Sebagai seseorang yang terlahir dengan menyandang nama Evanthe, Aruna dipaksa hidup dengan berbagai peraturan yang tidak bisa dia pahami. Aruna tidak diijinkan keluar dari kediaman. Kata orang tuanya, dunia luar itu keras. Aruna yang masih kecil dan belum membangkitkan kekuatannya tidak boleh menginjakkan kaki di luar kediaman agar tidak mempermalukan nama keluarga Evanthe.Akibatnya, selama ini Aruna tidak mempunyai teman yang seumuran dengan dirinya. Ada begitu banyak larangan dan tuntutan yang diberikan padanya. Membuat Aruna rasanya jadi tidak bisa bergerak dengan bebas. Namun, Aruna yang masih kecil tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak terlalu mengerti dengan hal lain selain bermain, makan, tidur, dan bermain lagi. Jadi, Aruna yang masih berumur tujuh tahun hanya bisa menuruti semua ucapan yang dilontarkan oleh orang tua dan kakeknya. Tapi hari ini, untuk pertama kalinya Aruna bertemu dengan seorang anak yang bukan bagian dari keluarganya
"Baiklah, jika kau memang seyakin itu, Ibu akan menunda sebentar masalah pertunangan ini."Setelah suasana terdiam sangat lama setelah Arxen menyampaikan isi pikirannya, akhirnya Bellanca mengambil keputusan yang menyenangkan hati Arxen saat kereta yang mereka naiki ini memasuki istana permaisuri. Lagi pula ... Bellanca yakin keyakinan Arxen bukan keyakinan kosong yang tidak berdasar. Hanya dalam semalam, Arxen berubah jadi sosok yang sangat berbeda. Dia terlihat lebih pandai, berani, dan mulai menilai situasi yang dihadapinya dengan lebih bijaksana. Arxen yang dulu memiliki sifat yang lemah dan penakut, kini mulai mengutarakan pikirannya dengan berani. Arxen yang seperti itu pasti memiliki alasan kuat di balik dirinya yang seperti bersikeras demi putri bungsu Evanthe. Bellanca melirik putranya, "sebagai gantinya, kau tidak keberatan, kan, jika Ibu meminta keluarga Evanthe untuk segera mendidik gadis kecil itu?" Arxen tidak
Arxen melanjutkan perjalanan menuju ke istananya sendiri setelah meninggalkan Damon dan Daryan. Kakinya melangkah dengan ringan dan pasti, tanpa keraguan sedikit pun. Tubuhnya tegap dengan tatapan mata yang terlihat teguh. Memancarkan aura agung yang dimiliki oleh si bocah berambut marigold dan bermata hazel terang tersebut. Sepanjang perjalanan, ada beberapa selir dan para pangeran serta putri yang menyapanya, tapi Arxen tidak memedulikan mereka. Seolah mereka adalah sesuatu yang tak terlihat oleh matanya, Arxen mengabaikan semua sapaan mereka. "Selamat datang kembali, Yang Mulia Pangeran." Para pelayan yang berbaris rapih langsung memberi sambutan hangat dengan penuh hormat saat Arxen menginjakkan kaki di istananya sendiri."Apakah perjalanan Anda menyenangkan?" Menanggapi dengan anggukan singkat, Arxen tidak terlalu memedulikan tatapan dari banyak pelayan yang seperti bersinar ke arahnya. Arxen tahu arti tatapan itu. Semua pasti penasaran karena tahu Arxen pergi ke kediaman Eva
Aruna menunduk dalam, tidak berani mengangkat kepala dan melihat situasi yang sedang terjadi di depannya. Gadis kecil itu memainkan jemarinya yang dingin saat dia merasakan atmosfer tak mengenakkan. "Tuan, Nyonya, tolong pikirkanlah sekali lagi." Seorang pelayan tetap berusaha untuk mengutarakan isi pikirannya pada Beroz dan Yeslyhn meski dia juga terlihat takut dan seluruh tubuhnya gemetar. "Mendidik etika Nona mungkin masuk akal, tapi masih tidak benar bagi Nona yang masih kecil mengikuti pelatihan untuk membangkitkan kekuatan sihirnya."Pelayan itu berusaha membela. Sebenarnya, meski sangat ketakutan hingga rasanya dia tidak sanggup berdiri tegak, dia tetap berusaha menyampaikan apa yang dipikirkannya. Bagaimana pun, kejadian beberapa hari lalu saat Aruna dihukum dengan kejam dan dia hanya diam tidak bisa melakukan apa pun itu cukup disesalinya. Apalagi, saat mengingat tatapan permintaan tolong dan kekecewaan Aruna yang gadis kecil itu layangkan membuat hatinya seperti diiris. Dia
