Arin dengan semangat turun dari. mobil, ia berlari masuk ke rumah Kakek Indra. "Kakek," teriak Arin yang mencari sang Kakek. "Paman Erwin, Kakek dimana?" tanya Arin saat Erwin keluar. "Tuan besar ada di dalam kamar, Nyonya," jawab Erwin. Mendengar itu Arin langsung berlari ke kamar sang Kakek, ia mengetuk pintu terlebih dahulu. "Masuk," ucap Kakek Indra membuat Arin membuka pintu itu. "Hallo kakekku tercinta," sapa Arin membuat Kakek Indra terkejut pasalnya ia memang tidak memberitahu kedatangannya. "Kok tidak bilang mau kemari?" ujar Kakek Indra yang menyambut cucunya dengan pelukan. "Tapi kakek sangat senang kamu disini, menginap kan? Harus menginap tidak boleh menolak," sambung Kakek Indra membuat Arin tertawa. "Siap Kakek, lagipula cucu Kakek yang galak itu tidak di rumah," ujar Arin yang kini di sambut gelak tawa oleh Kakek Indra. "Kamu pasti lelah, lebih baik istirahat dulu di kamar," tutur Kakek Indra. "Baiklah Kek, Arin ke kamar dulu ya sekalian mau bongkar koper," ujar
Arin duduk di ayunan dia sudah satu jam berada di sana hanyut dengan buku novel yang ia baca. Rasanya begitu nyaman tinggal bersama Kakek Indra. Tidak ada yang menekannya, Arin bebas melakukan apa saja. Dia yang terlalu fokus hingga tidak mendengar suara langkah kaki yang kian mendekat. "Baby," panggil Samuel membuat Arin langsung mendongakkan kepalanya. Ia sungguh terkejut karena Samuel tiba-tiba pulang, ia pikir Samuel masih lama di luar negri. "Pak Sam, sudah pulang? Kenapa tidak memberi kabar?" tanya Arin yang bangkit dari duduknya dan menutup buku novel itu. Samuel merentangkan tangannya dan tanpa penolakan Arin langsung memeluk suaminya itu. "Apa aku tidak boleh tiba-tiba pulang?" tanya Samuel tiba-tiba membuat Arin menegang. "Maaf tidak seperti itu maksud saya," tutur Arin. "Jangan melampaui batasmu, baby," bisik Samuel membuat Arin menganggukan kepala. "Anda sudah makan malam?" tanya Arin ketika Samuel melepaskan pelukannya. "Aku hanya ingin memakanmu malam
Arin merasakan nyeri di perutnya, ini adalah hari pertama ia datang bulan. Tentu saja ia merasa tidak nyaman hingga memilih berbaring di atas tempat tidur. Suara ketukan pintu membuat Arin menoleh. "Nyonya, ini saya Fani," ujar Fani. "Masuk aja Fan," jawab Arin. Fani membuka pintu kamar itu ia berjalan mendekat ke arah Arin. "Nyonya sudah melewatkan jam makan siang, apa makanannya mau saya bawa kemari?" tanya Fani. "Aku tidak nafsu.""Tapi Nyonya, Tuan akan marah jika tahu bahwa Anda melewatkan makan siang," tutur Fani membuat Arin berdecak kesal. "Apa Nyonya baik-baik saja?" tanya Fani yang melihat raut wajahnya Arin yang terlihat tidak nyaman. "Ini hari pertamaku menstruasi," gumam Arin. "Apa Anda perlu obat nyeri? Saya akan ambilkan." Arin langsung menjawabnya dengan anggukan kepala. "Saya juga akan membawa makan siang Anda ke kamar," sambung Fani. Setelah mengatakan itu Fani pun pamit untuk keluar dari kamar Arin. Arin kembali merebahkan dirinya ia menutup matanya, tak lama
