Share

Bab 4 Bergetar

Penulis: Nuvola
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-24 10:53:11

Tok tok tok

Suara ketukan pintu terdengar dan tak lama Alfred masuk ke dalam kamar Arin. "Nona saya kemari ingin memberikan ini dari Tuan Samuel," turut Alfred.

Arin menerima skripsinya itu tetapi tidak di tanda tangani Samuel, Arin pun berdecak kesal. Lagi-lagi ada yang perlu dia revisi, Arin merasa jika Samuel mempersulit dirinya.

"Apa Pak Samuel ada di rumah?" tanya Arin.

"Tuan tadi pergi sebelum makan siang biasanya beliau akan pulang malam," jawab Alfred membuat Arin menghela nafasnya.

"Boleh minta tolong Pak?" tanya Arin.

"Iya Nona ada yang bisa saya bantu?"

"Nanti ketika Pak Samuel pulang katakan padanya jika aku ingin bertemu dengannya, aku tidak bisa menghubunginya karena ponselku hilang," tutur Arin.

"Baik Nona, nanti saya akan sampaikan pesan dari Nona," ucap Alfred. "Makan siang Anda sudah dingin apa mau saya ganti, Nona?" tanya Alfred kemudian.

"Tidak perlu, saya bisa memakannya."

Alfred pun lalu berpamitan untuk keluar dari kamar itu, Sekarang sudah pukul dua siang dan Arin baru bangun. Dia berjalan menuju ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya terlebih dahulu sebelum makan. Setelah itu dia pun duduk di sofa untuk makan siang, makanan disana sangat enak dan selama ini Arin tidak bisa memakan makanan itu.

Dia memang miskin setelah kedua orang tuanya meninggal, Arin harus bekerja keras untuk membiayai hidupnya sehari-hari. Untuk kuliah dia mendapatkan beasiswa tetapi tetap saja dia harus bekerja keras karena biaya hidup di ibu kota sangatlah mahal.

Arin tidak memiliki rumah lebih tepatnya rumah peninggalan orang tuanya di ambil oleh keluarga ibunya. Membuat Arin harus ngekos, beruntung Ibu kos tempat Arin sangat baik. Dia sering memberi makanan kepada Arin dan dia juga pernah membiarkan Arin masih tetap tinggal disana meskipun Arin belum membayar uang kos beberapa bulan.

Ceklek!

Suara pintu terbuka membuat Arin berdiri, dia baru saja menghabiskan makan siangnya. "Ada apa?" ucap Samuel dingin.

"Pak saya harus merevisi skripsi saya tetapi laptop saya ada di kosan apa boleh saya mengambilnya."

"Jangan pernah berpikir bisa keluar dari rumah ini!"

"Tapi Pak saya harus menyelesaikan skripsi saya lalu saya juga harus ke kampus."

"Itu bukan urusan saya," tegas Samuel yang berbalik ingin pergi dari sana.

Arin segera mengejar Samuel dia meriah tangan Samuel, "Pak saya mohon saya ingin menyelesaikan kuliah saya," pinta Arin dengan menundukan kepalanya.

Tangannya menggenggam tangan Samuel, Samuel menatap Arin yang terlihat akan menangis. "Baiklah," ucap Samuel membuat Arin mendongakan kepalanya.

"Sungguh?"

"Hm."

"Terimakasih Pak, saya akan mengambilnya sore ini."

"Saya akan meminta seseorang untuk mengambilnya untukmu, tetaplah diam di kamar," tutur Samuel dengan tegas membuat Arin kembali menunduk dan segera melepaskan tangannya yang menggenggam tangan Samuel.

***

Hari ini Arin di izinkan ke kampus butuh bernegosiasi lama untuk Samuel bisa mengizinkannya. Arin memilih menjadi patuh agar Samuel tidak semakin mempersulit hidupnya.

Tok tok tok

Alfred masuk ke dalam kamar Arin di saat Arin selesai bersiap. "Nona, Tuan meminta Anda sarapan di ruang makan beliau sepuluh menit lagi akan turun sebaiknya Anda cepatlah turun sebelum beliau," tutur Alfred.

"Baik Pak saya juga sudah selesai," jawab Arin.

