***
Hingga sepasang bola mata biru tampak menatap langit-langit ruangan, pemandangan ukiran di langit-langit itu sudah tidak terlalu asing lagi sejak beberapa hari belakangan di mata si gadis bergaun tidur sutera.
Lampu gantung kristal di tengah langit-langit, dengan cat dinding ruangan didominasi warna putih dan sedikit biru muda. Menyingkap selimut abu-abu, gadis berambut cinnamon bergelombang itu duduk sambil mengusap wajah lembut.
"Nona Yerin, Anda sudah bangun?"
Setelah ketukan di pintu dari luar, suara wanita terdengar lembut bertanya dalam bahasa Belanda.
"Iya."
Yerinsa yang masih duduk di kasur nyaman berseprei putih menyahut singkat, tak lama pintu kamar yang hanya dia tatapi terbuka dari luar.
Seorang wanita muda berpakaian khusus pelayan masuk dengan senyum ramah pada gadis muda di kasur.
"Anda mau mandi sekarang, Nona?"
Mauren Alexandra, bertanya ramah, pelayan 30 tahun itu ditugaskan mengurus segala hal tentang si nona cantik selama bekerja di rumah keluarga itu.
"Ya, air hangat," balas Yerinsa masih tidak beranjak dari atas ranjang.
"Baik," angguk Mauren sebelum menuju kamar mandi untuk menyiapkan air hangat.
Berkat pertemuan dengan sosok Yerinsa asli di mimpi beberapa hari lalu, suasana hati Yerinsa sekarang mulai membaik, lebih siap menjalani masa depan dalam novel.
Berhari-hari ini, Yerinsa sudah memikirkan banyak cara untuk membuat Gabriella tidak hadir dalam acara pesta. Tapi, semua usaha halus yang dilakukannya tidak berhasil, tidak ada cara menghentikan novel dimulai.
Gaun tidur berkibar saat Yerinsa bergerak menuruni tempat tidur, rambut bergelombang sedikit kusut tergerai mencapai pinggul.
Sejak siuman, semua kebutuhan Yerinsa dari mandi pagi dan sore, hingga memilih pakaian, semua disiapkan Mauren. Jadi Yerinsa sudah mulai terbiasa dengan perlakuan spesial ini.
"Nona, airnya sudah siap."
Mauren muncul di tengah pintu kamar mandi, membantu Yerinsa ke dalam ruangan cukup sempit tapi wangi itu.
Mengangguk, Yerinsa memasuki kamar mandi. Mauren membantu melepaskan gaun tidur dan sisa pakaian di tubuh sebelum membiarkannya berendam di bak mandi berisi air hangat.
"Kalau begitu saya keluar sekarang, Nona," pamit Mauren setelah memunguti sisa pakaian kotor di kamar mandi.
"Iya." Sahutan singkat mengantarnya sebelum pintu kamar mandi ditutup.
Yerinsa mendesah merilekskan tubuh bersandar di bathup, seluruh tubuh menyelam dalam bus sabun menguarkan aroma bunga yang lembut.
Kamar mandi Yerinsa hanya seukuran empat kali tiga meter. Dilengkapi wastafel otomatis bercermin persegi dan pengering tangan, bathup ukuran normal, shower, dan water closet duduk.
Semuanya diberi sekat kaca putih buram. Di dinding dekat bathup dan shower terdapat kabinet gantung berpintu kaca, tempat menaruh handuk mandi dan segala jenis botol sabun, serta shampo, dan wewangian yang diperlukan perempuan.
Sementara di dinding dekat wastafel berisi deretan botol berbagai bentuk dan ukuran yang merupakan jenis skincare, serta bodycare.
Setelah bermenit-menit berlalu, selesai menyabun dan memberi sampo ke rambut, Yerinsa membilas sekujur tubuh hingga bersih sebelum mengenakan handuk.
Keluar dari kamar mandi, Yerinsa menemukan Mauren masih ada, berdiri menunggu di depan pintu kamar mandi, dan kasur sudah rapi.
"Ayah dan Ibu sudah di meja makan?" tanya Yerinsa sambil melangkah mendekati ujung kasur.
"Belum, Nona. Semuanya masih di kamar masing-masing," jawab Mauren, membantu Yerinsa mengenakan pakaian.
Setelan manis Yerinsa hari ini hanya celana jeans otto setengah paha dengan tali ke pundak, atasan mengenakan kaos lengan panjang bermotif hitam-putih vertikal.