Hanya dalam satu kedipan mata, lima buah sasaran yang terbuat dari kayu itu meledak dan hancur berkeping-keping. Mengundang sorakan penuh kekaguman dari orang-orang yang masih tidak menyangkanya. Orang-orang langsung memandang ke satu titik, melihat Arxen yang memasang wajah tanpa ekspresi. "Luar biasa, Pangeran!" Seorang pria mendekati Arxen. Salah satu penyihir tingkat atas di Kekaisaran Hillario yang dipercaya untuk menjadi guru sihir para pangeran. Dia memuji dengan wajah berseri, "sihir anda telah tumbuh dengan sangat baik dalam beberapa hari ini. Tingkat akurasi serta intensitasnya pun nyaris sempurna! Ini benar-benar sebuah kemajuan yang luar biasa!" "Arxen, kau benar-benar hebat!" "Ah, kau membuatku iri. Orang yang memiliki bakat sihir sepertimu sangat berbeda dariku." Berbagai jenis ucapan itu tidak membuat Arxen bereaksi. Meski para pangeran lain bahkan gurunya sendiri memuji performa kekuatan sihirnya hari ini, Arxen sama sekali tid
"Ibu." Arxen memasuki kamar Permaisuri dan memanggil saat tidak ada orang yang menyadari keberadaannya. Panggilan Arxen lantas membuat semua orang menoleh. Ibunya yang tengah menikmati waktu minum tehnya, juga para pelayan yang langsung menunduk memberi hormat padanya. "Oh? Kau datang?" Bellanca menurunkan cangkir tehnya dan membuat gerakan yang mengisyaratkan agar sang putra mendekat. "Kebetulan aku sedang mencicipi teh yang dikirim pamanmu. Kemarilah, cobalah ini bersamaku." Arxen mengangguk kemudian mengambil tempat di sofa depan ibunya. Duduk manis, menunggu pelayan mempersiapkan cangkir dan menuangkan teh untuknya. "Aromanya cukup kuat." Arxen menyesap teh di cangkir setelah menghirup aromanya. "Ini teh dari Catheossirus?""Oh? Bagaimana kau tahu?" Bellanca tidak menyangka kalau putranya akan tahu asal teh yang bahkan baru pertama kali dia coba. "Kudengar kalau paman berhasil membangun kerja sama dengan Bangsawan Aradea
Setelah pergi menemui Bellanca dan menyampaikan keinginannya, Arxen kebingungan selama berhari-hari. Bagaimana pun, Arxen tahu kalau ucapan Ibunya itu tidak salah. Tidak ada penyihir yang cukup hebat di Kekaisaran ini yang bisa menjadi gurunya. Pula tidak ada penyihir dari Kekaisaran lain yang bersedia untuk menjadi gurunya. Pada akhirnya, Arxen sudah tidak memiliki jalan lain. Arxen lalu memutuskan untuk menanyakan petunjuk dari sang dewa, Khranos. Bocah itu kini bersimpuh di lantai dengan mata yang terpejam erat. Kedua tangannya menyatu di depan dada saat mulutnya mengulangi kalimat-kalimat yang sama. Kakinya sudah mati rasa. Beberapa hari terakhir ini, Arxen hanya berdoa dengan posisi seperti ini. Dia hanya akan istirahat saat waktu makan. Arxen bahkan tidak tidur. Dia tetap pada posisinya, memanjatkan doa dan berharap itu bisa mencapai sang dewa. Arxen tahu, dewanya itu pasti sibuk. Salah satu diantara 3 dewa utama tentu saja mem
Bagi Bellanca, Arxen adalah satu-satunya orang yang dia pedulikan dan cintai di istana ini. Meski Bellanca mendapat julukan permaisuri kejam dan berhati dingin, dia selalu menyayangi Arxen dengan seluruh hatinya. Mungkin dia tidak bisa disebut sebagai Ibu yang baik. Tapi bagaimana pun, semua yang Bellanca lakukan hanya untuk putranya. Bellanca selalu khawatir pada Arxen. Putranya itu memiliki hati yang lembut dan cenderung lemah. Arxen jarang marah, dia tak pernah membenci orang lain. Arxen selalu tersenyum bahkan pada musuhnya sendiri. Karena itu Bellanca yang harus bertindak keras agar putranya dapat bertahan di istana yang kejam ini. Mata wanita itu kini memandang lurus. Melihat sang putra yang memiliki warna rambut seperti dirinya dan sedang duduk diam di depannya. Putranya yang beberapa hari ini tidak bisa dia lihat karena anak itu tiba-tiba mengurung diri di kamarnya. "Kalian semua keluarlah." Bellanca memberi perintah pada para pelayannya. "Aku ingin berbincang berdua dengan