"Ma, Embun pakai baju yang mana ya untuk menemui tamu?" Ucap Embun malam itu yang sedang berada di kampung Toro dalam acara ngunduh mantu.
"Pakai itu saja sudah bagus, sudah sopan. Lagi pula siapa yang akan melihat malam-malam begini. Orang-orang juga tidak akan memperhatikan." Jawab mama mertua Embun dengan suara perlahan didalam kamar Embun dan Toro.Embun lalu berdiri didepan kaca untuk merapikan sedikit riasannya. Menambah keterangan lipstik yang sudah memudar di bibirnya, tak lupa juga menambah tipis bedak pada wajahnya. Embun sengaja tidak memakai blush-on karena memang suasana saat itu sudah lewat jam 12 malam.Embun dan keluarga beserta tetangganya yang saat itu ikut mengiringi Embun dalam acara ngunduh mantu, diminta untuk menginap karena perjalanan dari kampung Embun ke kampung Toro membutuhkan waktu selama 12 jam karena perjalanan yang sangat berkelok juga jalan yang masih banyak lubang.Ketika Embun sedang merapikan jilbabnya dengan memberi sedikit aksesoris Bros kecil yang menggantung di bawah dagunya, datanglah seorang ibu-ibu yang sering diceritakan oleh Toro saat mereka berkenalan.Yes, ibu itu bernama Minah. Beliau adalah ibu angkat dari Toro. Keluarga Toro sangat mengagungkan keluarga Ibu Minah. Bahkan terpampang jelas foto wisuda Toro yang didampingi sosok keluarga angkatnya itu. Foto itu sampai diperbesar dan digantung di dinding ruang tamu.Embun juga menceritakan mengenai Bu Minah kepada ibunya. Ibunya Embun bernama ibu Sejuk. Mendengar cerita dari Embun bahwa Toro mempunyai orang tua angkat, Bu Sejuk memberi nasehat agar Embun tidak membedakan kasih sayang antara orang tua kandung, mertua Embun, dan orang tua angkat.Sekilas memandang wajah ibu angkat Toro, Embun teringat jelas ucapan ibunya yang sangat antusias dan senang ketika mengetahui Toro mempunyai orang tua angkat."MasyaAllah nak, Alhamdulillah. Semua rezeki kamu, ini bukti Allah SWT sayang sama kamu dengan menghadirkan 3 orang tua sekaligus. Sayangi tanpa harus membedakan, berbakti tanpa harus membedakan, jangan ada pilih kasih dalam bersikap ya." Ucap ibu Sejuk saat setelah acara lamaran Embun dahulu.Embun yang tersenyum manis kearah Bu Minah, dibalas dengan wajah yang mengerut dan disambung dengan mata yang melotot melihat Embun dari bawah hingga atas. Embun yang langsung berdiri lalu menunduk dengan mengacungkan tangan untuk bersalaman, namun tangannya tak diliriknya.Bu Minah berjalan perlahan dengan memperhatikan detile pakaian yang dikenakan Embun. Celana panjang warna hitam, dengan baju kelelawar merah muda yang dalamnya dipakaikan manset warna hitam, juga jilbab hitam yang selaras membuat Bu Minah tidak puas dengan penampilan Embun."Pakaian kamu kok seperti ini sih! Kok tidak mewah! Emang tidak ada pakaian yang lain? Ganti dong, kan mau ketemu sama tamu." Ucap Bu Minah dengan lidah tajamnya yang lebih tajam dari sebuah pedang terasah. Membuat hati Embun teriris dengan sangat mudahnya.Embun lalu menunduk tak menatap kearah wajah ibu Minah. Berdiri sejenak, dengan hati yang seketika terasa sakit, pandangan yang perlahan tidak jelas karena air mata yang menggenang di matanya. Embun enggan menunjukkan bahwa dirinya sedang menangis didepan Bu Minah.Tenggorokan yang terasa sulit untuk menelan air liur karena menahan tangis dan sakit tak