Arin lalu ikut Alfred keluar dari kamar, ini pertama kalinya dia keluar dari kamar itu. Ternyata di depan kamar ada dua bodyguard yang menjaga, Arin semakin penasaran dengan Samuel karena tidak mungkin seorang dosen bisa sekaya ini.

Banyak bodyguard dan maid di rumahnya, Arin mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Silahkan duduk Nona," ucap Alfred ketika mereka sampai di ruang makan. "Kalau begitu saya permisi dulu ya Nyonya," ucap Alfred yang dijawab anggukan kepala oleh Arin.

Tak lama terdengar langkah kaki Samuel yang mendekat, Arin pun berdiri untuk menyambut Samuel. "Selamat Pagi Pak," sapa Arin dengan tersenyum.

"Pastikan sebelum makan siang kamu sudah kembali ke rumah ini!"

"Baik Pak," jawab Arin yang tentu saja tidak bisa membantah perkataan Samuel.

Mereka pun lalu sarapan dengan tenang tidak ada lagi yang berbicara. Selesai sarapan keduanya keluar dari rumah itu, Samuel menaiki mobilnya sedangkan Arin berjalan kaki keluar dari area pekarangan rumah Samuel. Arin harus berjalan kaki hingga ke tempat dia bisa mendapatkan angkutan umum.

Jalanan rumah Samuel bukan tempat angkot melintas karena area itu adalah komplek rumah mewah. Arin harus berjalan kurang lebih lima belas menit untuk bisa mendapatkan angkutan umum.

Kini Arin berdiri di trotoar dan tak lama kemudian sebuah angkot melintas. "Pagi Neng Arin," sapa supir angkot itu.

"Pagi Pak Ujang," balas Arin. Itu adalah angkot langganan Arin hingga supir angkot itu mengenal Arin.

"Biasa ke kampus ya Neng?"

"Iya Pak," jawab Arin.

"Neng tumben naik dari sini?"

"Iya Pak sekarang aku tinggal daerah sini ikut saudara," jawab Arin berbohong.

Pak Ujang sesekali mengajak ngobrol Arin, supir angkot itu memang sangat ramah dan baik membuat Arin nyaman menaiki angkot itu. Kurang lebih dua puluh menit untuk Arin sampai di kampus.

"Ini Pak," ucap Arin yang akan membayarnya.

"Hari ini gratis untuk Eneng."

"Loh kenapa Pak?"

"Bapak Ulang tahun anggap syukuran kecil-kecilan," ucap Pak Ujang. "Ini juga untuk Eneng," sambung Oak Ujang memberikan roti kepada Arin.

"Wah selamat ulang tahun Pak, Semoga panjang umur, sehat selalu, rezekinya berlimpah dan selalu bahagia," tutur Arin.

"Amin."

"Makasih ya Pak rotinya," ucap Arin.

"Sama-sama Neng, semoga Neng selalu bahagia juga ya," balas Pak Ujang.

"Amin Pak."

Arin laku turun dari angkot itu, dis segera menuju ke perpustakaan untuk mencari buku sebagai referensi skripsinya itu. Sekarang sudah pukul sembilan jadi dia punya waktu dua jam di perpustakaan itu. Arin duduk di salah satu kursi yang tersedia setelah dia menemukan buku yang dia cari.

Arin pun membuka laptopnya untuk mulai melanjutkan memperbaiki skripsinya. Arin sangat fokus dengan tugasnya itu hingga tanpa sengaja menyenggol buku yang ada di atas meja.

Saat akan mengambil buku itu, seseorang telah mengambilnya lebih dahulu. "Ini," ujar laki-laki itu.

"Makasih," ucap Arin dengan tersenyum.

"Sama-sama," balas laki-laki itu dengan tersenyum juga lalu laki-laki itu segera pergi dari sana.

Arin tidak menyadari ada seseorang yang menatapnya tajam. Dia tak lain adalah Samuel, Samuel mengepalkan tangannya. Dia salah paham dengan Arin karena melihat Arin tersenyum dengan laki-laki lain.

Arin melihat jam telah menunjukkan pukul sebelas siang maka dia segera merapikan bukunya. Arin harus segera kembali karena perintah Samuel pagi tadi.

"Arin," panggil seseorang yang keluar dari dari mobil.

"Eh Elang."

"Kamu mau pulang?"

"Iya lagi nunggu angkot tapi belum ada yang lewat."

