Share

Bab 42B

Penulis: Yazmin Aisyah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Winda…"

Haru memenuhi udara. Winda menghambur ke dalam pelukan Mama, sementara Bang Arga menatap dengan mata memerah menahan tangis. Masih dapat kulihat dengan jelas binar cinta di matanya itu. Tapi Winda sama sekali tak berani menoleh. Dia hanya terus memeluk Mama.

"Mama…" Winda terisak-isak, tak sanggup bicara.

"Kamu sudah sembuh, Nak. Kemana saja kamu selama ini?"

"Emily dan Arfan yang menyembuhkan aku Ma."

"Benarkah?" Mama menatapku. Aku hanya diam. Ucapan Winda barusan tidak terlalu tepat sebenarnya. Aku dan Mas Arfan hanya memberinya tempat untuk berobat. Dia lalu sembuh atas usahanya sendiri, dan bantuan para ustadzah di pesantren.

"Kamu cantik sekali pakai jilbab ini, Nak." Puji Mama.

Winda melepaskan pelukan Mama, lalu perlahan menatap Bang Arga.

"Abang, aku kesini mau minta maaf. Sama Abang, sama Mama, dan terutama sama Emily. Aku sadar bahwa aku pernah membuat rumah ini kacau. Aku pernah membuat Abang dan Emi bertengkar. Aku sering membuat Mama bingung bersikap. Sungguh,
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • PACAR ABANGKU SAKIT JIWA   Bab 43

    PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 43Assalamu'alaikum Emily.Sebelumnya, aku ucapkan selamat atas pernikahanmu. Aku ikut bahagia karenanya. Tapi, aku juga mohon maaf karena harus pergi lagi. Aku datang hanya untuk memohon maaf atas kesalahan di masa lalu, padamu, pada Bang Arga dan juga Mama. Lega rasanya melihat kalian menyambutku penuh kasih sayang. Sungguh, aku tak pernah salah menilai keluargamu, keluarga yang penuh cinta. Keluarga yang dulu, selalu membuatku iri hingga bersikeras menyusup ke dalamnya dan membuatmu marah. Terimakasih karena kau sudah memaafkan aku.Dan kini, aku terpaksa memberi lagi alasan bagimu untuk membenciku. Emily, aku akhirnya tahu, bahwa aku bukan anak kandung keluarga Mamaku. Itulah alasan mereka selama ini membedakan aku dengan Kak Laura. Dan juga alasan diriku harus mendekam di rumah sakit jiwa, tempat yang pada akhirnya merenggut nyaris seluruh kewarasanku. Kalau bukan karena dirimu dan Mas Arfan, mungkin aku benar-benar telah menjadi orang gila yang berlaria

  • PACAR ABANGKU SAKIT JIWA   Bab 44

    PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 44"Selamat pagi semuanya."Suara Mas Ardan yang berwibawa membuat semua orang berhenti bicara, secara serempak menoleh pada kami yang kini berdiri di ambang pintu. Papa tersenyum lebar, langsung berdiri dan menyuruh kami duduk."Nah, masuklah pengantin baru. Papa sudah bertanya-tanya kapan Arfan membawa Emily pulang.""Pulang?" Suara protes Mama langsung terdengar."Tentu saja. Ini rumah kita, rumah Arfan. Dia dan istrinya selamanya akan selalu ditunggu untuk pulang."Mama bersungut-sungut mendengar kalimat Papa. Lelaki yang telah melewati usia setengah abad itu menghampiri Mas Arfan dan mereka bersalaman sambil saling memeluk. Diam-diam, aku bernafas lega. Setidaknya, ada orang yang waras disini. "Dan kamu Emily, duduklah. Papa ingin berbincang banyak denganmu."Suaranya begitu ramah. Aku ingat pada pertemuan pertama itu, meski beliau menanyakan kesediaan Mas Arfan untuk menikahi Laura, sang Papa tak menolak kehadiranku. Beliau menghormati keputusan Mas Arf