berdarah ini, perlahan kaki Embun berjalan keluar kamar tanpa sepatah katapun, berjalan menunduk dengan tangan yang membuka pintu juga gorden penutup pintu, dirinya tetap tidak merubah pandangannya.Embun berjalan kearah dapur dan harus melewati banyak orang dengan badan yang membungkuk, tangan yang diluruskan kebawah sebagai tanda santun melewati orang yang akan dilewatinya, akhirnya Embun sampai di pintu belakang rumah Toro dan menuju kerumah samping dimana keluarga dan tetangganya beristirahat disana.Perlahan Embun menghapus air mata dikegelapan malam. Sesampainya dirumah itu, ibunya dan para tetangganya telah tidur pulas karena terlalu lelah dalam perjalanan. Lagi pula malam ini sudah lewat jam 12 malam. Namun kakak perempuan Embun yang bernama Esta belum tidur.Mereka berdua sangat dekat. Karena jarak kelahirannya yang terlalu dekat, mereka sering sekali dibilang seperti anak kembar, wajahnya yang rupawan dan seperti pinang dibelah dua menjadikan hal itu sebagai pendukung orang-orang kebanyakan memanggil mereka kembar. Banyak tetangga yang keliru jika memanggil mereka.Embun yang tak pernah bisa menyembunyikan sesuatu dari Esta, membuat Esta sangat terkejut melihat adiknya yang sedang menangis tersedu-sedu dengan air mata yang deras membasahi pipi dan jilbabnya."Kamu kenapa dik?, jawab! siapa yang sudah berani membuatmu menangis seperti ini." Ucap Esta dengan menghadapkan Embun kearahnya dengan tangan berada dipundak Embun."Nanti saja kak, aku mau ganti pakaian dahulu." Jawab Embun dengan suara lirihnya."Tidak bisa! Jawab dahulu, siapa orangnya!" Ucap Esta dengan suara yang lebih keras dibandingkan Embun."Sssttt, jangan berisik kak, nanti ayah ibu dan tetangga kita bisa bangun." Jawab Embun."Makannya jawab!" Tegas Esta."Ibu angkatnya Toro. Dia menyuruhku ganti pakaian, pa-padahal sebelumnya aku sudah tanya sama mamanya mas Toro apakah aku harus berganti pakaian atau tidak untuk menemui tamu. Tapi, tapi mamanya bilang aku tidak perlu melakukan itu karena ini juga sudah malam. Tapi ibu angkatnya mas Toro malah keheranan melihat pakaianku, yang seolah mengatakan bahwa pakaianku jelek. Dia bilang, pakaianku tidak mewah." Ucap Embun dengan suara lirih dan tersedu-sedu."Yang mana orangnya. Loh mamanya Toro saja tidak masalah kok. Kecuali kalau kamu ketika bertanya mamanya Toro juga menyuruhmu ganti pakaian dan kamu tidak mau. Dia itu siapa? beraninya nyakitin kamu. Tidak layak dia dihormati kamu. Lisan dia saja tidak terhormat dalam berkata." Ucap Esta dengan nada yang marah seolah dirinya lebih merasakan sakit dibandingkan Embun.Embun meminta Esta untuk tidak dahulu menceritakan hal ini kepada ayah dan ibunya. Embun juga mengangkat tangan perjanjian kearah Esta dengan kelingking melengkung sebagai persetujuan bahwa hal ini hanya untuk mereka berdua.Setelah berganti pakaian berwarna silver berbalut kebaya pink yang menempel di pakaian Embun, dengan jilbab berwarna silver yang dikenakan Embun, tetap saja walaupun baju itu indah, Embun tidak merasa dirinya beraura positif karena hatinya sedang merintih.Embun pamitan kepada Esta untuk pergi kerumah Toro kembali. Esta mengatakan bahwa dirinya akan menunggu Embun untuk tidur bersama, karena besok dirinya akan pulang kekampung kembali karena acara mengantar Embun telah sampai."Nah gitu dong, kan bagus." Suara Bu Minah keras yang terdengar oleh semua orang yang sedang berkumpul diruang tamu. Embun hanya melirik Bu Minah yang melontarkan ucapannya itu.Embun berniat akan menceritakan sikap ibu angkatnya Toro kepada Toro nanti. Akankah Toro membela Embun? atau justru membela ibu angkatnya?