"Ibu."
Arxen memasuki kamar Permaisuri dan memanggil saat tidak ada orang yang menyadari keberadaannya. Panggilan Arxen lantas membuat semua orang menoleh. Ibunya yang tengah menikmati waktu minum tehnya, juga para pelayan yang langsung menunduk memberi hormat padanya."Oh? Kau datang?" Bellanca menurunkan cangkir tehnya dan membuat gerakan yang mengisyaratkan agar sang putra mendekat. "Kebetulan aku sedang mencicipi teh yang dikirim pamanmu. Kemarilah, cobalah ini bersamaku."Arxen mengangguk kemudian mengambil tempat di sofa depan ibunya. Duduk manis, menunggu pelayan mempersiapkan cangkir dan menuangkan teh untuknya."Aromanya cukup kuat." Arxen menyesap teh di cangkir setelah menghirup aromanya. "Ini teh dari Catheossirus?""Oh? Bagaimana kau tahu?" Bellanca tidak menyangka kalau putranya akan tahu asal teh yang bahkan baru pertama kali dia coba."Kudengar kalau paman berhasil membangun kerja sama dengan Bangsawan AradeaSetelah pergi menemui Bellanca dan menyampaikan keinginannya, Arxen kebingungan selama berhari-hari. Bagaimana pun, Arxen tahu kalau ucapan Ibunya itu tidak salah. Tidak ada penyihir yang cukup hebat di Kekaisaran ini yang bisa menjadi gurunya. Pula tidak ada penyihir dari Kekaisaran lain yang bersedia untuk menjadi gurunya. Pada akhirnya, Arxen sudah tidak memiliki jalan lain. Arxen lalu memutuskan untuk menanyakan petunjuk dari sang dewa, Khranos. Bocah itu kini bersimpuh di lantai dengan mata yang terpejam erat. Kedua tangannya menyatu di depan dada saat mulutnya mengulangi kalimat-kalimat yang sama. Kakinya sudah mati rasa. Beberapa hari terakhir ini, Arxen hanya berdoa dengan posisi seperti ini. Dia hanya akan istirahat saat waktu makan. Arxen bahkan tidak tidur. Dia tetap pada posisinya, memanjatkan doa dan berharap itu bisa mencapai sang dewa. Arxen tahu, dewanya itu pasti sibuk. Salah satu diantara 3 dewa utama tentu saja mem
Bagi Bellanca, Arxen adalah satu-satunya orang yang dia pedulikan dan cintai di istana ini. Meski Bellanca mendapat julukan permaisuri kejam dan berhati dingin, dia selalu menyayangi Arxen dengan seluruh hatinya. Mungkin dia tidak bisa disebut sebagai Ibu yang baik. Tapi bagaimana pun, semua yang Bellanca lakukan hanya untuk putranya. Bellanca selalu khawatir pada Arxen. Putranya itu memiliki hati yang lembut dan cenderung lemah. Arxen jarang marah, dia tak pernah membenci orang lain. Arxen selalu tersenyum bahkan pada musuhnya sendiri. Karena itu Bellanca yang harus bertindak keras agar putranya dapat bertahan di istana yang kejam ini. Mata wanita itu kini memandang lurus. Melihat sang putra yang memiliki warna rambut seperti dirinya dan sedang duduk diam di depannya. Putranya yang beberapa hari ini tidak bisa dia lihat karena anak itu tiba-tiba mengurung diri di kamarnya. "Kalian semua keluarlah." Bellanca memberi perintah pada para pelayannya. "Aku ingin berbincang berdua dengan
"Kalau begitu, sekarang kita telah sepakat."Senyum Arxen mengembang sempurna. Pipinya yang masih memiliki sedikit lemak bayi itu seolah menumpuk membuat Bellanca tanpa sadar ikut senang melihatnya. "Aku pasti akan membela kehormatan dan kebanggaan Ibu di depan ayah dan mereka." Arxen sangat percaya diri. Senyumannya berubah menjadi seringaian. "Aku pasti akan mengalahkan lalu menyingkirkan mereka semua." "Itu bagus. Sekarang kau semakin mirip dengan Ibumu ini." Arxen membiarkan saat Bellanca beranjak dari tempat wanita itu, menghampirinya lalu mengelus puncak kepala Arxen. Bellanca terlihat puas dan bangga. "Kau memang selalu menjadi kebanggaanku." Arxen mengerjap. Dia hanya bungkam, tidak sanggup mengucapkan sepatah kata pun. Arxen sebelumnya tidak pernah merasa sedekat ini dengan Bellanca. Bahkan dulu, Arxen sering menjauhi Ibunya itu karena menganggap ibunya orang yang cukup kejam terhadap saudara Arxen sendiri. Arxen juga tidak suka saat Ibunya terus-terusan menyuruhnya unt
