"Kalau begitu, harapanmu itu pasti berkaitan dengan hal yang Ibu inginkan darimu."
Bellanca menebak tepat sasaran.Di sisi lain, diamnya Arxen membuat Bellanca jadi lebih yakin bahwa harapan yang dibilang putranya itu pasti berkaitan erat dengan keinginan Bellanca, atau setidaknya, harapan Arxen bisa dengan mudah diraih putranya saat dia berhasil memenuhi keinginan Bellanca.Bellanca sangat mengenal Arxen. Bagaimana pun, Bellanca sendiri yang merawat dan membesarkan Arxen, jadi dia tahu semua isi pikiran anak itu. Selama ini Arxen sering menolak keinginan Bellanca karena anak itu merasa apa yang diinginkan ibunya tidak sesuai dengan harapannya. Jadi Arxen tidak akan mungkin mengubah pikirannya hanya dalam semalam, jika tidak ada hal kuat yang mendasarinya."Baiklah!" Bellanca bertepuk tangan sekali. Arxen jadi kembali fokus. "Ibu akan mengajukan pertanyaan padamu lagi, seperti kemarin.""Silakan tanyakan apa saja, Ibu." Arxen tersenyum percaya diri. "Aku pasti akan bisa menjawab semua pertanyaan Ibu dengan tepat.""Kuharap juga begitu." Bellanca terkekeh pelan. "Kalau begitu ... mari kita mulai."Arxen mengangguk sekali pertanda bahwa dirinya telah siap. Bellanca tampak berpikir sejenak. Dia sedang mencari pertanyaan yang kemungkinan sulit untuk dijawab oleh putranya."Pertanyaan pertama." Bellanca memulai tesnya. "Coba kau jelaskan pada umur berapa Kaisar Hillario III mendapat lemparan batu dari rakyatnya, dan alasan perbuatan yang dilakukan rakyat itu.""Pada umur yang ke-33. Semua orang tahu kalau Kaisar Hillario III dianggap sebagai salah satu Kaisar yang kepemimpinannya dianggap paling gagal." Arxen mulai menjawab tanpa ragu. "Kaisar Hillario III hanya memerintah selama lima tahun dan selama masa kepemimpinannya, ekonomi Kekaisaran mengalami penurunan yang sangat drastis. Hillario III sama sekali tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Setelah berhasil naik takhta, dia hidup berfoya-foya dan mengabaikan semua pekerjaan yang menumpuk sejak kepemimpinan Kaisar sebelumnya.""Pada masa itu, cuaca yang sangat buruk melanda Kekaisaran hingga membuat rakyat gagal panen dan tidak bisa membayar pajak." Arxen terus menjelaskan dengan lancar. Penjelasan terperinci seolah dia menyaksikan langsung kisah itu. "Rakyat sudah berkali-kali meminta Kaisar untuk menangani masalah yang terjadi akibat cuaca buruk tersebut, tapi Kaisar Hillario III sama sekali tidak peduli dan mengabaikan rakyatnya. Dia justru mengancam rakyat agar segera membayar pajak kalau tidak ingin dibunuh. Saat itu, seorang anak yang kesal dengan kesombongan Hillario III melemparinya dengan batu. Setelah itu, rakyat yang lain berbondong-bondong ikut melemparinya hingga dia mati.""Pada akhirnya, itu menjadi salah satu aib bagi keluarga Kekaisaran sampai saat ini.""Pangeranku ini benar-benar telah berubah, rupanya." Bellanca mengomentari dengan tatapan yang bersinar. "Padahal kemarin kau kesusahan menjawab pertanyaan semudah ini, tapi kali ini kau menjawab dengan sangat tepat. Sepertinya, kau benar-benar telah belajar dengan baik."Arxen mengangguk. "Aku memang telah berusaha keras untuk ini, Ibu.""Kalau begitu, pertanyaan selanjutnya." Bibir Bellanca semakin tertarik ke atas. "Ceritakanlah padaku tentang masalah leluhur keluarga Evanthe yang membantu kudeta pada saat pemerintahan Kaisar Hillario IX."Tubuh Arxen sempat terdiam saat mendengar pertanyaan kedua dari Ibunya--atau mungkin lebih