***Bersambung."Mas, aku mau bicara. Boleh?" Ucap Embun dengansuara lirihnya tepat ketika Toro baru saja memasuki kamar dan merebahkan diridi kasur usai menemui tamu yang datang.Tamu tersebut adalah keluarga besar Toro yang baru datang menjelang tengahmalam.Embun menghela nafas panjang lalu berbalik menghadap ke arahToro yang sedang menatapnya. Embun memberikan balasan tatapan dengan kepalayang miring menyesuaikan pandangan Toro yang berbaring di kasur."Boleh dong, kenapa pelan-pelan sekali bicaranya?" Toro dengan segerabangun dan duduk tepat berada di depan Embun."Ini akan membuat kamu kaget mungkin Mas, tapi kita kan sudah janji dariawal pernikahan, bahwa tidak boleh ada yang dirahasiakan. Benar kan Mas?" ucapEmbun dengan menatap tajam ke arah Toro."Iya, benar. Ya sudah mau bicara apa?" Jawab Toro yang penasarandengan cerita Embun.Kemudian, Embun menceritakan kejadian tadi—komentar pedas dari orang tua angkatToro perihal pakaiannya. Wanita itu bercerita dengan waspada, dengan sesek
"Sudah kamu istirahat saja. Besok kamu kan sehariandipajang di pelaminan itu.” Esta mengusap perlahan punggung Embun dari atas ke bawahuntuk menenangkan adiknya yang sedang bersedih. “Yang penting kamu hati-hati.Besok kami pulang, do'akan kami juga supaya selamat sampai tujuan. Semoga kamubisa cepat berbaur dengan keluarga Toro di sini.”Kesunyian malam itu membuat tangis wanita berusia 24 tahunitu tak bebas untuk menangis karena tetangga dan keluarganya yang sudahtertidur. Embun sesekali membungkam mulutnya dengan baju yang ia kenakan agartangisnya tak bersuara walau hanya sedikit.Embun kemudian berbaring di lantai yang beralaskan karpet tipis. Sepasang kakakberadik itu mencoba memanfaatkan malam terakhir mereka bisa bersama. Namun, tak lama … suara salam terdengar lagi dari luar."Assalamu'alaikum." Esta kemudian duduk dan menengok ke arah pintu tersebut. Adaseorang bapak-bapak berdiri di tengah pintu itu. Esta berdiri dan menyahutjilbab instan yang ada di sampingnya la
Embun merasakan tangan Esta menggenggam erat tangannya. Iamasih merasa was-was, khawatir kembali menerima kalimat toksik saat nanti bertemudengan ibu angkat Toro lagi."Kak, bagaimana kalau nanti aku melihat orang itu? Akutidak bisa berpura-pura tak terluka di depan semua orang. Rasanya berat sekalikak." "Sudah, tidak usah dipikirkan. Itu urusan kakak."jawab Esta tegas."Kakak mau apa? jangan melakukan hal yang fatal ya kak. Kasihan Ayah danIbu." Sahut Embun.Esta tak menjawab tetapi semakin mempercepat langkah kakinya, hingga membuatEmbun tertarik."Agak cepat, biar kita bisa cepat juga siap-siap. Kan kamu harus di makeup juga." Ucap Esta dengan suara naik turun karena melajukan langkahkakinya.Sesampainya di sana, Embun dan Esta disuguhi dengan pemandangan yang super epikdengan seseorang yang disebut-sebut sedang pingsan karena kelelahan. Namundirinya terlihat sehat dan santai dengan kaki kanan berada di atas kaki kiri,juga ditambah dengan gadget yang ada di tangannya.
