Malam itu begitu pilu, air hujan dengan tanpa meminta ijin terlebih dahulu turun begitu saja mengguyur jalanan malam yang ramai akan kendaraan yang sedang berlalu lalang.
Seorang gadis terlihat sedang berdiri ditepi jembatan, menunduk dalam menyembunyikan lelehan kristal yang bahkan kini nampak samar oleh air hujan. Kedua tangannya menggenggam erat pembatas jempatan yang ada dihadapannya. Orang-orang yang melihatnya pasti mengira dirinya adalah gadis gila yang hendak mengakhiri hidupnya.
“Bersabarlah Anna, sebentar lagi aku akan sampai di aparteman kamu!” Ujar seorang laki-laki dibalik kemudi itu.
“Cepatlah sedikit, Devan!” Seru gadis di sebrang telfon.
“Hujannya cukup lebat, aku akhiri dulu telfonnya!” Lantas, laki-laki dibalik kemudi itu langsung memutus begitu saja panggilan suara yang kini sedang berlangsung tanpa menunggu jawaban dari gadis yang ada di sebrang telfon.
Laki-laki yang disapa Devan itu menambah laju mobilnya sedikit cepat, dirinya tidak sabar untuk segera sampai di tempat kekasihnya yang merengkek ketakutan akibat hujan. Namun, semesta seperti tidak mengijinkan dirinya untuk sekedar sampai dengan cepat.
Devan menajamkan penglihatannya memastikan kalau sosok yang kini sedang berdiri dipinggir jembatan itu benar-benar manusia. Devan semakin menambah laju kecepatan mobilnya kemudian menghentikannya tepat di sebelah sosok yang kini sedang menangis dibawah derasnya air hujan yang membasahi tubuhnya.
“Apakah dia sudah gila?” Seru Devan sembari melepaskan seatbeltnya kemudian keluar begitu saja dari dalam mobilnya tanpa mempedulikan tubuhnya yang akan basah karena terkena air hujan.
“Apa kamu sudah bosan hidup, Nona?” Tanya Devan dengan nada dinginnya. Sedingin air hujan yang kini mengguyurnya. Namun, gadis itu sama sekali tidak menghiraukannya.
Merasa geram karena tidak mendapat balasan lantas, Devan langsung mencekal dengan kasar lengan atas gadis itu kemudian menariknya hingga tubuh mungil gadis itu terhuyung menabrak dirinya yang berbadankan kekar.
“Lepaskan aku!” Seru gadis itu memberontak. Mata yang sembab menghunus tajam manik coklat pekat Devan yang juga menghunus dirinya.
Dengan kasar Devan melepaskan cekalan tangannya. “Gadis gila tidak tahu terima kasih,” Cemooh Devan.
“Terima kasih untuk apa?” Tanya gadis itu.
“Bukankah kau ingin mengakhiri hidupmu dan barusan aku telah menyelamatkanmu?” Tuturnya bertanya. Manik coklat gelapnya menghunus tajam manik coklat terang milik gadis didepannya yang terlihat sembab dan sedikit merah.
Gadis kecil itu terkekeh tidak mempedulikan dinginnya air hujan yang seakan menusuk hingga tulang. “Apakah aku meminta untuk diselamatkan?’ dan siapa yang bilang kepada dirimu kalau aku hendak mengakhiri hidupku?’ otakku tidak sedangkal itu!” Balasnya dengan penuh penekanan serta tatapan yang tak kalah tajam.
Devan terdiam membenarkan apa yang dikatakan gadis cantik yang berada dihadapannya. Gadis itu memang tidak meminta dirinya untuk menyelamatkannya. Juga, tidak ada yang memberitahu dirinya kalau ada gadis yang akan mengakhiri hidupnya di tepi jembatan. Seakan tidak mau kalah, Devan akhirnya kembali membuka suara. “Berdiri ditepi jembatan malam-malam serta hujan-hujan apa namanya jika tidak ingin mengakhiri diri?.”
Gadisi itu terdiam sekan tidak memiliki jawaban, matanya masih menghunus tajam manik mata Devan yang juga menghunus nyalang pada dirinya. “Terserah aku, mau berdiri dimana saja, apa hubungannya dengan kamu?” Balasnya kemudian. Lantas, gadis itu berlalu begitu saja meninggalkan Devan yang masih setia diposisinya.
