Di sebuah kamar hotel, Keenan duduk di sebuah sofa yang terletak tidak jauh dari ranjang di mana seorang wanita tertidur pulas seperti bayi.
Tatapan Keenan lekat pada wajah damai wanita yang tubuh mungilnya hanya terbalut selimut putih, tanpa sehelai pun busana membungkusnya.
"Maafkan aku, Sayang. Aku terpaksa melakukan ini," sesal Keenan menenggak habis minuman merahnya.
Keenan meletakkan gelas bekas minumannya ke atas meja sofa dengan agak kasar hingga menimbulkan suara dentingan antara gelas dan meja yang sama-sama berbahan kaca.
Wanita di atas ranjang sana tampak terusik oleh dentingan yang disebabkan oleh Keenan.
Tubuh mungil itu menggeliat, mencari kehangatan. Suhu di dalam ruangan bernuansa putih itu cukup dingin untuk ukuran tubuh yang tidak mengenakan pakaian.
Apalagi selimut yang dikenakan wanita itu hanya menutupi bagian dada hingga ujung kakinya, sedangkan dari bahu hingga ke lengan menampakkan kemulusannya.
Faranisa Inara, dialah wanita yang tengah merasakan kedinginan hingga ke tulang-belulangnya.
Tak tahan kedinginan, Nara menarik selimut hingga menutupi lehernya. Tetapi ia merasa keanehan saat selimut itu menyentuh langsung kulit lembutnya.
Perlahan, Nara membuka mata dan hal pertama yang dilihatnya adalah ruangan yang tampak asing di penglihatannya. Kemudian, tatapan Nara turun pada tubuhnya yang terbalut selimut.
Jantung Nara berpacu semakin cepat, pelan-pelan wanita itu mengangkat selimut untuk melihat tubuh yang ada di bawah selimut itu. Nara langsung membekap mulutnya dengan sebelah tangan, satu tangan lagi ia gunakan untuk menggenggam erat selimut di atas dadanya.
"Apa yang terjadi padaku?" tanya Nara pada dirinya sendiri. Wanita itu hampir saja menjatuhkan air matanya.
"Kamu sudah bangun?" Suara Keenan membuat Nara tersentak kaget.
Wanita itu sontak menggenggam erat selimut yang menutupi tubuhnya dengan kedua tangan. Mencoba melindungi tubuhnya dari pandangan Keenan.
"Kenapa kau ada di sini?" tanya Nara dingin. Suaranya sedikit bergetar. Takut.
"Ini tempat hotel tempat aku menginap. Kira-kira ngapain aku di sini?" Keenan menaikkan sebelah alisnya. Lelaki itu sudah duduk di sisi ranjang, membuat Nara menyeret tubuhnya menjauhi Keenan yang tampak mengerikan dalam pandangannya.
"A—apa yang kau lakukan padaku?"
"Bukan aku yang melakukan apa pun padamu. Tapi kita bersama melakukannya!"
"A—apa maksudmu?" tanya Nara dengan suara yang semakin bergetar.
"Kamu benar-benar gak ngerti?" Keenan balik bertanya.
Nara bukan tidak.mengerti ucapan Keenan, ia hanya tidak mempercayainya. Tidak mungkin dirinya melakukan hal menjijikkan bersama Keenan dan menodai cinta Darren, 'kan?
"Aku dan kamu … kita bersama-sama menikmati malam panjang penuh kehangatan, Sayang," ujar Keenan dengan sedikit sensual.
"Gak mungkin!" sanggah Nara cepat. "Kau pasti berbohong, kan? Aku gak mungkin melakukannya denganmu!"
"Kenapa kalau kamu melakukannya denganku? Apa kamu merasa jijik? Apa hanya laki-laki brengsek itu yang bisa melakukannya denganmu?!" teriak Keenan murka membuat Nara ketakutan.
Keenan begitu tidak suka saat Nara menyangkal ucapannya, seakan wanita itu sangat enggan bersama dirinya. Dan ia semakin murka tiba-tiba ingatannya membawa satu sosok yang sangat ia benci. Darren. Bayangan Darren dan Nara bermesraan memenuhi kepalanya, membuat lelaki kalap.
Keenan mendekati Nara, merengkuh dan mengukung tubuh wanita itu agar tidak bergerak menjauh darinya. Keenan mulai mencium Nara dengan kasar, mengabaikan penolakan mantan istrinya itu.