  • PACAR ABANGKU SAKIT JIWA   Bab 45

    PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 45Mas Arfan menyetir dengan kecepatan tinggi, menembus udara pagi menjelang siang. Kami seharusnya masih di rumahnya, menunggu waktu keberangkatan. Aku masih berharap hubunganku dengan Mamanya membaik. Bagaimana pun, aku akan menjadi bagian dari keluarga ini. Tapi dengan kehadiran Erik yang sebelumnya tak pernah ku perkiraan, rasanya aku tak ingin lagi menginjakkan kaki di rumah itu. Bagaimana bisa Mas Arfan yang dingin, kaku dan tak kenal perempuan, punya adik seperti itu?Aku hanya gadis biasa, yang sebelumnya tak mengenal pergaulan keluarga kaya yang menurutku mengerikan. Bangun tidur, berangkat kuliah lalu kerja, jalan jalan bareng Riana, bercanda dan bertengkar dengan Bang Arga. Sungguh hidup yang sangat biasa, tapi menyenangkan. Dan sepertinya, aku harus bersiap menghadapi hidup yang berbeda setelah menjadi bagian dari keluarga suamiku."Seperti itulah Mama dan Erik."Suara Mas Arfan getas. Aku tahu dia marah sekali. Entah bagaimana dia menghajar Erik t

  • PACAR ABANGKU SAKIT JIWA   Bab 46

    PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 46PoV LAURASeminggu lagi telah berlalu, dan nyaris setiap jam Ares meneror ku. Dia mulai mengirimkan nominal yang harus ku bayar, yang jumlahnya makin hari makin membuatku merasa tercekik. Lelaki itu benar-benar gila. Seandainya saja aku punya uang banyak, rasanya aku lebih baik membunuhnya saja daripada memberikan uang itu padanya.Membunuhnya? Astaga. Kenapa tidak kupikirkan itu sejak kemarin? Jadi aku tak perlu bingung dan bertingkah macam orang gila seperti ini, bingung mencari cara mendapatkan uang dalam waktu singkat. Sementara sampai saat ini Emily tak tersentuh. Arfan menempel pada nya seperti lem Korea. Lekat, dan tak terpisahkan. Erik hanya mampu memaki maki saja setiap kali kuhubungi. Dasar lelaki tak berguna.Aku bangkit dari kasur, memandang halaman yang luas dari jendela. Rumah yang kubangun dengan susah payah ini, tak akan pernah kurelakan untuk terjual. Aku melakukan apa saja untuk mewujudkan mimpiku, setara dengan para Sultan di luar sana. S

  • PACAR ABANGKU SAKIT JIWA   Bab 47

    PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 47PoV EMILYAku duduk memandang ikan ikan koi yang sepertinya semakin besar-besar saja padahal sepertinya belum lama aku datang kesini. Gemericik air yang turun dari air terjun kecil, yang kemudian memecah di atas batu batu hias terasa menenangkan. Pemandangan ini, mau tak mau mengingatkanku pada Winda, yang kini entah di mana.Pulang dari Puncak, aku dan Mas Arfan langsung pindah ke rumah ini setelah lebih dulu mampir ke rumah Mama. Mas Arfan nampaknya juga tak ingin lagi membawaku ke rumah orang tuanya, meski aku tahu dia masih berkomunikasi dengan Papa mertuaku dan Trisha melalui telepon. Tak sekalipun kudengar dia menyebut Mama dan Erik. Seburuk itu hubungan mereka, padahal mereka telah bersama lebih dari dua puluh tahun.Keluarga Mas Arfan, sangat berbeda dengan keluargaku yang penuh cinta. Karenanya, tak butuh waktu lama bagi Mas Arfan menyatu dengan Mama dan Bang Arga meski Bang Arga masih menyimpan sedih karena Winda pergi begitu saja.Winda. Entah di

