"Aku sudah menikah."
Faranisa Inara menghentikan kegiatan menghapus riasannya saat mendengar pengakuan Keenan Dirgantara—lelaki yang baru beberapa jam lalu menyandang status sebagai suaminya.
Wanita yang biasa disapa Nara itu menatap sang suami yang tengah berdiri di belakangnya melalui pantulan cermin. "Kamu sudah menikah?" Nara hanya ingin memastikan, dan berharap pendengarannya tadi salah menangkap pengakuan sang suami.
Anggukan kepala Keenan menghempas jauh harapan wanita yang masih dibalut gaun pengantin bertabur berlian. Dunianya seakan runtuh mengetahui kenyataan itu—dirinya ternyata menjadi istri kedua dari pangeran bisnis Indonesia.
Bahkan, pelaminan yang dijadikan singgasana saat mereka menjadi raja sehari pun belum diruntuhkan oleh wedding organizer. Tetapi Keenan sudah lebih dulu menghancurkan segala mimpi indah Nara tentang pernikahannya.
Kenan berjalan keluar dari kamar mandi dengan menyugar rambutnya yang basah. Netra sebiru laut miliknya, tertuju pada Nara yang tengah berbaring membelakangi dirinya. Nafas wanita itu tampak turun naik dengan teratur, membuat Keenan berpikir kalau istri mudanya itu sudah lebih dulu menjelajahi alam mimpi."Pasti dia capek," pikir Keenan, ia berjalan mendekati ranjang setelah meletakkan handuk yang ia gunakan pada tempatnya.Keenan tak ingin membangunkan Nara hanya untuk membicarakan masalah pernikahan mereka pada wanita yang tampak kelelahan jika hanya dilihat dari wajah damainya.Keenan yakin, Nara bukan hanya lelah fisiknya karena digunakan untuk berbagai kegiatan selama prosesi pernikahan berlangsung, terutama saat menyapa para tamu yang seperti kerumunan semut. Batin Nara pun, pastinya lelah menghadapi kenyataan pahit di hari pertama ia menyandang status baru dalam hidupnya—seorang istri."Maafkan aku," sesal Keenan masih setia menatap waj
Suara isak tangis yang begitu memilukan dari seorang wanita memecah kesunyian di dalam kamar yang hanya diterangi oleh sebuah lampu tidur di atas nakas. Tubuh mungil yang tengah meringkuk di atas ranjang, tampak bergetar. Kelopak matanya tertutup rapat, tetapi melelehkan cairan bening, membasahi bantal yang menjadi penyangga kepalanya.Buliran keringat sebesar biji jagung membasahi wajahnya yang pucat dan terlihat lebih tirus dari hari-hari sebelumnya."Maafkan aku," lirihnya tersedu-sedu, semakin pilu. "Maafkan aku," ucapnya lagi.Faranisa Inara terus mengucapkan kata 'Maafkan aku', dalam tidurnya. Seperti sebuah mantra yang terus-menerus dilafalkan.Di sebelahnya, Darren tidak mengatakan sepatah kata pun untuk menenangkan Nara seperti biasanya. Lelaki itu hanya berbaring menghadap Nara dengan tangannya mengelus lembut puncak kepala sang istri.Sejak pembicaraa
Mobil yang membawa Keenan dan Nara baru saja tiba di sebuah cafe terletak tidak jauh dari perusahaan yang Keenan kelola."Ayo turun," ajak Keenan pada Nara yang sejak mereka berkendara bersama tidak mengeluarkan sepatah kata pun.Nara menuruti ajakan sang suami, tetapi gerakan tangannya membuka sabuk pengaman terhenti ketika mendengar telepon Keenan berbunyi."Kamu duluan, aja. Aku mau angkat telepon dulu," ucap Keenan. Lagi-lagi Nara hanya mengangguk patuh."Iya, aku dan Nara sudah sampai di Cafe Hug Me," ucap Keenan pada Rachel Aulia yang ada di balik earpiece bertengger pada telinganya."Aku masih dalam perjalanan, mungkin aku agak sedikit telat datangnya," ujar Rachel —istri pertama Keenan."Iya, gak papa. Kamu hati-hati aja di jalan, jangan terburu-buru. Aku dan
