Share

5

Ruslan menunggu dengan harap cemas di ruangannya. Sudah tiga puluh menit berlalu namun hasil pemeriksaan ponsel Dinda belum juga ia terima. Saat Ruslan akan bangkit untuk menuju ruang IT, yang ditunggu - tunggu tiba saja muncul dari balik pintu mengagetkannya.

"Sepertinya, di hari Dinda menghilang dia lupa membawa ponselnya." ungkap Fattan, pegawai kepolisian yang bertugas memeriksa ponsel Dinda. "Sejak hari Selasa sekitar pukul 6 pagi tanggal 13 Mei sampai di hari ponsel ini ditemukan, seluruh pesan dan notifikasi untuk Dinda tidak ada satupun yang dibuka."

"Apa ada hal janggal lain?" tanya Ruslan penuh harap.

Fattan menggeleng. "Sayangnya nggak ada, semua normal. Dari mulai berkas dia, transaksinya, chat, foto dan sosial media dia semua aman."

Ruslan berdecak kesal, dasi yang dia kenakan terasa mencekiknya. "Ada yang nggak beres dengan Dino Fernando."

"Kenapa? Kamu curiga dia pelakunya." sahut Fattan menebak isi kepala Ruslan.

"Jelas, dia tau jika Dinda dijemput gojek. Sedangkan mobil dia pergi begitu saja setelah Dinda menolak tawaran tumpangannya. Dia juga tau Dinda tidak pulang ke rumahnya karena ada urusan malam itu." ujar Ruslan. "Dan kita tau sekarang jika hari itu ponsel Dinda ketinggalan di rumah."

"Yah berarti ada orang lain yang memesankan gojek untuk Dinda." pungkas Fattan menyambung alur yang mulai terjalin.

Ruslan segara meraih jaket dan tasnya untuk pergi. "Eits, tunggu...." Fattan dengan senyum cengilnya mencegatnya. "Bukan Dino Fernando saja yang harus kamu interogasi kali ini."

Fattan sodorkan dua lembar kertas kepada Ruslan. Kelegaan pun tercetak di wajah Ruslan membaca apa yang tertera pada kertas tersebut. Dengan semangat, dia mantap bergegas menuju Supermart.

----

Sesampainya di Supermart, Ruslan meminta izin kepada Pak Wawan agar bisa berbicara kembali dengan Pak Dino untuk memperoleh keterangan lebih lanjut.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Pak Dino saat kembali duduk dihadapan Ruslan yang ingin bertemu dengannya lagi.

"Iya Pak Dino, ada beberapa pertanyaan yang ingin kami ajukan kembali pada anda." jawab Ruslan untuk membuka sesi interogasinya.

"Pada malam itu bagaimana anda bisa tau bahwa Dinda pulang di jemput gojek? padahal setelah anda menawarinya tumpangan, mobil anda terlihat meninggalkan Dinda lebih awal sebelum Dinda dijemput gojek." Ruslan sedikit menekan nada bicaranya agar Pak Dino mau buka mulut.

Pak Dino menghembuskan nafas, raut sedih tercetak di wajahnya, "Setelah menolak tawaran saya, Dinda meminta saya memesankan gojek untuk dia pulang karena hari itu ponsel dia tertinggal di rumah."

"Jadi setelah saya memesankan gojek untuknya, saya pergi terlebih dahulu sebab Dinda menyuruh saya duluan meski driver gojek yang saya pesankan belum datang." imbuhnya.

"Berarti anda tidak menungguinya sampai driver datang?" Pak Dino menjawabnya hanya dengan mengangguk.

"Masa anda pergi begitu saja saat Dinda menyuruh anda pergi, kan anda tidak terburu kemana -mana? Bahkan sebelumnya anda menawari Dinda tumpangan." skak Ruslan.

"Malam itu saya sangat capek pak, saya hanya sekedar basa basi. Toh saya sudah memesankan gojek untuknya. Di parkiran juga ada satpam yang berjaga. Jadi yah saya tinggal saja Dinda." jelas Pak Dino.

"Apa boleh kami meminjam akun gojek anda untuk melacak driver yang hari itu menjemput Dinda?" izin Ruslan.

Pak Dino merogohkan ponselnya yang ada di saku celananya, dan memberikannya kepada Ruslan. "Bapak bawah saja agar penyelidikan ini bisa segera tuntas."

