Kematian Dinda tidak hanya menjadi sebuah duka bagi keluarga Dinda, namun juga sebuah duka bagi Gilang. Dia sangat terpukul saat mendengar berita menyedihkan itu.
Hati Gilang seakan terbelah menjadi dua. Khayalan hidup berumahtangga dengan Dinda seketika lenyap. Hanya ada ruang gelap tanpa harapan kini di benaknya. Air mata Gilang tidak berhenti menetes dengan sendirinya. Anton dan Ian tidak bisa melakukan apapun agar kesedihan Gilang berkurang. Duduk menonton televisi sembari menemani temannya itu bersedih adalah hal yang bisa mereka lakukan untuk saat ini. Entah sudah berapa lama mereka duduk lesehan menghadap televisi dengan pemandangan Gilang menangis diantara mereka. Anton terlihat asyik berbalas pesan, ketika Ian yang merasa lapar bangkit sendirian ke dapur untuk mengambil makan. Ian mengambil nasi dalam magicom. Kemudian ia menaruh piring berisi nasi di atas meja untuk mengambil sisa rendang pemberian Shifa yang masih tersimpan di kotak dalam kulkas. Saat Ian mengeluarkan kotak rendang dalam kulkas, terdengar suara benda jatuh di belakangnya seperti suara sebuah sendok yang terpental ke lantai. Ian pun menoleh, mencari keberadaan benda yang jatuh di sekitar lantai dapur. Akan tetapi tidak ia temukan apapun meski telah mondar mandir. Ian segera kembali menuju kulkas untuk mengambil kotak isi rendang. Anehnya, saat Ian kembali membuka kulkas, kotak berisi rendang itu sudah tidak ada di dalamnya. Ketika Ian menoleh ke meja makan, kotak berisi rendang itu sudah berada di samping piring berisi nasi yang ia letakan di atas meja. "Nah kok udah ada disitu." guman Ian sendiri. Dia rasa belum mengeluarkan kotak itu dari kulkas, bahkan kini sudah ada dua sendok yang tidak Ian ambil juga telah tersedia di atas meja. Tidak ingin berpikir macam - macam. Ian bergegas kembali ke ruang tengah dengan membawa sepiring nasi dan kotak berisi sisa rendang itu. ---- Di Supermart, berita kematian Dinda sudah tidak lagi menghebohkan. Mayoritas penghuni Supermart sudah menebak jika pegawai teladan seperti Dinda hilang pasti saat ditemukan sudah tidak bernyawa. Iuran pribadi untuk kematian Dinda digalangkan Mulan pada para pegawai Supermart. Meski ia tau perusahaan telah menyiapkan uang belasungkawa tersendiri untuk keluarga Dinda. Pegawai di head office melayat bersama ke rumah orangtua Dinda setelah jam kerja mereka berakhir. Sedangkan pegawai Supermart yang lain melayat ke rumah orangtua Dinda secara terpisah sesuai waktu luang dari jadwal shift mereka. Saat sampai di rumah Dinda, Pak Wawan terlihat berbincang dengan ayah Dinda. Sedangkan Bu Yulia, Citra dan Maya terlihat berbincang dengan ibu dan sanak saudara Dinda yang lain. Ian, Anton, dan Gilang memilih duduk di pojok ruang tamu bersama Pras, dan Pak Dino. Di seberang mereka ada sekumpulan ibu - ibu tetangga sebelah yang baru saja melayat terdengar sedang bergosip tentang Dinda. "Emang bener ya bu, kata orang - orang yang tadi pagi melayat, kain jarik yang dibuat nutupin tubuh Dinda saat dia dimandikan gerak - gerak sendiri." ujar ibu berkerudung kuning yang duduk di dekat Anton yang paling ujung sendiri. "iya, Bu Kana yang mandikan jenazah Dinda bilang sendiri sama aku tadi pas ketemu di warungnya Bu Siti." jawab seorang ibu yang dandanannya paling menor diantara yang lain. "Masa sih bu, kok serem gitu." timpal seorang ibu - ibu yang lain, yang mengenakan daster bunga - bunga. "Kalau orang matinya nggak wajar emang begitu. Biasanya gentayangan sampai orang yang ngebunuh ketemu." sambung seorang ibu yang badannya paling kecil