Home / Romansa / Obsession In Love / Bab 6 Permintaan

Share

Bab 6 Permintaan

Author: Nuvola
last update Last Updated: 2024-10-01 23:27:15

"Apa cucuku memperlakukanmu dengan baik?" tanya kakek menatap Arin. "Katakan saja pada kakek, jangan takut wajahnya memang tercipta seperti itu," sambung kakek dengan lembut karena melihat Arin yang masih terdiam.

"Ba-baik kok Kek," jawab Arin dengan canggung.

"Kamu nampak masih muda, bagaimana kamu bisa mau dengan pria tua ini?" tanya kakek membuat Arin mengulum senyumnya. "Tapi tenang saja kakek yakin dia memperlakukanmu dengan baik, bisa terlihat jika dia begitu mencintaimu," sambungnya membuat Arin menelan ludahnya. Dia menatap Samuel sekilas yang terlihat wajah datar Samuel.

Kakek Indra berbicara banyak hal, dia terlihat lembut dan penuh perhatian membuat Arin merasa nyaman. Sesekali Kakek Indra membuat gurauan yang membuat Arin tertawa. Samuel masih disana dia hanya memperhatikan Arin dan Kakek.

"Apa kesibukanmu sekarang?"

"Arin masih mengurus skirpsi Kek, kebetulan Pak Samuel itu dospem Arin Kek," jawab Arin yang muali terbuka dengan Kakek Indra. "Dan Arin satu-satunya mahasiswi yang dia bimbing," sambung Arin.

"Jadi kalian jatuh cinta karena sering bertemu sebagai dosen dan mahasiswi?" tanya Kakek Indra. Arin tersenyum seakan dia tengah tersipu malu membuat Samuel mengangkat sebelah Alisnya.

Dering telepon Samuel membuat Samuel bangkit dari duduknya. "Aku permisi dulu, ada pekerjaan yang harus aku urus," pamit Samuel yang mendapatkan anggukan dari Kakek Indra.

Samuel mendekat ke arah Arin seakan dia mencium pipi Arin. "Apapun yang kamu rencanakan, jangan berharap untuk bisa melakukannya," ucap Samuel dengan penuh penekanan.

"Apa dia mengetahui rencananya?" batin Arin. Melihat rumah Kakek Indra yang tak banyak bodyguard membuat Arin berpikir untuk melarikan diri dari sana. Meskipun Kakek Indra sangat baik dan ramah tetapi dia tetap tidak mau menikah dengan Samuel.

"Kalian sangat serasi," ucap Kakek Indra setelah Samuel pergi karena berpikir jika Samuel mencium pipi Arin.

"Rumah Kakek sangat nyaman, udaranya juga masih sejuk," ucap Arin mengalihkan topik.

"Makanya Kakek lebih memilih tinggal disini daripada bersama Samuel di ibu kota."

Kakek Indra terbatuk-batuk membuat Arin mengusap punggungnya. "Kakek sebaiknya istirahat ini juga sudah malam," ucap Arin.

"Baiklah Kakek akan istirahat kita lanjutkan mengobrol nanti," balas Kakek Indra.

"Iya Kakek, biar Arin antar ke kamar ya," ucap Arin yang bangkit.

Kakek Indra pun bangkit dari duduknya dia berjalan menggunakan tongkat menuju ke kamarnya. Arin membantu Kakek Indra untuk duduk di tempat tidur. "Arin, duduk sini dulu," pintanya yang menepuk sisi tempat tidur.

"Iya Kek ada apa?" tanya Arin.

"Kakek sudah sangat tua, bolehkah Kakek minta sesuatu kepadamu?" tanya Indra dengan wajah yang sangat serius.

"Kakek mau apa? Arin akan berusaha memberikannya."

"Umur Kakek pasti tidak akan lama lagi."

"Kakek jangan berbicara seperti itu, kakek kan masih sehat," ucap Arin segera. Arin tidak suka dengan perkataan Kakek Indra karena dia tidak mau kehilangan orang yang dia sayangi lagi. Meskipun Arin baru mengenal Kakek Indra dan meskipun dia membenci cucu Kakek Indra tetapi Arin tersentuh dengan kasih sayang yang Kakek Indra berikan.