tepatnya, saat dia mendengar nama keluarga yang sangat tak asing di telinganya.Evanthe. Bangsawan tinggi Evanthe, keluarga yang posisi dan kedudukannya hanya satu tingkat di bawah keluarga Kekaisaran sehingga secara tak langsung sering dilihat sebagai ancaman. Bukan hal yang baru lagi jika para kaisar pasti akan mewanti-wanti para penerus mereka untuk selalu mewaspadai keluarga Evanthe yang terkenal dengan kekuatan sihirnya yang sangat besar bahkan melebihi sihir yang dimiliki keluarga kekaisaran.Semua Kaisar dari generasi ke generasi pasti akan menempatkan keluarga Evanthe di dekat mereka untuk diawasi tanpa terlihat mencolok, tapi juga dengan tetap memastikan bahwa ada jarak yang memisahkan agar mereka tidak akan lengah.Arxen pun sangat mengenal keluarga itu setelah dia melewati banyak perputaran waktu kehidupan. Apalagi, Evanthe adalah tempat darimana Aruna berasal.Ya, Aruna Evanthe, merupakan seorang Nona Bangsawan yang sangat dihormati karena merupakan keturunan langsung dari keluarga itu."Ada apa, Arxen? Kau tidak bisa menjawab pertanyaan ini?"Lamunan Arxen jadi buyar saat mendengar suara ibunya. Meluruskan pandangan lagi, dia jadi bisa melihat tatapan yang seperti menuntut ke arahnya itu."Aku akan menjawabnya." Bocah itu lantas menarik napas panjang. Dia mempersiapkan dirinya lagi, lalu mulai menjawab pertanyaan dari sang ibu."Menurut apa yang kupelajari, kudeta yang terjadi pada pemerintahan Kaisar Hillario IX sebenarnya dipelopori oleh adiknya sendiri, yang pada akhirnya menjadi Kaisar Hillario X. Pada saat itu, pemimpin keluarga Evanthe memutuskan untuk membantu karena mereka juga merasa tidak puas atas pemerintahan dari Hillario IX yang membuat Kekaisaran ini hampir jatuh." Arxen memberi jeda selama beberapa detik saat tatapan matanya terlihat menerawang. "Hillario IX dianggap memiliki kepribadian yang lemah. Karena umurnya yang masih muda saat menerima mahkota Kaisar, dia yang merasa tidak percaya diri cenderung hanya selalu tunduk dan mengikuti semua ucapan penasehatnya. Hal itu membuat korupsi terjadi di mana-mana, para pejabat istana yang tidak kompeten karena dipilih hanya berdasarkan hubungan baik mereka dengan penasehat raja saja."Bellanca benar-benar terlihat menikmati. Matanya menyala dengan antusiasme yang cukup mencolok saat putranya yang kemarin sangat susah menjawab satu pertanyaan saja, hari ini secara ajaib bisa menjawab pertanyaan yang diajukan dengan penjelasan yang tepat dan tanpa terlihat gugup sedikit pun.Bellanca jadi penasaran. Sebenarnya, apa yang terjadi hingga putranya berubah sebanyak ini? Memangnya harapan apa yang didambakan putranya hingga memunculkan perubahan sebesar ini dalam diri putranya yang sebelumnya memiliki hati dan pemikiran yang sangat lemah.Dia ... jadi ingin tahu.Tapi yang terpenting, Bellanca bisa merasakannya dengan jelas sekarang. Bahwa putranya benar-benar telah berubah, dan mulai berani mengambil langkah maju.Kini, Arxen mulai bersikap layaknya seorang pangeran sejati."Pada akhirnya, kudeta bisa berhasil dengan cukup mudah karena campur tangan keluarga Evanthe."Arxen mengakhiri penjelasannya. Bocah itu memberi Bellanca tatapan percaya dirinya."Bagaimana, Ibu? Apakah jawabanku sudah cukup memuaskan Ibu?""Kau berhasil melampaui ekspektasiku hari ini." Bellanca mengakuinya dan tertawa pelan. Wanita itu lalu mengambil cangkir tehnya dan menyesap cairan yang sudah mendingin itu.Setelahnya, Bellanca kembali