Nara meronta, berusaha menjerit, tetapi tertahan oleh ciuman Keenan dan usaha terakhir wanita itu hanyalah menangis.
"Tolong jangan lakukan ini padaku," lirih Nara dengan isak tangisnya memohon saat bibir Keenan turun di lehernya.
Isak tangis Nara seakan menyadarkan Keenan dari perbuatan gilanya. Lelaki itu langsung berhenti dan menjauh dari tubuh Nara.
"Nara," panggil Keenan tercekat. Tidak tau harus mengatakan apa.
Nara memalingkan wajahnya dari Keenan, tangisannya membuat hati lelaki itu kelu. Apalagi, saat Nara tak sudi melihat wajahnya.
"Aku gak akan meminta maaf," ucap Keenan mengeraskan hatinya. Bagaimanapun ia tidak akan menyesal telah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Nara.
"Pakai pakaianmu, aku akan mengantarkanmu pulang!" Keenan pergi dari kamar itu.
Setelah memastikan Keenan pergi, Nara bangun dan mencari pakaiannya yang berserakan di lantai bersama pakaian Keenan. Nara semakin terisak melihat hal itu, rasa bersalahnya pada Darren semakin besar.
"Maafkan aku, Darren." Hanya itu satu-satunya mantra yang Nara lafalkan dengan bibir dan hatinya.
Nara diam-diam keluar dari kamar milik Keenan, berharap lelaki itu tidak menunggunya di depan pintu. Namun, harapannya sirna saat keluar dari kamar malah Keenan menjadi objek pertama yang dilihat olehnya.
Nara mengabaikan keberadaan Keenan, wanita itu berjalan meninggalkan Keenan di belakang.
"Jangan coba-coba menghindariku, Nara!" geram Keenan menyentak tangan Nara agar berhenti berjalan dengan cepat.
"Biarkan aku pergi," ucap Nara memelas dengan wajah yang masih basah.
"Aku akan mengantarkanmu."
"Tidak, biarkan aku sendiri."
"Pulang denganku atau tidak sama sekali!" seru Keenan tak terbantahkan. "Kalau kau menolak, aku akan mengirimkan foto dan video kebersamaan kita pada kekasihmu itu!" ancamnya kemudian yang membuat Nara menatap tajam pada Keenan.
"Jangan coba-coba!" peringat Nara. "Aku akan membencimu seumur hidupku, jika kau melakukannya!"
Akhirnya Nara pulang diantarkan oleh Keenan. Tidak ada pembicaraan yang berarti di antara keduanya. Sepanjang perjalanan Nara hanya diam-diam menangis dengan tatapan tertuju pada luar jendela. Hatinya tidak berhenti melafalkan mantra permohonan maaf untuk Darren.
Penyesalan dalam dirinya pun menggunung, ia sangat menyesali memenuhi permintaan Keenan untuk makan malam bersama dengan dalih menyelesaikan masalah antara mereka.
Tadi siang, saat Nara, Darren dan Dara selesai makan siang. Keenan yang menunggu di parkiran menghampiri mereka dan meminta izin pada Darren untuk berbicara sebentar pada Nara. Wanita itu menolak, tapi Darren mengizinkannya.
Keenan kemudian mengajak Nara makan malam bersama untuk yang terakhir kalinya sebelum dirinya kembali ke Indonesia dan Keenan berjanji tidak akan mengacau kehidupan Nara lagi.
Namun, lagi-lagi wanita itu menolak dan Darren yang membujuknya untuk pergi. Darren ingin masalah antara Keenan dan Nara benar-benar terselesaikan tanpa adanya amarah di hati keduanya.
Mobil yang dikendarai Keenan berhenti di rumah yang ditempati Nara dan Darren bersama putri kecil mereka.
"Kau tinggal bersamanya?!" geram Keenan saat melihat Darren menunggu Nara di depan gerbang dengan raut khawatir. Entah sudah berapa lama lelaki itu menunggu di sana.
Nara tidak menjawab, ia langsung keluar dan Keenan juga tidak mungkin menahannya sementara di depan sana ada Darren.
Nara keluar dari mobil dan langsung menubruk tubuh Darren, membuat lelaki itu bingung dan semakin cemas. Sementara Keenan yang melihat itu semakin murka.