"Iya memang kakek masih sehat tapi Kakek sudah sangat tua, Arin," tutur kakek Indra. "Kakek hanya ingin melihat cucu Kakek hidup bahagia dengan keluarga kecilnya, Kakek ingin melihat dia memiliki anak," sambung Kakek Indra membuat Arin terdiam.

"Maaf jika Kakek membebanimu," imbuh Kakek Indra karena melihat Arin yang terdiam.

"Tidak Kek, Arin mengerti kok," balas Arin.

"Tolong jangan tinggalkan dia ya," pinta Kakek Indra. Arin butuh waktu untuk menjawabnya dan akhirnya dia pun menganggukkan kepalanya. Melihat Arin yang mengangguk membuat Kakek Indra tersenyum. "Kakek tahu kamu wanita baik, Samuel tidak mungkin salah memilih wanita," imbuhnya membuat Arin memaksakan senyumnya.

Setelah pembicaraan itu Arin pun keluar dari kamar Kakek Indra, ia membiarkan kakek beristirahat. Arin bingung dimana harus kemana hingga Paman Erwin pun menghampirinya.

"Nona mari saya antar ke kamar Anda," ucap Paman Erwin. Arin pun mengikuti langkah Paman Erwin menuju ke sebuah kamar yang ada di lantai dua.

"Ini adalah kamar Anda dan sebelah kanan itu adalah kamar Tuan Muda Samuel," jelas Erwin.

"Terimakasih Paman."

"Jika Anda membutuhkan sesuatu bisa memanggil saya," ucap Erwin membuat Arin menganggukan kepalanya.

Sekarang masih pukul delapan malam dan Arin belum mengantuk dia pun memilih kembali keluar dari kamar untuk melihat-lihat rumah Kakek Indra. Dia ingin mencari celah agar dirinya bisa lepas dari Samuel. Saat tengah berkeliling tiba-tiba suara Samuel mengagetkannya.

"Apa yang kamu rencanakan hm?"

"Ti-tidak ada Pak, saya hanya berkeliling karena belum mengantuk," jawab Arin terbata karena dia terkejut dengan kehadiran Samuel.

"Masuk kamar!" tirah Samuel.

"Baik Pak," jawab Arin yang kemudian mempercepat langkahnya menuju ke kamar.

Arin menutup rapat pintu kamar, jantungnya hampir saja copot karena Samuel. Wajah Samuel nampak dingin dengan tatapan tajam seakan bisa membunuh Arin kapan saja. Arin mengatur nafasnya agar detak jantungnya kembali normal.

Related chapters

  • Obsession In Love   Bab 7 Mencoba Bernegosiasi

    Bab 7 Saat membuka mata sudah ada beberapa paper bag di atas sofa. Arin pun bangkit dari tempat tidur menuju ke sofa untuk melihat isi paper bag itu. Di dalam paper bag itu berisi beberapa pakaian dan sepatu. Arin segera mandi lalu mengenakan dress berwarna coklat yang panjangnya diatas lutut. Rambutnya ia kepang dan Arin mengenakan kacamata karena dia malas jika harus memakai soflen. Terkadang matanya merasa tidak nyaman jika terus memakainya. Mungkin karena Arin terbiasa memakai kacamata jadi dia lebih nyaman dengan kacamata. Setelah melihat penampilannya dari pantulan cermin, Arin pun keluar dari kamar. Dia turun ke lantai satu Arin melihat Kakek Indra dan langsung menghampirinya. "Pagi Kek," sapa Arin. "Pagi Sayang, ayo kita sarapan," ajak Kakek Indra. "Oh ya Samuel dimana?" "Arin belum melihatnya Kek, mungkin masih di kamar. Apa perlu Arin panggilkan?" "Boleh, kamu panggilkan dia ya. Kakek tunggu di ruang makan," ucap Kakek Indra. "Baik Kek," jawab Arin yang kemudian be

