Arin menutup pintu dengan kencang lalu menyandarkan tubuhnya di balik pintu. Arin meraba lehernya yang tadi di cium oleh Samuel. Arin takut Samuel meminta haknya nanti malam, ia belum siap menyerahkannya kepada Samuel. Arin memikirkan cara agar Samuel tidak melakukannya, namun tak ada ide yang muncul. Kabur dari sana juga tidak mungkin, saat ini ia terlalu takut untuk melawan Samuel. Di dalam mobil Samuel menatap layar ponselnya ia mengamati Arin yang terlihat sedang memikirkan sesuatu. Ia tahu apa yang dipikirkan Arin. Samuel tidak peduli jika Arin membencinya, baginya yang terpenting Arin berada di sisinya. *** Tok tok tok Suara ketukan pintu membuat Arin menutup buku yang sedang ia baca. Ia lalu berjalan ke pintu untuk melihat siapa yang datang. "Maaf mengganggu waktunya, Nyonya," ucap Alfred. "Iya Paman tidak apa-apa, ada apa memangnya?" tanya Arin. "Saya kemari hanya ingin memperkenalkan maid pribadi Anda, ini maid Fani dan maid Sinta," jelas Alfred. "Maid pr
Bab 13 Pulang dari kampus Arin justru ke cafe untuk bekerja, ia tidak mau mendengarkan perkataan Samuel yang melarangnya untuk kembali bekerja. "Loh kok? Gue dengar lu keluar, Rin," ujar Mila yang terkejut dengan kehadiran Arin. "Ngga, gue nggak mengundurkan diri cuman beberapa hari kemarin gue ambil cuti," jelas Arin yang meletakkan tasnya di loker karyawan. "Gue chat lo nggak bales sih, jadi gue pikir emang keluar," ucap Mila. "Sorry aku kemarin benar-benar sibuk karena skripsi." "Setelah lulus beneran resign dong?" "Iya, gue mau coba cari kerja dengan ijasah kuliah." "Semangat deh, pokoknya doa terbaik buat lo," ucap Mila yang diamini oleh Arin. Mereka pun mulai memakai apron berwarna coklat itu, keduanya memang sering satu sift membuat mereka cukup dekat. Malam ini cafe cukup rame hingga membuat Arin merasa lelah. Tapi itulah namanya kerja jadi dia tidak pernah mengeluh, justru bersyukur karena jika cafe selalu ramai maka ia akan mendapatkan bonus. Bagi Arin bonus sek
Bab 14 Jam telah menunjukkan pukul sepuluh malam, Arin masih di depan laptop untuk mempelajari materi karena besok ia akan sidang. Tiba-tiba Samuel duduk di depannya dia mengambil alih laptop Arin lalu memberikan Arin beberapa pertanyaan. Arin pun menjelaskannya dengan detail, hingga saat Arin tidak bisa menjawabnya maka Samuel memberikan penjelasan. Samuel membuat Arin semakin menguasai materinya, saat selesai Arin pun bernafas lega. Ia lalu meletakan kepalanya di atas meja, "Tidur, sudah malam," ucap Samuel yang kemudian bangkit dari duduknya. Arin pun membereskan mejanya lalu dia masuk ke dalam walk in closet untuk berganti pakaian. Saat mencari piyama tidak ada piyama yang berlengan, dan semuanya pendek. Arin menghela nafasnya ia tahu jika itu ulah Samuel. Karena tidak mau membuat keributan ia pun mengenakan piyama putih dengan celananya yang pendek. Saat keluar dari walk in closet ia bingung karena Samuel telah berada di atas tempat tidur dengan ponsel yang masih di tang
