Share

BAB-4

Author: AKD
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Embun merasakan tangan Esta menggenggam erat tangannya. Ia masih merasa was-was, khawatir kembali menerima kalimat toksik saat nanti bertemu dengan ibu angkat Toro lagi.

"Kak, bagaimana kalau nanti aku melihat orang itu? Aku tidak bisa berpura-pura tak terluka di depan semua orang. Rasanya berat sekali kak."

"Sudah, tidak usah dipikirkan. Itu urusan kakak." jawab Esta tegas.

"Kakak mau apa? jangan melakukan hal yang fatal ya kak. Kasihan Ayah dan Ibu." Sahut Embun.

Esta tak menjawab tetapi semakin mempercepat langkah kakinya, hingga membuat Embun tertarik.

"Agak cepat, biar kita bisa cepat juga siap-siap. Kan kamu harus di make up juga." Ucap Esta dengan suara naik turun karena melajukan langkah kakinya.

Sesampainya di sana, Embun dan Esta disuguhi dengan pemandangan yang super epik dengan seseorang yang disebut-sebut sedang pingsan karena kelelahan. Namun dirinya terlihat sehat dan santai dengan kaki kanan berada di atas kaki kiri, juga ditambah dengan gadget yang ada di tangannya.

Sontak, Esta dan Embun melotot keheranan melihat Toro. Salah seorang dari dalam ruangan tersebut memberi tahu kedatangan Esta dan Embun kepada Toro.

Istrimu datang tuh. Sambut salah seorang yang berada dalam ruangan itu. Dengan gelagat kaget, Toro menengok ke arah Embun dan Esta dan segera menaruh gadgetnya dengan kasar ke lantai.

Esta dengan perlahan memperhatikan di sekeliling ruangan itu mencari keberadaan Bu Minah, namun sepertinya orang yang dicari Esta tak berada di dalam ruangan itu. Kebanyakan dari mereka adalah laki-laki dan Anak-anak, juga ada perempuan separuh baya yang sedang duduk manis di pojok ruangan.

"Sial." Embun tak menghiraukan bisikan kakaknya saat itu karena masih ramai orang.

"Lelah ya Toro? Waduh... kok bisa? kayaknya kamu harus belajar sama Embun yang belum pernah datang ke sini tapi tetap kuat. Jarang mudik ya kamu sampai lupa kalau rumahmu jauh sekali??" Ucap Esta dengan bibir tersenyum tipis.

"Hehehe iya mbak. Aku kelelahan saja kok. Tidak apa-apa ini." Jawab Toro salah tingkah di depan kakak iparnya.

Semua orang nampak heran dengan ucapan Esta yang terkesan spontan di depan Toro. Tak lama kemudian mamanya Toro datang membawakan sarapan untuk Toro.

"Makan mbak. Kemarin Toro telat makan sepertinya." Ucap mamanya Toro dengan sepiring nasi yang disiram kuah soto hangat dan minum yang dipegang di tangan kiri mamanya Toro.

Embun hanya tersenyum ke arah mama mertuanya.

"Oh seperti itu ya Bu. Kalau Toro telat makan berati adik saya juga telat dong? Kan mereka makan sepiring berdua? Hebat kamu berarti, Dik, tahan banting." Ucap Esta dengan senyuman tipis kepada mamanya Toro dan sembari menepuk pundak Embun yang berada di sampingnya.

Salah seorang di dalam ruangan itu menyahut ucapan Esta. Senyuman kakak Embun itu semakin lebar saat orang lain di ruangan itu mendukung kalimatnya barusan.

"Ayo dimakan Toro, bangun pelan-pelan. Main handphone saja semangat, kok makan tidak semangat? Ayo bangun." Imbuh Esta.

Embun kemudian mencolek paha Esta agar dirinya berhenti beraksi. Di sisi lain Embun terharu dengan perlindungan Esta kepada dirinya. Dengan penuh tatapan hangat, sesekali Embun tersenyum melihat kakaknya.