    Last Updated : 2024-10-03
  • Obsession In Love   Bab 8 Persiapan

    Samuel dan Arin sudah berada di dalam mobil mereka akan kembali ke ibu kota karena Kakek sudah membuat janji agar Arin bertemu desainer. Dalam perjalanan Samuel fokus dengan layar macbook yang ada di tangannya. "Bukankah dia minggu terlalu cepat," ucap Arin tiba-tiba tetapi tidak membuat Samuel beralih dari macbooknya. "Pak." "Jangan lupa dengan perjanjian kita." "Tapi dalam perjanjian itu tidak menyebutkan kita akan segera menikah," timpal Arin. "Kamu lupa point perjanjian itu?" balas Samuel yang kini menatap Arin. Seolah-olah mengingatkan jika Arin harus mengikuti semua perkataan Samuel. Arin mendengus kesal karena bagaimanapun dia telah menandatangani surat perjanjian itu. "Bukankah perjanjian itu berlaku ketika kita sudah menikah?" ucap Arin yang masih mencari cara agar Samuel mengundurkan pernikahan mereka. "Jadi menurutku sebaiknya kita menikah setelah aku lulus," sambung Arin. "Ternyata benar ya kata orang," ucap Samuel menatap Arin membuat Arin pun menatap Samuel seol

    Last Updated : 2024-10-04
  • Obsession In Love   Bab 9 Wedding

    Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari tetapi Arin masih belum bisa memejamkan matanya. Dia tidak bisa tidur dadanya terasa sesak membayangkan pernikahannya bersama Samuel yang akan berlangsung besok pagi. Sebagai wanita tentu saja Arin bermimpi menikah dengan pria yang dia cintai. Tetapi besok Arin harus menikah dengan pria yang dia benci. Arin mengingat kedua orang tuanya, dia takut jika keputusannya sekarang membuat orang tuanya kecewa. Arin mengusap wajahnya dia terlihat gusar, helaan nafas terdengar beberapa kali. Rasa haus kini datang membuat Arin mengerucutkan bibirnya karena air minum di dalam kamarnya ternyata sudah habis. Arin pun segera keluar dari kamarnya. Saat Arin keluar kedua bodyguard itu terlihat waspada, "Saya hanya mau ke dapur," ucap Arin yang melewati mereka. Arin berjalan menuju ke dapur yang ada di pantai satu, dia membuka kulkas untuk mengambil air dingin. Arin mengisinya ke dalam gelas, setelah gelas itu penuh Arin pun menutup kulkasnya kembali.

    Last Updated : 2024-10-06
  • Obsession In Love   Bab 10 After Marriage

    Tak nampak kebahagiaan di wajah Arin, dia kini hanya fokus untuk sidang. Entah harus bahagia atau tidak Arin juga tidak mengerti padahal dulu dia sangat menggebu-gebu untuk wisuda. Tetapi sekarang ia tak nampak semangat, ia berjalan lesu menuju taman yang ada di kampusnya itu. Tadi setelah mandi Arin langsung pergi ke kampus, dia tahu jika Samuel tidak berada di rumah jadi karena tidak ada yang bisa dia lakukan di rumah membuat Arin berjalan menuju ke kampus. Arin tidak berniat untuk segera pulang, padahal jam telah menunjukkan pukul dua siang. Siang itu matahari sangat panas terasa membakar kulitnya, Arin pun memutuskan untuk mencari tempat yang lebih nyaman. Arin menuju ke perpustakaan, saat tengah berjalan ia berpapasan dengan Samuel. Layaknya mahasiswa lain kepada dosennya iya pun menyapanya. Walau sebenarnya dia enggan tetapi banyak mahasiswa lain disana. Arin memakai kacamata dengan rambut yang ia cepol, iya duduk di salah satu kursi yang ada di perpustakaan itu. Tak bern

