Dari kejauhan, aku menyaksikan ballroom hotel tempat Arfan dan Emily akan menyelenggarakan resepsi besok mulai dihias. Hotel itu bahkan telah di booking seluruhnya bagi para tamu, saudara dan rekan bisnis dari luar kota. Dari jauh, aku dapat melihat bunga-bunga papan diturunkan dan dipajang di halaman hotel. Para anggota wedding organizer yang lalu lalang meski hari menjelang sore. Dan di antara mereka, aku yakin ada orang-orang bayaran yang punya tugas khusus menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satunya mungkin, kedatanganku.Arfan tahu pasti bahwa aku menaruh dendam. Dia dengan sengaja mengadakan konferensi pers tepat di hari aku keluar dari penjara. Dia tidak memberi celah padaku untuk mendekat. Benar-benar bencana. Aku menaikkan lagi kacamata hitam dan menginjak gas. Percuma, aku tak akan membuat kerusuhan dan masuk lagi ke dalam penjara. Ya. Aku yakin Arfan tak akan sega menjebloskanku ke penjara kedua kalinya. Sumpah, seumur hidup, aku tak akan pernah kembali ke t
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 41PoV LAURA"Ares…"Aku bergumam menyebut nama lelaki di hadapanku, yang kini senyumnya berubah menjadi seringaian. Tanpa aba-aba, lelaki itu menarikku menuju pelataran parkir mall yang cukup jauh. Tenaganya kuat sekali hingga membuatku terseret-seret."Jangan bertindak bodoh. Sekali kamu teriak, aku akan serahkan lagi kamu pada lelaki bar-bar tadi."Aku menelan ludah, tak punya pilihan lain. Ares, mantan kekasih yang kucampakkan begitu saja begitu Mama bilang bahwa keluarga Bastian Wirakusuma meminta salah satu putrinya untuk jadi menantu. Itu aku, tak mungkin Winda si anak pungut. Maka tanpa merasa bersalah, aku memutuskan hubungan dengan Ares, tak peduli kami baru saja menghabiskan tiga hari yang bergelora di pulau dewata.Ares mendorongku masuk ke dalam mobilnya. Dia sendiri lalu melompat naik dan menutup kaca mobil, memutar kontak dan menyalakan AC."Lepaskan aku Ares. Kita tak punya hubungan apa-apa lagi!"Dia tersenyum sinis."Kau sudah ditolak mentah-
"Jadi kau pulang untuk menghadiri resepsi pernikahan Abangmu ya?"Suara Mama terdengar begitu aku menginjakkan kaki di depan pintu utama. Ada tamu rupanya. Aku melirik mobil B-RV hitam berkilat yang sepertinya masih baru. Siapa tamu Mama? "Benar Tante. Dan Mama menyuruh saya kesini untuk mengantarkan ini.""Apa itu?""Gaun. Untuk Laura."What? Mataku melebar mendengar namaku disebut. Lalu, sayup-sayup, aku rasanya mengenal suara itu. Aku mendorong pintu dan mendapati seseorang duduk disana. Seseorang dari masa lalu yang tentu saja sangat kukenal."Erik?"Lelaki itu tersenyum, melambaikan tangannya."Hai Laura, apa kabar?"Erik. Tentu saja aku mengenalnya. Dalam lingkaran pergaulan kami, cowok-cowok ganteng dan tajir tentu ada di dalamnya. Erik dan aku, bahkan pernah menghabiskan malam bersama, dengan beberapa orang teman. Berdansa, mabuk sambil mengisap sabu. Sayang, dia kemudian tertangkap saat sedang pesta narkoba bersama teman-temannya. Dia lalu di penjara, dan tiba-tiba saja meng
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 42Subuh di hari H itu, MUA sudah tiba di rumahku. Riana langsung berseru-seru karena yang datang ternyata Kak Dev, MUA yang sering merias para model."Aku mau juga dong dirias Kak Dev."Kak Dev tersenyum, MUA cantik berusia tiga puluh tahun itu memandang Riana."Kalau sempat ya Mbak. Soalnya saya cuma ngerias Mbak Emily. Anggota keluarga lain sama asisten saya."Riana manyun. Aku tertawa kecil, berbisik pada Kak Dev, memintanya merias Riana setelah aku karena dia sahabatku. Kak Dev mengangguk."Saya juga cuma menggoda kok. Hihihi…" Dia tertawa cekikikan. Seketika aku jadi rileks. MUA ku ternyata satu frequency. Sama sama jahil dan suka becanda. Aku lalu duduk dan tangannya yang ajaib itu mulai bekerja.Dua jam lamanya hingga akhirnya selesai. Aku tak bisa tak takjub memandang sentuhan tangan ajaib itu. Make up flawless seperti yang kuminta tampak sangat cocok di wajahku. Riana sampai melotot dan bolak balik mengambil fotoku dengan ponselnya. Dia memang se eks