  • PACAR ABANGKU SAKIT JIWA   Bab 48

    PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 48Rumah bagai terkena badai. Pintu depan terpentang lebar. Kursi bergelimpangan, tongkat baseball dan sapu ijuk tergeletak tak berdaya di samping meja kaca yang pecah. Dan yang membuat dadaku gemuruh adalah tetesan darah sepanjang pintu tengah hingga keluar, lalu hilang ditelan rumput Jepang. Tetesan darah yang setitik setitik itu tampaknya keluar dari luka gores yang tak terlalu dalam. Tapi tetap saja, rasanya akan sangat sakit. Oh Emily. Dia ternyata tidak tinggal diam, dia pasti memberi perlawanan pada siapapun yang mencoba menyerangnya. Seperti di kantor dulu. Tapi apalah daya seorang wanita bertubuh mungil, yang selama ini hidup damai dan penuh kasih sayang.Aku berlari masuk. Kutinggalkan Trisha di mobil, sementara Aditya masih menyisir rumah mencari petunjuk. Di kamar kerja, kukeluar kan sebuah tablet yang ku rahasiakan dari Emily, hanya agar tak membuatnya panik. Aku memasang kamera CCTV di pagar depan yang langsung ku sambungkan ke tablet itu. Tak sa

  • PACAR ABANGKU SAKIT JIWA   Bab 49

    PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 49"Apa yang kamu lakukan disini?!"Aku tegak sempurna, mundur, menjaga jarak darinya. Winda yang sepertinya tak tahu apa-apa ikut bingung, dia ikut mundur dan berdiri di sampingku. Sementara di hadapanku, berdiri seseorang yang sama sekali tak pernah kusangka.Raya."Emily, aku kesini untuk membantumu. Ayo kita pergi dari tempat ini sebelum Erik kembali."Raya berjalan hendak mendekat."BOHONG! Jangan coba-coba menipuku Ray. Dari mana kau kenal Erik?!"Raya menghentikan langkah. Mata hitamnya itu menatapku tak berkedip. Sementara aku masih dilanda kebingungan, kenapa dia ada disini? Apa sebenarnya yang terjadi? Temanku yang konyol dan suka menggodaku selama ini. Yang terang-terangan mengatakan kalau dia cinta sama aku. Temanku, yang tak disukai oleh Mas Arfan dan karenanya Mas Arfan selalu berusaha menjauhkan aku darinya."Aku lelaki Emily. Aku tahu arti tatapan lelaki pada lawan jenisnya. Dan aku tak suka anak itu, jauhi dia."Suara Mas Arfan kembali terngia

  • PACAR ABANGKU SAKIT JIWA   abab 50

    PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 50"Kamu!"Aku dan Mas Arfan saling pandang. Ah, akhirnya ketahuan juga. Sementara Aditya, seperti biasa tetap tenang dan menebar senyum.Winda melepaskan diri dari pegangan tanganku, melangkah mendekati Aditya."Cowok playboy, egois, nggak punya malu, ngapain kamu disini?" Lalu dia menoleh pada Mas Arfan. "Mas Arfan nerima dia kerja sama Mas? Astaga, jangan mau Mas. Dia ini mantan pacarku, playboy kelas kakap. Bisa-bisa dia naksir Emily."Astaga. Winda ternyata masih naif seperti dulu. Kupikir dia tadi langsung nyambung bahwa cowok ini adalah orang suruhan Arfan. Nyatanya dia malah mengira Aditya karyawan baru Mas Arfan."Hay Winda, apa kabar kamu?"Aditya cengengesan. Tampangnya benar-benar bikin aku pengen njitak rasanya. Tanpa merasa berdosa dia menatap wajah cantik Winda yang merah padam karena marah. Ah, Winda, kamu nggak tahu aja, Aditya lah yang mengeluarkan kamu dari rumah orang tua angkatmu yang mengerikan itu. Aditya juga yang mengurus semua keperlu