    Last Updated : 2024-10-07
  • Obsession In Love   Bab 11 Jiwa Iblis

    "Tapi saya tidak bisa keluar dari pekerjaan saya begitu saja, Pak. Sisa gaji saya tidak akan diberikan jika saya keluar begitu saja," terang Arin. Samuel menatap lekat wajah Arin, matanya begitu tajam seakan ingin membunuh Arin. Arin melangkah mundur tetapi Samuel segera menarik pinggangnya hingga tubuh mereka merapat. Tanpa aba-aba Samuel melumat bibir itu membuat Arin terkejut, ia memukul dada Samuel agar Samuel melepaskannya. Dan saat Samuel melepaskannya ciuman itu, satu tamparan mendarat di pipi Samuel. Tatapan Samuel semakin tajam. "Saya ingin memberikan hukuman kecil untuk bibir ini yang sangat cerewet," bisik Samuel yang kembali melumat bibir Arin. Arin segera mendorong tubuh Samuel dia tidak suka Samuel melakukannya. Meskipun sudah menikah Arin tidak akan membiarkan Samuel menyentuhnya begitu saja. "Kamu berani melawan saya?" ucap Samuel dengan suara bariton. Arin tak sanggup membuka mulutnya, lidahnya seakan keluh. "Saya minta hak saya malam, Arinika," imbuh Samuel.

    Last Updated : 2024-10-08
  • Obsession In Love   Bab 12 Malam Pertama

    Arin menutup pintu dengan kencang lalu menyandarkan tubuhnya di balik pintu. Arin meraba lehernya yang tadi di cium oleh Samuel. Arin takut Samuel meminta haknya nanti malam, ia belum siap menyerahkannya kepada Samuel. Arin memikirkan cara agar Samuel tidak melakukannya, namun tak ada ide yang muncul. Kabur dari sana juga tidak mungkin, saat ini ia terlalu takut untuk melawan Samuel. Di dalam mobil Samuel menatap layar ponselnya ia mengamati Arin yang terlihat sedang memikirkan sesuatu. Ia tahu apa yang dipikirkan Arin. Samuel tidak peduli jika Arin membencinya, baginya yang terpenting Arin berada di sisinya. *** Tok tok tok Suara ketukan pintu membuat Arin menutup buku yang sedang ia baca. Ia lalu berjalan ke pintu untuk melihat siapa yang datang. "Maaf mengganggu waktunya, Nyonya," ucap Alfred. "Iya Paman tidak apa-apa, ada apa memangnya?" tanya Arin. "Saya kemari hanya ingin memperkenalkan maid pribadi Anda, ini maid Fani dan maid Sinta," jelas Alfred. "Maid pr

    Last Updated : 2024-10-09
  • Obsession In Love   Bab 13 Kembali ke Cafe

    Bab 13 Pulang dari kampus Arin justru ke cafe untuk bekerja, ia tidak mau mendengarkan perkataan Samuel yang melarangnya untuk kembali bekerja. "Loh kok? Gue dengar lu keluar, Rin," ujar Mila yang terkejut dengan kehadiran Arin. "Ngga, gue nggak mengundurkan diri cuman beberapa hari kemarin gue ambil cuti," jelas Arin yang meletakkan tasnya di loker karyawan. "Gue chat lo nggak bales sih, jadi gue pikir emang keluar," ucap Mila. "Sorry aku kemarin benar-benar sibuk karena skripsi." "Setelah lulus beneran resign dong?" "Iya, gue mau coba cari kerja dengan ijasah kuliah." "Semangat deh, pokoknya doa terbaik buat lo," ucap Mila yang diamini oleh Arin. Mereka pun mulai memakai apron berwarna coklat itu, keduanya memang sering satu sift membuat mereka cukup dekat. Malam ini cafe cukup rame hingga membuat Arin merasa lelah. Tapi itulah namanya kerja jadi dia tidak pernah mengeluh, justru bersyukur karena jika cafe selalu ramai maka ia akan mendapatkan bonus. Bagi Arin bonus sek