“Selamat pagi.” Embun kemudian tersenyum kepada orang yangada di dalam dan membungkukkan badan menuju ke kamar Toro yang pintunya tepatberada di dekat Bu Minah.Mata yang melihat dengan sinis dari bawah hingga ke atas melihat Embun membuatEmbun sangat risih dengan sikap itu.Embun masih sabar dengan perlakuan saudara angkat keluarganya Toro itu. Dirinyamemilih untuk berdiam diri di dalam kamar Toro dengan tukang make up yang sudahmenunggunya."Sudah makan belum, kamu?!" Tanya mamanya Toro ketus kepada Embun.Embun hanya menggelengkan kepalanya."Jam segini kok belum makan, nanti pingsan saja." Imbuhnya. Bu Minahnampak sumringah mendengar ucapan mamanya Toro kepada Embun saat itu.Entah setan apa yang merasuki mamanya Toro sehingga sikapnya sedikit berubahkepada Embun. Padahal sebelumnya, mama kandung suaminya itu bersikap lebihlembut padanya.Alih-alih memikirkan kejanggalan tersebut, ia pun memutuskanuntuk membuka gadgetnya dan mengirim pesan melalui aplikasi hijau.Ia menca
“Ayo, ayo. Duduk di sini, Bu.”Melihat rombongan Bu Minah yang sedang memasuki tempat acara, Ayah Toro nampakmenyambut para rombongan keluarga angkatnya itu secara langsung dan mencarikantempat duduk paling depan. Semua itu berbanding terbalik dengan sikap dirinya terhadapbesannya. Orang tua Embun beserta rombongannya hanya melihat dengan datar saja.Sesekali, untuk mengusir rasa take nak hati, ibunya Embun tersenyum ke arahtetangganya yang sedang berada di kursi panitia penyambutan tamu.Tak lama, sosok ayah Toro dan panitia acara menghampiri beberapa orang yangrupanya telah menduduki kursi barisan pertama. Mereka diminta untuk pindah darikursi yang telah mereka duduki, sebab rombongan Bu Amina dinilai lebih berhakuntuk duduk di kursi paling depan ini. "Mungkin memang sudah diatur sedemikian rupa ya Bu,kita memang dari awal diminta untuk duduk di sini, bukan duduk di kursi bagiandepan. Tapi saya lihat, para panitia merasa tidak enak dengan kita semua."Ibu Sejuk hanya ters
"Mbak Embun, mari kita berganti pakaian yang lain." Perias itu menghampiri dan membantu Embun untuk masuk kedalam rumah. "ini, usap air matanya." Toro mengulurkan kertas lunak persegi kepada Embun. Tisu itu tak cukup mengeringkan air mata Embun. Dirinya terus mengeluarkan air mata didalam kamar. Embun bertanya kepada perias, apakah make up diwajahnya luntur. Perias itu menggelengkan kepalanya dengan bibir yang melebar. "Sabar ya mbak, pasti sedih sekali." Nada perias menenangkan hati Embun. Hanya menganggukkan kepala yang menjadi tanggapan Embun. Alih-alih bisa mereda air yang mengalir di pipi, justru air itu semakin deras membasahi pipi. Embun merasa dirinya hanya seorang diri yang ditinggalkan oleh keluarganya. "Yang sabar ya mbak, tidak perlu didengar." Alunan suara perias terus mengiringi hati Embun. Siang itu, Lambung Embun dan nasi belum bertemu, musik di perut menjadi irama dari pengumuman bahwa dirinya telah lapar.