Bab terbaru

  • PACAR ABANGKU SAKIT JIWA   Bab 69 (ENDING)

    PACAR ABANGKU SAKIT JIWA (ENDING)musim ke-2. SISA RASA TERTINGGALBab 15PoV WINDAEnam bulan kemudian"Kak, kenapa sih Mama nggak sayang sama aku? Seperti Mama sayang sama Kakak?""Kata siapa? Mama sayang kok sama kamu.""Tapi Mama dikit-dikit marah. Kalau sama Kakak nggak."Kak Laura tersenyum, mengusap rambutku dengan lembut."Mama cuma lagi nggak enak badan. Kamu tenang aja ya, kan ada Kakak." Ujar Kak Laura sambil tersenyum manis. Dia mengulurkan perahu dari kertas yang baru saja dibuatnya.Aku ikut tersenyum, meraih perahu kertas itu dan berlari ke dalam kolam ikan di belakang rumah. Berdua kami melarungkan perahu itu disana, membuat ombak kecil dengan kedua tangan hingga perahu itu sesekali terombang-ambing. Ah, masa kecil yang indah. Kenapa orang harus menjadi dewasa jika masa kecil sudah membuat bahagia? Padahal dengan menjadi dewasa, ada banyak masalah yang mulai menghampiri."Sayang…"Aku menoleh, segala kenangan tentang masa kecil itu segera lenyap dari benakku. Mas Adit

  • PACAR ABANGKU SAKIT JIWA   Bab 68

    PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2. Sisa Rasa TertinggalBab 14PoV ADITYAKeadaan rumah baik baik saja kecuali satu hal, kunci pintu depan yang dibuka paksa menggunakan sebuah alat. Itu artinya, Winda pergi kesana tidak dengan sukarela. Apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa Winda bisa ada disana bersama si pembunuh? Dan suara Siapakah yang menjerit demikian pilu? Suara itu, seperti seseorang yang tengah merasakan sakit yang luar biasa.Aku memandang wajah istriku dengan gundah, sekaligus kesal karena aku tak tahu apa-apa, persis orang buta. Wajah itu masih pucat pasi saat kuletakkan di atas pembaringan. Tapi setidaknya dia tak menolak semua sentuhanku padanya. Sepanjang subuh hingga pagi itu, Winda tak juga mau melepaskan diri dari pelukanku. Belum pernah aku merasa se bingung ini. Aku tak tahu apa yang telah menimpanya, dan juga apa yang terjadi. Dan suara tembakan itu? Aku menghela nafas dalam-dalam. Aku percaya Mas Arfan akan melakukan yang terbaik, seperti dia selalu mempercayaiku

  • PACAR ABANGKU SAKIT JIWA   Bab 67

    PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2.SISA RASA TERTINGGAL.Bab 13Lika masih menjerit histeris, aku bisa memperkirakan bertapa kuat tenaga lelaki itu, apalagi dengan sepatu model boot yang keras dan berat menekan paha Lika. Jantungku berdebar sangat kencang. Aku tak sanggup, seandainya harus melihat seseorang disiksa si depan mataku. Lika memang bersalah, tapi bukan seperti ini hukuman yang kuinginkan untuknya. Dan lagi, adakah manusia yang punya hak melakukannya."Ya Allah… jangan! Tolong jangan! Lepaskan dia!"Mendengar suaraku, Lika berhenti menjerit. Dia memandangku sambil berurai air mata sementara si malaikat maut sama sekali tak menoleh. Dengan sebelah tangannya, dia mengulurkan pisau kecil membuka ikatan di kakiku, memutar kursiku dan kembali membuka ikatan di tanganku. Semua itu dia lakukan tanpa melepaskan kakinya dari paha Lika."Pergi Winda. Dan jangan sekali kali lapor polisi. Biarkan aku jadi hakim untuk mereka dan biarkan aku sendiri yang menanggung dosanya."Aku berdiri