meletakkan cangkirnya di atas meja dan melihat Arxen lagi. "Sayangnya, Ibu masih punya satu pertanyaan terakhir.""Aku pasti akan menjawabnya dengan benar lagi.""Ah, ibu suka kepercayaan dirimu. Tapi pertanyaan kali ini akan berbeda dari pertanyaan sebelumnya.""Apa itu, Ibu?""Kau tahu, kan, kalau Ibu sangat suka dengan cerita tentang kerajaan kuno Ellverho?"Arxen mengerjap beberapa kali. Mendengar nama dari sebuah kisah yang lebih cocok disebut dengan dongeng sejarah. Entah mungkin sudah ribuan kali dia mendengar dan diajari oleh ibunya tentang kisah itu.Dia tahu Ibunya memang sangat menyukai kisah tentang kerajaan kuno itu, sampai Ibunya juga menyuruhnya membaca buku tentang itu. Arxen sebenarnya tidak tertarik, tapi karena Ibunya menyuruh, Arxen terpaksa harus mempelajari hal yang bahkan sudah tidak lagi diajarkan oleh para pengajar istana."Apa pertanyaan kali ini menyangkut itu?" Arxen bertanya."Ya, kau sangat tepat." Bellanca tersenyum lebar hingga ke matanya. "Ibu ingin kau mengisahkan sejarah tragis itu."***Kerajaan Kuno Ellverho. Sebuah kerajaan yang berdiri hampir seribu tahun lalu, tepatnya saat sebelum Kekaisaran Hillario yang sekarang terbentuk. Dikisahkan bahwa kerajaan itu ada pada masa di mana sihir berada pada puncaknya, dan masa di mana berkat langsung dari para dewa dan dewi tidak lepas dari kehidupan sehari-hari manusia pada zaman itu. Berdasarkan hal itu, dikatakan juga bahwa diantara keturunan keluarga Kerajaan Ellverho, pasti akan ada satu orang yang menerima berkat dari sang dewa perang. Masa saat kerajaan itu berdiri sangat berbeda dengan sekarang. Semua hal yang dianggap biasa di masa itu, sekarang menjadi sesuatu yang langka, atau juga mustahil untuk didapatkan. Itu juga salah satu alasan kenapa Arxen awalnya menganggap Kerajaan Kuno Ellverho sebenarnya hanyalah dongeng buatan seseorang. Karena semua yang menyangkut Kerajaan tersebut sangatlah misterius dan luar biasa. Tidak bisa dipahami dan dijelaskan dengan hal yang ada sekarang.Tapi semakin terang sebuah cahaya
"Bangsawan Evanthe memberi salam pada Yang Mulia Permaisuri, dan sang bintang Kekaisaran, Yang Mulia Pangeran." Sekelompok orang menunduk memberi hormat dengan serentak. Dipimpin oleh seorang pria yang usianya sudah tidak muda lagi, dan diikuti oleh anggota keluarganya dan beberapa pelayan yang mengikut mereka untuk menyambut sang bulan dan bintang Kekaisaran."Tegakkan badan kalian." Bellanca memberi senyuman formalnya setelah orang-orang di depannya melakukan seperti yang dia perintahkan. Dia lalu mulai berucap lagi, "aku ingin berterima kasih karena kau menyetujui kunjunganku ini, Grand Duke. Kalian pasti telah melewati waktu yang sibuk karena kunjunganku dan putraku ke mari.""Itu tidak benar, Yang Mulia. Justru keluarga Evanthelah yang beruntung karena Anda berdua mau datang ke kediaman kami. " Pria tua itu menjawab dengan rendah hati. "Tentu sudah sepatutnya kami melakukan yang terbaik untuk menyambut Anda dan Yang Mulia Pangeran." Pria tua itu bersikap dengan sangat baik dan