"Winda…"Haru memenuhi udara. Winda menghambur ke dalam pelukan Mama, sementara Bang Arga menatap dengan mata memerah menahan tangis. Masih dapat kulihat dengan jelas binar cinta di matanya itu. Tapi Winda sama sekali tak berani menoleh. Dia hanya terus memeluk Mama."Mama…" Winda terisak-isak, tak sanggup bicara."Kamu sudah sembuh, Nak. Kemana saja kamu selama ini?""Emily dan Arfan yang menyembuhkan aku Ma.""Benarkah?" Mama menatapku. Aku hanya diam. Ucapan Winda barusan tidak terlalu tepat sebenarnya. Aku dan Mas Arfan hanya memberinya tempat untuk berobat. Dia lalu sembuh atas usahanya sendiri, dan bantuan para ustadzah di pesantren."Kamu cantik sekali pakai jilbab ini, Nak." Puji Mama. Winda melepaskan pelukan Mama, lalu perlahan menatap Bang Arga."Abang, aku kesini mau minta maaf. Sama Abang, sama Mama, dan terutama sama Emily. Aku sadar bahwa aku pernah membuat rumah ini kacau. Aku pernah membuat Abang dan Emi bertengkar. Aku sering membuat Mama bingung bersikap. Sungguh,
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 43Assalamu'alaikum Emily.Sebelumnya, aku ucapkan selamat atas pernikahanmu. Aku ikut bahagia karenanya. Tapi, aku juga mohon maaf karena harus pergi lagi. Aku datang hanya untuk memohon maaf atas kesalahan di masa lalu, padamu, pada Bang Arga dan juga Mama. Lega rasanya melihat kalian menyambutku penuh kasih sayang. Sungguh, aku tak pernah salah menilai keluargamu, keluarga yang penuh cinta. Keluarga yang dulu, selalu membuatku iri hingga bersikeras menyusup ke dalamnya dan membuatmu marah. Terimakasih karena kau sudah memaafkan aku.Dan kini, aku terpaksa memberi lagi alasan bagimu untuk membenciku. Emily, aku akhirnya tahu, bahwa aku bukan anak kandung keluarga Mamaku. Itulah alasan mereka selama ini membedakan aku dengan Kak Laura. Dan juga alasan diriku harus mendekam di rumah sakit jiwa, tempat yang pada akhirnya merenggut nyaris seluruh kewarasanku. Kalau bukan karena dirimu dan Mas Arfan, mungkin aku benar-benar telah menjadi orang gila yang berlaria
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 44"Selamat pagi semuanya."Suara Mas Ardan yang berwibawa membuat semua orang berhenti bicara, secara serempak menoleh pada kami yang kini berdiri di ambang pintu. Papa tersenyum lebar, langsung berdiri dan menyuruh kami duduk."Nah, masuklah pengantin baru. Papa sudah bertanya-tanya kapan Arfan membawa Emily pulang.""Pulang?" Suara protes Mama langsung terdengar."Tentu saja. Ini rumah kita, rumah Arfan. Dia dan istrinya selamanya akan selalu ditunggu untuk pulang."Mama bersungut-sungut mendengar kalimat Papa. Lelaki yang telah melewati usia setengah abad itu menghampiri Mas Arfan dan mereka bersalaman sambil saling memeluk. Diam-diam, aku bernafas lega. Setidaknya, ada orang yang waras disini. "Dan kamu Emily, duduklah. Papa ingin berbincang banyak denganmu."Suaranya begitu ramah. Aku ingat pada pertemuan pertama itu, meski beliau menanyakan kesediaan Mas Arfan untuk menikahi Laura, sang Papa tak menolak kehadiranku. Beliau menghormati keputusan Mas Arf
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 45Mas Arfan menyetir dengan kecepatan tinggi, menembus udara pagi menjelang siang. Kami seharusnya masih di rumahnya, menunggu waktu keberangkatan. Aku masih berharap hubunganku dengan Mamanya membaik. Bagaimana pun, aku akan menjadi bagian dari keluarga ini. Tapi dengan kehadiran Erik yang sebelumnya tak pernah ku perkiraan, rasanya aku tak ingin lagi menginjakkan kaki di rumah itu. Bagaimana bisa Mas Arfan yang dingin, kaku dan tak kenal perempuan, punya adik seperti itu?Aku hanya gadis biasa, yang sebelumnya tak mengenal pergaulan keluarga kaya yang menurutku mengerikan. Bangun tidur, berangkat kuliah lalu kerja, jalan jalan bareng Riana, bercanda dan bertengkar dengan Bang Arga. Sungguh hidup yang sangat biasa, tapi menyenangkan. Dan sepertinya, aku harus bersiap menghadapi hidup yang berbeda setelah menjadi bagian dari keluarga suamiku."Seperti itulah Mama dan Erik."Suara Mas Arfan getas. Aku tahu dia marah sekali. Entah bagaimana dia menghajar Erik t