  • PACAR ABANGKU SAKIT JIWA   Bab 66

    PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2. Sisa Rasa tertinggalBab 12Dadaku langsung berdebar hebat membaca pesan itu. Aku refleks berdiri, memandang berkeliling. Aku sangat yakin lelaki itu tadinya ada disini. Sang malaikat maut yang telah menyiksa Kak Laura. Kak Laura sekarang tenang karena dia memutuskan pergi. Barulah kusadari arti kalimat Kak Laura selama ini : Dia ada disini! Ya. Setiap kali aku menjenguknya, ada kalanya Kak Laura tiba-tiba seperti melihat sesuatu dan dia ketakutan. Jadi, apakah selama lebih setahun ini, sebenarnya orang itu ada disini?"Ada apa?"Mas Adit memegang lenganku, menyuruhku berhenti. Dia merasakan gerakanku yang gelisah sedari tadi. Aku memberikan ponsel itu padanya. Dia mengamatinya sejenak, mengeluarkan ponselnya sendiri dan entah melakukan apa, mungkin melacak atau mencari tahu identitas si pengirim, entahlah. Ponsel pintarnya sepertinya bisa melakukan apa saja.Mas Adit melangkah sambil merangkul bahuku."Itu artinya, Kak Laura aman disini. Meski un

  • PACAR ABANGKU SAKIT JIWA   Bab 65

    PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2 SISA RASA TERTINGGALBab 11Sepasang matanya yang dihiasi bulu mata tebal, juga pewarna dengan aksen smoke, memandangku tajam. Kami bertatapan sekian menit lamanya sementara si lelaki ikut mengamatiku. Entah apa yang kulakukan, nekat atau ceroboh, terserah. Aku telah membantunya malam itu, jadi pantaskah dia membalasnya dengan cara menggoda suamiku?"Suamimu tidak pernah menyimpan rahasia dariku. Dan aku jamin, dia tak akan pernah menyakiti hatiku. Jadi berhentilah berbuat bodoh. Silahkan mencari lelaki lain yang mau kau rayu. Tapi bukan suamiku."Lika diam saja mendengar aku memakinya. Aku berbalik dan berjalan dengan cepat menuju taksi online yang masih menunggu. Tiba di rumah, dengan nafas terengah-engah, aku merebahkan diri, teringat pada janin dalam perutku. Aku memejamkan mata. Apakah yang kulakukan tadi salah?Masih kuingat wajahnya yang tanpa ekspresi tadi. Entahlah, aku bukan Emily yang pandai membaca raut wajah orang lain. Aku hanya tahu b

  • PACAR ABANGKU SAKIT JIWA   Bab 64

    PACAR ABANGKU SAKIT JIWA musim ke-2. SISA RASA TERTINGGALBab 10Aku belum pernah merasa marah dan cemburu sehebat ini. Bahkan dengan Bang Arga dulu, aku tak pernah merasa. Hubunganku dengannya terlalu mulus, tanpa sedikitpun gelombang. Bang Arga yang sangat mencintaiku, sama sekali tak pernah membuatku cemburu. Akibatnya, akulah yang sering membuat ulah hanya karena ingin menepis rasa bosan. Salah satunya, dekat dengan Mas Adit yang dulu jelas jelas hanya menggoda.Aku mengusap wajah. Kemarin, aku bahkan masih meragukan cintaku padanya. Tapi hari ini, membaca chat WA dari nomor tak dikenal, yang bahkan sama sekali belum dibaca oleh Mas Adit membuat dadaku berdebar hebat. Aku terbakar oleh amarah dan api cemburu.Tring!Pesan itu masuk lagi. Kali ini sebuah foto. Foto yang sangat vulgar. Dan aku semakin meradang mengetahui siapa yang mengirimkan foto itu.Lika!Dia berpose sensual, memakai baju dengan dua tali di pundak, tipis berenda-renda sehingga aku tahu dia tak memakai apa apa l