    Last Updated : 2024-10-10
  • Obsession In Love   Bab 14 Buket

    Bab 14 Jam telah menunjukkan pukul sepuluh malam, Arin masih di depan laptop untuk mempelajari materi karena besok ia akan sidang. Tiba-tiba Samuel duduk di depannya dia mengambil alih laptop Arin lalu memberikan Arin beberapa pertanyaan. Arin pun menjelaskannya dengan detail, hingga saat Arin tidak bisa menjawabnya maka Samuel memberikan penjelasan. Samuel membuat Arin semakin menguasai materinya, saat selesai Arin pun bernafas lega. Ia lalu meletakan kepalanya di atas meja, "Tidur, sudah malam," ucap Samuel yang kemudian bangkit dari duduknya. Arin pun membereskan mejanya lalu dia masuk ke dalam walk in closet untuk berganti pakaian. Saat mencari piyama tidak ada piyama yang berlengan, dan semuanya pendek. Arin menghela nafasnya ia tahu jika itu ulah Samuel. Karena tidak mau membuat keributan ia pun mengenakan piyama putih dengan celananya yang pendek. Saat keluar dari walk in closet ia bingung karena Samuel telah berada di atas tempat tidur dengan ponsel yang masih di tang

    Last Updated : 2024-10-11

Latest chapter

  • Obsession In Love   Bab 119 End

    Langit pagi itu mendung, seolah menyelimuti bumi dengan kesedihan yang tenang. Angin bertiup lembut, menyapu dedaunan yang jatuh di sepanjang jalan menuju pemakaman. Arin berdiri diam di depan dua nisan yang tertata rapi, dengan nama kedua orang tuanya terpahat di atas batu marmer putih. Matanya berkaca-kaca, tapi bibirnya menyunggingkan senyuman kecil yang penuh makna. Di sampingnya, Samuel berdiri memegang Noah yang tertidur dalam pelukannya. Bayi mungil itu tampak tenang, seolah memahami bahwa hari ini adalah momen penting bagi mamanya. Sementara itu, Fani berdiri beberapa langkah di belakang mereka, menjaga jarak, tapi tetap waspada seperti biasanya. Arin menghela napas panjang, mencoba menenangkan hatinya yang bergejolak. “Akhirnya, aku kembali ke sini, Ayah, Ibu,” katanya pelan, nyaris seperti bisikan. Suaranya bergetar, tapi ia mencoba untuk tetap tegar. “Aku tahu... sudah terlalu lama aku tidak datang. Tapi sekarang, aku punya banyak hal yang ingin aku ceritakan.” Samuel

  • Obsession In Love   Bab 118

    Mila masuk ke apartemen bersama dengan Rocky, Rocky langsung berlutut untuk melepaskan heels yang Mila kenakan. “Aku bisa sendiri, Mas.”“Tapi selama ada aku, kamu tidak boleh melakukannya sendiri,” ucap Rocky yang menarik hidung Mila. “Bagaimana apa kamu lelah? Atau mual?“Tidak Mas, aku baik-baik saja. Gerah sekali, aku mau mandi dulu ya.”“Jangan mandi malam-malam,” larang Rocky.Dari dulu Rocky memang perhatian tapi setelah mengetahui jika Mila hamil dia semakin perhatian.“Gerah Mas.”“Nanti sakit Sayang, sudah ayo ganti baju lalu tidur,” tutur Rocky yang langsung menggendong Mila. Mila dengan refleks mengalungkan tangannya di leher Rocky. Mila akhirnya patuh dengan perkataan Rocky yang melarangnya untuk mandi. Dia hanya mengganti pakaiannya dengan baju tidur. “Loh Mas kok mandi?” protes Mila. “Gerah.”“Curang!”Rocky mencium pipi Mila dengan gemas, “Aku khawatir kamu sakit, Sayang. Kita tidur ya.”Rocky menuntun Mila naik ke atas tempat tidur, dengan lengan Rocky sebagai bant

  • Obsession In Love   Bab 117 Kelahiran dan Kematian

    Malam itu begitu tenang. Samuel duduk di samping Arin yang terbaring di ranjang rumah sakit. Wajahnya pucat, tetapi senyum kecil tak pernah lepas dari bibirnya. Di pelukannya, seorang bayi mungil yang baru saja lahir beberapa jam lalu. "Noah," bisik Samuel, matanya menatap lembut ke wajah anak itu. "Aku ingin menamainya Noah. Untuk menghormati Ayahmu, Arin. Dia pasti bangga." Arin tersenyum meski lelah. Air mata hangat mengalir dari sudut matanya. "Noah... Nama yang indah.”Samuel membelai rambut Arin dengan penuh kasih. Di dalam hatinya, ia berjanji untuk menjaga dua orang yang paling ia cintai ini dengan segenap jiwa raganya. "Kamu tahu, aku tidak pernah seberharap ini sebelumnya," ujar Samuel, suaranya pelan tapi penuh emosi. "Melihat kamu dan Noah… rasanya seperti semua perjuangan selama ini terbayar." Arin mengangguk kecil. Tubuhnya masih lemah setelah proses persalinan yang cukup panjang. Tapi melihat bayi mereka yang sehat dan Samuel yang selalu ada di sisinya, ia meras