Esta dan Embun mengobrol dengan orang-orang yang ada di dalam ruangan. Perempuan separuh baya yang duduk di pojokan ruangan itu memuji keramahan Embun dan Esta kepada orang-orang.

Setelah bercengkerama cukup panjang, mamanya Toro lantas meminta Embun untuk segera mandi, sarapan, lalu bersiap karena petugas make up sudah mau datang.

Esta dan Embun lantas berpamitan. Tak lupa, sebelum pergi Esta menjahili Toro. "Makan yang banyak Toro, jangan sampai pingsan lagi. Nanti kalian mau dipajang seharian di pelaminan."

Embun tak banyak menatap Toro, karena dirinya masih kecewa dengan sikap suaminya yang terkesan tidak bijaksana dan lebih membela yang sudah jelas salah.

Esta banyak berperan di dalam ruangan ini. Mereka lantas berpamitan untuk bersiap. Ketika sampai di pintu keluar, Esta bertanya kepada mamanya Toro dengan raut penasaran. "Oiya Bu, Bu Minah ke mana? Kok tidak kelihatan. Padahal saya mau bicara dengannya.”

Toro dengan gugup menggelengkan kepalanya, berusaha menjelaskan jika pria itu tidak tahu.

“Bu Minah sedang mandi. Ada apa, Mbak?” Mamanya Toro yang menjawab sementara Toro masih berpura-pura tenang.

"Yah, sayang sekali ya. Saya penasaran sekali soalnya dengan Bu Minah, ibu angkatnya Toro. Boleh kan, Toro?" ucap Esta dengan senyuman yang sangat lebar sampai matanya menyipit.

Toro hanya menunduk dan diam seribu bahasa. Embun lalu menggandeng tangan Esta dan kembali berpamitan. “Sudah, ayo, Kak. Jangan diteruskan lagi.”

"Kenapa sih dik. Biar saja, biar mereka semua tahu, bahwa kita bukan orang yang bisa direndahkan dengan mudah.”

Esta memberatkan badannya yang sedang ditarik Embun, menolak ajakan adiknya agar mempercepat langkah mereka.

Waktu terus berjalan, Embun yang bersiap akan didandani pun telah mandi. Namun, ia menolak sarapan sebab khawatir perias telah menunggunya terlalu lama.

Ada kekhawatiran pada diri Embun, terlebih saat tahu kalau tempat make up itu berada di wilayah rumah Toro, bukan di rumah singgah—milik tetangga, yang jadi tempat bermalam ia dan keluarganya.

Embun sebenarnya meminta bantuan Esta untuk menemaninya. Minimal, jika ada kakaknya itu, ia bisa lebih kuat karena pasti saudara perempuannya itu akan melindunginya dari tajamnya kalimat toksik milik ibu mertua angkatnya.

Namun sayang, Esta menolak dengan alasan ia pun harus menyelesaikan make upnya sendiri di kamar demi kelancaran acara sang adik.

"Nanti kakak menyusul. Pokoknya kamu tenang. Kakak mau make up di kamar.”

Seorang diri, Embun lantas berjalan sendirian masuk ke rumah Toro. Benar saja, di sana sudah terdapat Bu Minah beserta rombongannya yang sudah rapi, sedangkan Embun belum apa-apa. Belum juga mendapatkan kalimat pedas dari ibu mertua angkatnya, tatapan tajam dan tak suka itu telah lebih dulu menyayat hatinya.

***

Bersambung.