Setelah mengenakan pakaian, Yerinsa dibantu Mauren merias wajah natural di meja rias. Di atas meja itu terdapat banyak laci kecil dan rak-rak berisi aksesories lengkap dan make up.
Rambut coklat kemerahan milik Yerinsa sebagian ditarik ke belakang dan diberi jepitan cukup besar berbahan kain dengan bentuk pita warna biru. Mengenakan anting permata sapphire kecil bentuk tetesan air.
Kalung perak dengan bandul mutiara biru seukuran ujung jari manis, senada dengan gelang di pergelangan tangan kanan, sementara sebelah kiri tidak memakai apapun.
"Sudah, Nona," kata Mauren begitu selesai mempersiapkan Yerinsa dari atas kepala hingga ujung kaki.
Yerinsa menatap pantulan wajah di cermin, menunjukkan seorang remaja yang masih segar, tapi sudah memiliki proporsi tubuh tepat. Type ideal remaja, tidak kurus dan tidak gemuk, letak lemak sesuai tempatnya.
Puas dengan hasil riasan, Yerinsa memutar kursi meja rias untuk menatap Mauren yang menuju kasur. Lebih tepatnya sesuatu di ujung ranjang.
Di ujung ranjang Yerinsa ada sofa, memang yang terlihat di bagian atas adalah busa beludru empuk, tapi di bawah bagian benda itu berupa deretan laci berisi berbagai pasang alas kaki.
Yerinsa memang memiliki wardrobe, tapi tidak sebesar milik Prilly Latuconsina yang pernah ditayangkan di TV. Kamar 7x10 meter itu ditata sedemikian rupa hingga setiap sudut memiliki ruang efisien untuk menaruh sesuatu.
Wardrobe di kamar Yerinsa hanya sekitar empat kali tiga meter, lemari berpintu kaca transparan untuk menggantung pakaian sehari-hari dan setelan sekolah, rak-rak kaca menaruh tas, dan set aksesoris mahal.
Untuk barang-barang baru yang belum pernah dipakai, khusus di satu lemari dengan pintu kaca buram. Selain lemari dan rak, ada peti kayu persegi bercat putih juga, berisi kotak-kotak sepatu dan high heels berharga fantastis.
Selain walk in closet, kamar Yerinsa juga memilik pintu ke balkon karena berada di lantai dua, menghadap ke taman di samping rumah yang menghamparkan banyak jenis bunga.
Mauren mendekati Yerinsa kembali dengan membawa sepasang sandal coklat bertali hitam cukup rumit. Bersimpuh di dekat kaki gadis itu untuk memasangkan sandal dengan telaten.
Sejujurnya, Yerinsa masih belum terbiasa diperlakukan seperti ini, menunggu semua hal dipasangkan untuknya, tapi tidak bisa menolak juga karena itu sudah tugas pelayan.
"Mari, Nona. Tuan dan Nyonya pasti sudah menunggu," kata Mauren setelah memasangkan sandal di kaki Yerinsa.
Bangkit berdiri, Mauren mengulurkan tangan untuk membantu Yerinsa berdiri, serta menggandeng berjalan.
"Aku sudah baik-baik saja, tidak perlu digandeng lagi," kata Yerinsa sambil bangkit berdiri.
Tidak menerima uluran tangan Mauren, Yerinsa tersenyum kecil sambil melangkah lebih dulu ke pintu keluar kamar. Beberapa hari sejak siuman Yerinsa masih oke-oke-saja digandeng Mauren karena lemas, tapi sekarang sudah tidak lagi.
Mauren menurunkan tangan, mengikuti di belakang Yerinsa masih dengan penuh perhatian. Takut remaja itu tiba-tiba jatuh, seperti kejadian tidak terduga di tangga tempo hari.
***
*** "Selamat pagi," sapa Yerinsa dengan senyum cerah begitu tiba di ruang makan. "Pagi, Sayang," balas Margareth yang sedang mengoleskan selai pada sepotong roti. "Selamat pagi," balas Abrady singkat dengan senyuman, sekilas mengalihkan perhatian dari koran pada sang anak. "Pagi, Yerin." Gabriella juga membalas sapaan dengan tak kalah cerah setelah menyesap susu di gelas. Yerinsa mendekati Abrady dan Margareth, mengecup singkat pipi kedua orangtuanya, baru menarik kursi di samping Gabriella. Satu lagi rutinitas pagi yang Yerinsa ketahui di keluarga ini, yaitu kecupan hangat untuk ayah dan ibu mereka. Margareth duduk setelah memberikan jatah roti selai ke semua penghuni meja makan. "Gabby kenapa pakai seragam sekolah?" tanya Yerinsa mengernyit melihat setelan Gabriellla beserta tas sekolah. "Tentu saja karena harus sekolah, apa lagi?" jawab dan tanya balik Gabriella, ikut berkerut dahi mendengar pertanyaan lucu itu. "Maksudku, bukankah hari ini harusnya kamu ke salon dan butik?