"Yaudah aku anter aja, siang-siang di daerah sini memang rada susahkan cari angkot," ucap Elang yang menawarkan tumpangan.

Arin berpikir sejenak, "Boleh deh, tapi beneran tidak merepotkan?"

"Tidak, santai aja sih kayak sama siapa aja," gumam Elang. Arin pun masuk ke dalam mobil Elang, di dalam perjalanan mereka tan banyak mengobrol.

"Kamu pindah kos?"

"Aku sekarang ikut saudara," jawab Arin berbohong. "Berhenti ada di depan ya."

"Aku antar sampai rumaha saudara kamu saja."

"Tidak perlu lagipula tidak jauh kok dari sini," jelas Arin. Tanpa bertanya lagi maka Elang menepikan mobilnya.

"Makasih ya," ucap Arin sebelum turun.

"Oke," balas Elang.

Mobil Elang telah melesat jauh maka Arin segera berjalan menuju komplek perumahan rumah Samuel. Saat tengah berjalan tiba-tiba sebuah mobil berhenti di sampingnya, kaca mobil itu diturunkan dan terlihat Samuel disana.

"Masuk!" titah Samuel.

Arin pun segera masuk ke dalam mobil itu, wajah Samuel terlihat tidak bersahabat membuat Arin kesulitan menelan salivanya. Tak butuh waktu lama mereka pun sampai di rumah Samuel.

Samuel langsung turun dari mobil begitu juga dengan Arin. Tatapan Samuel sangat tajam dia lalu mencengkram pergelangan tangan Arin. Arin mengikuti langkah Samuel tanpa berani bertanya dan mengeluh.

Samuel membawanya ke kamar dia menutup pintu dengan di banting membuat Arin terkejut. "Apa kamu benar-benar tidak tahu malu Arin?"

"A-apa maksud Anda?" tanya Arin dengan terbata.

"Menjadi patuh di depan saya tetapi menggoda pria lain di belakang saya, cih kamu sangat murahan ternyata."

Hinaan dan tuduhan dari Samuel mampu kembali menggores hati Arin. "Siapa yang menggoda pria lain? Saya tidak mendekati siapapun," ucap Arin yang mencoba menahan emosinya.

"Masih tidak mau mengaku?" ucap Samuel dengan dingin. "Kau melanggar peraturannya jadi saya berhak menghukummu."

"Sa-saya tidak melakukan apapun Pak."

"Karena kamu membuat dirimu sendiri murah jadi jangan salahkan saya dengan apa yang akan saya lakukan," bisin Samuel membuat Arin melangkah mundur.

"Sungguh saya tidak melakukan apapun."

Samuel langsung mendorong Arin ke atas tempat tidur, sebelum Arin bisa bangkit dia lebih dulu mengukung tubuh Arin. Samuel mencengkram tangan Arin di atas kepala membuat Arin tidak bisa memberontak.

Ia lalu segera melum*t bibir Arin dengan kasar, semakin turun ke leher hingga tangan Samuel menyentuh dada Arin.

"Hentikan tolong," pinta Arin dengan sesenggukan.

"Hentikan? Bukankah sudah saya peringatkan untuk tidak berdekatan dengan pria lain tetapi kamu justru menggodanya," tutur Samuel.

Arin hanya bisa menggelengkan kepalanya untuk menyangkal perkataan Samuel. "Pak jangan," teriak Arin ketika Samuel membuka kancing baju yang Arin kenakan.

"Pak saya mohon maafkan saya," ucap Arin segera. Daripada dia terus menyangkal dan membuat Samuel semakin marah Arin pun memilih meminta maaf.

"Ini peringatan untukmu, jika kamu kembali melakukan kesalahan maka saya bisa melakukan yang lebih buruk dari ini!" tegas Samuel yang kemudian bangkit dari atas tubuh Arin.

Arin menangis dia memeluk tubuhnya sendiri, Arin tidak menyangka akan menerima perlakuan seperti ini.