Hari ini Arin wisuda ia telah mengenakan kebaya dari desainer terkenal yang sengaja Samuel pesan untuk dirinya. Kebaya berwarna merah itu nampak sangat cantik di tubuh Arin. Apalagi rok dengan belahan hingga diatas lutut membuat dirinya tampak lebih menawan. Selama bersama Samuel ia selama mendapat perawatan yang tentu saja harganya fantastis. Kulitnya terlihat lebih sehat, rambutnya juga tampak berkilau. Karena sejak malam itu Arin tak lagi memberontak membuat sikap Samuel pun lembut kepadanya. "Kamu sangat cantik, baby," ucap Samuel yang kini berdiri di belakang Arin dengan memeluk pinggang Arin. "Ayo kita berangkat bersama," ajak Samuel. "Tidak bisa," jawab Arin segera. Wajah Samuel langsung berubah tidak bersahabat. "Akan nampak aneh jika dosen datang bersama mahasiswinya," jelas Arin. "Baiklah, kalau begitu kamu harus diantar supir. Jangan protes!" ujar Samuel segera sebelum Arin membuka mulutnya lagi. "Cium aku dahulu," sambung Samuel menunjuk bibirnya. Tanpa bisa menolak m
Di rumah Arin terus tersenyum menatap gelang yang Kakek Indra berikan. Samuel pun nampak heran dengan istrinya itu yang terus memandangi sebuah gelang. "Apa sesenang itu mendapat gelang?" tanya Samuel tiba-tiba membuat Arin menoleh. "Tentu saja, bukankah ini sangat indah? Kakek sangat perhatian bahkan ia mau datang ke wisuda," gumam Arin dengan penuh senyuman. Dengan tiba-tiba Samuel meletakan sebuah kotak di depan Arin membuat Arin memandangnya. "Untuk saya?" tanya Arin yang dijawab anggukan kepala oleh Samuel. Samuel lalu merebahkan dirinya di samping Arin yang tengah duduk membuka kotak itu. "Sungguh ini untuk saya, Pak?" tanya Arin merasa tidak percaya bahwa Samuel memberikan satu set perhiasan. Mata Arin berbinar menatap perhiasan yang dihiasi berlian itu. "Tapi gelang ini lebih cantik," gumam Arin membuat Samuel langsung menatapnya tajam. "Anda sangat sensitif," sambung Arin yang terkekeh. "Apa kamu tidak mau menciumku untuk berterima kasih?" tanya Samuel. Arin langsung me
Arin dengan semangat turun dari. mobil, ia berlari masuk ke rumah Kakek Indra. "Kakek," teriak Arin yang mencari sang Kakek. "Paman Erwin, Kakek dimana?" tanya Arin saat Erwin keluar. "Tuan besar ada di dalam kamar, Nyonya," jawab Erwin. Mendengar itu Arin langsung berlari ke kamar sang Kakek, ia mengetuk pintu terlebih dahulu. "Masuk," ucap Kakek Indra membuat Arin membuka pintu itu. "Hallo kakekku tercinta," sapa Arin membuat Kakek Indra terkejut pasalnya ia memang tidak memberitahu kedatangannya. "Kok tidak bilang mau kemari?" ujar Kakek Indra yang menyambut cucunya dengan pelukan. "Tapi kakek sangat senang kamu disini, menginap kan? Harus menginap tidak boleh menolak," sambung Kakek Indra membuat Arin tertawa. "Siap Kakek, lagipula cucu Kakek yang galak itu tidak di rumah," ujar Arin yang kini di sambut gelak tawa oleh Kakek Indra. "Kamu pasti lelah, lebih baik istirahat dulu di kamar," tutur Kakek Indra. "Baiklah Kek, Arin ke kamar dulu ya sekalian mau bongkar koper," ujar
Arin duduk di ayunan dia sudah satu jam berada di sana hanyut dengan buku novel yang ia baca. Rasanya begitu nyaman tinggal bersama Kakek Indra. Tidak ada yang menekannya, Arin bebas melakukan apa saja. Dia yang terlalu fokus hingga tidak mendengar suara langkah kaki yang kian mendekat. "Baby," panggil Samuel membuat Arin langsung mendongakkan kepalanya. Ia sungguh terkejut karena Samuel tiba-tiba pulang, ia pikir Samuel masih lama di luar negri. "Pak Sam, sudah pulang? Kenapa tidak memberi kabar?" tanya Arin yang bangkit dari duduknya dan menutup buku novel itu. Samuel merentangkan tangannya dan tanpa penolakan Arin langsung memeluk suaminya itu. "Apa aku tidak boleh tiba-tiba pulang?" tanya Samuel tiba-tiba membuat Arin menegang. "Maaf tidak seperti itu maksud saya," tutur Arin. "Jangan melampaui batasmu, baby," bisik Samuel membuat Arin menganggukan kepala. "Anda sudah makan malam?" tanya Arin ketika Samuel melepaskan pelukannya. "Aku hanya ingin memakanmu malam
