"Baginda! Kumohon, ampuni dia demi putramu ini!"
Pria itu bersujud dengan mukanya sampai ke lantai, memohon ampun pada sosok penuh wibawa yang kini berdiri di depannya dengan diliputi amarah.Sudah sejak beberapa menit yang lalu dia berada di posisi seperti ini. Membuang semua harga dirinya yang tersisa dan mengemis meminta ampunan demi orang yang dicintainya."Beraninya kau melawanku hanya untuk wanita itu?!" Kaisar berteriak dengan wajahnya yang memerah dan urat-urat yang menonjol. "Sebagai seorang Putra Mahkota, kau harusnya malu! Kedua saudaramu kehilangan ibu mereka karena perbuatan bengis gadis iblis itu, dan kau masih ingin membelanya?!""Tolong maafkan Aruna untuk kali ini saja, Ayah...." Arxen mengangkat kepalanya dan memberanikan diri menatap kaisar yang diliputi amarah.Pria itu menelan ludah. Keringat membasahi pelipisnya dan menetes hingga ke dagunya. Sorot matanya yang memelas dan penuh dengan permohonan serta rasa takut membuatnya yang berstatus sebagai Putra Mahkota kini jadi terlihat sangat menyedihkan.Arxen membuang semua harga dirinya untuk bersujud dan merendahkan dirinya sendiri demi gadis cantik yang berdiri beberapa langkah di belakangnya.Aruna Evanthe, gadis cantik yang merupakan tunangan yang sangat dicintai oleh Arxen. Pria itu mencintai Aruna melebihi nyawanya sendiri. Demi Aruna, dia rela melakukan apa pun.Arxen lalu melirik sekilas ke beberapa meter di samping raja. Di sana terdapat mayat seorang wanita yang bersimbah darah dan ditemani dua orang putranya yang menangisi kematiannya.Selir ayahnya itu, dibunuh oleh Aruna beberapa waktu yang lalu.Dari laporan yang Arxen dengar, Aruna tiba-tiba mengamuk dan membunuh sang selir saat gadis itu tidak sengaja mendengar percakapan sang selir dengan putra tertuanya. Selir bilang pada putranya bahwa selir sebenarnya ingin putra tertuanya itu yang menjadi raja, bukan Arxen. Aruna yang tidak terima dengan itu langsung menyerang dan membunuh selir dengan sangat cepat menggunakan sihirnya sebelum orang-orang sempat bereaksi.Selir langsung mati di tempat, tidak bisa terselamatkan lagi. Raja yang mendengar hal tersebut langsung naik pitam dan hendak mengeksekusi Aruna sekarang.Karena itu, Arxen sedang memohon dan mencoba yang terbaik agar Aruna bisa selamat. Dia akan merelakan segalanya jika itu untuk Aruna. Arxen akan melakukan segala yang bisa dia lakukan hanya demi menyelamatkan gadis yang sangat dia cintai itu.Arxen mengepalkan tangannya dengan erat. Dia menunduk dan berucap lirih, "a-aku ... aku akan merelakan posisiku pada kakak. Aku akan membawa Aruna dan pergi dari Kekaisaran ini ... selamanya.""Jangan mengorbankan dirimu hanya untuk melindungiku."Arxen tertegun saat suara seorang wanita yang sangat dia kenali itu terdengar berbisik lembut di telinganya.Aruna ... menggunakan sihirnya untuk berbicara pada Arxen tanpa bisa terdengar oleh orang lain."Aku tidak menyesal sudah membunuhnya. Wanita rendahan itu memang pantas mati." Suara Aruna kembali terdengar. "Aku akan membiarkan mereka membunuhku jika itu yang mereka inginkan. Jangan korbankan dirimu untukku, Arxen."Arxen menggertakkan giginya. Seluruh tubuhnya tiba-tiba menggigil begitu mendengar ucapan Aruna.Mana mungkin dia akan