Related chapters

  • Orang Ketiga itu adalah Keluarga Suamiku   BAB-5

    “Selamat pagi.” Embun kemudian tersenyum kepada orang yangada di dalam dan membungkukkan badan menuju ke kamar Toro yang pintunya tepatberada di dekat Bu Minah.Mata yang melihat dengan sinis dari bawah hingga ke atas melihat Embun membuatEmbun sangat risih dengan sikap itu.Embun masih sabar dengan perlakuan saudara angkat keluarganya Toro itu. Dirinyamemilih untuk berdiam diri di dalam kamar Toro dengan tukang make up yang sudahmenunggunya."Sudah makan belum, kamu?!" Tanya mamanya Toro ketus kepada Embun.Embun hanya menggelengkan kepalanya."Jam segini kok belum makan, nanti pingsan saja." Imbuhnya. Bu Minahnampak sumringah mendengar ucapan mamanya Toro kepada Embun saat itu.Entah setan apa yang merasuki mamanya Toro sehingga sikapnya sedikit berubahkepada Embun. Padahal sebelumnya, mama kandung suaminya itu bersikap lebihlembut padanya.Alih-alih memikirkan kejanggalan tersebut, ia pun memutuskanuntuk membuka gadgetnya dan mengirim pesan melalui aplikasi hijau.Ia menca

  • Orang Ketiga itu adalah Keluarga Suamiku   BAB-6

    “Ayo, ayo. Duduk di sini, Bu.”Melihat rombongan Bu Minah yang sedang memasuki tempat acara, Ayah Toro nampakmenyambut para rombongan keluarga angkatnya itu secara langsung dan mencarikantempat duduk paling depan. Semua itu berbanding terbalik dengan sikap dirinya terhadapbesannya. Orang tua Embun beserta rombongannya hanya melihat dengan datar saja.Sesekali, untuk mengusir rasa take nak hati, ibunya Embun tersenyum ke arahtetangganya yang sedang berada di kursi panitia penyambutan tamu.Tak lama, sosok ayah Toro dan panitia acara menghampiri beberapa orang yangrupanya telah menduduki kursi barisan pertama. Mereka diminta untuk pindah darikursi yang telah mereka duduki, sebab rombongan Bu Amina dinilai lebih berhakuntuk duduk di kursi paling depan ini. "Mungkin memang sudah diatur sedemikian rupa ya Bu,kita memang dari awal diminta untuk duduk di sini, bukan duduk di kursi bagiandepan. Tapi saya lihat, para panitia merasa tidak enak dengan kita semua."Ibu Sejuk hanya ters

  • Orang Ketiga itu adalah Keluarga Suamiku   BAB-7

    "Mbak Embun, mari kita berganti pakaian yang lain." Perias itu menghampiri dan membantu Embun untuk masuk kedalam rumah. "ini, usap air matanya." Toro mengulurkan kertas lunak persegi kepada Embun. Tisu itu tak cukup mengeringkan air mata Embun. Dirinya terus mengeluarkan air mata didalam kamar. Embun bertanya kepada perias, apakah make up diwajahnya luntur. Perias itu menggelengkan kepalanya dengan bibir yang melebar. "Sabar ya mbak, pasti sedih sekali." Nada perias menenangkan hati Embun. Hanya menganggukkan kepala yang menjadi tanggapan Embun. Alih-alih bisa mereda air yang mengalir di pipi, justru air itu semakin deras membasahi pipi. Embun merasa dirinya hanya seorang diri yang ditinggalkan oleh keluarganya. "Yang sabar ya mbak, tidak perlu didengar." Alunan suara perias terus mengiringi hati Embun. Siang itu, Lambung Embun dan nasi belum bertemu, musik di perut menjadi irama dari pengumuman bahwa dirinya telah lapar.

  • Orang Ketiga itu adalah Keluarga Suamiku   BAB-1

    "Ma, Embun pakai baju yang mana ya untuk menemui tamu?" Ucap Embun malam itu yang sedang berada di kampung Toro dalam acara ngunduh mantu."Pakai itu saja sudah bagus, sudah sopan. Lagi pula siapa yang akan melihat malam-malam begini. Orang-orang juga tidak akan memperhatikan." Jawab mama mertua Embun dengan suara perlahan didalam kamar Embun dan Toro. Embun lalu berdiri didepan kaca untuk merapikan sedikit riasannya. Menambah keterangan lipstik yang sudah memudar di bibirnya, tak lupa juga menambah tipis bedak pada wajahnya. Embun sengaja tidak memakai blush-on karena memang suasana saat itu sudah lewat jam 12 malam. Embun dan keluarga beserta tetangganya yang saat itu ikut mengiringi Embun dalam acara ngunduh mantu, diminta untuk menginap karena perjalanan dari kampung Embun ke kampung Toro membutuhkan waktu selama 12 jam karena perjalanan yang sangat berkelok juga jalan yang masih banyak lubang. Ketika Embun sedang merapikan jilbabnya dengan memberi sedikit aksesoris Bros kecil