Bellanca tersenyum dan kembali menyeruput tehnya dengan tenang. Seperti menunjukkan bahwa pertanyaan yang dilontarkan oleh putranya sama sekali tidak mengganggunya. Terbukti dari gelagatnya yang terlihat masih baik-baik saja. Mungkin, Bellanca sudah sejak lama mengantisipasi pertanyaan tentang hal tersebut. "Alasan Ibu menikah dengan ayahmu memang karena cinta." Bellanca terlihat santai saat menjawab. Menceritakan kisah lama yang sempat membuatnya terpuruk. "Ibu sangat mencintainya ... dulu. Tapi semua hal telah sangat berubah sekarang." Wajah wanita itu terlihat ceria. Bellanca meletakkan cangkir tehnya dan menatap pada sang putra yang berdiri diam. "Tidak ada lagi cinta atau pun rasa hormat yang tersisa untuknya." Tidak pernah sekali pun Bellanca melupakan kisah tragis miliknya. Saat masih muda dulu, Bellanca sering dipuji sebagai bunga mawar kekaisaran. Dia dihormati dan disanjung oleh semua orang. Pada dasarnya, Bellanca masuk pa
Senyum Bellanca sempat membeku setelah Arxen melontarkan pertanyaannya. Tapi wanita itu segera mengendalikan ekspresinya dan terlihat lebih santai. "Ternyata kau sudah mengetahuinya."Arxen hanya mengangguk singkat sebagai jawaban. "Sebenarnya, Ibu memiliki sebuah kemampuan yang Ibu sembunyikan dari semua orang. Bahkan ayahmu dan keluarga Erphaus tidak mengetahuinya." Bellanca menjelaskan. "Kemampuan pengendali pikiran. Ibu menguasainya meski tidak secara sempurna." Mata Arxen membola saat mendengar jawaban dari sang Ibu. "Pengendali pikiran?"Arxen membeo tak percaya. Dia terkejut. Meski apa yang disampaikan Bellanca terdengar mustahil, tapi Arxen makin tak menyangka saat melihat raut wajah serius ibunya. Lagipula, Bellanca tidak mungkin berbohong padanya. "Ibu ... memiliki kemampuan pengendali pikiran?""Benar. Ibu sudah memilikinya bertahun-tahun lamanya."Kemampuan pengendali pikiran. Sebuah kemampuan yang disebut hampir hilang karena sangat jarang ada orang yang bisa menguasa
"Dengar, Arxen. Jika pria itu membuatmu kesal, kau bisa melawannya." Arxen melihat Bellanca yang duduk tepat di depannya. Di dalam kereta megah yang tengah berjalan menuju ke istana kaisar yang letaknya cukup jauh untuk berjalan kaki, wanita yang malam ini merias diri dengan sangat cantik dilengkapi dengan gaun dan permata indah itu memberi Arxen nasihat-nasihat yang sebenarnya tidak pantas keluar dari mulut seseorang yang berstatus sebagai permaisuri. Tapi, Bellanca benar-benar terlihat serius dengan semua ucapannya."Ah, tapi jangan memukulnya atau menyerangnya dengan sihir. Walau bagaimana pun, dia masih belum kita tendang dari takhta." Bellanca mewanti-wanti dengan senyum menawan di wajahnya. "Lawan saja dengan kata-kata yang menyakitkan. Jika hanya segitu, aku masih bisa melindungimu dengan statusku dan juga keluarga Erphaus."Arxen sudah tahu kalau Bellanca membenci kaisar. Arxen pun juga sangat membenci pria itu sampai ingin membunuhnya. Tapi seperti yang Bellanca bilang, kais