"Apa anda tidak membutuhkannya untuk berkomunikasi dengan pegawai lain atau dengan keluarga anda?" tanya Ruslan.

"Tidak masalah pak, keluarga saya pasti mengerti, lagi pula saya belum menikah. Untuk urusan kantor, ada ponsel tersendiri yang disediakan." jelas Pak Dino sembari tersenyum ramah.

"Baik Pak Dino, terima kasih banyak atas bantuannya." Senyum di wajah Ruslan mengembang hingga Pak Dino pergi dari hadapannya.

Setelah memasukan ponsel Pak Dino kedalam tas, Ruslan mengeluarkan dua lembar kertas yang tadi diberikan Fattan kepadanya.

Setelah membaca dengan cermat isi dua lembar kertas itu. Ruslan kembali meminta informasi kepada Pak Wawan mengenai pegawai bernama Gilang dengan nomer ponsel +628345678910.

"Dia staf purchasing disini. Apa bapak ingin melakukan interogasi dengan dia? Jika iya, silahkan bapak lanjutkan." Pak Wawan mempersilahkan Ruslan, dan mengantarnya untuk menemui Gilang di ruangannya.

Tak bisa dipungkiri kekagetan di wajah Anton tecetak begitu jelas saat melihat Gilang kali ini ganti dipanggil untuk dimintai keterangan oleh pihak kepolisian. Meski enggan, dengan lunglai Gilang mengikuti langkah Ruslan berjalan menuju ruang rapat yang kosong.

Maya yang duduk disamping meja kerja Gilang sampai mendekatkan diri pada Anton yang duduk di seberang meja mereka. Dia melakukan itu untuk mengorek informasi tentang keterkaitan Gilang dengan kematian Dinda. Anton yang belum tau pasti, memilih melanjutkan pekerjaanya timbangan meladeni celotehan Maya.

"Dengan Gilang Ananda, benar?" tanya Ruslan memastikan identitas pria didepannya. Gilang sedikit mengangguk untuk memberi jawaban atas pertanyaan itu.

"Apa anda kekasih Dinda?" tanya Ruslan penasaran.

Gilang menggeleng, tubuhnya nampak lesu untuk sekedar menjawab pertanyaan Ruslan.

"Jika bukan, lalu mengapa anda terus mengiriminya pesan dan meneleponnya." gumam Ruslan.

"Kami masih tahap pendekatan, pak." terang Gilang.

Ruslan hanya manggut - manggut. "Di malam itu, bukankah Dinda menemui anda di Cafe Adante? Apa yang anda lakukan kepada Dinda?"

"Anda mencurigai saya? Astaga pak, ngapain saya bunuh Dinda, saya saja rasanya gak bisa hidup tanpa Dinda." ungkap Gilang.

Ruslan tampak tidak peduli, "Saya hanya ingin tau apa yang terjadi diantara anda dan Dinda pada malam itu di Cafe Adante."

Mata sayu Gilang kini menatap Ruslan tepat, dan kembali melanjutkan ucapannya, "Saya hari itu memang ada janji bertemu Dinda di Cafe Adante, saya menunggu dia berjam - jam disana. Tapi sampai Cafe Adante tutup, Dinda tidak pernah datang."

"Benarkah? Lalu mengapa dua bulan belakangan ini anda mengirimi Dinda foto - foto dirinya yang anda ambil tanpa seizinnya. Tidak hanya itu, anda juga berkomentar di setiap Dinda memposting sesuatu di media sosialnya. Apa anda tau, tindakan stalker anda ini bisa dikenai pidana?" cerca Ruslan, dua lembar kertas dadi Fattan sebagai sampel bukti ia sodorkan pada Gilang.

"Saya sangat mencintai Dinda, pak. Saya memang akan melakukan apapun agar Dinda menjadi milik saya. Namun saya tidak akan melakukan hal yang membuat Dinda celaka, karena saya tidak mau kehilangan dia." ungkap Gilang sungguh - sungguh.

Melihat Gilang yang wajahnya semakin pucat, Ruslan hentikan sesi interogasinya. Dia perlu memastikan ke Cafe Adante terlebih dahulu apakah keterangan yang diberikan Gilang benar atau tidak. Dan dia juga perlu memeriksa aplikasi gojek milik Pak Dino untuk bisa mengetahui dimana tujuan Dinda pulang pada malam itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status