Samuel masuk ke dalam kamar diikuti oleh Arin. "Pak, Pak Sam," panggil Arin yang tidak di gubris Samuel. "Saya mohon jangan potong gaji mereka, mereka tidak salah saya yang salah," sambung Arin yang masih membujuk Samuel. "Jangan melampaui batas, Baby," tegur Samuel. Arin melangkah ke arah Samuel ia lalu membantu Samuel melepaskan dasi dan kemejanya. "Kenapa harus mereka yang nanggung?" tanya Arin yang menatap Samuel. "Mulai saat ini jika kamu membuat masalah maka mereka yang akan menanggungnya," jelas Samuel. "Tapi Pak, itu tidak adil," protes Arin. Samuel tetap tidak mau mendengarnya, membuat bibir Arin cemberut. "Mas," panggil Arin tiba-tiba. Samuel memicingkan matanya, "Mas Sam, ayolah kali ini saja maafkan aku," tutur Arin. Ia sudah membuang jauh harga dirinya karena dia tidak mau merugikan orang lain. "Jadi seperti ini cara kamu bernegosiasi denganku?" tanya Samuel yang melingkar tangannya di pinggang Arin. "Please, jangan potong gaji mereka," ucap Arin lagi. "Mas... " Sa
Arin duduk di ruang keluarga dia menonton televisi yang saat itu sebuah berita muncul. "Felicia Rania Safira model terkenal yang kecelakaan lima tahun yang lalu kini muncul kembali." Arin mendengarkan berita itu dengan seksama karena dia dulu mengidolakan model itu. "Wow pacarnya setia banget, beruntung banget dia," gumam Arin yang mendengar berita itu. "Apa kalian tahu, saya dari dulu mengidolakan dia. Dia sangat cantik andai saya secantik dia," gumam Arin kepada Fani dan Sinta. "Anda jauh lebih cantik, Nyonya," balas Sinta. "Terimakasih sudah menghibur saya," ucap Arin dengan terkekeh. "Jadi wanita karir pasti menyenangkan," sambung Arin yang terlihat iri dengan Felicia. Dia membandingkan hidupnya dengan Feli, Feli uang terlihat bebas untuk pergi dan memiliki kekasih yang setia berbanding terbalik dengan Arin. Hati-hati Arin hanya dihabiskan di dalam rumah yang tentu saja ia sangat bosan. Meskipun rumah itu besar yang tersedia kolam renang dan taman tetap saja ia merasa bosan.
Arin baru saja selesai mandi dia memakai dress di bawah lutut dengan rambut yang di gerai. "Baby, kok kamu mandi? Bukankah masih sakit kenapa bangun?" tanya Samuel yang masuk ke dalam kamar ia baru saja dari ruang kerjanya. "Aku sudah membaik, Mas," jawab Arin yang tersenyum ke arah Samuel. Samuel berjalan mendekat ke arahnya ia mengusap rambut Arin. "Yaudah ayo kita sarapan nanti setelah sarapan kamu kembali istirahat ya, aku harus ke kantor tapi aku usahakan pulang lebih cepat," jelas Samuel dengan lembut. Mendengar Samuel yang terus bersikap lembut kepadanya membuat jantungnya sering kali berdetak tak terkendali. Jatuh cinta? Entahlah tapi Arin berharap itu tidak terjadi. Samuel dan Arin pun turun menuju ke ruang makan, saat pintu lift terbuka terlihat Sinta yang berdiri di sana dengan wajah pucat. "Ada apa?" tanya Samuel dengan wajah datar. "Sayang," suara seorang wanita menggema di telinga Arin. Samuel yang mendengar itu langsung berjalan cepat meninggalkan Arin. "Kenapa k
Arin turun ke lantai satu dia bosan berada di dalam kamar memilih mencari kesibukan yang lain. Namun, saat baru keluar dari lift langkahnya terhenti. Wanita cantik dengan baju seksi itu menatapnya. Sinta yang berada di belakang Arin pun terkejut, "Siapa wanita ini?" tanya Felicia menatap Sinta. Sinta diam membeli ia bingung harus menjawab apa, pasalnya dia tahu siapa Felicia sebenarnya. Arin pun nampak diam menatap Felicia yang menurutnya begitu cantik. "Arin, cucuku," panggil seseorang membuat Feli menoleh. "Kakek, bagaimana bisa Kakek tiba-tiba datang?" tanya Arin karena beberapa jam lalu ia baru berbicara dengan Kakek Indra melalui telepon. "Kakek dengar cucuku tadi merindukanku," jawab Kakek Indra saat Arin memeluknya. "Kakek apa kabar?" tanya Feli. Kakek Indra hanya menatapnya sekilas lalu beralih ke Arin. "Bagaimana kabarmu? Apa sudah membaik?" tanya Kakek Indra. "Sudah sembuh total karena bertemu Kakek." Arin dan Kakek Indra menuju ke ruang keluarga mer