Bab terkait

  • Obsession In Love   Bab 5

    Arin terbangun pukul dua siang dengan masih memakai pakaian tadi. Kepalanya sedikit pusing Arin mungkin karena dia menangis hingga ketiduran dan belum makan siang. Biasanya Alfred akan membawakannya makanan tetapi Arin tidak melihat makanan apapun di dalam kamar. Arin menghela nafasnya lalu dia pun berjalan masuk ke kamar mandi. Arin berdiri di depan wastafel terlihat lehernya yang terdapat tanda merah akibat ulah Samuel. Ketika mengingat itu rasanya Arin ingin kembali menangis. Arin berdiri di bawah shower membiarkan air dingin membasahi kulitnya. Tidak peduli dengan kepalanya yang sakit Arin tetap mandi dengan air dingin. Setelah selesai Arin berjalan ke arah lemari pakaian, disana sudah ada beberapa pakaian untuk dia kenakan. Arin mengambil dress putih dengan motif bunga yang panjangnya selutut. Dia yang melihat tasnya masih tergeletak di lantai pun mengambilnya. Arin melihat roti yang tadi padi diberikan Pak Ujang dia pun langsung memakan roti itu untuk mengganjal perutnya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • Obsession In Love   Bab 6 Permintaan

    "Apa cucuku memperlakukanmu dengan baik?" tanya kakek menatap Arin. "Katakan saja pada kakek, jangan takut wajahnya memang tercipta seperti itu," sambung kakek dengan lembut karena melihat Arin yang masih terdiam. "Ba-baik kok Kek," jawab Arin dengan canggung. "Kamu nampak masih muda, bagaimana kamu bisa mau dengan pria tua ini?" tanya kakek membuat Arin mengulum senyumnya. "Tapi tenang saja kakek yakin dia memperlakukanmu dengan baik, bisa terlihat jika dia begitu mencintaimu," sambungnya membuat Arin menelan ludahnya. Dia menatap Samuel sekilas yang terlihat wajah datar Samuel. Kakek Indra berbicara banyak hal, dia terlihat lembut dan penuh perhatian membuat Arin merasa nyaman. Sesekali Kakek Indra membuat gurauan yang membuat Arin tertawa. Samuel masih disana dia hanya memperhatikan Arin dan Kakek. "Apa kesibukanmu sekarang?" "Arin masih mengurus skirpsi Kek, kebetulan Pak Samuel itu dospem Arin Kek," jawab Arin yang muali terbuka dengan Kakek Indra. "Dan Arin satu-satunya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-01
  • Obsession In Love   Bab 7 Mencoba Bernegosiasi

    Bab 7 Saat membuka mata sudah ada beberapa paper bag di atas sofa. Arin pun bangkit dari tempat tidur menuju ke sofa untuk melihat isi paper bag itu. Di dalam paper bag itu berisi beberapa pakaian dan sepatu. Arin segera mandi lalu mengenakan dress berwarna coklat yang panjangnya diatas lutut. Rambutnya ia kepang dan Arin mengenakan kacamata karena dia malas jika harus memakai soflen. Terkadang matanya merasa tidak nyaman jika terus memakainya. Mungkin karena Arin terbiasa memakai kacamata jadi dia lebih nyaman dengan kacamata. Setelah melihat penampilannya dari pantulan cermin, Arin pun keluar dari kamar. Dia turun ke lantai satu Arin melihat Kakek Indra dan langsung menghampirinya. "Pagi Kek," sapa Arin. "Pagi Sayang, ayo kita sarapan," ajak Kakek Indra. "Oh ya Samuel dimana?" "Arin belum melihatnya Kek, mungkin masih di kamar. Apa perlu Arin panggilkan?" "Boleh, kamu panggilkan dia ya. Kakek tunggu di ruang makan," ucap Kakek Indra. "Baik Kek," jawab Arin yang kemudian be

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-03
  • Obsession In Love   Bab 8 Persiapan

    Samuel dan Arin sudah berada di dalam mobil mereka akan kembali ke ibu kota karena Kakek sudah membuat janji agar Arin bertemu desainer. Dalam perjalanan Samuel fokus dengan layar macbook yang ada di tangannya. "Bukankah dia minggu terlalu cepat," ucap Arin tiba-tiba tetapi tidak membuat Samuel beralih dari macbooknya. "Pak." "Jangan lupa dengan perjanjian kita." "Tapi dalam perjanjian itu tidak menyebutkan kita akan segera menikah," timpal Arin. "Kamu lupa point perjanjian itu?" balas Samuel yang kini menatap Arin. Seolah-olah mengingatkan jika Arin harus mengikuti semua perkataan Samuel. Arin mendengus kesal karena bagaimanapun dia telah menandatangani surat perjanjian itu. "Bukankah perjanjian itu berlaku ketika kita sudah menikah?" ucap Arin yang masih mencari cara agar Samuel mengundurkan pernikahan mereka. "Jadi menurutku sebaiknya kita menikah setelah aku lulus," sambung Arin. "Ternyata benar ya kata orang," ucap Samuel menatap Arin membuat Arin pun menatap Samuel seol