yang duduk di dekat Pak Dino. "Jangan nakutin toh bu." Ibu - ibu berkerudung kuning terlihat ketakutan. "Suamiku lembur malam ini, pulang baru besok pagi." Ibu yang berdandan paling menor kembali berucap untuk memberikan informasi, "Aku tadi denger dari Bu Siska juga, kalau pas dia mandikan Dinda itu kecium bau melati nyengat banget gatau dari mana." "Yang bener, kok Mbok Marni tadi nggak cerita apa - apa sama aku." sahut ibu - ibu lain yang duduk menyender kaki kursi. Belum sempat ibu - ibu berdandan paling menor kembali mengeluarkan informasi yang dia dapat. Kehadiran Novi yang membawakan toples makanan dan air gelas aqua berhasil membungkam seluruh mulut dalam kumpulan ibu - ibu yang baru hadir itu. Melihat Novi malah duduk disana untuk menemani kehadiran mereka, para ibu - ibu itu memutuskan untuk segera pulang. Tersisa hanya ada Ian, Anton, Gilang, Pras dan Pak Dino yang duduk didekat Novi. "Silahkan di makan dan di minum." ujar Novi kepada mereka. Anton bergegas membuka toples, dan menyemil duluan. Tidak ia hiraukan tatapan mata disekelilingnya yang menilai dirinya tidak sungkan. Melihat kecantikan Novi, Pras yang tertarik pun memulai percakapan, "Mbak ini siapanya Dinda ya? Perkenalkan nama saya Pras, rekan kerja Dinda." "Saya Novi, kakaknya Dinda." jawab Novi sambil tersenyum meski matanya nampak bengkak habis menangis. "Maaf jika saya bertanya, sebab Dinda tidak pernah bercerita jika punya kakak secantik Mba Novi ini." goda Pras. Pak Dino pun menyikut Pras, memberi kode pada Pras agar tidak melanjutkan aksinya. Pras yang tidak peduli, kembali mengajukan pertanyaan, "Mba Novi masih sendiri atau sudah ada yang punya?" "Maaf, saya sudah punya suami." balas Novi sembari menyatukan kedua tangannya nampak memohon maaf. Ian dan Anton menahan tawa melihat reaksi kecewa Pras. Tidak berselang lama, muncul seorang pria berjenggot tipis tengah mengendong seorang balita yang menangis mendekat ke arah Novi. "Maaf, saya tinggal ke dalam ya." ucap Novi kemudian bangkit untuk pergi bersama pria itu ke dalam rumah. "Santai Pras, stok cewek banyak, ntar gue kenalin." ujar Anton berusaha menenangkan Pras yang patah hati seketika. "Ayo balik, Pak Wawan sama yang lain udah bersalaman tuh." gumam Pak Dino. Dia bangkit duluan untuk ikut berpamitan pulang. Pras dan Anton menyusul tepat dibelakang Pak Dino. Gilang yang sedari tadi hanya diam seperti tidak ingin pulang. Dia nyaman berada di rumah Dinda. Namun Ian menarik dirinya untuk bangkit, memaksa Gilang untuk ikut pulang bersama yang lain. Baru saja pegawai head office Supermart melangkahkan kaki keluar dari rumah Dinda untuk pulang. Gilang lihat sosok berbaju putih berambut panjang yang belakangan ini menampakan diri kepadanya tengah berdiri disela - sela mobil yang terparkir di halaman rumah orangtua Dinda. Entah ini halusinasi Gilang yang terus memikirkan Dinda atau memang sosok itu tengah menampakan dirinya. Tidak ada yang bisa Gilang lakukan, hanya seulas senyum yang mampu terbit di bibir Gilang mengetahui bahwa sosok yang menghantuinya itu benar adalah jelmaan Dinda, gadis tercantik di hatinya yang kini telah tiada.Ruslan menunggu dengan harap cemas di ruangannya. Sudah tiga puluh menit berlalu namun hasil pemeriksaan ponsel Dinda belum juga ia terima. Saat Ruslan akan bangkit untuk menuju ruang IT, yang ditunggu - tunggu tiba saja muncul dari balik pintu mengagetkannya."Sepertinya, di hari Dinda menghilang dia lupa membawa ponselnya." ungkap Fattan, pegawai kepolisian yang bertugas memeriksa ponsel Dinda. "Sejak hari