membiarkan mereka membunuh Aruna?Mana bisa Arxen hanya diam saja dan membiarkan Aruna mati?Selamanya ... Arxen tidak akan pernah bisa melakukannya."Kakak." Arxen memanggil putra sulung selir, Damon, dengan nada memohon. Pandangannya benar-benar meminta dikasihani oleh pria itu. "Tolong ingatlah persaudaraan kita dan maafkan Aruna untuk kali ini saja, kakak. Bahkan jika kau ingin, aku bisa menjadi budakmu untuk selamanya. Hanya ... tolong biarkan Aruna hidup."Arxen hanya memiliki Damon sebagai satu-satunya harapan sekarang. Berbeda dengan Arxen, Damon adalah seorang pangeran baik hati yang tidak akan membalas kematian dengan kematian. Arxen akan memberikan segalanya pada pria itu jika dia mau melepaskan Aruna untuk sekali ini saja.Senyum di wajah Arxen mulai mengembang saat Damon akhirnya mau melihat wajahnya. Namun tidak lama sampai senyum itu membeku.Bukannya melepaskan belas kasihan, Damon malah memalingkan wajahnya dari Arxen.Pria itu bahkan membuka mulutnya dan berucap pada raja sambil memegang tangan ibunya yang mulai dingin. "Tolong berikanlah keadilan untuk Ibu, Ayah."Wajah Arxen langsung menggelap saat mendengar ucapan Damon. Ah, ternyata Damon yang dia kira baik hati pun tidak mau melepaskan Aruna, ya."Mari kita selesaikan sampai di sini, Arxen." Kaisar menghembuskan napas. "Kau sudah membuatku kecewa, jadi aku akan menurunkan statusmu setelah aku memenggal wanita itu di depan semua rakyat."Kaisar menarik napas. Dia melihat Aruna dengan pandangan bengisnya, lalu berteriak memberi perintah, "Prajurit! Tangkap gadis iblis itu sekarang juga! Potong tangan yang telah merenggut nyawa itu, lalu seret dia ke penjara terbawah! Pedang siapa pun yang mengenai gadis itu, aku akan memberikan hadiah yang setimpal!""Kami menerima perintah Anda, Baginda!"Para prajurit istana langsung bersiaga dan bersiap menyerang Aruna yang hanya diam dan menatap dengan datar tanpa ekspresi apa pun di wajahnya.Semua prajurit di sana maju dan mengepung Aruna. Pedang dan tombak mereka todongkan ke leher gadis itu.Hanya beberapa saat, karena mereka semua langsung terlempar dan menabrak dinding dengan sangat kuat sampai mengakibatkan dinding tersebut retak dan diwarnai oleh warna merah darah mereka yang langsung mati.Semua yang ada terkejut. Semua tatapan seketika tertuju pada Arxen yang kini sudah ada di depan Aruna, melindungi gadis itu di belakang punggungnya sambil menyorot bengis."Siapa pun yang ingin menyakiti Aruna...," Arxen mendesis. Matanya berkilat menyeramkan saat dia melanjutkan, "akan kubunuh.""Kau akan menyesali ini, Arxen." Kaisar menggeram marah. Dia langsung memerintahkan para ksatria dan penyihir yang baru tiba untuk segera melumpuhkan Arxen dan membunuh Aruna di tempat.Arxen membalikkan badannya. Matanya berubah lembut saat dia melihat Aruna yang justru memberinya sorot rumit. Pria itu tersenyum hangat dan berbisik, "aku akan mengalahkan mereka dan membuat celah untuk kita kabur. Bunuhlah jika ada yang mendekatimu. Kau mengerti, kan?"Arxen kemudian langsung pergi ke arah belakang Aruna, ke tempat para ksatria dan penyihir yang mencoba masuk ke dalam ruangan. Dia melawan mereka dengan sekuat tenaga.Aruna yang ditinggal hanya berdiri diam di tempatnya. Dia ... tidak mengerti.Kenapa Arxen mau melakukan segalanya bahkan mengorbankan dirinya sendiri hanya untuk menyelamatkan Aruna?Mereka memang bertunangan. Aruna juga tahu bahwa Arxen mencintainya. Tapi Aruna sama sekali tidak paham.Kenapa ... Arxen berjuang sekeras ini hanya untuk Aruna?Aruna membalikkan badannya. Setidaknya, dia ingin bertarung bersama Arxen.Aruna membuka mulutnya, "Ar--"Semua ... terjadi dengan tiba-tiba.Tepat setelah Aruna membalikkan badan, Kaisar menggunakan sihirnya dan menebas leher Aruna dengan sangat cepat. Tepat saat Arxen menoleh setelah mendengar suara gadis itu.Mata Arxen langsung terbelalak. Jantungnya seolah berhenti berdetak saat melihat kepala Aruna yang putus terpisah dari badannya dan jatuh ke lantai, mulai membentuk genangan darah yang mengotori lantai.Gadis itu dieksekusi dengan sangat menyakitkan."Dia gadis yang sangat kejam! Dia bahkan membunuh keluarganya sendiri!""Dia membunuh pangeran! Dia harus dibunuh!" "Katanya, Nona itu diserang dalam perjalanan?" "Dia harus mati!" Gadis itu tersenyum bengis. Kekejaman memenuhi wajah cantiknya. "Anda itu tidak layak." Gadis itu merendahkannya. "Pangeran.""Arxen, aku hanya memilikimu."Gadis itu kini tersenyum manis padanya sehingga membuat Arxen tertegun. "Arxen, aku..."Semua cuplikan itu kembali lewat dengan sangat cepat. Semua memori menyakitkan yang membuat kepalanya terasa akan pecah kembali hadir. Suara dengungan memenuhi kepalanya membuat kepalanya terasa sangat sakit.Trauma dan rasa sakit yang menyesakkan itu kembali muncul kala matanya menangkap adegan saat tubuh Aruna yang tanpa kepala tersungkur jatuh ke lantai."ARUNAAA!!!"***"Kali ini gagal lagi, ya."Arxen jatuh berlutut dengan tubuh yang gemetar hebat dan tangan yang menutupi telinganya, berharap suara-suara yang terus bermunculan di otaknya segera menghilang saat itu juga. Peluh membasahi seluruh tubuh pria itu dan menetes turun seperti bulir darah. Mata hazel terangnya yang terbuka lebar--setengah melotot--terlihat memerah dan bergetar. Di depan Arxen telah berdiri sosok pria misterius yang tubuhnya terlihat bersinar dengan cahaya tipis yang menyelimuti. Rambut seputih salju yang dimiliki pria itu panjangnya nyaris mencapai mata kaki, dilengkapi dengan mata abu-abu yang menatap Arxen tanpa riak apa pun. "Aruna ... mati lagi." Suara serak Arxen terdengar pelan bahkan nyaris seperti bisikan. "Aku ... gagal menyelamatkannya lagi." "Sejak awal, ini memang tidak mudah." Pria di depan Arxen menghela napas pelan. Kedua tangannya dia lipat di depan dada saat kepalanya menunduk sedikit pada Arxen yang terlihat berantakan. "Apalagi, kepribadian aslimu terlal
Pelan-pelan, kelopak mata itu mulai terbuka hingga menampilkan iris hazel terang yang indah. Mengangkat wajah dari buku yang menjadi bantal tidurnya, seorang anak laki-laki dengan rambut marigold itu mengerjap berkali-kali untuk memfokuskan pandangannya yang masih mengabur. Butuh beberapa detik agar kesadarannya bisa kembali pulih seutuhnya. Menoleh ke kanan-kiri, terlihat bahwa sekelilingnya penuh dengan rak-rak raksasa berisi ratusan bahkan mungkin ribuan buku dengan berbagai jenisnya masing-masing. Kembali meluruskan pandangan, dia mendapati berbagai jenis buku yang terbuka dan memenuhi meja di depannya. Mulai dari buku strategi perang, ilmu politik, sejarah terbentuknya kekaisaran, hingga buku usang yang sempat dijadikan bantal tidurnya tadi. Sebuah buku arkais berjudul "Sejarah Kerajaan Kuno Ellverho". Sudah dipastikan kalau dia sekarang tengah berada di sebuah perpustakaan besar nan megah. Lalu karena suasana di sekitarnya sepi dan tak seorang pun dapat dilihat oleh mata hazel