Arin merasakan nyeri di perutnya, ini adalah hari pertama ia datang bulan. Tentu saja ia merasa tidak nyaman hingga memilih berbaring di atas tempat tidur. Suara ketukan pintu membuat Arin menoleh. "Nyonya, ini saya Fani," ujar Fani. "Masuk aja Fan," jawab Arin. Fani membuka pintu kamar itu ia berjalan mendekat ke arah Arin. "Nyonya sudah melewatkan jam makan siang, apa makanannya mau saya bawa kemari?" tanya Fani. "Aku tidak nafsu.""Tapi Nyonya, Tuan akan marah jika tahu bahwa Anda melewatkan makan siang," tutur Fani membuat Arin berdecak kesal. "Apa Nyonya baik-baik saja?" tanya Fani yang melihat raut wajahnya Arin yang terlihat tidak nyaman. "Ini hari pertamaku menstruasi," gumam Arin. "Apa Anda perlu obat nyeri? Saya akan ambilkan." Arin langsung menjawabnya dengan anggukan kepala. "Saya juga akan membawa makan siang Anda ke kamar," sambung Fani. Setelah mengatakan itu Fani pun pamit untuk keluar dari kamar Arin. Arin kembali merebahkan dirinya ia menutup matanya, tak lama
"Seperti kita pulang saja," ucap Mila tiba-tiba. "Kenapa?""Aku datang pulang," jawab Mila dengan ragu. "Kita mampir indomaret dulu ya," tutur Rocky yang langsung berhenti di indomaret karena kebetulan tadi mereka berada dekat dengan indomaret. "Kamu tidak perlu turun, biar aku saja yang turun," sambung Rocky yang kemudian keluar dari mobil. Tapi sebelum masuk ke indomaret tiba-tiba Rocky kembali ke mobil dia mengetuk kaca Mila. Mila pun menurunkan kaca mobilnya. "Kamu biasanya pakai merk apa?""Hah? Maksudnya?""Pembalut, kamu biasanya merk apa?""Aku bisa beli sendiri," tutur Mila yang akan membuka pintu mobil tapi di tahan oleh Rocky. "Diam di dalam, katakan saja padaku.""Yang warna hijau daun sirih lalu yang malam warna biru.""Oke."Rocky kembali berjalan ke indomaret itu, Mila menatapnya bingung hingga tak lama terlihat Rocky yang keluar dari indomaret dengan membawa satu kantong plastik. Karena plastik itu warna putih jadi Mila bisa melihat apa yang Rocky bawa. Mila tidak
Sampai di rumah Arin langsung memberi kabar Samuel jika dia sudah sampai rumah, suaminya itu langsung menelpon dirinya. "Halo Mas.""Sudah makan?""Sudah Mas, tadikan aku sudah bilang kalau aku makan di cafe.""Oh iya, yaudah kamu istirahat jangan kemana-mana lagi.""Iya suamiku yang bawel.""Nanti pulangnya kalau ingin dibelikan sesuatu bilang saja ya.""Oke Mas, yaudah sana Mas lanjut kerja aja.""Iya Sayang, I love you.""I love you more.""I love you more," ucap Samuel kembali yang setelah baru telepon pun dimatikan. Arin merebahkan dirinya di atas tempat tidur dia pun memilih untuk tidur karena cukup lelah. Tak lama kemudian mata Arin langsung terpejam, dia langsung masuk ke alam mimpinya. Sedangkan di tempat lain Clara baru saja kembali menggunakan taxi karena mobilnya di bengkel. Clara malas menunggunya hingga memilih pulang. "Dimana mobilnya?" tanya Bella karena dia tidak tahu jika mobil Clara lecet. "Di bengkel, hanya lecet sedikit. " Bagaimana bisa?""Itu tidak penting
