Share

Oh My Ghost!
Oh My Ghost!
Penulis: bucinyarukher

1

Tubuh Karina menyondong agak kedepan. Mulut Mbak Buyut komat kamit belum selesai baca mantra pengukuhan.

Ruang polos bercat putih itu mulai merebakan bau menyan. Gladis yang berada di samping Karina reflek menutup hidungnya dengan tangan.

"Gimana Mbah?" Karina bertanya saat lelaki berjanggut panjang itu telah menaburkan bunga ke dalam wadah.

"Sudah, besok saya jamin lelaki itu bakal langsung nikahin anda." tutur Mbak Buyut sembari tertawa menampakkan gigi ompongnya.

Mendengarnya Gladis menelengkan kepala. Sangat tidak percaya bahwa hal mistis dapat mengubah seseorang hanya dalam semalam. Namun melihat Oka yang sudah punya tunangan malah berlutut di kaki Karina keesokan harinya di kantin kantor dengan membawa mawar sebagai pinta menjadi istrinya, bikin Gladis merombak seluruh mindsetnya saat itu juga.

Tak tanggung-tanggung, Gladis malah ngajak Karina balik ke rumah Mbah Buyut di waktu malam, hari itu juga. Dia sungguh-sungguh ingin menikah dengan pria idamannya.

"Syaratnya berat lo, Dis! Kemarin waktu aku ajak kamu itu hanya tinggal penyempurnaan ritualnya aja." peringat Karina. Kedua alis Gladis menyatu mempertanyakan. "Emang apa?"

"Kamu harus mau dikubur setengah badan di sebuah tanah lapang selama sehari semalam penuh tanpa makan. Pantangan lain, kamu nggak boleh tidur! Kalau gagal resikonya nyawa."

Menurut Gladis itu syarat mudah. Untuk makan, dia sudah sering diet. Tinggal bertahan untuk tidak tidur gak ada efeknya, dia udah sering begadang nonton drakor.

Kesepakatan dilaksanakan. Gladis tak ragu bila esok tak bernafas. Mbah Buyut menjelaskan segalanya. Uang 10 juta pun jatuh dimuka.

Menjelang matahari terbenam, seusai Mbah Buyut menguyur tubuhnya dengan air bunga tujuh rupa. Maka dipersilahkan Gladis masuk kedalam tanah galian.

Sudah sepuluh jam berlalu, badan Gladis mulai terasa kesemutan dan gatal-gatal. Keringat dingin berpadu oleh hawa dingin malam yang kian menusuk tidak digubrisnya.

Entah ada kabut dari mana. Sesosok hitam kini ada dihadapannya menyerigai. Tak tau apa yang terjadi, dirinya kini sudah tidak bernyawa lagi.

"Nah kok mati!" seloroh Ian tak terima dengan berakhirnya film horor berjudul Lintrik yang mereka tonton.

Anton yang lagi nyolokin charger hp menimpali, "Pantangannya kan gak boleh ketiduran. Kaget lihat genderuwo nongol, tuh cewek jelas pingsan terus mati, pe'a!"

"Pingsan sama aja kayak ketiduran. Kalo ketiduran pantangannya mati. Berarti dia pingsan otomatis mati." pikir Ian ulang, "Absurd banget!"

Dari toilet, keluar Gilang dengan handuk melingkari pundaknya. Botol sampo di atas nakas spontan Ian raih.

"Thanks!" balasnya ke Ian yang udah gak peduli asyik baca buku. Belum putar balik, Anton udah nyelonong masuk toilet.

"Woy, kebiasaan! Badan gue masih busa nih!" hardik Gilang dengan suara baritonnya.

Suara Anton dari dalam menyaring. "Ya maaf, gue keburu ada perlu."

Gilang harap maklum memandang kalender. Malam ini malam Rabu. Tentunya udah jadwal Anton ngapel ke rumah Dian, pacarnya yang ketiga.

____

Diperjalanan, Anton mempercepat laju sepeda motornya. Jalanan yang dilewati seakan tak berujung. Bulan purnama berpindah begitu terang. Pematang sawah jadi terlihat jelas walau tak tersinari lampu.

Sebenarnya tak ada yang keliru. Hanya saja sesosok wanita berbaju putih tiba-tiba berlalu, membuat Anton seketika terbujur kaku tertimpa sepeda motornya sendiri.

"Cemen nih anak. Gitu saja sudah tepar." ledek Fadil menatap tubuh temannya itu tergeletak di tengah jalan.

Kain putih yang barusan diterbangkan melalui senar layangan, Benny gulung kembali. Fadil masih di posisinya ketika Benny yang telah mengemas jebakan barusan menghampirinya.