"Kalau begitu, harapanmu itu pasti berkaitan dengan hal yang Ibu inginkan darimu." Bellanca menebak tepat sasaran. Di sisi lain, diamnya Arxen membuat Bellanca jadi lebih yakin bahwa harapan yang dibilang putranya itu pasti berkaitan erat dengan keinginan Bellanca, atau setidaknya, harapan Arxen bisa dengan mudah diraih putranya saat dia berhasil memenuhi keinginan Bellanca.Bellanca sangat mengenal Arxen. Bagaimana pun, Bellanca sendiri yang merawat dan membesarkan Arxen, jadi dia tahu semua isi pikiran anak itu. Selama ini Arxen sering menolak keinginan Bellanca karena anak itu merasa apa yang diinginkan ibunya tidak sesuai dengan harapannya. Jadi Arxen tidak akan mungkin mengubah pikirannya hanya dalam semalam, jika tidak ada hal kuat yang mendasarinya. "Baiklah!" Bellanca bertepuk tangan sekali. Arxen jadi kembali fokus. "Ibu akan mengajukan pertanyaan padamu lagi, seperti kemarin.""Silakan tanyakan apa saja, Ibu." Arxen tersenyum percaya diri. "Aku pasti akan bisa menjawab se
Kerajaan Kuno Ellverho. Sebuah kerajaan yang berdiri hampir seribu tahun lalu, tepatnya saat sebelum Kekaisaran Hillario yang sekarang terbentuk. Dikisahkan bahwa kerajaan itu ada pada masa di mana sihir berada pada puncaknya, dan masa di mana berkat langsung dari para dewa dan dewi tidak lepas dari kehidupan sehari-hari manusia pada zaman itu. Berdasarkan hal itu, dikatakan juga bahwa diantara keturunan keluarga Kerajaan Ellverho, pasti akan ada satu orang yang menerima berkat dari sang dewa perang. Masa saat kerajaan itu berdiri sangat berbeda dengan sekarang. Semua hal yang dianggap biasa di masa itu, sekarang menjadi sesuatu yang langka, atau juga mustahil untuk didapatkan. Itu juga salah satu alasan kenapa Arxen awalnya menganggap Kerajaan Kuno Ellverho sebenarnya hanyalah dongeng buatan seseorang. Karena semua yang menyangkut Kerajaan tersebut sangatlah misterius dan luar biasa. Tidak bisa dipahami dan dijelaskan dengan hal yang ada sekarang.Tapi semakin terang sebuah cahaya
"Bangsawan Evanthe memberi salam pada Yang Mulia Permaisuri, dan sang bintang Kekaisaran, Yang Mulia Pangeran." Sekelompok orang menunduk memberi hormat dengan serentak. Dipimpin oleh seorang pria yang usianya sudah tidak muda lagi, dan diikuti oleh anggota keluarganya dan beberapa pelayan yang mengikut mereka untuk menyambut sang bulan dan bintang Kekaisaran."Tegakkan badan kalian." Bellanca memberi senyuman formalnya setelah orang-orang di depannya melakukan seperti yang dia perintahkan. Dia lalu mulai berucap lagi, "aku ingin berterima kasih karena kau menyetujui kunjunganku ini, Grand Duke. Kalian pasti telah melewati waktu yang sibuk karena kunjunganku dan putraku ke mari.""Itu tidak benar, Yang Mulia. Justru keluarga Evanthelah yang beruntung karena Anda berdua mau datang ke kediaman kami. " Pria tua itu menjawab dengan rendah hati. "Tentu sudah sepatutnya kami melakukan yang terbaik untuk menyambut Anda dan Yang Mulia Pangeran." Pria tua itu bersikap dengan sangat baik dan