*** Berjam-jam berlalu dihabiskan Yerinsa dan Margareth mengantri, hingga mendapat giliran mereka. Sambil mengobrol dengan Margareth, Dokter Damberrain juga memeriksa Yerinsa yang berbaring di ranjang periksa. Sekitar pukul lima sore lebih, baru mereka mendapat hasil pemeriksaan medis Yerinsa. Beberapa saran dan obat kembali diberikan dokter pada Margareth, juga sederet wanti-wanti untuk Yerinsa menjaga pola hidup sehat. Sekarang, baru Yerinsa mengetahui penyakit apa yang diderita tubuh ini sejak dulu, penyakit yang tidak bisa disembuhkan, tapi bisa diringankan sementara dengan jenis obat tertentu. Penyakit lupus dengan jenis, Systemic lupus erthematosus (SLE). Penyakit ini biasa menyerang berbagai jaringan seperti, sendi, kulit, otak, paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah, jika sedang kumat. Pantas saja di atas meja rias di kamar Yerinsa begitu banyak botol produk tabir surya, ternyata tidak hanya untuk wajah dan leher, tapi juga untuk seluruh badan yang kemungkinan terpapar sina
*** Sebenarnya Yerinsa sangat lelah, pantas saja Margareth mengatakan tidak akan bisa jika harus menghadiri pesta setelah mengantar Yerinsa check up, karena di rumah sakit menghabiskan waktu lama. Sampai di kamar, Yerinsa bukannya beristirahat malah sibuk melakukan hal lain dan mengabaikan rasa letih setelah sejak siang di luar rumah. Telah mempertimbangkan dampak dan konsekuensi yang akan timbul jika rencana ini dijalankan, akan Yerinsa terima itu nanti. Sambil berjalan, mengingat satu persatu hal yang harus dia lakukan setelah ini. Mulut bergumam tanpa suara, dan pikiran berfokus pada pesta malam ini. "Nona, ini Mauren. Saya mengantar susu untuk Anda." Pikiran rumit dalam kepala Yerinsa terpecah-belah oleh suara ketukan di pintu, Mauren bicara tanpa berani masuk sebelum diperintah. Kembali ke pintu, Yerinsa membuka tanpa membiarkan Mauren masuk, hanya menerima gelas susu dari perempuan itu yang memang selalu Yerinsa konsumsi sebelum tidur. "Anda butuh bantuan sesuatu, Nona?"
*** "Oke. Tunggu di sana, aku akan keluar," putus Gabriella kemudian sesaat sebelum mematikan sambungan telepon. Yerinsa tersenyum lega sambil memasukkan handphone ke dompet kembali. Mengalihkan perhatian pada sekitar yang masih banyak tamu berdatangan, padahal acara pasti sudah dimulai lama. Ngomong-ngomong, apa Luga sudah datang? Yerinsa saja tidak tau seperti apa sosok laki-laki yang dikatakan dalam novel berusia sekitar 22 tahun itu. Visualisasi dari penulis sangat kuat, menjelaskan detail dan jeli tentang karakter Luga yang intinya berpenampilan khas anak gangster, di satu sisi juga penuh kharisma. Sejauh ini, Yerinsa tidak bisa membayangkan seberapa sempurna fisik karakter itu. Seberapa kental darah Italia mengalir pada sosok Luga, karena itu tanah kelahirannya. "Yerin." Panggilan dari arah belakang membuat Yerinsa menoleh, mendapati Gabriella muncul di pintu masuk dengan langkah cepat. "Gabby," sapa Yerinsa sumringah, mendekat. Gabriella sesaat bertukar sapaan dengan pa
*** "Ah, maaf," ucap Yerinsa segera, tidak terlalu memperhatikan sumber rasa sakit di tangan, hanya mengelus dahi yang sedikit nyeri. Mendongak, Yerinsa mengerjab mendapati wajah tampan seorang laki-laki. Berambut hitam disisir ke kanan, dan mengenakan setelan jas biru malam. Tatto terlihat di leher sebelah kiri, serta mengenakan anting di telinga kiri. Wajah ini seperti pernah Yerinsa lihat, tapi di mana? Apa dia CEO muda? Seperti cerita-cerita fiksi yang sering Yerinsa baca di dunia