  • Orang Ketiga itu adalah Keluarga Suamiku   BAB-2

    "Mas, aku mau bicara. Boleh?" Ucap Embun dengansuara lirihnya tepat ketika Toro baru saja memasuki kamar dan merebahkan diridi kasur usai menemui tamu yang datang.Tamu tersebut adalah keluarga besar Toro yang baru datang menjelang tengahmalam.Embun menghela nafas panjang lalu berbalik menghadap ke arahToro yang sedang menatapnya. Embun memberikan balasan tatapan dengan kepalayang miring menyesuaikan pandangan Toro yang berbaring di kasur."Boleh dong, kenapa pelan-pelan sekali bicaranya?" Toro dengan segerabangun dan duduk tepat berada di depan Embun."Ini akan membuat kamu kaget mungkin Mas, tapi kita kan sudah janji dariawal pernikahan, bahwa tidak boleh ada yang dirahasiakan. Benar kan Mas?" ucapEmbun dengan menatap tajam ke arah Toro."Iya, benar. Ya sudah mau bicara apa?" Jawab Toro yang penasarandengan cerita Embun.Kemudian, Embun menceritakan kejadian tadi—komentar pedas dari orang tua angkatToro perihal pakaiannya. Wanita itu bercerita dengan waspada, dengan sesek

  • Orang Ketiga itu adalah Keluarga Suamiku   BAB-3

    "Sudah kamu istirahat saja. Besok kamu kan sehariandipajang di pelaminan itu.” Esta mengusap perlahan punggung Embun dari atas ke bawahuntuk menenangkan adiknya yang sedang bersedih. “Yang penting kamu hati-hati.Besok kami pulang, do'akan kami juga supaya selamat sampai tujuan. Semoga kamubisa cepat berbaur dengan keluarga Toro di sini.”Kesunyian malam itu membuat tangis wanita berusia 24 tahunitu tak bebas untuk menangis karena tetangga dan keluarganya yang sudahtertidur. Embun sesekali membungkam mulutnya dengan baju yang ia kenakan agartangisnya tak bersuara walau hanya sedikit.Embun kemudian berbaring di lantai yang beralaskan karpet tipis. Sepasang kakakberadik itu mencoba memanfaatkan malam terakhir mereka bisa bersama. Namun, tak lama … suara salam terdengar lagi dari luar."Assalamu'alaikum." Esta kemudian duduk dan menengok ke arah pintu tersebut. Adaseorang bapak-bapak berdiri di tengah pintu itu. Esta berdiri dan menyahutjilbab instan yang ada di sampingnya la

Latest chapter

  • Orang Ketiga itu adalah Keluarga Suamiku   BAB-7

    "Mbak Embun, mari kita berganti pakaian yang lain." Perias itu menghampiri dan membantu Embun untuk masuk kedalam rumah. "ini, usap air matanya." Toro mengulurkan kertas lunak persegi kepada Embun. Tisu itu tak cukup mengeringkan air mata Embun. Dirinya terus mengeluarkan air mata didalam kamar. Embun bertanya kepada perias, apakah make up diwajahnya luntur. Perias itu menggelengkan kepalanya dengan bibir yang melebar. "Sabar ya mbak, pasti sedih sekali." Nada perias menenangkan hati Embun. Hanya menganggukkan kepala yang menjadi tanggapan Embun. Alih-alih bisa mereda air yang mengalir di pipi, justru air itu semakin deras membasahi pipi. Embun merasa dirinya hanya seorang diri yang ditinggalkan oleh keluarganya. "Yang sabar ya mbak, tidak perlu didengar." Alunan suara perias terus mengiringi hati Embun. Siang itu, Lambung Embun dan nasi belum bertemu, musik di perut menjadi irama dari pengumuman bahwa dirinya telah lapar.