“Tidak sopan,” Cibir Devan. Namun, tidak dihiraukan oleh gadis yang kini semakin menjauh dari tempatnya berpijak hingga beberapa detik kemudian.
Brukkkk
Tubuh gadis itu tumbang. Devan yang melihat itu lantas berlari menghampiri gadis itu dan berjongkok disebelahnya. Ditepuknya pelan pipi gadis itu berharap gadis itu masih mempunyai kesadaran. “Nona?!” Panggilnya namun tidak mendapat balasan.
Tidak mau berpikir panjang, Devan langsung membopong tubuh gadis itu ala bridal styl dan membawanya masuk kedalam mobilnya. “Menyusahkan,” Gerutunya kesal ketika dirinya kesusahan untuk membuka pintu mobilnya namun pada kahirnya terbuka juga.
Devan merebahkan tubuh gadis itu dijok belakang sebelum akhirnya ia menyusul dijok depan dan melajukan mobilnya menuju rumah sakit yang bisa dijangkau dengan cepat.
********
Beberapa menit berlalu namun, masih tidak ada tanda-tanda kalau gadis itu akan membuka matanya. Dan Devan, laki-laki itupun masih dengan setia menunggu gadis yang ditolongnya itu untuk membuka mata, entah apa yang membuat laki-laki itu rela menunggui gadis yang bahkan belum diketahui namanya dan melupakan kekasihnya yang kini sedang menunggu kedatangannya.
Suara pintu yang terbuka tak membuat atensi Devan berlaih untuk menatap gadis yang kini terlihat begitu damai dalam lelapnya.
“Tuan,” Panggil sosok yang baru masuk itu.
“Hm,” Hanya deheman yang Devan berikan sebagai jawaban. Atensinya masih ia fokusnya dengan objek yang ada dihadapannya.
“Ini pakaian ganti yang Tuan minta!” Laki-laki berpakaian serba hitam itu menyerahkan sebuah paper bag kepada Devan. Devan pun menerimanya lantas membawanya menuju kamar mandi yang ada diruang rawat gadis yang ditolongnya.
Beberapa menit kemudian, Devan keluar sudah dengan baju gantinya, kaki jenjangnya membawa tubuh tegabnya menghampiri asisten yang kini menjaga gadis di yang ditolongnya. “Pulanglah, biar aku yang jaga!” Titahnya.
“Baik Tuan!” Orang itu langsung menurut tanpa membantah dan berlalu meninggalkan atasannya.
Selang kepergian Argan lelaki berbaju serba hitam yang berstatus sebagai asisten Devan, gadis yang kini masih terpejam nampak mulai membuka matanya perlahan hingga kini benar-benar terbuka lebar membuat Devan yang semula menatap ponselnya kini beralih menatap gadis didepannya.
“Eughh,” Erangnya. Lantas gadis itu mengedarkan pandangannya dan menemukan Devan yang kini sedang menatapnya.
“Kamu?” Gadis itu menunjuk Devan dengan jari telunjuknya. Suaranya terdengar begitu lemah tak bertenaga.
“Kamu tadi pingsan dijalan, menyusahkan!” Balas Devan. Tangannya tergerak untuk menyimpan gawai yang digenggamnya kedalam saku jas yang dikenakannya.
Lantas, gadis itu merubah posisinya menjadi duduk. “Kalau menyusahkan kenapa kamu tidak meninggalkan saja aku di tengah jalan?!” Serunya dengan nada kesal.
Devan diam, laki-laki itu tidak berniat untuk membalas perkataan gadis yang baru saja membuka matanya itu.
“Aku tidak membutuhkan belas kasian!” Imbuhnya dengan ketus.
Pintu ruang rawat yang semula tertutup dengan rapat tiba-tiba terbuka disusul dengan seorang perawat yang kini berjalan menghampiri gadis yang masih setia diposisinya.
“Nona Key, Tuan Arsen ingin bertemu dengan anda,” Ujar perawat itu.
“Papa,” Seru gadis yang disapa Key itu dengan tiba-tiba. Dengan segera ia beranjak dari ranjangnya dan berlalu keluar menuju ruang rawat papanya membuat Devan yang tidak mengerti apa-apa menatap penuh tanya.
“Suster,” Pnggil Devan pada perawat yang kini sedang merapikan ranjang Key.
Suster itu menghentikan aktivitasnya sejenak kemudian menatap kearah Devan, “Iya Tuan?”
“Siapa Tuan Arsen?” Tanyanya.