terdahulu, tampan dan menguarkan aura mendominasi, sangat mencerminkan sosok CEO atau Tuan Muda konglomerat. "Kamu menghalangi jalan," kata laki-laki itu membuka suara setelah hening di antara mereka. "Ah." Yerinsa langsung tersadar dari keterpesonaan, merunduk beberapa kali lagi dan mengucapkan permintaan maaf. "Saya minta maaf, saya buru-buru. Sekali lagi maaf," ucap Yerinsa sambil menyingkirkan dari ambang lorong toilet. Sebelum laki-laki itu membalas, Yerinsa sudah ngacir lebih dulu menuju to
*** Pukul setengah dua belas Gabriella mendapat pesan dari Abrady yang mempertanyakan di mana posisinya berada. Pria 40 tahun itu juga mengatakan mereka akan segera pulang sebentar lagi, tapi ada yang harus dilakukan terlebih dulu di ballroom. Dengan pesan itu, Yerinsa artinya sudah tidak bisa lagi menahan Gabriella di sini. Dia juga harus pergi dari hotel ini sebelum ayah dan kakaknya pulang ke rumah. "Aku akan mengulur sedikit waktu agar kamu bisa kembali tanpa bersamaan dengan kami. Hati-hati," kata Gabriella sebelum mereka berpisah di persimpangan lorong hotel. Yerinsa mengangguk, mengacungkan jempol dan tersenyum lebar. Berpisah arah karena dia akan ke pintu keluar hotel, sedangkan Gabriella kembali ke ballroom tempat pesta masih berlangsung. Gabriella celingak-celinguk mencari keberadaan Abrady yang katanya masih di dalam pesta ini. Kemudian tersenyum saat menemukan sang ayah tengah mengobrol dengan beberapa pria. "Ayah," panggil Gabriella mendekat pada kumpulan pria pembis
*** Tidak terlalu peduli dipandang aneh oleh orang-orang yang melihat, Yerinsa fokus menyelamatkan diri saja, pulang ke rumah sebelum Gabriella dan Ayahnya yang sampai lebih dulu. Sejujurnya, Yerinsa merasa tidak akan kuat lagi untuk berjuang lebih dari ini. Tapi, jika tidak berusaha kembali, Yerinsa tidak akan bisa pulang selamat sampai rumah. Menit berlalu menjadi jam, Yerinsa mengulang kegiatan berlari, panjat-memanjat pagar lagi, lalu memanjat selimut dengan terengah-engah hampir menangis di tengah jalan. Jika bukan demi masa depan yang diimpikan, Yerinsa tidak akan mau melakukan hal konyol dan melelahkan ini. Gerutuan dan kalimat penyemangat bergantian memenuhi isi hatinya sepanjang perjuangan hingga sampai ke kamar. Jika di novel lain atau komik Korea yang mengisahkan betapa mudahnya perjuangan pemeran utama setelah masuk ke dalam buku cerita, maka Yerinsa kebalikannya. "Huh- ... hah ... hahh ..." Yerinsa merebahkan diri lemah di lantai balkon kamar setelah berhasil memanja
***Demam menyerang Yerinsa karena terlalu over kelelahan menyusup ke luar rumah. Meskipun berkata akan sembuh nanti sore, faktanya panas itu bertahan hingga tiga hari. Selain tidur, tiga hari juga kasur Yerinsa multifungsi menjadi tempat makan dan seperti ranjang rumah sakit.Untungnya hari ke tiga demam sudah lumayan turun, panas tubuh Yerinsa mereda 70%, sudah tidak lagi diinfus. Hari ke empat dan lima demam sembuh, meskipun masih lemas dan pucat.Dan hari ini, waktunya Yerinsa masuk sekolah setelah mengambil cuti selama sebulan. Pagi-pagi sekali remaja itu sudah antusias bangun mempersiapkan diri, lebih semangat dari Mauren yang membantunya berpakaian.Kemeja putih lengan pendek dengan lambang sekolahan di bagian dada kiri Yerinsa kenakan, bawahan rok hijau lumut lipit-lipit lima senti di atas lutut sama seperti seragam Gabriella.Setelah memoles wajah natural, diakhiri memakai krim tabir surya dari wajah, leher, lengan, hingga kaki, Yerinsa mengenakan stocking berwarna mirip warn