercampur aduk. Dan Clara tidak bisa membantah jika sekarang ia cemburu..