Share

4

Kematian Dinda tidak hanya menjadi sebuah duka bagi keluarga Dinda, namun juga sebuah duka bagi Gilang. Dia sangat terpukul saat mendengar berita menyedihkan itu.

Hati Gilang seakan terbelah menjadi dua. Khayalan hidup berumahtangga dengan Dinda seketika lenyap. Hanya ada ruang gelap tanpa harapan kini di benaknya.

Air mata Gilang tidak berhenti menetes dengan sendirinya. Anton dan Ian tidak bisa melakukan apapun agar kesedihan Gilang berkurang. Duduk menonton televisi sembari menemani temannya itu bersedih adalah hal yang bisa mereka lakukan untuk saat ini.

Entah sudah berapa lama mereka duduk lesehan menghadap televisi dengan pemandangan Gilang menangis diantara mereka. Anton terlihat asyik berbalas pesan, ketika Ian yang merasa lapar bangkit sendirian ke dapur untuk mengambil makan.

Ian mengambil nasi dalam magicom. Kemudian ia menaruh piring berisi nasi di atas meja untuk mengambil sisa rendang pemberian Shifa yang masih tersimpan di kotak dalam kulkas.

Saat Ian mengeluarkan kotak rendang dalam kulkas, terdengar suara benda jatuh di belakangnya seperti suara sebuah sendok yang terpental ke lantai. Ian pun menoleh, mencari keberadaan benda yang jatuh di sekitar lantai dapur. Akan tetapi tidak ia temukan apapun meski telah mondar mandir.

Ian segera kembali menuju kulkas untuk mengambil kotak isi rendang. Anehnya, saat Ian kembali membuka kulkas, kotak berisi rendang itu sudah tidak ada di dalamnya.

Ketika Ian menoleh ke meja makan, kotak berisi rendang itu sudah berada di samping piring berisi nasi yang ia letakan di atas meja.

"Nah kok udah ada disitu." guman Ian sendiri. Dia rasa belum mengeluarkan kotak itu dari kulkas, bahkan kini sudah ada dua sendok yang tidak Ian ambil juga telah tersedia di atas meja.

Tidak ingin berpikir macam - macam. Ian bergegas kembali ke ruang tengah dengan membawa sepiring nasi dan kotak berisi sisa rendang itu.

----

Di Supermart, berita kematian Dinda sudah tidak lagi menghebohkan. Mayoritas penghuni Supermart sudah menebak jika pegawai teladan seperti Dinda hilang pasti saat ditemukan sudah tidak bernyawa.

Iuran pribadi untuk kematian Dinda digalangkan Mulan pada para pegawai Supermart. Meski ia tau perusahaan telah menyiapkan uang belasungkawa tersendiri untuk keluarga Dinda.

Pegawai di head office melayat bersama ke rumah orangtua Dinda setelah jam kerja mereka berakhir. Sedangkan pegawai Supermart yang lain melayat ke rumah orangtua Dinda secara terpisah sesuai waktu luang dari jadwal shift mereka.

Saat sampai di rumah Dinda, Pak Wawan terlihat berbincang dengan ayah Dinda. Sedangkan Bu Yulia, Citra dan Maya terlihat berbincang dengan ibu dan sanak saudara Dinda yang lain.

Ian, Anton, dan Gilang memilih duduk di pojok ruang tamu bersama Pras, dan Pak Dino. Di seberang mereka ada sekumpulan ibu - ibu tetangga sebelah yang baru saja melayat terdengar sedang bergosip tentang Dinda.

"Emang bener ya bu, kata orang - orang yang tadi pagi melayat, kain jarik yang dibuat nutupin tubuh Dinda saat dia dimandikan gerak - gerak sendiri." ujar ibu berkerudung kuning yang duduk di dekat Anton yang paling ujung sendiri.

"iya, Bu Kana yang mandikan jenazah Dinda bilang sendiri sama aku tadi pas ketemu di warungnya Bu Siti." jawab seorang ibu yang dandanannya paling menor diantara yang lain.

"Masa sih bu, kok serem gitu." timpal seorang ibu - ibu yang lain, yang mengenakan daster bunga - bunga.