"Mas." Rachel menatap kepergian Nara dengan sendu. Wanita yang sudah resmi menjadi madunya itu pergi dengan meninggalkan luka mendalam di hatinya."Gak papa, Nara hanya butuh waktu. Semua yang dia alami, terlalu cepat untuknya," ucap Keenan menghibur istri tercinta. Meski ia sedikit kecewa dengan sikap Rachel saat berbicara dengan Nara."Kamu yakin, dia bisa dipercaya, Mas?" tanya Rachel ingin memastikan.Melihat tingkah Nara yang terlihat agak bar-bar seperti itu, membuat Rachel meragukan kalau wanita itu bisa dipercaya dan mau begitu saja memberikan darah dagingnya untuk orang lain."Semoga aja," jawab Keenan. "Nara itu sebenarnya baik, mungkin tadi tanpa sengaja kita menyinggungnya.""Menyinggung gimana? 'Kan dia yang udah nyinggung kita. Minta aku menyerahkan kamu buat dia, emangnya kamu barang, main serahin gitu aja? Kamu itu milik aku seorang! Terus bilang sedekah ana
Nara mengatur napasnya yang memburu, ingatan masa lalu bersama Keenan dan Rachel terus mengganggu di alam bawah sadar hingga ia tidak bisa tidur dengan nyenyak.Berbagai kenangan terus bermunculan di dalam ingatannya, tetapi bukan kenangan indah yang singgah, melainkan kenangan menyakitkan yang pernah ditorehkan oleh pasangan suami istri itu padanya.Setelah beberapa saat terduduk di ranjang, Nara ke kamar mandi—membersihkan diri—dan buru-buru berangkat ke butik untuk menyelesaikan pesanan kliennya.Setelah berpakaian rapi menggunakan blouse biru muda dipadukan dengan celana putih, Nara keluar dari kamarnya. Tas tangan dan heels memperindah penampilannya, semakin terlihat elegan dengan make up tipis seperti biasa yang melekat di wajah cantiknya.Nara tidak langsung keluar dari apartemen atau pun pergi ke dapur seperti pagi-pagi sebelum dirinya dan Darren saling tak bicara, wan
"Ngapain kau ke sini?" tanya Nara saat melihat lelaki yang tidak ingin dilihatnya berada di ruang tunggu butik yang selama ini menjadi tempatnya mengalirkan hobi sekaligus mengais rejeki."Bertemu denganmu, ngapain lagi?" jawab lelaki yang tak lain dan tak bukan ialah Keenan Anggara—mantan suami—pemberi luka terbesar di dalam hati Faranisa Inara."Pergi!" tegas Nara mengusir Keenan. Kemudian wanita itu berlenggang meninggalkan ruang tunggu menuju ruangannya.Sedangkan Keenan berjalan mengikuti Nara dari belakang, "Kamu udah sarapan?" tanyanya lembut, tetapi tidak mendapat respon apa pun dari Nara.Wanita itu hanya terus berjalan sampai ke ruangannya dan bergegas mengunci pintu. Namun, Keenan sudah lebih
Di apartemen.Setelah memastikan semua orang pergi, Darren langsung mengambil nasi goreng buatan Nara yang masih tersisa di dalam kuali.Lelaki itu membawa nasi goreng tersebut ke atas meja makan dan menyantapnya dengan sangat berselera. "Emmm, enak," ucapnya setelah memasukkan sesuap nasi goreng."Aku merindukan masakanmu," ucapnya lagi dengan mulut yang hampir penuh karena dua suapan berhasil masuk ke dalam mulutnya.Darren terus menyuapi nasi goreng buatan istri tercinta hingga tandas dan piringnya nampak bersih, tidak tersisa sebutir nasi pun.Kemudian lelaki igu membawa piring kotornya ke tempat pencucian piring, lalu membersihk
Plak!Tanpa aba-aba tangan mulus Nara mendarat di pipi kiri Keenan, suara tamparan itu pun menggema ke penjuru ruang kerjanya.Keenan memegang pipinya, dengan rahang yang mengeras. Tatapannya tajam, menyerupai tatapan hewan pemburu mangsa.Lelaki itu langsung menyelipkan tangan kanannya di tengkuk Nara, dan mendaratkan bibirnya dengan sempurna di bibir mantan istrinya itu. Memagut bibir ranum Nara dengan brutal, mengabaikan penolakan wanita itu."Emmmm." Nara berusaha menolak ciuman kasar Keenan dengan kedua tangan memukul dada bidang lelaki itu.Keenan tidak berhenti meski merasakan sakit di dadanya, tangan kirinya yang bebas mengunci kedua tangan Nara hingga wanita itu tidak bisa berkutik.Kemudian, Keenan menggigit kecil bibir Nara, membuat wanita itu membuka mulutnya, dan lidah Keenan dengan leluasa menjelajah isi mulut Nara. Mencecap da