  • Obsession In Love   Bab 116

    Mentari pagi menyelinap dari celah-celah tirai jendela kamar tidur mewah milik Samuel dan Arin. Suara burung yang berkicau terdengar lembut, seolah menyambut hari baru yang penuh kebahagiaan. Arin membuka matanya perlahan. Dia menoleh, menemukan Samuel yang sudah duduk di tepi ranjang, mengenakan kemeja putih yang digulung di bagian lengannya. Tatapan pria itu hangat, penuh cinta. “Pagi, istriku,” sapa Samuel sambil tersenyum. Arin tersenyum kecil, matanya masih setengah mengantuk. “Pagi, suamiku. Kenapa bangun pagi-pagi sekali? Biasanya kamu kan malas-malasan dulu.” Samuel tertawa kecil, lalu membelai rambut Arin dengan lembut. “Aku cuma ingin memastikan kamu istirahat dengan cukup. Lagipula, ada sesuatu yang spesial hari ini.” Arin mengerutkan kening, bingung. “Spesial? Apa? Hari ini bukan ulang tahun kita, kan?” Samuel mengangguk pelan, wajahnya penuh rahasia. “Nanti juga kamu tahu. Yang penting sekarang, kamu siap-siap, ya. Aku mau kita habiskan hari ini dengan santai, cu

  • Obsession In Love   Bab 115

    Pagi itu, Arin berdiri di depan gedung utama Venus Corporation. Bangunan megah itu terlihat kokoh, tapi di matanya, gedung itu seperti menyimpan luka lama. Perusahaan yang dulu milik kedua orang tuanya telah mengalami begitu banyak perubahan buruk di tangan Irawan. Namun sekarang, semuanya ada di tangannya. Arin menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan hatinya. Ini adalah langkah besar, dan dia tidak boleh gagal.Di sampingnya, Samuel berdiri dengan tenang. Wajahnya seperti biasa, penuh ketegasan, tapi ada senyum kecil yang membuat Arin merasa lebih percaya diri.“Kamu yakin bisa handle semuanya?” tanya Samuel, memecah keheningan.Arin menoleh, tersenyum tipis. “Aku harus bis. Ini perusahaan orang tuaku, Mas. Aku tidak bisa biarin apa yang mereka bangun terbuang sia-sia.”Samuel mengangguk. “Kalau kamu butuh bantuan, Mas selalu ada. Mas tahu ini berat, tapi kamu tidak sendirian.”Mendengar itu, Arin merasa lebih lega. Ada kekuatan dalam kata-kata Samuel yang membuatnya yakin la

  • Obsession In Love   Bab 114

    Clara berdiri di depan cermin besar di kamar pribadinya. Gaun merah yang membalut tubuhnya terlihat sempurna, namun wajahnya menyimpan kelelahan yang sulit disembunyikan. Senyum tipis menghiasi bibirnya, meskipun hatinya penuh amarah. Samuel. Nama itu terus berputar di kepalanya. Dia ingat betul bagaimana pria itu menatapnya dingin beberapa hari yang lalu, menolak kehadirannya tanpa sedikit pun ragu.“Dia tidak bisa terus seperti ini,” gumam Clara pada dirinya sendiri, suaranya hampir seperti bisikan. Matanya menatap pantulan dirinya dengan tajam, seolah mencoba meyakinkan diri bahwa dia masih punya kendali. ---Di ruang tamu, Irawan berdiri dengan wajah merah padam. Di depannya, Bella berdiri dengan koper besar di tangannya. Wanita itu mengenakan pakaian sederhana, tidak seperti biasanya. Wajahnya yang biasanya penuh senyum kini terlihat dingin dan penuh kebencian. “Kamu mau ke mana?” suara Irawan terdengar keras, hampir seperti teriakan. Bella menatapnya dengan tenang, tapi sorot