"Perbuatan tidak sopan macam apa ini, Aruna?!" Teriakan murka Beroz membuat sang putri yang masih kecil berjengit kaget. Gadis kecil itu meringis kesakitan saat sang ayah menarik kasar tangannya, dan hanya bisa menunduk takut saat wajah ayahnya terlihat menyeramkan di matanya. "Bukankah ayah sudah menyuruhmu untuk diam di kamarmu hari ini?!" Beroz masih saja meluapkan amarahnya pada Aruna. Seolah tidak peduli pada sekelilingnya, dia terus saja meneriaki putrinya yang kini terlihat ketakutan. "Kau selalu saja membuatku malu!""Kalian juga! Dasar orang-orang tidak berguna!" Kali ini Beroz memarahi para pelayan Aruna. Dia berdecih pada mereka, "mengurus seorang anak saja tidak becus! "Sialan. Kurang ajar. Dasar sampah.Arxen terus mengumpati Beroz dalam hatinya. Arxen dengan wajah bocahnya itu terlihat geram. Tangannya terkepal erat saat dia menimbang antara apakah dia harus memukul Beroz hingga pria itu mati di sini dan menerima semua konsekuensi nantinya, atau dia hanya harus menggun
Angin yang bertiup melewati celah pepohonan membuat rambut lilac Aruna melambai-lambai. Namun gadis kecil itu seperti tak memedulikannya. Dia dengan semangat menarik Arxen untuk masuk lebih dalam lagi ke taman luas yang terletak di samping kediaman itu. Banyak bunga yang bermekaran dengan indah di taman itu, tapi semuanya seolah tidak bisa menarik perhatian Arxen yang sejak tadi hanya melihat pada sosok Aruna. Hanya Aruna dan Aruna. Satu-satunya yang ada di mata hazel itu hanya Aruna saja, seolah hal lain tidak menarik perhatiannya. "Nah, kita sampai!" Aruna melepaskan tarikannya pada Arxen saat mereka telah berhenti di tengah taman. Tidak memberi kesempatan pada Arxen untuk membuka mulutnya, Aruna segera membawa Arxen untuk duduk di salah satu bangku taman yang ada di sana. "Kakak tunggulah di sini, aku akan mengambil bunga untuk kita berdua.""Tidak, tunggu dulu." Arxen buru-buru menahan tangan Aruna sebelum gadis kecil itu benar-benar melesat pergi. Arxen tersenyum geli. Aruna k
"Genio Evanthe dan Gielza Evanthe memberi salam pada sang Bulan yang agung, Yang Mulia Permaisuri."Bellanca memerhatikan dua anak yang baru masuk dan memberi salam padanya. Yang satu adalah seorang anak laki-laki berambut lilac, dan yang satu lagi adalah seorang anak perempuan berambut cokelat. Mereka adalah anak kembar keluarga Evanthe, kakak dari Aruna. Usia mereka dua tahun lebih tua dari Arxen. "Kemari, duduklah di dekatku agar aku bisa melihat kalian dengan mudah." Bellanca memasang senyum ramahnya. Mendengar ucapan sang permaisuri, dua anak itu tanpa ragu segera mendekat dan duduk di sofa samping permaisuri, berhadapan dengan kedua orang tua mereka. "Mereka berdua adalah anak-anak kebanggaan Evanthe, Yang Mulia." Macario terlihat percaya diri saat dia mulai memuji kedua cucunya itu. "Genio telah menunjukkan kepintarannya sejak dia masih berumur delapan tahun, dan juga bakat pedangnya sejak umurnya masih sepuluh tahun. Saat ini, sihir pedangnya juga tumbuh dengan sangat baik d