"Enghhh." Nara meregangkan otot-otot di seluruh tubuh, dan perlahan membuka kedua netranya—mencoba mengumpulkan nyawanya yang sempat berkecai tadi malam karena kelelahan beberes rumah baru bersama Rachel.Ya, kedua wanita yang memiliki suami yang sama itu dengan kompak membereskan rumah baru mereka, tanpa adanya bantuan pembantu. Hanya Keenan yang membantu keduanya untuk mengangkat barang-barang berat dan juga memasang atau meletakkan sesuatu di tempat yang tinggi.Nara mengambil dan memakai sweater untuk menutupi baju tidurnya yang sedikit menerawang. Wanita itu keluar kamar dan hendak pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan paginya bersama Keenan dan Rachel.Baru saja Nara membuka pintu dan sudah keluar selangkah dari kamarnya, pintu kamar sebelah terbuka bersamaan dengan Keenan yang keluar dari sana.Tentu saja Nara mengkerutkan keningnya dengan perasaan heran, "Kenapa kamu tidur di sa
"Rachel?" gumam Nara saat melihat wanita itu ada di rumah baru yang Keenan katakan akan menjadi tempat tinggal mereka sejak hari ini."Kenapa dia ada di sini?" batin Nara masih menatap lekat wanita yang menjadi madunya itu.Keenan turun dari mobil dengan membawa koper dirinya dan juga milik Nara. Kemudian, lelaki itu mengikuti arah pandang Nara yang masih lekat menatap Rachel.Tampak istri pertama Keenan tengah berdiri di ambang pintu, seperti akan menyambut kedatangan sang suami dan juga madunya."Dia juga akan tinggal di sini." Pelan dan lembut ucapan Keenan, tetapi mampu menyentak Nara. Seakan suara Keenan baru saja menggelegar di sanubarinya, hingga wanita itu tersentak kaget."Tinggal di sini?" tanya Nara menatap penuh pada suaminya."Iya, bersama kita," jawab Keenan menambahkan.Nara berjalan mendahului Keenan, "
Nara dengan cekatan memakaikan dasi untuk Keenan, dan suaminya itu hanya melihat setiap gerakan tangan lentik sang istri."Sudah selesai," ujar Nara dengan senyum manisnya. "Ayo turun," ajaknya.Kemudian, Nara berjalan mendahului Keenan, tetapi suaminya itu malah meraih tangan Nara dan menyatukan jemari mereka, lalu keluar kamar bersama.Mulanya Nara tercengang dengan tindakan Keenan, tapi pada akhirnya Nara mengerti. Apa yang Keenan lakukan hanya agar terlihat mesra di depan orang tuanya yang merupakan mertua Nara."Ingatlah, Nara. Dia hanya bersandiwara!" batin Nara memperingati dirinya sendiri.Keenan dan Nara ikut bergabung dengan Mama Salsa dan Papa Kenzo sarapan pagi bersama seperti pagi-pagi sebelumnya."Kapan kalian akan berbulan madu, Ken?" Mama Salsa membuka percakapan di sela-sela makan pagi mereka.Keenan mer
"Maafin aku." Ucapan pertama yang keluar dari bibir Rachel setelah hampir setengah jam duduk bersama Nara di 'Cafe Arimbi' miliknya.Setelah kejadian beberapa waktu lalu dirinya sempat menyinggung Nara, kini Rachel harus mengumpulkan keberaniannya untuk mengajak Nara kembali bertemu dan bicara empat mata. Beruntung, Nara tidak menolak ajakannya. Bahkan, wanita itu tetap setia menunggu Rachel bicara alih-alih pergi meninggalkan madunya."Maaf untuk kesalahanmu yang mana?" tanya Nara dengan alisnya terangkat sebelah. "Membiarkan suamimu menikahiku, atau meminta aku bercerai dari suamimu setelah aku berhasil memberikan anak untukmu?"Telak. Ucapan Nara membungkam Rachel, membuat wanita itu tidak berkutik.Mengingat pertemuan pertamanya dengan Rachel, Nara tidak bisa bersikap biasa saja pada madunya itu. Meski Rachel terlihat baik, tidak menutup kemungkinan wanita itu tengah bersandiwar