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • Obsession In Love   Bab 9 Wedding

    Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari tetapi Arin masih belum bisa memejamkan matanya. Dia tidak bisa tidur dadanya terasa sesak membayangkan pernikahannya bersama Samuel yang akan berlangsung besok pagi. Sebagai wanita tentu saja Arin bermimpi menikah dengan pria yang dia cintai. Tetapi besok Arin harus menikah dengan pria yang dia benci. Arin mengingat kedua orang tuanya, dia takut jika keputusannya sekarang membuat orang tuanya kecewa. Arin mengusap wajahnya dia terlihat gusar, helaan nafas terdengar beberapa kali. Rasa haus kini datang membuat Arin mengerucutkan bibirnya karena air minum di dalam kamarnya ternyata sudah habis. Arin pun segera keluar dari kamarnya. Saat Arin keluar kedua bodyguard itu terlihat waspada, "Saya hanya mau ke dapur," ucap Arin yang melewati mereka. Arin berjalan menuju ke dapur yang ada di pantai satu, dia membuka kulkas untuk mengambil air dingin. Arin mengisinya ke dalam gelas, setelah gelas itu penuh Arin pun menutup kulkasnya kembali.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • Obsession In Love   Bab 10 After Marriage

    Tak nampak kebahagiaan di wajah Arin, dia kini hanya fokus untuk sidang. Entah harus bahagia atau tidak Arin juga tidak mengerti padahal dulu dia sangat menggebu-gebu untuk wisuda. Tetapi sekarang ia tak nampak semangat, ia berjalan lesu menuju taman yang ada di kampusnya itu. Tadi setelah mandi Arin langsung pergi ke kampus, dia tahu jika Samuel tidak berada di rumah jadi karena tidak ada yang bisa dia lakukan di rumah membuat Arin berjalan menuju ke kampus. Arin tidak berniat untuk segera pulang, padahal jam telah menunjukkan pukul dua siang. Siang itu matahari sangat panas terasa membakar kulitnya, Arin pun memutuskan untuk mencari tempat yang lebih nyaman. Arin menuju ke perpustakaan, saat tengah berjalan ia berpapasan dengan Samuel. Layaknya mahasiswa lain kepada dosennya iya pun menyapanya. Walau sebenarnya dia enggan tetapi banyak mahasiswa lain disana. Arin memakai kacamata dengan rambut yang ia cepol, iya duduk di salah satu kursi yang ada di perpustakaan itu. Tak bern

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-07
  • Obsession In Love   Bab 11 Jiwa Iblis

    "Tapi saya tidak bisa keluar dari pekerjaan saya begitu saja, Pak. Sisa gaji saya tidak akan diberikan jika saya keluar begitu saja," terang Arin. Samuel menatap lekat wajah Arin, matanya begitu tajam seakan ingin membunuh Arin. Arin melangkah mundur tetapi Samuel segera menarik pinggangnya hingga tubuh mereka merapat. Tanpa aba-aba Samuel melumat bibir itu membuat Arin terkejut, ia memukul dada Samuel agar Samuel melepaskannya. Dan saat Samuel melepaskannya ciuman itu, satu tamparan mendarat di pipi Samuel. Tatapan Samuel semakin tajam. "Saya ingin memberikan hukuman kecil untuk bibir ini yang sangat cerewet," bisik Samuel yang kembali melumat bibir Arin. Arin segera mendorong tubuh Samuel dia tidak suka Samuel melakukannya. Meskipun sudah menikah Arin tidak akan membiarkan Samuel menyentuhnya begitu saja. "Kamu berani melawan saya?" ucap Samuel dengan suara bariton. Arin tak sanggup membuka mulutnya, lidahnya seakan keluh. "Saya minta hak saya malam, Arinika," imbuh Samuel.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Obsession In Love   Bab 12 Malam Pertama