Jam menunjukkan pukul delapan pagi Clara kembali ke kamar setelah dia sarapan. Dia berniat menghubungi Elang, meskipun sekarang Clara berambisi mendapatkan Samuel tetapi dia juga ingin mendapatkan Elang. Dengan tidak sabar Clara menelpon nomor Elang, Elang tak langsung mengangkatnya. Hingga beberapa detik kemudian Elang pun mengangkat teleponnya membuat Clara berjingkrak. "Halo Elang ini aku Clara," ucap Clara. "Oh iya Ra, kenapa?""Mau tanya soal motornya, jadi berapa semuanya Lang?""Tidak usah Clara, kamu tidak perlu ganti rugi lagipula mobil kamu juga lecetkan," tutur lembut Elang membuat jantung Clara berdetak dengan kencang. "Aku tidak enak jika tidak ganti rugi Elang, kirimkan notanya saja.""Tidak usah, pokoknya tidak usah.""Hm baiklah baiklah kalau begitu aku traktir makan siang aja bagaimana?" tutur Clara yang berharap Elang mau menerima tawarannya. "Oke kalau itu boleh deh, tapi aku yang menentukan tempatnya ya.""Tentu saja, mau dimana?""Asteria cafe."Mendengar nam
Irawan mempersilahkan Samuel untuk masuk mereka menuju ke ruang makan. Clara duduk di depan Samuel membuat Samuel bisa melihat dengan jelas belahan dada Clara. Samuel dalam hati terus mengumpat karena mengikuti permintaan istrinya dia berakhir sepe ini. Sangat memuakan bagi Samuel bagaimana Clara terus menerus mencoba menarik perhatiannya. "Apa Tuan Samuel baru saja pulang dari kantor?" tanya Irawan. "Tidak saya dari rumah, saya menemani istri saya makan baru kemari," jelas Samuel terus terang membuat Clara mengepalkan tangannya. Susah payah dia berdandan agar menarik perhatian Samuel bahkan dia menunggu lama Samuel hingga kelaparan tetapi Samuel dengan santainya mengatakan jika dia menemani istrinya makan. Clara sangat kesal mendengar kejujuran Samuel itu. "Kenapa tidak mengajak istrinya ke mari Tuan?" tanya Bella yang masih terlihat ramah. "Dia menemani saya seharian di kantor jadi lelah, apalagi masih hamil. Saya tidak ingin dia kelelahan karena terus menemani saya.""Saya bar
Bella sibuk memilih baju untuk Clara, beberapa gaun yang ada di lemari sudah mereka coba tetapi belum menemukan yang menarik. "Kurang seksi, ganti-ganti," ucap Bella. "Berat badanmu sekarang berapa, perlu diet kamu.""Iya Ma aku tahu aku naik satu kilo.""Bisa-bisa kamu naik banyak! Jaga pola makan, Mama tidak mau kamu gemuk."Clara memutar bola matanya malas, berat badannya sekarang empat puluh satu kilo. Cukup berat bagi Clara untuk harus menjaga berat badan supaya stay di angka empat puluh kilo. Bella mengambil gaun berwarna hitam dengan tali tipis di punggung yang menampakkan punggungnya itu. Bella meminta Clara mencoba gaun itu, Clara tanpa membantah mencobanya. Saat gaun itu telah melekat di badan Clara maka Bella pun langsung tersenyum. Pasalnya punggung putih Clara membuat Clara semakin seksi. Apalagi gaun itu yang sebatas paha membuat paha Clara terpampang jelas. Dengan penampilan seperti itu Bella yakin jika Samuel akan tertarik oleh Clara. Gadis itu juga memiliki wajah y
"Mau minum apa Baby?" tanya Samuel ketika mereka berada di ruangan Samuel. "Apa aja Mas," jawab Arin. "Banyak kerjaan ya, maaf ya aku kesini tanpa ngabarin.""It is okay baby girl." Samuel memberikan kecupan di pipi Arin. "Aku kangen," ucap Arin yang memeluk manja suaminya itu yang tentu saja di balas pelukan oleh Samuel. "Oh ya dia kenapa kemari?""Memberi itu," jawab Samuel menuju sebuah kue yang ada di atas meja. "Katanya anaknya yang buat.""Mungkin dia ingin Mas tertarik dengan Clara," ucap Arin yang melihat kue red velvet itu. Arin mengambil kue itu lalu dia langsung memasukkan ke dalam tong sampah. Melihat apa yang dilakukan istrinya itu membuat Samuel tersenyum. "Aku tak suka ada yang mengganggu hubungan kita lagi.""Apa kamu lupa bagaimana aku terobsesi denganmu dulu?""Tapi namanya laki-laki jika dikasih barang gratis pasti langsung mau.""Bukankah dari dulu aku tak suka gratisan, jangan lupa dulu hanya untuk memantaumu aku membangun Asteria Cafe. Bahkan dulu cafe itu tak