Arin masuk ke dalam kamarnya bersama dengan Samuel, Kakek Indra sudah pulang. Sebenarnya Arin memintanya untuk menginap tetapi Kakek tidak mau. Arin pun tidak bisa memaksanya walaupun sebenarnya ia kecewa. "Barang-barangmu sudah aku letakan di walk in closet," ujar Samuel membuat Arin tersadar dari lamunannya. "Ah iya makasih Mas dan maaf telah merepotkan," ujar Arin yang tersenyum canggung. "Aku harus pergi, kamu tidak perlu menungguku pulang karena mungkin aku akan larut malam pulangnya," ujar Samuel. Ini bukan untuk pertama kalinya tetapi kali ini membuat dada Arin terasa sakit. Pikirannya sudah kemana-mana, Arin mencoba menyingkirkan pikiran itu dengan menggelengkan kepalanya. "Kamu kenapa? Pusing?" tanya Samuel yang mendekat ke arah Arin. Ia menatap Arin dengan lembut. Biasanya Arin akan merasa pipinya memanas saat Samuel seperti itu. Tetapi kali ini dadanya terasa sakit, "Kenapa seakan tidak melakukan kesalahan? Apa tidak ada yang mau di jelaskan padaku?" tanya Arin yang ha
"Seperti kita pulang saja," ucap Mila tiba-tiba. "Kenapa?""Aku datang pulang," jawab Mila dengan ragu. "Kita mampir indomaret dulu ya," tutur Rocky yang langsung berhenti di indomaret karena kebetulan tadi mereka berada dekat dengan indomaret. "Kamu tidak perlu turun, biar aku saja yang turun," sambung Rocky yang kemudian keluar dari mobil. Tapi sebelum masuk ke indomaret tiba-tiba Rocky kembali ke mobil dia mengetuk kaca Mila. Mila pun menurunkan kaca mobilnya. "Kamu biasanya pakai merk apa?""Hah? Maksudnya?""Pembalut, kamu biasanya merk apa?""Aku bisa beli sendiri," tutur Mila yang akan membuka pintu mobil tapi di tahan oleh Rocky. "Diam di dalam, katakan saja padaku.""Yang warna hijau daun sirih lalu yang malam warna biru.""Oke."Rocky kembali berjalan ke indomaret itu, Mila menatapnya bingung hingga tak lama terlihat Rocky yang keluar dari indomaret dengan membawa satu kantong plastik. Karena plastik itu warna putih jadi Mila bisa melihat apa yang Rocky bawa. Mila tidak
Sampai di rumah Arin langsung memberi kabar Samuel jika dia sudah sampai rumah, suaminya itu langsung menelpon dirinya. "Halo Mas.""Sudah makan?""Sudah Mas, tadikan aku sudah bilang kalau aku makan di cafe.""Oh iya, yaudah kamu istirahat jangan kemana-mana lagi.""Iya suamiku yang bawel.""Nanti pulangnya kalau ingin dibelikan sesuatu bilang saja ya.""Oke Mas, yaudah sana Mas lanjut kerja aja.""Iya Sayang, I love you.""I love you more.""I love you more," ucap Samuel kembali yang setelah baru telepon pun dimatikan. Arin merebahkan dirinya di atas tempat tidur dia pun memilih untuk tidur karena cukup lelah. Tak lama kemudian mata Arin langsung terpejam, dia langsung masuk ke alam mimpinya. Sedangkan di tempat lain Clara baru saja kembali menggunakan taxi karena mobilnya di bengkel. Clara malas menunggunya hingga memilih pulang. "Dimana mobilnya?" tanya Bella karena dia tidak tahu jika mobil Clara lecet. "Di bengkel, hanya lecet sedikit. " Bagaimana bisa?""Itu tidak penting
