Share

Obsession In Love
Obsession In Love
Author: Nuvola

Bab 1 Arinika

Terlihat seorang gadis yang berjalan terburu buru keluar dari sebuah kos-kosan sambil merapikan pakaiannya. Dia Arinika gadis cantik yang sekarang masih kuliah semester akhir di salah satu perguruan tinggi swasta di kotanya. Arin adalah gadis periang dengan senyum manisnya, kacamata yang dipakainya membuatnya semakin cantik. Dia tak hanya cantik tetapi juga lugu dan polos.

“Aduh gawat jangan sampai telat ini,” ujar Arin Sambil tergesa-gesa.

Hari ini adalah jadwalnya menemui sang dosen killer, terlambat semenit saja sudah dipastikan ia akan diusir. “Arin mau kemana buru-buru?” teriak seseorang dari kejauhan, seseorang yang Arin kenal.

“Mau berangkat kuliah Bu,” saut Arin berteriak tanpa menghentikan langkah kakinya yang cepat.

“Tidal mampir dulu sini sarapan,” teriak ibu itu, dia adalah Bu Santi tetangga sekaligus sang pemilik kos-kosan yang selalu baik dengannya.

“Tidak Bu, Arin sudah terlambat mau bimbingan,” teriak kembali Arin yang sibuk dengan buku-buku yang dibawanya.

Bu Santi hanya tersenyum dengan tingkah Arin yang sudah sering dia lihat. Bu Santi terus memperhatikan Arin hingga sudah tidak terlihat lagi dari pandangannya.

Sampai di ujung gang Arin menunggu angkutan umum yang searah dengan kampusnya. Tak lama berselang sebuah angkutan umum berhenti di depannya dan Arin langsung masuk ke dalam angkot tersebut.

“Tumben neng jam segini baru berangkat?” ucap Sopir angkot yang bernama Pak Ujang menyapa Arin sambil melajukan angkotnya.

“Iya Pak, hari ini Arin kesiangan padahal harus bertemu dosen killer,” ujar Arin yang terlihat di raut wajahnya yang masam.

“Waduh hati-hati neng nanti di gigit,” ucap Pak sopir bercanda.

“Iya nih Pak malah bisa di telan saya,” ucap Arin menimpali candaan pak sopir.

“Tidak usah khawatir Neng, ini bapak langsung tancap gas antar langsung ke kampus biar tidak terlambat,” ucap Bapak sopir angkot yang sudah biasa jadi langganan Arin setiap mau berangkat kuliah.

“Makasih pak, jadi merepotkan Pak Ujang,” ucap Arin yang merasa tidak enak.

“Tidak papa Neng, sekalian bapak latihan jadi pembalap,” ujar Pak Ujang kembali bercanda.

Sesuai perkataannya angkot itu langsung mempercepat mobilnya tanpa berhenti menaikkan penumpang lagi agar dapat segera mengantar Arin ke kampus. Tidak butuh waktu lama angkot itu sudah sampai di depan kampus. Arin yang sudah membayar langsung bergegas untuk turun. “Makasih ya pak maaf udah ngerepotin,” ucap Arin yang segera turun dari angkot.

“Iya neng, belajar yang rajin,” ucap Pak Ujang yang melihat Arin berjalan dengan cepat.

Arin tergesa-gesa berlari ke ruangan sang dosen, jantungnya berdetak dengan kencang saat melihat jam yang ternyata ia terlambat lima menit. Dengan keringat yang telah membasahi dahinya ia pun mengetuk pintu itu lalu membukanya.

"Permisi Pak, maaf saya... "

"Mau berapa kali lagi kamu terlambat? Keluar!" usir sang dosen bahkan sebelum Arin menyelesaikan perkataannya.

"Tapi Pak ber... "

"Keluar!"

Arin menelan ludah, tatapan sang dosen begitu tajam membuatnya tak berani lagi untuk menjelaskan. Ia dengan berat hati keluar dari kelas, menghela nafasnya dengan kasar. Sungguh sial dirinya hari ini padahal ia telah memasang alarm tetapi ia tak mendengarnya hingga membuatnya kesiangan. Bahkan ia tak sempat untuk sarapan, sejujurnya ia pun belum mandi. Karena kesiangan Arin hanya mencuci wajahnya dan berganti pakaian.