"Tolong tenanglah, Baginda." Peony menunjukkan senyum indahnya. Berusaha menenangkan Theron yang terlihat mulai luluh. "Jika Baginda tidak merasa nyaman, bagaimana kami bisa menikmati makan malam ini?" Theron menghela napas dan menghembuskannya perlahan. Hatinya terasa lemah saat dia berhadapan dengan wanita yang sangat dia cintai itu. Pada akhirnya, Theron akan selalu mengabulkan keinginannya. "Baiklah, aku akan melakukannya karena dirimu." Theron balas tersenyum. "Terima kasih, Baginda." Peony perlahan melepaskan pegangannya saat Theron memerintahkan para pelayan untuk mulai menyiapkan makanannya. Dia sedikit melirik pada Bellanca yang duduk berhadapan dengannya. Dia kemudian memindahkan pandangannya pada Arxen yang kebetulan sedang menatapnya juga. Peony mengulas senyuman kecil yang tampak ramah untuk Arxen. Tapi bocah itu hanya menatapnya datar lalu mengalihkan pandangan melihat Bellanca. Tanpa sadar, Peony sedikit menu
Di malam yang sama, tepatnya dalam sebuah ruangan sempit tanpa lubang yang membuatnya jadi kesulitan bernapas, seorang gadis kecil duduk bersimpuh di dalamnya. Bibir pucat keringnya bergerak, menggumamkan kata-kata yang rancu. Seluruh tubuhnya dipenuhi oleh keringat dingin.Dia merasa tersiksa. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit. Dengan tidak adanya asupan makan serta tidur meski hanya semenit membuat penampilannya jadi lebih kurus hanya dalam beberapa hari dia dikurung di ruangan itu. Aruna kecil lagi-lagi mengerang saat merasakan nyeri. Air matanya sampai mengering saking seringnya ia menangis dalam hari-hari awal dia dikurung, dipaksa membangkitkan sihirnya entah bagaimana caranya? Mungkin, kalau tidak ada sihir dari Macario di ruangan itu, Aruna sudah mati. Gadis kecil itu berjengit kaget saat mendengar satu-satunya pintu besi berukuran kecil di ruangan itu terbuka. Pelan-pelan membuka matanya dengan sedikit harapan, Aruna justru menggigil ketakutan saat melihat ekspresi dingi
Saat pagi telah tiba, Aruna bangun dengan tubuh yang terasa lebih ringan dibanding biasanya. Gadis itu tersenyum senang saat memulai hari di kamar baru yang dia akan tempati sementara kamarnya sedang dalam perbaikan. Dengan terbongkarnya sihir Aruna semalam, perlakuan yang dia terima di kediaman ini jadi berbeda. Jelas sekali terlihat bahwa para pelayan jadi semakin segan terhadap Aruna, dan beberapa bahkan seperti menjauh karena takut dengan kekuatannya. Aruna yakin, gara-gara kejadian ini keluarga terlebih kedua kakaknya pun jadi harus berpikir ribuan kali untuk mengganggu dirinya karena takut dengan sihir besar yang dia miliki. Bahkan kedua orang tuanya sekarang tidak bisa berlaku semena-mena. Mereka jadi menahan diri apalagi saat Macario secara terang-terangan menunjukkan dukungan dan keberpihakannya pada Aruna. Bisa dibilang, hidup Aruna di kediaman ini mulai berubah ke arah yang semakin baik hanya karena Aruna menunjukkan kemampuan sihir yang selama ini ditutup-tutupinya. Sa
"Aku akan mengirimkan para pelayan yang akan melayanimu. Mereka akan kutugaskan untuk melindungimu dari kejahatan yang dilakukan oleh keluargamu. Mereka akan terus memberi laporan padaku, selain itu kita juga bisa tetap berhubungan. Kau hanya perlu menitipkan suratmu pada mereka, Aruna."Waktu telah banyak berlalu dan mengubah banyal hal, namun Aruna masih mengingat dengan jelas ucapan Arxen yang diucapkan lebih dari enam tahun yang lalu, tepatnya setelah Arxen menyampaikan perpisahannya dan 'menghilang' dari pandangan Aruna. Saat itu, pemuda yang paling Aruna percayai dan yang menjadi tempatnya bergantung itu tiba-tiba saja mengatakan sesuatu yang membuat Aruna langsung kecewa. Arxen keluar dari area yang dapat dijangkau oleh Aruna. Seperti janjinya, Arxen memang mengirimkan beberapa pelayan sebagai gantinya. Awalnya para pelayan itu memang melayani Aruna dengan baik dan menentang siksaan yang ditujukan pada Aruna. Aruna dilindungi oleh mereka dengan membawa nama Arxen. Semua berjal