  • Orang Ketiga itu adalah Keluarga Suamiku   BAB-6

    “Ayo, ayo. Duduk di sini, Bu.”Melihat rombongan Bu Minah yang sedang memasuki tempat acara, Ayah Toro nampakmenyambut para rombongan keluarga angkatnya itu secara langsung dan mencarikantempat duduk paling depan. Semua itu berbanding terbalik dengan sikap dirinya terhadapbesannya. Orang tua Embun beserta rombongannya hanya melihat dengan datar saja.Sesekali, untuk mengusir rasa take nak hati, ibunya Embun tersenyum ke arahtetangganya yang sedang berada di kursi panitia penyambutan tamu.Tak lama, sosok ayah Toro dan panitia acara menghampiri beberapa orang yangrupanya telah menduduki kursi barisan pertama. Mereka diminta untuk pindah darikursi yang telah mereka duduki, sebab rombongan Bu Amina dinilai lebih berhakuntuk duduk di kursi paling depan ini. "Mungkin memang sudah diatur sedemikian rupa ya Bu,kita memang dari awal diminta untuk duduk di sini, bukan duduk di kursi bagiandepan. Tapi saya lihat, para panitia merasa tidak enak dengan kita semua."Ibu Sejuk hanya ters

  • Orang Ketiga itu adalah Keluarga Suamiku   BAB-5

    “Selamat pagi.” Embun kemudian tersenyum kepada orang yangada di dalam dan membungkukkan badan menuju ke kamar Toro yang pintunya tepatberada di dekat Bu Minah.Mata yang melihat dengan sinis dari bawah hingga ke atas melihat Embun membuatEmbun sangat risih dengan sikap itu.Embun masih sabar dengan perlakuan saudara angkat keluarganya Toro itu. Dirinyamemilih untuk berdiam diri di dalam kamar Toro dengan tukang make up yang sudahmenunggunya."Sudah makan belum, kamu?!" Tanya mamanya Toro ketus kepada Embun.Embun hanya menggelengkan kepalanya."Jam segini kok belum makan, nanti pingsan saja." Imbuhnya. Bu Minahnampak sumringah mendengar ucapan mamanya Toro kepada Embun saat itu.Entah setan apa yang merasuki mamanya Toro sehingga sikapnya sedikit berubahkepada Embun. Padahal sebelumnya, mama kandung suaminya itu bersikap lebihlembut padanya.Alih-alih memikirkan kejanggalan tersebut, ia pun memutuskanuntuk membuka gadgetnya dan mengirim pesan melalui aplikasi hijau.Ia menca

  • Orang Ketiga itu adalah Keluarga Suamiku   BAB-4

    Embun merasakan tangan Esta menggenggam erat tangannya. Iamasih merasa was-was, khawatir kembali menerima kalimat toksik saat nanti bertemudengan ibu angkat Toro lagi."Kak, bagaimana kalau nanti aku melihat orang itu? Akutidak bisa berpura-pura tak terluka di depan semua orang. Rasanya berat sekalikak." "Sudah, tidak usah dipikirkan. Itu urusan kakak."jawab Esta tegas."Kakak mau apa? jangan melakukan hal yang fatal ya kak. Kasihan Ayah danIbu." Sahut Embun.Esta tak menjawab tetapi semakin mempercepat langkah kakinya, hingga membuatEmbun tertarik."Agak cepat, biar kita bisa cepat juga siap-siap. Kan kamu harus di makeup juga." Ucap Esta dengan suara naik turun karena melajukan langkahkakinya.Sesampainya di sana, Embun dan Esta disuguhi dengan pemandangan yang super epikdengan seseorang yang disebut-sebut sedang pingsan karena kelelahan. Namundirinya terlihat sehat dan santai dengan kaki kanan berada di atas kaki kiri,juga ditambah dengan gadget yang ada di tangannya.