"Apa yang terjadi, Sayang? Kenapa menangis?" tanya Darren lembut, membuat Nara semakin tergugu. Tatapan Darren beralih ke arah Keenan, menuntut penjelasan dari lelaki itu. Tapi Keenan hanya mengangguk sekilas sebelum melajukan mobilnya meninggalkan perkara gan rumah Darren.
"Masuk dulu, ya. Kita bicara di dalam." Darren mencium puncak kepala Nara, kemudian menggendong wanita itu dengan lembut.
Darren langsung membawa Nara masuk ke kamar, khawatir Dara akan terbangun jika mereka duduk di luar dan tangisan Nara didengar oleh putri kecil mereka.Darren meraih gelas dan menuangkan air dari jug yang memang sengaja diletakkan di atas nakas karena ia dan Nara sering bangun malam hanya untuk minum. Jadi, mereka bisa minum tanpa harus jauh-jauh ke dapur."Minum dulu," ucap Darren memberikan gelas berisi air putih pada Nara.Wanita itu tidak menolak, langsung meminum dan menghabiskan cairan putih itu. Seakan ia benar-benar haus setelah melakukan perjalanan jauh.Tangisannya masih terdengar, meski sudah tidak se-histeris saat pertama kali memeluk Darren tadi. Tubuhnya juga sesekali bergetar karena sesenggukan, matanya memerah hampir membengkak, serta wajah yang sembab membuktikan wanita pemilik hati Darren itu sudah sangat lama menangis.Darren tidak melakukan apa pun
Sudah seminggu sejak kejadian itu, Nara menjadi lebih pendiam daripada hari-hari biasanya. Wanita itu juga belum menceritakan kejadian yang menimpanya saat makan malam bersama Keenan. Nara terlalu takut melakukannya, takut dengan respon yang akan diberikan Darren padanya."Pagi," sapa Nara pada Dara dan Darren yang sudah menunggunya di meja makan seperti biasa untuk ritual sarapan pagi.Ketiganya menikmati sarapan mereka dengan hening, tidak ada yang membuka suara termasuk Dara yang biasanya tak pernah diam.Gadis kecil itu mendadak jadi pendiam melihat mamanya juga diam."Aku pergi dulu," ujar Nara langsung beranjak dari posisinya duduk.Meninggalkan meja makan, melupakan ritualnya sebelum berangkat kerja yaitu mencium kedua pipi chubby putrinya, juga mencium punggung tangan Darren dan mendapatkan balasan ciuman dari kedua orang tersayangnya itu.
Nara tengah fokus dengan pekerjaannya saat seseorang mengetuk pintu ruangannya dan masuk ke dalam tanpa izin.Nara menoleh ke arah pintu, menghela nafas dan memasang wajah masam saat melihat tamu tak diundang itu."Mau apa kau ke sini?" tanya Nara dingin, tatapannya tajam."Aku merindukanmu, Sayang," jawab Keenan duduk di depan Nara tanpa persetujuan wanita itu."Kamu gak merindukanku?" tanya Keenan, Nara memilih diam tak menanggapi ucapan Keenan.Menganggap Keenan makhluk tak kasap mata yang suaranya tidak terdengar dan kehadirannya tidak terlihat."Kenapa gak mengangkat telepon dan gak balas pesanku, hmmm?" tanya Keenan lagi."Aku kan mau tau, siapa laki-laki yang selalu bersamamu dan kenapa kalian tinggal bersama. Lalu, siapa anak kecil yang ada di antara kalian?" cecar Keenan.Namun, lagi-lagi pertanyaannya
Setelah makan siang bersama suami dan anaknya, Nara pulang ke rumah bersama mereka. Wanita itu memutuskan melanjutkan pekerjaannya di rumah, khawatir Keenan akan kembali mengganggu jika ia kembali ke butik. Darren juga memutuskan kembali ke rumah mengingat dirinya tidak memiliki jadwal lagi. Ia ingin menyelesaikan masalah antara dirinya dan Nara. Lebit tepatnya, masalah yang terjadi pada Nara dan Keenan hingga membuat wanita itu menjadi lebih pendiam. Bahkan, tidak berbicara pada putrinya sendiri. "Dara, kamu ke kamar dulu, ya, sama Mbak Lyla. Bobo siang," ujar Darren lembut pada Dara yang ada di gendongannya. "Papa sama mama mau bicara sebentar," ucapnya memberi pengertian. Dan beruntungnya, putrinya itu anak baik dan pintar, juga pengertian. Ia mengangguk patuh dan berontak minta diturunkan oleh Darren. "Papa jangan marahin mama, ya," ucap Dara setelah ber