"Mbak Embun, mari kita berganti pakaian yang lain." Perias itu menghampiri dan membantu Embun untuk masuk kedalam rumah. "ini, usap air matanya." Toro mengulurkan kertas lunak persegi kepada Embun. Tisu itu tak cukup mengeringkan air mata Embun. Dirinya terus mengeluarkan air mata didalam kamar. Embun bertanya kepada perias, apakah make up diwajahnya luntur. Perias itu menggelengkan kepalanya dengan bibir yang melebar. "Sabar ya mbak, pasti sedih sekali." Nada perias menenangkan hati Embun. Hanya menganggukkan kepala yang menjadi tanggapan Embun. Alih-alih bisa mereda air yang mengalir di pipi, justru air itu semakin deras membasahi pipi. Embun merasa dirinya hanya seorang diri yang ditinggalkan oleh keluarganya. "Yang sabar ya mbak, tidak perlu didengar." Alunan suara perias terus mengiringi hati Embun. Siang itu, Lambung Embun dan nasi belum bertemu, musik di perut menjadi irama dari pengumuman bahwa dirinya telah lapar.
“Ayo, ayo. Duduk di sini, Bu.”Melihat rombongan Bu Minah yang sedang memasuki tempat acara, Ayah Toro nampakmenyambut para rombongan keluarga angkatnya itu secara langsung dan mencarikantempat duduk paling depan. Semua itu berbanding terbalik dengan sikap dirinya terhadapbesannya. Orang tua Embun beserta rombongannya hanya melihat dengan datar saja.Sesekali, untuk mengusir rasa take nak hati, ibunya Embun tersenyum ke arahtetangganya yang sedang berada di kursi panitia penyambutan tamu.Tak lama, sosok ayah Toro dan panitia acara menghampiri beberapa orang yangrupanya telah menduduki kursi barisan pertama. Mereka diminta untuk pindah darikursi yang telah mereka duduki, sebab rombongan Bu Amina dinilai lebih berhakuntuk duduk di kursi paling depan ini. "Mungkin memang sudah diatur sedemikian rupa ya Bu,kita memang dari awal diminta untuk duduk di sini, bukan duduk di kursi bagiandepan. Tapi saya lihat, para panitia merasa tidak enak dengan kita semua."Ibu Sejuk hanya ters
“Selamat pagi.” Embun kemudian tersenyum kepada orang yangada di dalam dan membungkukkan badan menuju ke kamar Toro yang pintunya tepatberada di dekat Bu Minah.Mata yang melihat dengan sinis dari bawah hingga ke atas melihat Embun membuatEmbun sangat risih dengan sikap itu.Embun masih sabar dengan perlakuan saudara angkat keluarganya Toro itu. Dirinyamemilih untuk berdiam diri di dalam kamar Toro dengan tukang make up yang sudahmenunggunya."Sudah makan belum, kamu?!" Tanya mamanya Toro ketus kepada Embun.Embun hanya menggelengkan kepalanya."Jam segini kok belum makan, nanti pingsan saja." Imbuhnya. Bu Minahnampak sumringah mendengar ucapan mamanya Toro kepada Embun saat itu.Entah setan apa yang merasuki mamanya Toro sehingga sikapnya sedikit berubahkepada Embun. Padahal sebelumnya, mama kandung suaminya itu bersikap lebihlembut padanya.Alih-alih memikirkan kejanggalan tersebut, ia pun memutuskanuntuk membuka gadgetnya dan mengirim pesan melalui aplikasi hijau.Ia menca
Embun merasakan tangan Esta menggenggam erat tangannya. Iamasih merasa was-was, khawatir kembali menerima kalimat toksik saat nanti bertemudengan ibu angkat Toro lagi."Kak, bagaimana kalau nanti aku melihat orang itu? Akutidak bisa berpura-pura tak terluka di depan semua orang. Rasanya berat sekalikak." "Sudah, tidak usah dipikirkan. Itu urusan kakak."jawab Esta tegas."Kakak mau apa? jangan melakukan hal yang fatal ya kak. Kasihan Ayah danIbu." Sahut Embun.Esta tak menjawab tetapi semakin mempercepat langkah kakinya, hingga membuatEmbun tertarik."Agak cepat, biar kita bisa cepat juga siap-siap. Kan kamu harus di makeup juga." Ucap Esta dengan suara naik turun karena melajukan langkahkakinya.Sesampainya di sana, Embun dan Esta disuguhi dengan pemandangan yang super epikdengan seseorang yang disebut-sebut sedang pingsan karena kelelahan. Namundirinya terlihat sehat dan santai dengan kaki kanan berada di atas kaki kiri,juga ditambah dengan gadget yang ada di tangannya.