    Arin menutup pintu dengan kencang lalu menyandarkan tubuhnya di balik pintu. Arin meraba lehernya yang tadi di cium oleh Samuel. Arin takut Samuel meminta haknya nanti malam, ia belum siap menyerahkannya kepada Samuel. Arin memikirkan cara agar Samuel tidak melakukannya, namun tak ada ide yang muncul. Kabur dari sana juga tidak mungkin, saat ini ia terlalu takut untuk melawan Samuel. Di dalam mobil Samuel menatap layar ponselnya ia mengamati Arin yang terlihat sedang memikirkan sesuatu. Ia tahu apa yang dipikirkan Arin. Samuel tidak peduli jika Arin membencinya, baginya yang terpenting Arin berada di sisinya. *** Tok tok tok Suara ketukan pintu membuat Arin menutup buku yang sedang ia baca. Ia lalu berjalan ke pintu untuk melihat siapa yang datang. "Maaf mengganggu waktunya, Nyonya," ucap Alfred. "Iya Paman tidak apa-apa, ada apa memangnya?" tanya Arin. "Saya kemari hanya ingin memperkenalkan maid pribadi Anda, ini maid Fani dan maid Sinta," jelas Alfred. "Maid pr

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-09

Bab terbaru

  • Obsession In Love   Bab 119 End

    Langit pagi itu mendung, seolah menyelimuti bumi dengan kesedihan yang tenang. Angin bertiup lembut, menyapu dedaunan yang jatuh di sepanjang jalan menuju pemakaman. Arin berdiri diam di depan dua nisan yang tertata rapi, dengan nama kedua orang tuanya terpahat di atas batu marmer putih. Matanya berkaca-kaca, tapi bibirnya menyunggingkan senyuman kecil yang penuh makna. Di sampingnya, Samuel berdiri memegang Noah yang tertidur dalam pelukannya. Bayi mungil itu tampak tenang, seolah memahami bahwa hari ini adalah momen penting bagi mamanya. Sementara itu, Fani berdiri beberapa langkah di belakang mereka, menjaga jarak, tapi tetap waspada seperti biasanya. Arin menghela napas panjang, mencoba menenangkan hatinya yang bergejolak. “Akhirnya, aku kembali ke sini, Ayah, Ibu,” katanya pelan, nyaris seperti bisikan. Suaranya bergetar, tapi ia mencoba untuk tetap tegar. “Aku tahu... sudah terlalu lama aku tidak datang. Tapi sekarang, aku punya banyak hal yang ingin aku ceritakan.” Samuel

  • Obsession In Love   Bab 118

    Mila masuk ke apartemen bersama dengan Rocky, Rocky langsung berlutut untuk melepaskan heels yang Mila kenakan. “Aku bisa sendiri, Mas.”“Tapi selama ada aku, kamu tidak boleh melakukannya sendiri,” ucap Rocky yang menarik hidung Mila. “Bagaimana apa kamu lelah? Atau mual?“Tidak Mas, aku baik-baik saja. Gerah sekali, aku mau mandi dulu ya.”“Jangan mandi malam-malam,” larang Rocky.Dari dulu Rocky memang perhatian tapi setelah mengetahui jika Mila hamil dia semakin perhatian.“Gerah Mas.”“Nanti sakit Sayang, sudah ayo ganti baju lalu tidur,” tutur Rocky yang langsung menggendong Mila. Mila dengan refleks mengalungkan tangannya di leher Rocky. Mila akhirnya patuh dengan perkataan Rocky yang melarangnya untuk mandi. Dia hanya mengganti pakaiannya dengan baju tidur. “Loh Mas kok mandi?” protes Mila. “Gerah.”“Curang!”Rocky mencium pipi Mila dengan gemas, “Aku khawatir kamu sakit, Sayang. Kita tidur ya.”Rocky menuntun Mila naik ke atas tempat tidur, dengan lengan Rocky sebagai bant