Selasa sekitar pukul 6 pagi tanggal 13 Mei sampai di hari ponsel ini ditemukan, seluruh pesan dan notifikasi untuk Dinda tidak ada satupun yang dibuka.""Apa ada hal janggal lain?" tanya Ruslan penuh harap.Fattan menggeleng. "Sayangnya nggak ada, semua normal. Dari mulai berkas dia, transaksinya, chat, foto dan sosial media dia semua aman."Ruslan berdecak kesal, dasi yang dia kenakan terasa mencekiknya. "Ada yang nggak beres dengan Dino Fernando.""Kenapa? Kamu curiga dia pelakunya." sahut Fattan menebak isi kepala Ruslan."Jelas, dia tau jika Dinda dijemput gojek. Sedangkan mob
Ruslan terbelalak menyaksikan rekaman CCTV yang terpasang di depan Cafe Adante. Rekaman berisi apa saja yang terjadi di Cafe Adante tepat pada hari Selasa tanggal tigabelas Mei. Gilang memberikan kesaksian yang benar. Dia berada di dalam Cafe Adante sejak pukul 18.00 WIB sampai dengan pukul dimana Cafe Adante tutup yakni pukul 23.00 WIB. Ruslan tidak habis pikir sebegitu bodohnya Gilang menanti Dinda sesuai janji yang telah dibuat meski tiada kabar apapun dari Dinda. Yang lebih aneh, pada pukul 19.10 WIB terlihat Dinda yang naik gojek tiba di depan Cafe Adante. Hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan akun Gojek milik Pak Dino yang menunjukkan bahwa Pak Dino memesankan Dinda gojek dengan tujuan Cafe Adante. Namun Dinda yang terlihat akan masuk kedalam Cafe Adante malah berjalan berbalik arah untuk pergi entah kemana. "Saya ngantar Mba itu sampai ke depan Cafe Adante kok, Pak. Setelah itu saya cari penumpang lagi. Jadi saya nggak tau setelahnya Mba itu pergi kemana." ujar Mahfud s
Tubuh Karina menyondong agak kedepan. Mulut Mbak Buyut komat kamit belum selesai baca mantra pengukuhan.Ruang polos bercat putih itu mulai merebakan bau menyan. Gladis yang berada di samping Karina reflek menutup hidungnya dengan tangan."Gimana Mbah?" Karina bertanya saat lelaki berjanggut panjang itu telah menaburkan bunga ke dalam wadah."Sudah, besok saya jamin lelaki itu bakal langsung nikahin anda." tutur Mbak Buyut sembari tertawa menampakkan gigi ompongnya.Mendengarnya Gladis menelengkan kepala. Sangat tidak percaya bahwa hal mistis dapat mengubah seseorang hanya dalam semalam. Namun melihat Oka yang sudah punya tunangan malah berlutut di kaki Karina keesokan harinya di kantin kantor dengan membawa mawar sebagai pinta menjadi istrinya, bikin Gladis merombak seluruh mindsetnya saat itu juga.Tak tanggung-tanggung, Gladis malah ngajak Karina balik ke rumah Mbah Buyut di waktu malam, hari itu juga. Dia sungguh-sungguh ingin menikah dengan pria idamannya."Syaratnya berat lo, Di
Ian sangat kesal ketika terasa ada sekumpulan rambut yang mengibas mukanya. Matanya sedikit terbuka meski kantuk masih bertengger dipelupuk mata.Diujung kasur terlihat samar ada seorang wanita berambut panjang memakai baju putih duduk memunggunginya. Ian mencoba melihat sedikit untuk memastikan objek yang dilihatnya, kemudian memejamkan mata.Saat mata Ian terbuka kembali untuk memfokuskan pandangan, ia segera kembali memejamkan mata rapat-rapat. Berbagai do'a Ian rapalkan, namun sosok itu tetap berada ditempatnya.Bau melati kian menyengat, Ian merutuki diri mengapa memilih tidur dipinggiran kasur dekat pintu seperti ini.Selimut Ian yang sudah melorot kebawah kini telah terangkat, seolah ada yang berusaha menyelimutinya. Saat selimut itu benar - benar kembali menyelimuti tubuhnya, jantung Ian berdetak tak karuan seperti akan copot.Belaian tangan sosok wanita itu di kepalanya terasa dingin dan menakutkan. Ian rasa dirinya sudah tidak kuat dan semua menjadi gelap.____Adzan Subuh b