“Beliau pasien dirumah sakit ini, Tuan. Sudah dua minggu beliau dirawat dan Nona Key tadi adalah putri Tuan Arsen,” Terang perawat itu.
**********
“Papa kenapa belum tidur? Ini kan sudah malam,” Ujar Key. Gadis itu menggenggam erat telapak tangan sang papa yang tidak terdapat selang infus.
“Key,” Panggil Arsen dengan suara yang bergetar. Tangannya yang lemah tergerak untuk melepaskan cassal kanual yang digunakan untuk membantu dirinya bernafas. Dan Key yang melihat itu langsung membantu ayahnya untuk melepaskannya.
“Iya, Key disini,” Balas Key lembut.
“Key, boleh papa minta sesuatu dari Key?” Tanya Arsen.
“Tentu saja, apa yang Papa inginkan pasti akan Key penuhi selagi Key sanggup,” Balas Key dengan cepat.
“Papa hanya mau Key menikah sebelum papa tidak ada, Papa ingin melihat Key dengan seseorang yang bisa menggantikan Key untuk menjaga papa, memberikan cinta dan kasih sayang yang selama ini Key dapat dari papa,” Terangnya.
“Papa nggak boleh ngomong kayak gitu, Key pasti akan menikah kok nanti kalau sudah menemukan sosok yang tepat dan meskipun Key sudah menikah tapi tetap saja cinta dan kasih sayang papa tidak akan tergantikan,” Balas Key lembut.
“Tapi sayang, papa sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi,” Ujar sang papa.
Key terdiam, gadis itu merasa sedih sekarang. Ditatapnya wajah sang ayah yang sudah nampak berbeda dengan sebelum-sebelumnya hingga tanpa terasa setitik air mata meleleh begitu saja melewati pelupuk mata Key kemudian mengalir deras membasahi pipi mulusnya.
“Maaf kan Key, Pa. Key tidak bisa memenuhi keinginan Papa untuk yang ini tapi Key yakin suatu hari nanti Papa akan bisa menyaksikan itu,” Key menjeda kalimatnya, gadis itu sudah mulai terisak menginga kekasihnya yang meninggalkannya karena dirinya yang tidak sepanding dengan keluarganya.
Key segera menghapus air matanya yang kian mengalir deras. “Udah, Papa nggak usah mikirin itu ya, Papa fokus saja dengan kesehatan Papa supaya Papa cepat sembuh dan kelak bisa meyaksikan Key berbahagia dengan sosok terbaik pilihan Key,” Lanjutnya.
Tanpa keduanya sadari, ada seseorang yang sejak daritadi memperhatikan interaksi antara Key juga Papanya, Arsen. Sosok itu kemudian melangkahkan kakinya mendekati Key yang duduk membelakangi pintu.
“Saya bersedia menikahi Putri anda,” Ujarnya tiba-tiba membuat Key juga Arsen yang mendengarnya tersentak kaget dan langsung menoleh kearah sosok tersebut.
“Kamu siapa?” Tanya Arsen lemah.
Devan melangh sedikit mendekat kearah laki-laki paruh baya yang kini terbaring lemah. “Saya Devan dan saya bersedia untuk menikah dengan Keysia.”
“Saya terima nikahnya dan kawinnya Keysa Asyila Putri binti Arsenio Galen Putra dengan maskawinnya tersebut dibayar tunai!” Devan mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang serta sekali nafas tarikan.“Bagaimana para saksi, sah?” Tanya penghulu yang membantu acara pernikahan Devan dan Keysia.“Sah,” Ujar para perawat juga dokter yang menjadi saksi pernikahan keduanya.