  • Obsession In Love   Bab 117 Kelahiran dan Kematian

    Malam itu begitu tenang. Samuel duduk di samping Arin yang terbaring di ranjang rumah sakit. Wajahnya pucat, tetapi senyum kecil tak pernah lepas dari bibirnya. Di pelukannya, seorang bayi mungil yang baru saja lahir beberapa jam lalu. "Noah," bisik Samuel, matanya menatap lembut ke wajah anak itu. "Aku ingin menamainya Noah. Untuk menghormati Ayahmu, Arin. Dia pasti bangga." Arin tersenyum meski lelah. Air mata hangat mengalir dari sudut matanya. "Noah... Nama yang indah.”Samuel membelai rambut Arin dengan penuh kasih. Di dalam hatinya, ia berjanji untuk menjaga dua orang yang paling ia cintai ini dengan segenap jiwa raganya. "Kamu tahu, aku tidak pernah seberharap ini sebelumnya," ujar Samuel, suaranya pelan tapi penuh emosi. "Melihat kamu dan Noah… rasanya seperti semua perjuangan selama ini terbayar." Arin mengangguk kecil. Tubuhnya masih lemah setelah proses persalinan yang cukup panjang. Tapi melihat bayi mereka yang sehat dan Samuel yang selalu ada di sisinya, ia meras

  • Obsession In Love   Bab 116

    Mentari pagi menyelinap dari celah-celah tirai jendela kamar tidur mewah milik Samuel dan Arin. Suara burung yang berkicau terdengar lembut, seolah menyambut hari baru yang penuh kebahagiaan. Arin membuka matanya perlahan. Dia menoleh, menemukan Samuel yang sudah duduk di tepi ranjang, mengenakan kemeja putih yang digulung di bagian lengannya. Tatapan pria itu hangat, penuh cinta. “Pagi, istriku,” sapa Samuel sambil tersenyum. Arin tersenyum kecil, matanya masih setengah mengantuk. “Pagi, suamiku. Kenapa bangun pagi-pagi sekali? Biasanya kamu kan malas-malasan dulu.” Samuel tertawa kecil, lalu membelai rambut Arin dengan lembut. “Aku cuma ingin memastikan kamu istirahat dengan cukup. Lagipula, ada sesuatu yang spesial hari ini.” Arin mengerutkan kening, bingung. “Spesial? Apa? Hari ini bukan ulang tahun kita, kan?” Samuel mengangguk pelan, wajahnya penuh rahasia. “Nanti juga kamu tahu. Yang penting sekarang, kamu siap-siap, ya. Aku mau kita habiskan hari ini dengan santai, cu

  • Obsession In Love   Bab 115

    Pagi itu, Arin berdiri di depan gedung utama Venus Corporation. Bangunan megah itu terlihat kokoh, tapi di matanya, gedung itu seperti menyimpan luka lama. Perusahaan yang dulu milik kedua orang tuanya telah mengalami begitu banyak perubahan buruk di tangan Irawan. Namun sekarang, semuanya ada di tangannya. Arin menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan hatinya. Ini adalah langkah besar, dan dia tidak boleh gagal.Di sampingnya, Samuel berdiri dengan tenang. Wajahnya seperti biasa, penuh ketegasan, tapi ada senyum kecil yang membuat Arin merasa lebih percaya diri.“Kamu yakin bisa handle semuanya?” tanya Samuel, memecah keheningan.Arin menoleh, tersenyum tipis. “Aku harus bis. Ini perusahaan orang tuaku, Mas. Aku tidak bisa biarin apa yang mereka bangun terbuang sia-sia.”Samuel mengangguk. “Kalau kamu butuh bantuan, Mas selalu ada. Mas tahu ini berat, tapi kamu tidak sendirian.”Mendengar itu, Arin merasa lebih lega. Ada kekuatan dalam kata-kata Samuel yang membuatnya yakin la

  • Obsession In Love   Bab 114

    Clara berdiri di depan cermin besar di kamar pribadinya. Gaun merah yang membalut tubuhnya terlihat sempurna, namun wajahnya menyimpan kelelahan yang sulit disembunyikan. Senyum tipis menghiasi bibirnya, meskipun hatinya penuh amarah. Samuel. Nama itu terus berputar di kepalanya. Dia ingat betul bagaimana pria itu menatapnya dingin beberapa hari yang lalu, menolak kehadirannya tanpa sedikit pun ragu.“Dia tidak bisa terus seperti ini,” gumam Clara pada dirinya sendiri, suaranya hampir seperti bisikan. Matanya menatap pantulan dirinya dengan tajam, seolah mencoba meyakinkan diri bahwa dia masih punya kendali. ---Di ruang tamu, Irawan berdiri dengan wajah merah padam. Di depannya, Bella berdiri dengan koper besar di tangannya. Wanita itu mengenakan pakaian sederhana, tidak seperti biasanya. Wajahnya yang biasanya penuh senyum kini terlihat dingin dan penuh kebencian. “Kamu mau ke mana?” suara Irawan terdengar keras, hampir seperti teriakan. Bella menatapnya dengan tenang, tapi sorot