Miko dengan setelan jasnya berjalan dengan angkuh masuk ke Venus company. Para karyawan menundukkan badan memberi hormat kepadanya. Miko dengan sangat sombong berjalan melewati mereka dia masuk ke dalam lift menuju ke lantai lima. Miko disambut oleh sekretaris yang bernama Laras. "Selamat pagi Pak Miko," sapa Laras dengan sopan yang menundukkan badannya. Sudut bibir Miko terangkat melihat wajah cantik Laras yang tersenyum. Sudah lama pria itu mengincar Laras, selain pintar Laras memang memiliki wajah yang cantik. Laras mengikuti Miko menuju ke ruangannya. Miko duduk di kursi kebesarannya itu, kursi yang selama ini dia nanti-nantikan. "Untuk hari ini jadwal Anda... ""Jangan bicara soal jadwal dulu," potong Miko membuat Laras diam. "Kamu kesini," panggil Miko. Laras masih diam di tempat dengan tatapan bingung. "Kesini sebentar," panggil Miko lagi membuat Laras akhirnya mendekat ke arah Miko. Dia berdiri tak jauh dari Miko duduk tapi lelaki itu tetap merasa jika jarak mereka terlal
Ponsel Mila tiba-tiba berdering membuat Mila langsung meraih ponselnya. Mata Mila membulat ketika melihat nama yang tertera di sana. "Halo ibu apa kabar?" ucap Mila yang bangkit dari tempat tidur. "Ibu Baik nok, kamu gimana kabarnya? Sudah makan?""Mila baru saja selesai makan, bapak apa kabar? Dimana sekarang? Kalian sudah?""Bapakmu lagi di kamar mandi, kami juga baru selesai makan. Oh ya kamu kenapa ngirim banyak sekali buat ibu sama Bapak? Nanti kamu disana bagaimana?""Oh itu Mila tambahin soalnya Mila baru dapat bonus, Ibu tidak perlu khawatir. Mila disini berkecukupan kok," jelas Mila. Rocky memperhatikan Mila yang terlihat bahagia berbicara dengan orang tuanya lewat telepon. Awalnya Rocky hanya memperhatikan Mila hingga dia bangkit dari tempat tidur. Rocky berjalan ke arah Mila dia merapatkan tubuhnya kepada Mila membuat Mila menoleh ke arahnya. "Kenapa?" tanya Mila dengan suara lirih dan menjauhkan teleponnya. Tatapan Rocky tertuju ke ponsel Mila tetapi Mila tidak mengert
Jam menunjukkan pukul sembilan malam, Mila baru sampai apartemen Rocky. Di depan apartemen dia tampak bingung karena tidak memiliki kartu akses untuk masuk. Mila juga tidak tahu sandi apartemen itu, maka Mila segera mengeluarkan ponselnya untuk bertanya kepada Rocky. Mila menelpon Rocky dan tak lama pria itu mengangkat teleponnya. "Pak sandi apartemen apa?" tanya Mila to the point. "8989."Mila langsung mencobanya dan memang benar pintu langsung terbuka. "Oh iya makasih," ucap Mila."Aku sebentar lagi pulang.""Oke," balas Mila yang kemudian menutup teleponnya. Mila berjalan masuk menuju ke kamarnya saat melewati dapur terlihat semuanya telah rapih. Tak ada piring kotor disana bahkan lantai terlihat sudah bersih. Mila mengerutkan keningnya melihat apartemen Rocky yang bersih tak seperti waktu mereka tinggal. "Apa dia pulang untuk membersihkan semua ini?" gumam Mila hingga dia kini membuka pintu kamarnya. Kamar Mila juga terlihat bersih, Mila mengamati sekeliling kamarnya hingga k