Aruna melangkah ringan di koridor panjang kediaman Evanthe. Gadis itu bersenandung pelan, sedang bibirnya mengulas senyum bahagia. Suasana hati gadis itu terlihat sangat bagus kali ini, berbanding terbalik dengan apa yang dirasakannya selama beberapa hari terakhir ini. Di belakangnya, para pelayan dengan setia mengikuti ke mana kaki sang Nona akan melangkah. Aruna lalu mempercepat langkah kakinya dan berhenti tepat di ujung tangga. Sedikit menunduk, Aruna melihat pintu kediamannya yang masih tertutup. Menoleh pada pelayan yang kini sudah ada di sampingnya, Aruna bertanya dengan tidak sabaran, "apa sudah ada kabar dari Arxen lagi? Kapan dia akan sampai?" "Tidak ada kabar lain yang datang, Nona." Salah satu pelayan yang paling senior di antara mereka menjawab. "Kabar terakhir yang diterima hanya surat yang memberi tahu kalau Yang Mulia Pangeran akan berkunjung sore ini." Aruna langsung mendesah meski pelan. Jelas sekali ada kekecewaan yang timbul di raut wajahnya. Dia kembali meliha
Halo, ini Cyra Arluna. Tujuan saya buat bab catatan ini sebenernya karena catatan yang bisa ditambahin perbab itu limit cuma bisa 150 words, sedangkan catatan penulis saya kali ini ada dua kali lipatnya hehehe. Saya rasa ini penting untuk disampaikan, dan dulu sudah pernah saya sampaikan di pf sebelah juga.Di cerita ini saya mengangkat beberapa isu-isu yang sebenarnya sangat disayangkan tapi mungkin orang di sekitar kita atau bahkan kita sendiri gak sadar pengaruh besar yang dihasilkannya. Contohnya pola asuh keluarga Aruna yang buruk akan berdampak pada pertumbuhan Aruna yang pasti akan punya cara berpikir dan bertindak yang melenceng. Saya pengen orang-orang makin sadar kalau pola asuh itu salah satu aspek paling penting yang berpengaruh pada pertumbuhan suatu individu. Gak perlu cara ekstrim kayak keluarga Aruna. Dengan beberapa hal simpel kayak ngebanding-bandingin anak, susah ngasih apresiasi dan selalu menekan anak untuk menjadi sosok yang terbaik, bahkan nakut-nakutin pun
"Eissha."Suara berat seorang lelaki yang menyebut namanya membuat tubuh wanita itu menegang seketika. Tangannya berubah jadi sedingin es saat dia merasa takut. Trauma yang masih cukup membekas dalam ingatannya membuat dia rasanya ingin segera pergi dari sini untuk menghindari si pemanggil. "Eissha!" Suara Beroz meninggi saat wanita bersurai kuning lemon di depannya tidak juga membalikkan badan untuk menghadapnya. Beroz menggeram. Dia mengusir semua pelayan yang ada di sana lalu melangkahkan kaki menghampiri Eissha yang tubuhnya jadi sedikit gemetaran. Pria itu tiba-tiba menarik kuat pergelangan tangan Eissha, memaksa gadis itu untuk melihatnya. "Apa kau berniat mengabaikanku sekarang?!" Beroz terlihat marah. Memandang nyalang pada wanita itu. "Beraninya kau?!""Ti-tidak." Eissha menggeleng keras dengan wajah yang pasi. "A-aku ti-dak--""Jangan kau lupakan! Aku telah membelimu dengan harga yang sangat mahal."Beroz tiba-tiba memajukan wajah, membuat tubuh Eissha semakin gemetar. Ba