  • Obsession In Love   Bab 113 Kedatangan Samuel

    Pagi itu, suasana kantor pusat Venus terasa berbeda. Setelah konfrontasi besar yang terjadi kemarin, berita tentang keberanian Arin menyebar seperti api. Namun, meski kemenangan awal itu membuat hatinya sedikit lega, ia tahu ancaman belum berakhir. Irawan dan Clara tidak akan tinggal diam. Arin duduk di ruangannya, memandangi secangkir teh yang sudah dingin. Matanya menatap kosong ke luar jendela besar, pikirannya melayang pada langkah selanjutnya yang harus ia ambil. Fani mengetuk pintu perlahan sebelum masuk dengan membawa beberapa dokumen.“Nyonya Arin, ini proposal yang harus Nyonya tandatangani untuk rapat siang nanti,” ujar Fani sambil meletakkan map di meja. “Dan tadi ada kabar dari Tuan Samuel. Katanya beliau sudah di jalan ke sini.”Arin tertegun, menoleh cepat ke arah Fani. “Mas Samuel... akan datang ke sini?”“Iya, Nyonya. Katanya mau mendukung Ibu langsung di hadapan para pemegang saham,” jawab Fani dengan senyum kecil. “Sepertinya beliau tidak mau cuma diam melihat Nyony

  • Obsession In Love   Bab 112 Konfrontasi di Venus

    Langit pagi itu cerah, tapi hati Arin penuh badai. Di balik ketenangan wajahnya, ada amarah yang telah lama ia simpan. Hari ini, ia akan menyelesaikan semuanya, mengembalikan apa yang seharusnya menjadi miliknya—Venus, perusahaan yang dibangun oleh kedua orang tuanya dengan penuh cinta dan kerja keras. Terakhir dia memang berhasil membuat Irawan dan Clara diusir tapi dengan licik mereka memanipulasi semua lagi. Para pemegang saham lebih percaya dengan omongan mereka daripada ArinArin berdiri di depan cermin besar di kamar utama. Gaun formal berwarna hitam yang ia kenakan memancarkan aura kekuatan. Rambutnya disanggul rapi, memberi kesan elegan namun tegas. Di belakangnya, Fani berdiri dengan tangan di pinggang, seperti biasa dengan ekspresi serius.“Bu Arin, semua dokumen sudah siap. Rekaman suara dan bukti saham yang Ibu minta sudah saya simpan di tas kerja. Kalau ada yang coba macam-macam, saya juga sudah siap.” Fani.Arin tersenyum tipis. “Terima kasih, Fani.”Ruang rapat di lant

  • Obsession In Love   Bab 111

    Pernikahan Mila dan Rocky berjalan dengan sangat lancar. Arin yang ikut menyaksikan pernikahan mereka pun ikut merasa senang. Pernikahan yang penuh kebahagiaan dan rasa haru itu mampu membuat Arin sedikit iri. Iri karena kedua orang tua Mila yang hadir, kasih sayang orang tua Mila membuat Arin merindukan kedua orang tuanya. Samuel yang menggandeng tangan Arin merasakan tangan itu semakin dingin. "Apa kamu baik-baik saja, Baby?" tanah Samuel yang nampak cemas. Arin menganggukan kepalanya dengan tersenyum kecil. Samuel tak bisa ia bohong dia mengerti jika Arin sedang tidak baik-baik saja. Tapi Samuel tak mau bertanya lebih karena mereka belum kembali ke rumah. Keduanya berjalan keluar dari gedung pernikahan itu, Alec membukakan pintu mobil untuk mereka. Arin dan Samuel pun segera masuk ke dalam mobil. Samuel membawa Arin agar bersandar di dadanya. Pria itu mencium puncak kepala Arin membuat Arin merasa nyaman. Diusapnya perut Arin yang sudah membesar itu. "Baik-baik ya Sayang di dal

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status