Setelah melacak keberadaan ponsel Dinda dari nomer provider yang Dinda pakai. Ruslan menemukan lokasi ponsel Dinda berada di rumah orangtua Dinda sendiri. Meski aneh, Ruslan bersama anak buahnya kemudian mengeledah seisi rumah orangtua Dinda. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk menemukan ponsel Dinda yang berada tepat di bawah ranjang tempat tidur Dinda.Anak buah Ruslan yang telah memakai sarung tangan, dengan hati - hati memeriksa kondisi ponsel Dinda. Tidak ada yang mencurigakan, kondisi ponsel yang di mode silent itu cukup normal dengan daya baterai tinggal 10%.Ruslan pun kembali menanyai kedua orangtua Dinda untuk memastikan apakah benar Supermart adalah tempat terakhir Dinda sebelum menghilang atau Dinda sempat pulang ke rumah sebelum akhirnya menghilang. Dan tentu saja kedua orangtua Dinda bersikeras bahwa saat berangkat kerja itulah hari terakhir mereka melihat Dinda di rumah.Anak buah Ruslan akhirnya memasukan ponsel Dinda kedalam kantong plastik yang sebelumnya telah
Ruslan terbelalak menyaksikan rekaman CCTV yang terpasang di depan Cafe Adante. Rekaman berisi apa saja yang terjadi di Cafe Adante tepat pada hari Selasa tanggal tigabelas Mei. Gilang memberikan kesaksian yang benar. Dia berada di dalam Cafe Adante sejak pukul 18.00 WIB sampai dengan pukul dimana Cafe Adante tutup yakni pukul 23.00 WIB. Ruslan tidak habis pikir sebegitu bodohnya Gilang menanti Dinda sesuai janji yang telah dibuat meski tiada kabar apapun dari Dinda. Yang lebih aneh, pada pukul 19.10 WIB terlihat Dinda yang naik gojek tiba di depan Cafe Adante. Hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan akun Gojek milik Pak Dino yang menunjukkan bahwa Pak Dino memesankan Dinda gojek dengan tujuan Cafe Adante. Namun Dinda yang terlihat akan masuk kedalam Cafe Adante malah berjalan berbalik arah untuk pergi entah kemana. "Saya ngantar Mba itu sampai ke depan Cafe Adante kok, Pak. Setelah itu saya cari penumpang lagi. Jadi saya nggak tau setelahnya Mba itu pergi kemana." ujar Mahfud s
Ruslan menunggu dengan harap cemas di ruangannya. Sudah tiga puluh menit berlalu namun hasil pemeriksaan ponsel Dinda belum juga ia terima. Saat Ruslan akan bangkit untuk menuju ruang IT, yang ditunggu - tunggu tiba saja muncul dari balik pintu mengagetkannya."Sepertinya, di hari Dinda menghilang dia lupa membawa ponselnya." ungkap Fattan, pegawai kepolisian yang bertugas memeriksa ponsel Dinda. "Sejak hari Selasa sekitar pukul 6 pagi tanggal 13 Mei sampai di hari ponsel ini ditemukan, seluruh pesan dan notifikasi untuk Dinda tidak ada satupun yang dibuka.""Apa ada hal janggal lain?" tanya Ruslan penuh harap.Fattan menggeleng. "Sayangnya nggak ada, semua normal. Dari mulai berkas dia, transaksinya, chat, foto dan sosial media dia semua aman."Ruslan berdecak kesal, dasi yang dia kenakan terasa mencekiknya. "Ada yang nggak beres dengan Dino Fernando.""Kenapa? Kamu curiga dia pelakunya." sahut Fattan menebak isi kepala Ruslan."Jelas, dia tau jika Dinda dijemput gojek. Sedangkan mob