Banyak hal yang berubah di kediaman Evanthe sejak kedatangan selir baru Beroz. Wanita yang usianya masih pertengahan kepala dua, memiliki paras cantik yang tentunya lebih segar dari Yeslyhn. Wanita bernama Eissha Deviella yang merupakan satu-satunya putri yang terlahir bagi Count Deviella. Memiliki penampilan menarik dengan rambut berwarna kuning lemon dan mata hijau terang. Banyak pelayan yang awalnya enggan berdekatan dengan wanita itu karena takut dengan amukan Yeslyhn. Namun mereka yang ditugaskan langsung untuk melayani wanita itu tidak bisa menghindar. Dengan terpaksa, mereka harus melayaninya dengan baik dan selalu berada di dekatnya. Terlebih, wanita itu sedang hamil. Mengandung anak Beroz yang setelah lahir nanti pasti akan menyandang nama Evanthe dan menikmati semua kemewahan dan kekuasaan yang pantas dimiliki oleh seorang Evanthe. Awalnya, para pelayan yang melayaninya memandang Eissha dengan tatapan yang buruk. Apalagi desas-desus yang beredar di kediaman adalah Eissha y
"Hey, kau sudah dengar beritanya? Katanya Tuan Beroz ....""Ya, Tuan Grand Duke sangat marah. Nyonya juga sempat menyerang wanita itu, tapi Tuan Beroz melindunginya dan bertengkar dengan Nyonya.""Ah, apa kalian sudah melihatnya? Aku bertemu dengannya saat dia baru tiba tadi, dan kuakui wanita itu sangat cantik. Dia juga masih muda." Siang itu, kediaman Evanthe cukup berisik. Para pelayan yang bekerja di tempat yang sama pasti akan membentuk kelompok-kelompok kecil dan membahas suatu masalah yang sedang hangat sekarang. Mereka bahkan melalaikan pekerjaan mereka dan tidak memerhatikan saat Aruna lewat. Aruna sedikit penasaran, tapi dia tetap melangkahkan kakinya. Dia baru keluar dari kamar setelah menghabiskan pagi harinya di kamar, dan saat keluar tiba-tiba suasana kediaman terlihat berbeda. Orang-orang tampak membahas sesuatu yang tidak dapat Aruna pahami. Wanita? Wanita apa? Apa hubungannya itu dengan ayahnya?Aruna bertanya-tanya dalam hati. Begitu meluruskan pandang, di depan sa
"Kau benar-benar--ck!"Bellanca lagi-lagi berdecak kesal dan meminum tehnya untuk menenangkan diri sendiri. Kepalanya terasa pening. Matanya sejak tadi menatap tajam, memelototi sang putra yang malah mengalihkan pandangan darinya. "Kau beruntung Ibumu ini masih belum terlalu tua sehingga tidak mati terkejut karena perbuatanmu!" Bellanca lagi-lagi memarahi Arxen untuk yang kesekian kalinya. Wanita itu tetap menjaga volume suaranya bahkan memasang sihir di sekitar mereka agar percakapan itu tidak sampai ke luar ruangan dan didengar oleh para pelayan dan prajurit yang menunggu di luar. "Kau beruntung Ibu selalu memihakmu dan bahkan membantu tindakan gilamu walau hal itu jadi memberi dampak besar bagi Kekaisaran ini!" Arxen meringis pelan. Mungkin ini sudah yang keseratus kalinya dia dimarahi oleh Bellanca. Sejak semalam sampai pagi ini, Bellanca terus mengomeli Arxen saat sedang tidak ada orang lain di sekitar mereka. Sebenarnya, omelan sang ibu sempat berhenti cukup lama sampai Arxen
Saat fajar menyingsing, berita tentang insiden kebakaran yang membakar hangus sebagian besar anggota Keluarga Kekaisaran langsung menyebar secepat angin. Pada pagi-pagi buta, orang-orang sudah berkabung dan menangis meratapi ketidakberuntungan yang melanda Kekaisaran. Bahkan di Ibukota Kekaisaran, hampir semua rakyat yang ada berdesak-desakkan di depan gerbang istana sambil membawa bunga sebagai bentuk rasa dukacita mereka. Satu Kekaisaran diliputi duka. Mereka tidak hanya sekedar kehilangan para pangeran dan putri saja, tapi mereka nyaris kehilangan semua orang yang nantinya akan menjadi pemimpin mereka.Tidak hanya itu. Ada banyak keluarga yang terpuruk karena anggota keluarga mereka yang bekerja sebagai pelayan di istana ikut menjadi korban. Orang-orang marah dan memaki penyihir yang diketahui sebagai dalang dari pembakaran semalam. Mereka semakin murka saat diberitahu kalau niat penyihir itu adalah untuk melenyapkan semua anggota Keluarga Kekaisaran agar Kekaisaran Hillario ini