  • Orang Ketiga itu adalah Keluarga Suamiku   BAB-3

    "Sudah kamu istirahat saja. Besok kamu kan sehariandipajang di pelaminan itu.” Esta mengusap perlahan punggung Embun dari atas ke bawahuntuk menenangkan adiknya yang sedang bersedih. “Yang penting kamu hati-hati.Besok kami pulang, do'akan kami juga supaya selamat sampai tujuan. Semoga kamubisa cepat berbaur dengan keluarga Toro di sini.”Kesunyian malam itu membuat tangis wanita berusia 24 tahunitu tak bebas untuk menangis karena tetangga dan keluarganya yang sudahtertidur. Embun sesekali membungkam mulutnya dengan baju yang ia kenakan agartangisnya tak bersuara walau hanya sedikit.Embun kemudian berbaring di lantai yang beralaskan karpet tipis. Sepasang kakakberadik itu mencoba memanfaatkan malam terakhir mereka bisa bersama. Namun, tak lama … suara salam terdengar lagi dari luar."Assalamu'alaikum." Esta kemudian duduk dan menengok ke arah pintu tersebut. Adaseorang bapak-bapak berdiri di tengah pintu itu. Esta berdiri dan menyahutjilbab instan yang ada di sampingnya la

  • Orang Ketiga itu adalah Keluarga Suamiku   BAB-2

    "Mas, aku mau bicara. Boleh?" Ucap Embun dengansuara lirihnya tepat ketika Toro baru saja memasuki kamar dan merebahkan diridi kasur usai menemui tamu yang datang.Tamu tersebut adalah keluarga besar Toro yang baru datang menjelang tengahmalam.Embun menghela nafas panjang lalu berbalik menghadap ke arahToro yang sedang menatapnya. Embun memberikan balasan tatapan dengan kepalayang miring menyesuaikan pandangan Toro yang berbaring di kasur."Boleh dong, kenapa pelan-pelan sekali bicaranya?" Toro dengan segerabangun dan duduk tepat berada di depan Embun."Ini akan membuat kamu kaget mungkin Mas, tapi kita kan sudah janji dariawal pernikahan, bahwa tidak boleh ada yang dirahasiakan. Benar kan Mas?" ucapEmbun dengan menatap tajam ke arah Toro."Iya, benar. Ya sudah mau bicara apa?" Jawab Toro yang penasarandengan cerita Embun.Kemudian, Embun menceritakan kejadian tadi—komentar pedas dari orang tua angkatToro perihal pakaiannya. Wanita itu bercerita dengan waspada, dengan sesek

  • Orang Ketiga itu adalah Keluarga Suamiku   BAB-1

    "Ma, Embun pakai baju yang mana ya untuk menemui tamu?" Ucap Embun malam itu yang sedang berada di kampung Toro dalam acara ngunduh mantu."Pakai itu saja sudah bagus, sudah sopan. Lagi pula siapa yang akan melihat malam-malam begini. Orang-orang juga tidak akan memperhatikan." Jawab mama mertua Embun dengan suara perlahan didalam kamar Embun dan Toro. Embun lalu berdiri didepan kaca untuk merapikan sedikit riasannya. Menambah keterangan lipstik yang sudah memudar di bibirnya, tak lupa juga menambah tipis bedak pada wajahnya. Embun sengaja tidak memakai blush-on karena memang suasana saat itu sudah lewat jam 12 malam. Embun dan keluarga beserta tetangganya yang saat itu ikut mengiringi Embun dalam acara ngunduh mantu, diminta untuk menginap karena perjalanan dari kampung Embun ke kampung Toro membutuhkan waktu selama 12 jam karena perjalanan yang sangat berkelok juga jalan yang masih banyak lubang. Ketika Embun sedang merapikan jilbabnya dengan memberi sedikit aksesoris Bros kecil

DMCA.com Protection Status