Arin memutuskan menunggu sang dosen keluar dari ruangannya. Ia duduk di depan ruangan sang dosen, berharap dospemnya itu mau memeriksa skripsinya hari ini. Jika Skripsinya tidak di acc dalam 2 minggu ini maka ia akan gagal wisuda tahun ini. Dia pun merasa heran kenapa hanya dirinya yang dibimbing oleh dosen killer itu.

Suara pintu dibuka membuat Arin langsung bangkit ia mengejar sang dosen. "Pak... Pak Sam," panggil Arin tetapi Samuel menghiraukannya.

Ia berjalan dengan cepat menuruni tangga membuat Arin pun berlari mengejarnya.

Brukk!

Samuel menoleh ke belakang saat mendengar sesuatu terjatuh, terlihat Arin yang sudah tergeletak di lantai. Samuel yang melihatnya segera menghampiri dia berlutut untuk memeriksa Arin.

"Pak lihat dulu skripsi saya," ucap Arin tiba-tiba yang membuka matanya.

Wajah Samuel yang datar langsung bangkit dan pergi dari sana, "Pak... Pak Sam!" panggil Arin yang tidak di gubris sang dosen.

Arin tak bisa mengejarnya karena kakinya yang sakit, ia tadi benar-benar jatuh. Arin yang kesal pun mengacak-acak rambutnya dan berterial frustasi. "Samuel sialan!" umpat Arin yang melempar skripsinya.

Beberapa detik kemudian ia tersadar dan langsung bangkit untuk memungut skripsinya itu. Ia berjalan seperti zombie karena rambut dan pakaiannya yang berantakan.

Dari kampus Arin tidak pulang ke kos tetapi dia langsung ke cafe untuk bekerja. Arinika adalah putri tunggal yang kedua orang tuanya telah meninggal karena kecelakaan. Ia hidup sendiri di kos-kosan karena itu Ia harus bekerja untuk membayar biaya kuliah.

"Astaga Arin! Kenapa sih kayak gembel gitu?" ucap Mila teman yang bekerja bersamanya di cafe. Tak ada jawaban dari Arin, Ia kini merapihkan pakaiannya dan memakai apron berwarna coklat itu.

"Anterin ini gih atas nama Sam," ujar Mila membiat Arin langsung meraih nampan itu.

Ia mengatur nafasnya lalu memberikan senyuman terbaik untuk mengembalikan moodnya. "Pesanan atas nama Kak Sam," tutur Arin membawa pesanan itu. "Pesanan atas nama Kak Sam," panggilnya lagi hingga ia melihat sebuah tangan yang terangkat.

Arin masih memasang senyumnya dia berjalan ke arah pria yang mengangkat tangannya. Semakin dekat ia pun bisa melihat wajah sang pri dan hal itu membuat langkahnya terhenti. Bagaimana tidak terkejut jika sang pemilik tangan itu adalah Samuel, dosen killer yang tadi pagi mengusirnya.

"Permisi ini pesanannya," ucap Arin setelah sampai di meja Samuel. Dia berusaha memasang senyum seperti kepada para pelanggan lain. "Americano dan mix platter ya Kak?" sambung Arin yang hanya dijawab anggukan kepala. "Mari," imbuhnya yang tidak di tanggapi Samuel.

"Aku sumpahin tersedak tuh orang!" batin Arin yang berjalan pergi dari sana.

Uhuk! Uhuk!

Terdengar suara orang yang terbatuk-batuk membuat Arin menoleh, ia langsung buru-buru pergi dari sana sambil mengulum tawanya. Karena ternyata Samuel lah yang tersedak, mood Arin langsung kembali setelah doanya yang terkabul. Senyum Arin mengembang terlihat jelas jika gadis itu sedang bahagia.

"Kenapa lo tiba-tiba senyum-senyum gitu?" tanya Mila saat Arin kembali. "Kak Sam ganteng kan, pasti lo kesemsem," tebak Mila membuat Arin langsung pura-pura muntah. Mila sempat terpukau saat melihat Samuel yang datang, tubuh tinggi dengan wajah tampan dan mata hazel itu sangat menawan.

"Muka kayak pantat keyong gitu dibilang ganteng," balas Arin dengan nada menyebalkan.

"Hus kalau ngomong!" tegur Mila karena takut ada yang mendengar mereka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status