Jam menunjukkan pukul delapan pagi Clara kembali ke kamar setelah dia sarapan. Dia berniat menghubungi Elang, meskipun sekarang Clara berambisi mendapatkan Samuel tetapi dia juga ingin mendapatkan Elang. Dengan tidak sabar Clara menelpon nomor Elang, Elang tak langsung mengangkatnya. Hingga beberapa detik kemudian Elang pun mengangkat teleponnya membuat Clara berjingkrak. "Halo Elang ini aku Clara," ucap Clara. "Oh iya Ra, kenapa?""Mau tanya soal motornya, jadi berapa semuanya Lang?""Tidak usah Clara, kamu tidak perlu ganti rugi lagipula mobil kamu juga lecetkan," tutur lembut Elang membuat jantung Clara berdetak dengan kencang. "Aku tidak enak jika tidak ganti rugi Elang, kirimkan notanya saja.""Tidak usah, pokoknya tidak usah.""Hm baiklah baiklah kalau begitu aku traktir makan siang aja bagaimana?" tutur Clara yang berharap Elang mau menerima tawarannya. "Oke kalau itu boleh deh, tapi aku yang menentukan tempatnya ya.""Tentu saja, mau dimana?""Asteria cafe."Mendengar nam
Irawan mempersilahkan Samuel untuk masuk mereka menuju ke ruang makan. Clara duduk di depan Samuel membuat Samuel bisa melihat dengan jelas belahan dada Clara. Samuel dalam hati terus mengumpat karena mengikuti permintaan istrinya dia berakhir sepe ini. Sangat memuakan bagi Samuel bagaimana Clara terus menerus mencoba menarik perhatiannya. "Apa Tuan Samuel baru saja pulang dari kantor?" tanya Irawan. "Tidak saya dari rumah, saya menemani istri saya makan baru kemari," jelas Samuel terus terang membuat Clara mengepalkan tangannya. Susah payah dia berdandan agar menarik perhatian Samuel bahkan dia menunggu lama Samuel hingga kelaparan tetapi Samuel dengan santainya mengatakan jika dia menemani istrinya makan. Clara sangat kesal mendengar kejujuran Samuel itu. "Kenapa tidak mengajak istrinya ke mari Tuan?" tanya Bella yang masih terlihat ramah. "Dia menemani saya seharian di kantor jadi lelah, apalagi masih hamil. Saya tidak ingin dia kelelahan karena terus menemani saya.""Saya bar
Bella sibuk memilih baju untuk Clara, beberapa gaun yang ada di lemari sudah mereka coba tetapi belum menemukan yang menarik. "Kurang seksi, ganti-ganti," ucap Bella. "Berat badanmu sekarang berapa, perlu diet kamu.""Iya Ma aku tahu aku naik satu kilo.""Bisa-bisa kamu naik banyak! Jaga pola makan, Mama tidak mau kamu gemuk."Clara memutar bola matanya malas, berat badannya sekarang empat puluh satu kilo. Cukup berat bagi Clara untuk harus menjaga berat badan supaya stay di angka empat puluh kilo. Bella mengambil gaun berwarna hitam dengan tali tipis di punggung yang menampakkan punggungnya itu. Bella meminta Clara mencoba gaun itu, Clara tanpa membantah mencobanya. Saat gaun itu telah melekat di badan Clara maka Bella pun langsung tersenyum. Pasalnya punggung putih Clara membuat Clara semakin seksi. Apalagi gaun itu yang sebatas paha membuat paha Clara terpampang jelas. Dengan penampilan seperti itu Bella yakin jika Samuel akan tertarik oleh Clara. Gadis itu juga memiliki wajah y
"Mau minum apa Baby?" tanya Samuel ketika mereka berada di ruangan Samuel. "Apa aja Mas," jawab Arin. "Banyak kerjaan ya, maaf ya aku kesini tanpa ngabarin.""It is okay baby girl." Samuel memberikan kecupan di pipi Arin. "Aku kangen," ucap Arin yang memeluk manja suaminya itu yang tentu saja di balas pelukan oleh Samuel. "Oh ya dia kenapa kemari?""Memberi itu," jawab Samuel menuju sebuah kue yang ada di atas meja. "Katanya anaknya yang buat.""Mungkin dia ingin Mas tertarik dengan Clara," ucap Arin yang melihat kue red velvet itu. Arin mengambil kue itu lalu dia langsung memasukkan ke dalam tong sampah. Melihat apa yang dilakukan istrinya itu membuat Samuel tersenyum. "Aku tak suka ada yang mengganggu hubungan kita lagi.""Apa kamu lupa bagaimana aku terobsesi denganmu dulu?""Tapi namanya laki-laki jika dikasih barang gratis pasti langsung mau.""Bukankah dari dulu aku tak suka gratisan, jangan lupa dulu hanya untuk memantaumu aku membangun Asteria Cafe. Bahkan dulu cafe itu tak