"Sudah kamu istirahat saja. Besok kamu kan sehariandipajang di pelaminan itu.” Esta mengusap perlahan punggung Embun dari atas ke bawahuntuk menenangkan adiknya yang sedang bersedih. “Yang penting kamu hati-hati.Besok kami pulang, do'akan kami juga supaya selamat sampai tujuan. Semoga kamubisa cepat berbaur dengan keluarga Toro di sini.”Kesunyian malam itu membuat tangis wanita berusia 24 tahunitu tak bebas untuk menangis karena tetangga dan keluarganya yang sudahtertidur. Embun sesekali membungkam mulutnya dengan baju yang ia kenakan agartangisnya tak bersuara walau hanya sedikit.Embun kemudian berbaring di lantai yang beralaskan karpet tipis. Sepasang kakakberadik itu mencoba memanfaatkan malam terakhir mereka bisa bersama. Namun, tak lama … suara salam terdengar lagi dari luar."Assalamu'alaikum." Esta kemudian duduk dan menengok ke arah pintu tersebut. Adaseorang bapak-bapak berdiri di tengah pintu itu. Esta berdiri dan menyahutjilbab instan yang ada di sampingnya la
"Mas, aku mau bicara. Boleh?" Ucap Embun dengansuara lirihnya tepat ketika Toro baru saja memasuki kamar dan merebahkan diridi kasur usai menemui tamu yang datang.Tamu tersebut adalah keluarga besar Toro yang baru datang menjelang tengahmalam.Embun menghela nafas panjang lalu berbalik menghadap ke arahToro yang sedang menatapnya. Embun memberikan balasan tatapan dengan kepalayang miring menyesuaikan pandangan Toro yang berbaring di kasur."Boleh dong, kenapa pelan-pelan sekali bicaranya?" Toro dengan segerabangun dan duduk tepat berada di depan Embun."Ini akan membuat kamu kaget mungkin Mas, tapi kita kan sudah janji dariawal pernikahan, bahwa tidak boleh ada yang dirahasiakan. Benar kan Mas?" ucapEmbun dengan menatap tajam ke arah Toro."Iya, benar. Ya sudah mau bicara apa?" Jawab Toro yang penasarandengan cerita Embun.Kemudian, Embun menceritakan kejadian tadi—komentar pedas dari orang tua angkatToro perihal pakaiannya. Wanita itu bercerita dengan waspada, dengan sesek
"Ma, Embun pakai baju yang mana ya untuk menemui tamu?" Ucap Embun malam itu yang sedang berada di kampung Toro dalam acara ngunduh mantu."Pakai itu saja sudah bagus, sudah sopan. Lagi pula siapa yang akan melihat malam-malam begini. Orang-orang juga tidak akan memperhatikan." Jawab mama mertua Embun dengan suara perlahan didalam kamar Embun dan Toro. Embun lalu berdiri didepan kaca untuk merapikan sedikit riasannya. Menambah keterangan lipstik yang sudah memudar di bibirnya, tak lupa juga menambah tipis bedak pada wajahnya. Embun sengaja tidak memakai blush-on karena memang suasana saat itu sudah lewat jam 12 malam. Embun dan keluarga beserta tetangganya yang saat itu ikut mengiringi Embun dalam acara ngunduh mantu, diminta untuk menginap karena perjalanan dari kampung Embun ke kampung Toro membutuhkan waktu selama 12 jam karena perjalanan yang sangat berkelok juga jalan yang masih banyak lubang. Ketika Embun sedang merapikan jilbabnya dengan memberi sedikit aksesoris Bros kecil