Plak!Tanpa aba-aba tangan mulus Nara mendarat di pipi kiri Keenan, suara tamparan itu pun menggema ke penjuru ruang kerjanya.Keenan memegang pipinya, dengan rahang yang mengeras. Tatapannya tajam, menyerupai tatapan hewan pemburu mangsa.Lelaki itu langsung menyelipkan tangan kanannya di tengkuk Nara, dan mendaratkan bibirnya dengan sempurna di bibir mantan istrinya itu. Memagut bibir ranum Nara dengan brutal, mengabaikan penolakan wanita itu."Emmmm." Nara berusaha menolak ciuman kasar Keenan dengan kedua tangan memukul dada bidang lelaki itu.Keenan tidak berhenti meski merasakan sakit di dadanya, tangan kirinya yang bebas mengunci kedua tangan Nara hingga wanita itu tidak bisa berkutik.Kemudian, Keenan menggigit kecil bibir Nara, membuat wanita itu membuka mulutnya, dan lidah Keenan dengan leluasa menjelajah isi mulut Nara. Mencecap da
Di apartemen.Setelah memastikan semua orang pergi, Darren langsung mengambil nasi goreng buatan Nara yang masih tersisa di dalam kuali.Lelaki itu membawa nasi goreng tersebut ke atas meja makan dan menyantapnya dengan sangat berselera. "Emmm, enak," ucapnya setelah memasukkan sesuap nasi goreng."Aku merindukan masakanmu," ucapnya lagi dengan mulut yang hampir penuh karena dua suapan berhasil masuk ke dalam mulutnya.Darren terus menyuapi nasi goreng buatan istri tercinta hingga tandas dan piringnya nampak bersih, tidak tersisa sebutir nasi pun.Kemudian lelaki igu membawa piring kotornya ke tempat pencucian piring, lalu membersihk
"Ngapain kau ke sini?" tanya Nara saat melihat lelaki yang tidak ingin dilihatnya berada di ruang tunggu butik yang selama ini menjadi tempatnya mengalirkan hobi sekaligus mengais rejeki."Bertemu denganmu, ngapain lagi?" jawab lelaki yang tak lain dan tak bukan ialah Keenan Anggara—mantan suami—pemberi luka terbesar di dalam hati Faranisa Inara."Pergi!" tegas Nara mengusir Keenan. Kemudian wanita itu berlenggang meninggalkan ruang tunggu menuju ruangannya.Sedangkan Keenan berjalan mengikuti Nara dari belakang, "Kamu udah sarapan?" tanyanya lembut, tetapi tidak mendapat respon apa pun dari Nara.Wanita itu hanya terus berjalan sampai ke ruangannya dan bergegas mengunci pintu. Namun, Keenan sudah lebih
Nara mengatur napasnya yang memburu, ingatan masa lalu bersama Keenan dan Rachel terus mengganggu di alam bawah sadar hingga ia tidak bisa tidur dengan nyenyak.Berbagai kenangan terus bermunculan di dalam ingatannya, tetapi bukan kenangan indah yang singgah, melainkan kenangan menyakitkan yang pernah ditorehkan oleh pasangan suami istri itu padanya.Setelah beberapa saat terduduk di ranjang, Nara ke kamar mandi—membersihkan diri—dan buru-buru berangkat ke butik untuk menyelesaikan pesanan kliennya.Setelah berpakaian rapi menggunakan blouse biru muda dipadukan dengan celana putih, Nara keluar dari kamarnya. Tas tangan dan heels memperindah penampilannya, semakin terlihat elegan dengan make up tipis seperti biasa yang melekat di wajah cantiknya.Nara tidak langsung keluar dari apartemen atau pun pergi ke dapur seperti pagi-pagi sebelum dirinya dan Darren saling tak bicara, wan
"Mas." Rachel menatap kepergian Nara dengan sendu. Wanita yang sudah resmi menjadi madunya itu pergi dengan meninggalkan luka mendalam di hatinya."Gak papa, Nara hanya butuh waktu. Semua yang dia alami, terlalu cepat untuknya," ucap Keenan menghibur istri tercinta. Meski ia sedikit kecewa dengan sikap Rachel saat berbicara dengan Nara."Kamu yakin, dia bisa dipercaya, Mas?" tanya Rachel ingin memastikan.Melihat tingkah Nara yang terlihat agak bar-bar seperti itu, membuat Rachel meragukan kalau wanita itu bisa dipercaya dan mau begitu saja memberikan darah dagingnya untuk orang lain."Semoga aja," jawab Keenan. "Nara itu sebenarnya baik, mungkin tadi tanpa sengaja kita menyinggungnya.""Menyinggung gimana? 'Kan dia yang udah nyinggung kita. Minta aku menyerahkan kamu buat dia, emangnya kamu barang, main serahin gitu aja? Kamu itu milik aku seorang! Terus bilang sedekah ana