Keysia mengunci pintu rumahnya, hari ini ia akan pindah ke rumah Devan suaminya. Gadis itu menghela nafas panjang sebelum akhirnya menyimpan kunci rumahnya kedalam tas yang dibawanya dan berlalu menghampiri Devan yang kini sedang menyimpan kopernya didalam bagasi.“Mas yakin aku cuma bawa pakaian segitu saja?” Tanya Key memastikan. Pasalnya Devan hanya memintanya untuk membawa sedikit saja baju-baju miliknya dan barang-barang yang sekiranya penting saja.“Hm,” Devan hanya membalas dengan dehem
Sepi dan sunyi kini menghiasi ruang tengah di rumah mewah milik Devan, hanya suara televisi menyala yang terdengar menemani malam yang kian larut. Berkali-kali Keysia menguap namun gadis itu tak kunjung mengistirahtkan tubuhnya. Entah sudah keberapa kali mata Keysia melirik kearah jam dinding yang terletak diatas televisi, waktu sudah menunjukkan pukul 01.11 tetapi Devan tak kunjung pulang juga.Keysia akhirnya memutuskan untuk mematikan televisinya dan gadis itu segera berlalu menuju ke kamarnya untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Devan mengendarai mobilnya membelah jalanan kota yang ramai akan mobil yang berlalu lalang. Sebelah tangannya mencengkram stir mobil dan sebelah tangannya lagi menggenggam tangan mulus Anna dan sesekali menciumnya.“Kita mau kemana?” Tanya Devan. Sesekali ia menoleh kearah Anna yang nampak sedang asik mendengarkan musik yang menjadi pengiring perjalanan keduanya.“Ke mall ajalah, temani aku belanja atau mau nonton juga
“Hai, apa sudah lama menunggu?” Keysia yang baru saja tiba itu langsung mendudukkan dirinya berhadapan dengan Nana yang sedang memainkan ponselnya. Mendengar suara sosok yang sejak tadi ditunggunya membuat Nana seketika mengalihkan atensinya dan menyimpan gawai miliknya.“Lama, sangat lama!” Ujarnya mendrama.“Maaf, tadi gue ada sedikit urusan,” Ujar Keysia.
Satu bulan telah berlalu sejak kejadian itu, rumah tangga Keysia dan Devan masih sama hambar seperti saat dulu hari pertama. Setiap harinya mereka melalui hari-harinya dengan perdebatan-berdebatan kecil yang sebenarnya itu bukanlah sepatutnya diperdebatkan. Seperti sekarang ini, Keysia sedang membantu Devan memakaikan dasinya.Dengan balutan dress rumahan, Keysia nampak sudah cantik. Kini, ia sedang memperhatikan penampilannya didepan cermin yang ada dihadapannya hingga suara pintu yang terbuka membuat Keysia mengalihkan atensinya.“Kau sudah selesai?” tanyanya pada suaminya— Devan yang terlihat baru saja keluar dari ruang ganti dengan balutan setelah jas yang membungkus tubuh kekarnya.”Ya, bantu aku untuk memakai dasi!” pintanya seraya mengulurkan sebuah kain panjang yang memiliki warna senada dengan jas ya
Keysia nampak sedang berdiri didepan rak yang menyimpan begitu banyak keperluan dapur. Jari-jemari lentiknya menyusuri masing-masing botol nutella yang ada dihadapannya kemudian mengambil salah satu dan menyimpannya kedalam keranjang belanjaannya.“Sepertinya sudah semua,” Gumam Keysia seraya mengecek bahan belanjaanya yang sudah disimpan didalam keranjang.Setelah benar-benar memastikan tidak ada yang kurang, lantas Keysia s
Makan malam sudah berakhir lima belas menit yang lalu, Keysia nampak sedang merapikan tempat tidurnya sedangkan Devan sibuk di ruang kerjanya.Dering ponsel yang terdengar begitu nyaring itu menyita atensi Keysia untuk mengintip siapa yang menelfonnya. Keysia mempercepat aktivitanya kemudian bergegas menerima telfon dari Nana.“Ada apa?” Tanya Keysa. Kakinya melangkah menuju sofa yang berada disudut kamarnya kemudian mendaratkan tubuhnya.