"Kenapa diam?" tanya Darren menaikkan sebelah alisnya. "Ayo, lakukan. Jangan membuang waktu terlalu lama," imbuhnya menahan senyuman melihat wajah cemberut Nara. "Katakan, apa yang harus aku lakukan," ujar Nara. "Aku bukan cenayang yang bisa membaca pikiran dan mengetahui keinginanmu," imbuhnya dengan wajah cemberut dan bibirnya manyun yang membuat Darren semakin gemas. "Apa pun yang kamu lakukan, aku pasti senang," sahut Darren. Nara memutar bola matanya dengan malas, suaminya itu paling bisa membuatnya senang hanya dengan kata-kata. Nara pun menekan rasa malunya, beranjak dari posisi duduk di sofa, berpindah ke pangkuan Darren. Lelaki itu cukup terkejut dan terpana dengan tindakan Nara, tapi tak bisa dipungkiri … ia senang dan sangat menyukai perlakuan sang istri. "Kamu yang menggodaku lebih dulu, jangan salahkan aku kalau aku gak akan membiarka
"Darren," panggil Nara saat tidak mendapat respon apa pun dari sang suami setelah ia menceritakan apa yang terjadi pada dirinya pada saat makan malam bersama Keenan. Bahkan, wajah lelaki itu tidak bisa ditebak. Tatapannya juga hanya terpaku pada wajah Nara, membuat sang istri salah tingkah. "Aku bersumpah, aku tidak tahu apa pun," ucap Nara dengan mata bergetar oleh cairan bening yang berkumpul di pelupuk mata dan berusaha ditahannya agar tidak merembes keluar. "Kamu belum makan apa pun, tapi tiba-tiba berada di ranjang dalam keadaan gak wajar. Bagaimana bisa?" tanya Darren. Nara merapatkan selimut ke tubuhnya, lalu beranjak duduk menghadap Darren. "Aku memang belum makan, tapi aku sudah minum dan setelah itu aku tidak ingat apa pun lagi," jawabnya mencoba membela diri. Meskipun merasa kecewa karena Darren seperti tidak mempercayai dirinya, tetapi Nara memak
"Aku sudah menikah."Faranisa Inara menghentikan kegiatan menghapus riasannya saat mendengar pengakuan Keenan Dirgantara—lelaki yang baru beberapa jam lalu menyandang status sebagai suaminya.Wanita yang biasa disapa Nara itu menatap sang suami yang tengah berdiri di belakangnya melalui pantulan cermin. "Kamu sudah menikah?" Nara hanya ingin memastikan, dan berharap pendengarannya tadi salah menangkap pengakuan sang suami.Anggukan kepala Keenan menghempas jauh harapan wanita yang masih dibalut gaun pengantin bertabur berlian. Dunianya seakan runtuh mengetahui kenyataan itu—dirinya ternyata menjadi istri kedua dari pangeran bisnis Indonesia.Bahkan, pelaminan yang dijadikan singgasana saat mereka menjadi raja sehari pun belum diruntuhkan oleh wedding organizer. Tetapi Keenan sudah lebih dulu menghancurkan segala mimpi indah Nara tentang pernikahannya.
Kenan berjalan keluar dari kamar mandi dengan menyugar rambutnya yang basah. Netra sebiru laut miliknya, tertuju pada Nara yang tengah berbaring membelakangi dirinya. Nafas wanita itu tampak turun naik dengan teratur, membuat Keenan berpikir kalau istri mudanya itu sudah lebih dulu menjelajahi alam mimpi."Pasti dia capek," pikir Keenan, ia berjalan mendekati ranjang setelah meletakkan handuk yang ia gunakan pada tempatnya.Keenan tak ingin membangunkan Nara hanya untuk membicarakan masalah pernikahan mereka pada wanita yang tampak kelelahan jika hanya dilihat dari wajah damainya.Keenan yakin, Nara bukan hanya lelah fisiknya karena digunakan untuk berbagai kegiatan selama prosesi pernikahan berlangsung, terutama saat menyapa para tamu yang seperti kerumunan semut. Batin Nara pun, pastinya lelah menghadapi kenyataan pahit di hari pertama ia menyandang status baru dalam hidupnya—seorang istri."Maafkan aku," sesal Keenan masih setia menatap waj