Miko dengan setelan jasnya berjalan dengan angkuh masuk ke Venus company. Para karyawan menundukkan badan memberi hormat kepadanya. Miko dengan sangat sombong berjalan melewati mereka dia masuk ke dalam lift menuju ke lantai lima. Miko disambut oleh sekretaris yang bernama Laras. "Selamat pagi Pak Miko," sapa Laras dengan sopan yang menundukkan badannya. Sudut bibir Miko terangkat melihat wajah cantik Laras yang tersenyum. Sudah lama pria itu mengincar Laras, selain pintar Laras memang memiliki wajah yang cantik. Laras mengikuti Miko menuju ke ruangannya. Miko duduk di kursi kebesarannya itu, kursi yang selama ini dia nanti-nantikan. "Untuk hari ini jadwal Anda... ""Jangan bicara soal jadwal dulu," potong Miko membuat Laras diam. "Kamu kesini," panggil Miko. Laras masih diam di tempat dengan tatapan bingung. "Kesini sebentar," panggil Miko lagi membuat Laras akhirnya mendekat ke arah Miko. Dia berdiri tak jauh dari Miko duduk tapi lelaki itu tetap merasa jika jarak mereka terlal
Ponsel Mila tiba-tiba berdering membuat Mila langsung meraih ponselnya. Mata Mila membulat ketika melihat nama yang tertera di sana. "Halo ibu apa kabar?" ucap Mila yang bangkit dari tempat tidur. "Ibu Baik nok, kamu gimana kabarnya? Sudah makan?""Mila baru saja selesai makan, bapak apa kabar? Dimana sekarang? Kalian sudah?""Bapakmu lagi di kamar mandi, kami juga baru selesai makan. Oh ya kamu kenapa ngirim banyak sekali buat ibu sama Bapak? Nanti kamu disana bagaimana?""Oh itu Mila tambahin soalnya Mila baru dapat bonus, Ibu tidak perlu khawatir. Mila disini berkecukupan kok," jelas Mila. Rocky memperhatikan Mila yang terlihat bahagia berbicara dengan orang tuanya lewat telepon. Awalnya Rocky hanya memperhatikan Mila hingga dia bangkit dari tempat tidur. Rocky berjalan ke arah Mila dia merapatkan tubuhnya kepada Mila membuat Mila menoleh ke arahnya. "Kenapa?" tanya Mila dengan suara lirih dan menjauhkan teleponnya. Tatapan Rocky tertuju ke ponsel Mila tetapi Mila tidak mengert
Jam menunjukkan pukul sembilan malam, Mila baru sampai apartemen Rocky. Di depan apartemen dia tampak bingung karena tidak memiliki kartu akses untuk masuk. Mila juga tidak tahu sandi apartemen itu, maka Mila segera mengeluarkan ponselnya untuk bertanya kepada Rocky. Mila menelpon Rocky dan tak lama pria itu mengangkat teleponnya. "Pak sandi apartemen apa?" tanya Mila to the point. "8989."Mila langsung mencobanya dan memang benar pintu langsung terbuka. "Oh iya makasih," ucap Mila."Aku sebentar lagi pulang.""Oke," balas Mila yang kemudian menutup teleponnya. Mila berjalan masuk menuju ke kamarnya saat melewati dapur terlihat semuanya telah rapih. Tak ada piring kotor disana bahkan lantai terlihat sudah bersih. Mila mengerutkan keningnya melihat apartemen Rocky yang bersih tak seperti waktu mereka tinggal. "Apa dia pulang untuk membersihkan semua ini?" gumam Mila hingga dia kini membuka pintu kamarnya. Kamar Mila juga terlihat bersih, Mila mengamati sekeliling kamarnya hingga k