  • Obsession In Love   Bab 113 Kedatangan Samuel

    Pagi itu, suasana kantor pusat Venus terasa berbeda. Setelah konfrontasi besar yang terjadi kemarin, berita tentang keberanian Arin menyebar seperti api. Namun, meski kemenangan awal itu membuat hatinya sedikit lega, ia tahu ancaman belum berakhir. Irawan dan Clara tidak akan tinggal diam. Arin duduk di ruangannya, memandangi secangkir teh yang sudah dingin. Matanya menatap kosong ke luar jendela besar, pikirannya melayang pada langkah selanjutnya yang harus ia ambil. Fani mengetuk pintu perlahan sebelum masuk dengan membawa beberapa dokumen.“Nyonya Arin, ini proposal yang harus Nyonya tandatangani untuk rapat siang nanti,” ujar Fani sambil meletakkan map di meja. “Dan tadi ada kabar dari Tuan Samuel. Katanya beliau sudah di jalan ke sini.”Arin tertegun, menoleh cepat ke arah Fani. “Mas Samuel... akan datang ke sini?”“Iya, Nyonya. Katanya mau mendukung Ibu langsung di hadapan para pemegang saham,” jawab Fani dengan senyum kecil. “Sepertinya beliau tidak mau cuma diam melihat Nyony

  • Obsession In Love   Bab 112 Konfrontasi di Venus

    Langit pagi itu cerah, tapi hati Arin penuh badai. Di balik ketenangan wajahnya, ada amarah yang telah lama ia simpan. Hari ini, ia akan menyelesaikan semuanya, mengembalikan apa yang seharusnya menjadi miliknya—Venus, perusahaan yang dibangun oleh kedua orang tuanya dengan penuh cinta dan kerja keras. Terakhir dia memang berhasil membuat Irawan dan Clara diusir tapi dengan licik mereka memanipulasi semua lagi. Para pemegang saham lebih percaya dengan omongan mereka daripada ArinArin berdiri di depan cermin besar di kamar utama. Gaun formal berwarna hitam yang ia kenakan memancarkan aura kekuatan. Rambutnya disanggul rapi, memberi kesan elegan namun tegas. Di belakangnya, Fani berdiri dengan tangan di pinggang, seperti biasa dengan ekspresi serius.“Bu Arin, semua dokumen sudah siap. Rekaman suara dan bukti saham yang Ibu minta sudah saya simpan di tas kerja. Kalau ada yang coba macam-macam, saya juga sudah siap.” Fani.Arin tersenyum tipis. “Terima kasih, Fani.”Ruang rapat di lant

  • Obsession In Love   Bab 111

    Pernikahan Mila dan Rocky berjalan dengan sangat lancar. Arin yang ikut menyaksikan pernikahan mereka pun ikut merasa senang. Pernikahan yang penuh kebahagiaan dan rasa haru itu mampu membuat Arin sedikit iri. Iri karena kedua orang tua Mila yang hadir, kasih sayang orang tua Mila membuat Arin merindukan kedua orang tuanya. Samuel yang menggandeng tangan Arin merasakan tangan itu semakin dingin. "Apa kamu baik-baik saja, Baby?" tanah Samuel yang nampak cemas. Arin menganggukan kepalanya dengan tersenyum kecil. Samuel tak bisa ia bohong dia mengerti jika Arin sedang tidak baik-baik saja. Tapi Samuel tak mau bertanya lebih karena mereka belum kembali ke rumah. Keduanya berjalan keluar dari gedung pernikahan itu, Alec membukakan pintu mobil untuk mereka. Arin dan Samuel pun segera masuk ke dalam mobil. Samuel membawa Arin agar bersandar di dadanya. Pria itu mencium puncak kepala Arin membuat Arin merasa nyaman. Diusapnya perut Arin yang sudah membesar itu. "Baik-baik ya Sayang di dal

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status