Devan menghentikan mobilnya tepat didepan restaurant milik istrinya. Buru-buru Devan tutun dari mobilnya dan berjalan masuk kedalam restaurant yang belum terllau ramai pengunjung itu.“Selamat pagi, Tuan,” sapa para pelayan ketika mendapati Devan. Para pelayan yang bekerja bersama dengan Keysia memang sudah tahu kalau majikannya itu adalah istri dari seorang Devano Ristran Aderland, pengusaha muda paling sukses di negara yang ditinggalinya.“Pagi,” balas Devan. Laki-laki itu membalas senyuman para karyawan membuat Nana yang kebetulan melihatnya dibuat terheran-heran.“Tumben banget,” gumam Nana seraya melangkahkan kakinya menghamiri suami dari sahabatnya.“Tuan Dev,” panggil Nana.Mendengar namanya dipanggil, sontak Devan menghentikan langkahnya dan menatap Nana. “Dimana Keysia?” tanyanya.“Diruang kerjanya,” mendengar jawaban dari Nana, Devan kemudian langsung bergegas
“Kau yakin sudah merasa lebih baik sekarang?” tanya Keysia seraya memasnagkan dasi pada kerah kemeja yang dikenakan oleh suaminya.“Iya, ada pekerjaan penting yang harus aku selesaikan sekarang,” ujarnya.“Baiklah, oh iya siang nanti mau aku antar makan siang ke kantor?” Keysia kini tengah selesai memasangkan dasinya. Tangan gadis itu terulur untuk mengambil jas kerja milik Devan yang tidak jauh dari tempatnya berdiri dan membantu suaminya untuk mengenakan pakaiannya.“Boleh,” Devan tersenyum menanggapi perkataan istrinya.“Baiklah, aku akan memasakkan makanan enak untukmu,” Keysia tersenyum senang. Hari ini, adalah hari pertama ia akan menuju ke tempat suaminya itu bekerja, tentu saja ia tidak boleh membuat kecewa.Keysia meraih tas kerja milik Devan, perempuan itu membantu suaminya untuk membawa tas kerjanya serta mengantarkan sampai ke pintu depan.“Aku berangkat dulu,&rdqu
Pagi telah tiba dengan sinar mentari yang menyambutnya ceria. Seperti biasa, Keysia terlebih dahulu terbangun dari suaminya. Gadis itu beranjak dari tempat tidurnya dan membuka korden kamarnya membiarkan sinar matahari menerangi kamarnya.Keysia merenggangkan tubuhnya saat matanya mendapati pemandangan pagi dari kamarnya. Setelahnya, Keysia menuju Devan untuk membangunkan suaminya itu.Keysia menyentuh pipi Devan sontak membuat Keysia membelalakkan matanya. “Astaga, Dev bangun,” seru Keysia saat merasakan tubuh Devan yang sangat panas.“Dev!” Keysia menepuk perlahan pipi Devan sampai pada akhirnya laki-laki itu mulai mengerjabkan matanya hingga terbuka.“Minum dulu,” Keysia memberikan air putih yang baru saja diambilnya dari nakas dan membantu suaminya itu untuk minum.“Kamu demam, kita ke rumah sakit ya,” ujar Keysia namun Devan menggelengkan kepalanya.“Tapi suhu badan kamu panas
Hujan terdengar begitu lebat diseratai dengan angin hingga menggerakkan korden kamar Keysia yang masih terbuka sepenuhnya. “Apa disana juga hujan selebat ini?” pikir Keysia. Lantaran ia segera turun dari tempat duduknya dan segera menutup pintu kaca penghubung antara kamar dan balkon kamarnya.Sejenak, Keysia menatap keluar, memperhatikan dengan seksama air hujan yang jatuh membasahi tanah. “Semoga Devan baik-baik saja,” gumam Keysia sebelum akhirnya ia menutup pintu juga tirai kamarnya.Keysia kembali mendudukkan dirinya diatas ranjang, tangannya tergerak untuk meraih ponselnya yang diletakkan diatas kasur, waktu kini sudah menunjukkan pukul 23.53 WIB. “Seharusnya Devan sudah hampir sampai,” gumam Keysia.***********“Hujannya lebat sekali,” umpat Devan kesal karena percikan air hujan membuat ia tidak bisa melihat dengan jelas jalanan depan sehingga membuat ia harus mengurangi kecepa