  • PACAR ABANGKU SAKIT JIWA   Bab 63

    PACAR ABANGKU SAKIT JIWAmusim ke-2 SISA RASA TERTINGGALBab 9Mas Adit, jika malam ini terjadi sesuatu padaku, aku minta maaf. Entah bagaimana caranya, aku ingin kau tahu bahwa aku mencintaimu. Dan sama sekali tak lagi ada keraguan tentang itu.Krieett…Pintu terbuka, sesosok tubuh melangkah masuk, aku memejamkan sambil menjerit dan mengayunkan sapu lidi di tanganku."Aaaaaaaa…!"Bag bug bag bug…"Winda! Berhenti sayang. Ini aku!"Tanganku gemetar, rasanya telingaku kebas, tak mampu mengenali suara yang samar-samar kukenali itu. Kenapa dia memanggilku? Kenapa dia tahu namaku? Dan kenapa dia bahkan tak menghindari semua pukulanku?Tangan itu lalu sigap menangkap sapu lidi yang sudah beberapa kali menghantam tubuhnya, lalu melemparnya ke sembarang arah. Dengan paksa, dia memelukku, menarikku ke arah saklar lampu dan menghidupkan lampu. Seketika terang benderang, dan aku terpana memandang wajah yang telah membuatku menangis semalaman."Mas Adit?""Winda? Kamu kenapa Sayang? Ya Allah… ma

  • PACAR ABANGKU SAKIT JIWA   Bab 62

    PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2 Sisa Rasa TertinggalBab 8PoV WINDA"Mas Arfan, Mas Aditya sebenarnya kemana? Sejak sore tadi WA ku ceklis satu."Mas Arfan tersenyum dengan wajah tenang. Kami baru saja selesai makan malam di rumah Emily. Makan malam yang nyaris tak dapat kutelan karena gelisah mengingat suamiku tak ada disini. Terlebih, aku harus satu meja dengan Bang Arga dan Riana. Meski Mama dan juga Emily ada didekatku, aku masih juga tak bisa membuang rasa canggung itu. Aku masih sering teringat bagaimana dulu Bang Arga begitu menyayangiku. Belum lagi mata Riana yang terus memperhatikan walau sembunyi-sembunyi. Tapi setidaknya aku sedikit lega, Riana tak seketus itu lagi. Entah apa yang Emily katakan padanya."Aditya melakukan sebuah pekerjaan rahasia Winda. Maaf, aku tak bisa memberi tahukan-nya padamu."Aku terdiam. Tugas rahasia. Aku tahu bahwa Mas Adit adalah orang kepercayaan Mas Arfan. Mereka telah bersama bahkan jauh sebelum aku dan Emily mengenalnya. Dan tentu saja a

  • PACAR ABANGKU SAKIT JIWA   Bab 61

    PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2 SISA RASA TERTINGGALBAB 7PoV EMILYKami duduk di bangku taman belakang rumah sakit. Dimana beberapa buah bangku kayu dipasang permanen di atas semen-semen yang di cat warna warni. Pohon-pohon akasia yang rindang dan meneduhkan taman belakang ini adalah salah satu tempat favorit para perawat untuk mengawasi pasien. Pada jam-jam tertentu, mereka akan dibawa ke sini, berinteraksi dengan sesama pasien, meski lebih sering berakhir dengan kekacauan. Aku bergidik membayangkannya. Ah, betapa menyedihkannya hidup ketika sebagian kewarasan telah terenggut darimu."Kamu kesini sendirian?"Winda mengusap matanya yang basah, lalu mengangguk. Setelah banyak peristiwa menyedihkan terjadi dalam hidupnya, Winda yang dulu periang, perlahan berubah menjadi Winda yang pendiam dan dewasa. Jujur saja, aku merindukan dia yang dulu, yang sering membuatku jengkel, tapi juga kadang membuatku tertawa. Hidup memang serumit itu."Aku nggak bisa tidur dengan tenang, Em. Kamu p

DMCA.com Protection Status