"Kalau orang matinya nggak wajar emang begitu. Biasanya gentayangan sampai orang yang ngebunuh ketemu." sambung seorang ibu yang badannya paling kecil yang duduk di dekat Pak Dino.

"Jangan nakutin toh bu." Ibu - ibu berkerudung kuning terlihat ketakutan. "Suamiku lembur malam ini, pulang baru besok pagi."

Ibu yang berdandan paling menor kembali berucap untuk memberikan informasi, "Aku tadi denger dari Bu Siska juga, kalau pas dia mandikan Dinda itu kecium bau melati nyengat banget gatau dari mana."

"Yang bener, kok Mbok Marni tadi nggak cerita apa - apa sama aku." sahut ibu - ibu lain yang duduk menyender kaki kursi.

Belum sempat ibu - ibu berdandan paling menor kembali mengeluarkan informasi yang dia dapat. Kehadiran Novi yang membawakan toples makanan dan air gelas aqua berhasil membungkam seluruh mulut dalam kumpulan ibu - ibu yang baru hadir itu.

Melihat Novi malah duduk disana untuk menemani kehadiran mereka, para ibu - ibu itu memutuskan untuk segera pulang. Tersisa hanya ada Ian, Anton, Gilang, Pras dan Pak Dino yang duduk didekat Novi.

"Silahkan di makan dan di minum." ujar Novi kepada mereka.

Anton bergegas membuka toples, dan menyemil duluan. Tidak ia hiraukan tatapan mata disekelilingnya yang menilai dirinya tidak sungkan.

Melihat kecantikan Novi, Pras yang tertarik pun memulai percakapan, "Mbak ini siapanya Dinda ya? Perkenalkan nama saya Pras, rekan kerja Dinda."

"Saya Novi, kakaknya Dinda." jawab Novi sambil tersenyum meski matanya nampak bengkak habis menangis.

"Maaf jika saya bertanya, sebab Dinda tidak pernah bercerita jika punya kakak secantik Mba Novi ini." goda Pras.

Pak Dino pun menyikut Pras, memberi kode pada Pras agar tidak melanjutkan aksinya. Pras yang tidak peduli, kembali mengajukan pertanyaan, "Mba Novi masih sendiri atau sudah ada yang punya?"

"Maaf, saya sudah punya suami." balas Novi sembari menyatukan kedua tangannya nampak memohon maaf.

Ian dan Anton menahan tawa melihat reaksi kecewa Pras. Tidak berselang lama, muncul seorang pria berjenggot tipis tengah mengendong seorang balita yang menangis mendekat ke arah Novi.

"Maaf, saya tinggal ke dalam ya." ucap Novi kemudian bangkit untuk pergi bersama pria itu ke dalam rumah.

"Santai Pras, stok cewek banyak, ntar gue kenalin." ujar Anton berusaha menenangkan Pras yang patah hati seketika.

"Ayo balik, Pak Wawan sama yang lain udah bersalaman tuh." gumam Pak Dino. Dia bangkit duluan untuk ikut berpamitan pulang.

Pras dan Anton menyusul tepat dibelakang Pak Dino. Gilang yang sedari tadi hanya diam seperti tidak ingin pulang. Dia nyaman berada di rumah Dinda. Namun Ian menarik dirinya untuk bangkit, memaksa Gilang untuk ikut pulang bersama yang lain.

Baru saja pegawai head office Supermart melangkahkan kaki keluar dari rumah Dinda untuk pulang. Gilang lihat sosok berbaju putih berambut panjang yang belakangan ini menampakan diri kepadanya tengah berdiri disela - sela mobil yang terparkir di halaman rumah orangtua Dinda.

Entah ini halusinasi Gilang yang terus memikirkan Dinda atau memang sosok itu tengah menampakan dirinya. Tidak ada yang bisa Gilang lakukan, hanya seulas senyum yang mampu terbit di bibir Gilang mengetahui bahwa sosok yang menghantuinya itu benar adalah jelmaan Dinda, gadis tercantik di hatinya yang kini telah tiada.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status