Kematian Dinda tidak hanya menjadi sebuah duka bagi keluarga Dinda, namun juga sebuah duka bagi Gilang. Dia sangat terpukul saat mendengar berita menyedihkan itu. Hati Gilang seakan terbelah menjadi dua. Khayalan hidup berumahtangga dengan Dinda seketika lenyap. Hanya ada ruang gelap tanpa harapan kini di benaknya. Air mata Gilang tidak berhenti menetes dengan sendirinya. Anton dan Ian tidak bisa melakukan apapun agar kesedihan Gilang berkurang. Duduk menonton televisi sembari menemani temannya itu bersedih adalah hal yang bisa mereka lakukan untuk saat ini. Entah sudah berapa lama mereka duduk lesehan menghadap televisi dengan pemandangan Gilang menangis diantara mereka. Anton terlihat asyik berbalas pesan, ketika Ian yang merasa lapar bangkit sendirian ke dapur untuk mengambil makan. Ian mengambil nasi dalam magicom. Kemudian ia menaruh piring berisi nasi di atas meja untuk mengambil sisa rendang pemberian Shifa yang masih tersimpan di kotak dalam kulkas. Saat Ian mengeluarkan k
Setelah melacak keberadaan ponsel Dinda dari nomer provider yang Dinda pakai. Ruslan menemukan lokasi ponsel Dinda berada di rumah orangtua Dinda sendiri. Meski aneh, Ruslan bersama anak buahnya kemudian mengeledah seisi rumah orangtua Dinda. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk menemukan ponsel Dinda yang berada tepat di bawah ranjang tempat tidur Dinda.Anak buah Ruslan yang telah memakai sarung tangan, dengan hati - hati memeriksa kondisi ponsel Dinda. Tidak ada yang mencurigakan, kondisi ponsel yang di mode silent itu cukup normal dengan daya baterai tinggal 10%.Ruslan pun kembali menanyai kedua orangtua Dinda untuk memastikan apakah benar Supermart adalah tempat terakhir Dinda sebelum menghilang atau Dinda sempat pulang ke rumah sebelum akhirnya menghilang. Dan tentu saja kedua orangtua Dinda bersikeras bahwa saat berangkat kerja itulah hari terakhir mereka melihat Dinda di rumah.Anak buah Ruslan akhirnya memasukan ponsel Dinda kedalam kantong plastik yang sebelumnya telah
Ian sangat kesal ketika terasa ada sekumpulan rambut yang mengibas mukanya. Matanya sedikit terbuka meski kantuk masih bertengger dipelupuk mata.Diujung kasur terlihat samar ada seorang wanita berambut panjang memakai baju putih duduk memunggunginya. Ian mencoba melihat sedikit untuk memastikan objek yang dilihatnya, kemudian memejamkan mata.Saat mata Ian terbuka kembali untuk memfokuskan pandangan, ia segera kembali memejamkan mata rapat-rapat. Berbagai do'a Ian rapalkan, namun sosok itu tetap berada ditempatnya.Bau melati kian menyengat, Ian merutuki diri mengapa memilih tidur dipinggiran kasur dekat pintu seperti ini.Selimut Ian yang sudah melorot kebawah kini telah terangkat, seolah ada yang berusaha menyelimutinya. Saat selimut itu benar - benar kembali menyelimuti tubuhnya, jantung Ian berdetak tak karuan seperti akan copot.Belaian tangan sosok wanita itu di kepalanya terasa dingin dan menakutkan. Ian rasa dirinya sudah tidak kuat dan semua menjadi gelap.____Adzan Subuh b
Tubuh Karina menyondong agak kedepan. Mulut Mbak Buyut komat kamit belum selesai baca mantra pengukuhan.Ruang polos bercat putih itu mulai merebakan bau menyan. Gladis yang berada di samping Karina reflek menutup hidungnya dengan tangan."Gimana Mbah?" Karina bertanya saat lelaki berjanggut panjang itu telah menaburkan bunga ke dalam wadah."Sudah, besok saya jamin lelaki itu bakal langsung nikahin anda." tutur Mbak Buyut sembari tertawa menampakkan gigi ompongnya.Mendengarnya Gladis menelengkan kepala. Sangat tidak percaya bahwa hal mistis dapat mengubah seseorang hanya dalam semalam. Namun melihat Oka yang sudah punya tunangan malah berlutut di kaki Karina keesokan harinya di kantin kantor dengan membawa mawar sebagai pinta menjadi istrinya, bikin Gladis merombak seluruh mindsetnya saat itu juga.Tak tanggung-tanggung, Gladis malah ngajak Karina balik ke rumah Mbah Buyut di waktu malam, hari itu juga. Dia sungguh-sungguh ingin menikah dengan pria idamannya."Syaratnya berat lo, Di