Keysia mendaratkan tubuhnya pada kursi kebesarannya. Pikirannya kini terlempar pada Reyhan yang melamarnya tapi ternyata dirinya telah mempunyai seorang kekasih.“Bagaimana mungkin dia bisa melamar perempuan lain untuk menjadi istrinya kalau dia sendiri mempunyai seorang kekasih?” gumam Keysia.“Itulah manusia, yang terlihat baik belum tentu benar-benar baik. Kenapa para pria itu sangat suka meyakiti hati para wanita? Apakah mereka tidak memikirkan ibunya?” tambahnya.Drtttt…..drttttt….drttttt…..Suara getaran yang berasal dari ponsel Keysia kini membuat gadis itu lantaran mengalihkan atensinya pada benda pipih yang kini tergeletak diatas mej. Nama Devan kini memenuhi laray ponselnya membuat Keysia sontak mengulas senyum manisnya, “Dev, akhirnya dia menghubungi juga,” ujar Keysia seraya mengambil ponselnya dan segera menerima panggilan dari suaminya.“Hallo,” ujar Devan disebrang
Siang harinya, benar apa yang dikatakan oleh Nana. Reyhan berserta staf kantornya kini tiba diresto dan café milik Keysia yang sekarang akrab dengan nama panggilan Key Resto and Café. Para pelayan kini nampak disibukkan untuk mengantarkan makanan yang telah dipesan oleh para pelanggan sebelumnya.Suasana kini nampak begitu canggung pada salah satu meja yang dimana meja tersebut nampak sedang diduduki oleh Keysia, Reyhan dan juga Nana.“Kalian kenapa diam-diam saja? Ayo makan makanannya nanti keburu dingin,” Nana yang sudah tidak tahan dengan atmosfer dingin yang menyelimuti tepat duduknya lantaran membuka suara.“Iya,” ujar Keysia yang lantas menikmati makan siang miliknya, pun dengan Reyhan. Ketiganya kini sama-sama menikmati makanan yang ada dihadapannya tanpa mengucapkan sepatah kata hingga pada kahirnya Reyhan memutuskan untuk membuka suara.“Menunya oke juga,” ujarnya.“Tentu saj
Dentingan jarum jam kini menemani malam sepasang suami istri yang terlihat tidur dengan posisi saling memeluk satu sama lain dibalik balutan selimut tebal yang membungkus tubuh keduanya.Dengan lembut, Devan mengusap wajah Keysia seraya berkata, “Tidurlah, ini sudah hampir pagi.”“Apa besok kamu akan pergi lama?” tanya Keysia.“Hanya sehari saja, mungkin malam aku sudah sampai rumah,” ujar Devan.“Hm, baiklah,” balas Keysia.“Sudah, sekarang tidurlah,” Devan mengusap puncak kepala Keysia lantas mendaratkan sebuah ciuman pada puncak kepala istrinya.“Iya,” Keyisa lantas mencari posisi ternyaman, menelusupkan wajahnya dibalik dada bidang milik Devan lantaran memejamkan matanya. Melihat hal itu, sontak Devan pun lantas ikut memejamkan matanya.************Mentari kini telah kembali menyinari bumi, kicauan burung pun mengalun indah namu
“Hai sayang, akhirnya kamu sampai juga,” ujar Anna yang menyambut kedatangan Devan.Gadis itu terlihat cantik dengan balutan dress berwarna merah. Sepertinya Anna sengaja mengenakan pakaian yang memiliki warna mencolok itu untuk menarik perhatian lebih dari Devan. Apalagi, kini Anna mengenkan pakaian yang bisa dikatakan cukup kurang bahan.“Duduklah, aku sudah memasakkan makanan kesukaanmu, semoga kamu suka,” ujar Anna seraya mengambilkan makanan untuk Devan yang kini sudah mendudukkan dirinya pada kursi yang baru saja ditariknya.“Sepertinya ini enak, kamu benar-benar memasaknya sendiri?” tanya Devan.“Iya, demi kamu aku belajar memasak ini semua sampai tanganku pun menjadi korban pisau,” adunya seraya meletakkan piring yang sudah berisikan naik beserta lauk pauk dihadapan Devan.“Kenapa kau tidak berhati-hati, kemarikan tanganmu biar aku bantu mengobati,” Devan mengulurkan tangannya menc
“Ibu Meira, kita tidak bisa seperti ini terus menerus, saham diperusahaan kita semakin hari semakin menurun sejak wafatnya tuan Arya, kalau seperti ini terus menerus maka kita lama-lama akan bangkrut,” ujar salah seorang laki-laki dengan setelan jas kantornya.“Itu benar, dan perusahan pak Reyhan tidak mungkin terus menerus menyokong perusahan kita,” timpal salah seorang dewan direksi yang satunya lagi.“Satu-satunya solusi adalah dengan cara kita mencari investor baru untuk perusahaan kita ini,” salah satu dari dewan direksi itupun menyahut kembali.“Sekarang ini, hanya ada Aderland Crop yang bisa menolong kita, tetapi aku dengar sangat susah untuk bisa bekerjasama dengan perusahaan tersebut,” ujar Dewan Direksi yang pertama membuka suara.“Selain Aderland Crop, Arman Crop juga merupakan salah satu perusahaan terbesar dieropa kini sedang mencoba untuk memasuki pasaran di Indonesia, bagaiamana kalau ki