"Terus dia diapain?" Benny bertanya pada sang majikan. "Biarin aja sampai sadar sendiri. Pokoknya kita bikin dia gak nemuin Dian lagi."

"Dasar kadal!" Tendangan kecil Fadil arahkan ke tubuh Anton yang meringkuk mencium tanah.

Sinar bulan masih sama saat kedua lelaki itu memutuskan pergi begitu saja. Tanpa mereka sadari dibalik gelapnya kebun pisang di sisi kiri jalan, sepasang mata dari sosok wanita berbaju putih tak lepas mengawasi mereka.

____

Selimut tebal kembali melilit tubuh Anton yang menggigil. Suhu panas badannya tak juga turun. Mukanya pucat pasi dengan bibir sebiru mayat.

"Makannya, jangan suka mainin cewek. Kualat kan lo!" cerca Gilang, tangannya menyuapi orang didepannya ini dengan telaten.

"Kapok gue! Ogah ketemu kuntilanak lagi." seloroh Anton meski mulut penuh bubur.

"Nah, lagian para bucin lo yang lain mana. Gak nongol satupun dimari tau lo sakit. Untung aja Gilang baik mau ngerawat lo." timpal Ian yang sedang goreng ayam.

Anton juga heran. Sejak malam Rabu mengenaskan itu, mengapa tak ada satupun dari ceweknya yang bisa dihubungi. Para fansnya pun juga sama.

Notifikasi hp sepi. Dirinya yang tak keluar selama tiga hari, serasa mengganjal bila tak anda yang mencari. Wajahnya yang tampan padahal sangat sulit untuk diabaikan.

Ketukan pintu kos membuat hati Anton mendadak bergetar. Sosok wanita berjilbab tengah menenteng sebungkus plastik berwarna putih terlihat saat Gilang membuka pintu.

"Ini buat kamu! Cepat sembuh ya." tuturnya malu-malu.

Gilang mengerutkan dahi. "Yang sakit Anton, bukan aku."

"Oh, yaudah! Pokoknya ini buat kamu. Aku buat banyak, dimakan sama-sama juga boleh." ungkap Shifa sebelum pergi dengan mengucapkan salam.

Ian nyengir dibuatnya. Apalagi saat tercetak muka bete Anton di pelupuk matanya.

Gilang buka plastik itu dan mengeluarkan isinya.  Rantang berisi penuh semur dan rendang, bisa dimakan untuk tujuh orang.

"Gak pakai nasi, cuma lauk doang segini banyaknya. Shifa baik bener emang." puji Ian.

Anton dengan ekspresi antagonisnya ikut berkomentar "Cewek baik pasti ada maunya."

"Lo iri, kan!" ledek Ian, Anton buang muka.

Gilang tuangkan isi rantang ke dalam masing-masing wadah lain. Ian dengan reflek mengambil dan menyimpannya dalam kulkas sebab mereka sudah masak tadi.

Anton hanya diam mengamati hingga sebuah benda tiba-tiba hinggap di pundak kanannya. Dingin kenyal merangsang indera perabanya. Memicingkan mata, sebuah tangan pucat terproyeksi disana. Tanpa kata, hal itu seketika membuat Anton pingsan.

"Yeh, molor lagi nih anak." decak Ian sekembalinya dari dapur. Tubuh Anton terbaring di atas kasur, dirinya merebahkan diri disampingnya begitu saja.

Tak beberapa lama, Gilang kembali dengan semangkuk rendang pakai nasi ditangan. Mendapati kedua temannya sudah tertidur pulas, ia makan dalam kesendirian. Sembari menonton TV, kipas Gilang nyalakan dalam power ketiga.

Gemertak sendok beradu dengan piring memecah kesunyian. Suara air mengalir dari arah dapur membuatnya menoleh. Disana terlihat kran terbuka kembali. Meski agak malas, Gilang berdiri untuk menutupnya.

Langkah kakinya terasa ringan saat kembali ke depan TV. Sinar mentari menembus melalui celah jendela kamar mereka yang terbuka. Hal sederhana namun menakjubkan baginya ini sudah biasa untuk dipandang.

Akan tetapi, sosok wanita yang kini berdiri memunggunginya, membuat tubuh Gilang tak dapat digerakkan. Nafasnya berderu mengamati sosok itu asyik memainkan berkas cahaya.

Untuk kesekian kalinya, jantungnya berdetak tak terkendali. Sosok itu hanya memiringkan diri meliriknya sekilas dengan senyuman di bibir, sebelum akhirnya hilang menembus dinding.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status