"Perbuatan tidak sopan macam apa ini, Aruna?!" Teriakan murka Beroz membuat sang putri yang masih kecil berjengit kaget. Gadis kecil itu meringis kesakitan saat sang ayah menarik kasar tangannya, dan hanya bisa menunduk takut saat wajah ayahnya terlihat menyeramkan di matanya. "Bukankah ayah sudah menyuruhmu untuk diam di kamarmu hari ini?!" Beroz masih saja meluapkan amarahnya pada Aruna. Seolah tidak peduli pada sekelilingnya, dia terus saja meneriaki putrinya yang kini terlihat ketakutan. "Kau selalu saja membuatku malu!""Kalian juga! Dasar orang-orang tidak berguna!" Kali ini Beroz memarahi para pelayan Aruna. Dia berdecih pada mereka, "mengurus seorang anak saja tidak becus! "Sialan. Kurang ajar. Dasar sampah.Arxen terus mengumpati Beroz dalam hatinya. Arxen dengan wajah bocahnya itu terlihat geram. Tangannya terkepal erat saat dia menimbang antara apakah dia harus memukul Beroz hingga pria itu mati di sini dan menerima semua konsekuensi nantinya, atau dia hanya harus menggun
Angin yang bertiup melewati celah pepohonan membuat rambut lilac Aruna melambai-lambai. Namun gadis kecil itu seperti tak memedulikannya. Dia dengan semangat menarik Arxen untuk masuk lebih dalam lagi ke taman luas yang terletak di samping kediaman itu. Banyak bunga yang bermekaran dengan indah di taman itu, tapi semuanya seolah tidak bisa menarik perhatian Arxen yang sejak tadi hanya melihat pada sosok Aruna. Hanya Aruna dan Aruna. Satu-satunya yang ada di mata hazel itu hanya Aruna saja, seolah hal lain tidak menarik perhatiannya. "Nah, kita sampai!" Aruna melepaskan tarikannya pada Arxen saat mereka telah berhenti di tengah taman. Tidak memberi kesempatan pada Arxen untuk membuka mulutnya, Aruna segera membawa Arxen untuk duduk di salah satu bangku taman yang ada di sana. "Kakak tunggulah di sini, aku akan mengambil bunga untuk kita berdua.""Tidak, tunggu dulu." Arxen buru-buru menahan tangan Aruna sebelum gadis kecil itu benar-benar melesat pergi. Arxen tersenyum geli. Aruna k
"Genio Evanthe dan Gielza Evanthe memberi salam pada sang Bulan yang agung, Yang Mulia Permaisuri."Bellanca memerhatikan dua anak yang baru masuk dan memberi salam padanya. Yang satu adalah seorang anak laki-laki berambut lilac, dan yang satu lagi adalah seorang anak perempuan berambut cokelat. Mereka adalah anak kembar keluarga Evanthe, kakak dari Aruna. Usia mereka dua tahun lebih tua dari Arxen. "Kemari, duduklah di dekatku agar aku bisa melihat kalian dengan mudah." Bellanca memasang senyum ramahnya. Mendengar ucapan sang permaisuri, dua anak itu tanpa ragu segera mendekat dan duduk di sofa samping permaisuri, berhadapan dengan kedua orang tua mereka. "Mereka berdua adalah anak-anak kebanggaan Evanthe, Yang Mulia." Macario terlihat percaya diri saat dia mulai memuji kedua cucunya itu. "Genio telah menunjukkan kepintarannya sejak dia masih berumur delapan tahun, dan juga bakat pedangnya sejak umurnya masih sepuluh tahun. Saat ini, sihir pedangnya juga tumbuh dengan sangat baik d
Sebagai seseorang yang terlahir dengan menyandang nama Evanthe, Aruna dipaksa hidup dengan berbagai peraturan yang tidak bisa dia pahami. Aruna tidak diijinkan keluar dari kediaman. Kata orang tuanya, dunia luar itu keras. Aruna yang masih kecil dan belum membangkitkan kekuatannya tidak boleh menginjakkan kaki di luar kediaman agar tidak mempermalukan nama keluarga Evanthe.Akibatnya, selama ini Aruna tidak mempunyai teman yang seumuran dengan dirinya. Ada begitu banyak larangan dan tuntutan yang diberikan padanya. Membuat Aruna rasanya jadi tidak bisa bergerak dengan bebas. Namun, Aruna yang masih kecil tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak terlalu mengerti dengan hal lain selain bermain, makan, tidur, dan bermain lagi. Jadi, Aruna yang masih berumur tujuh tahun hanya bisa menuruti semua ucapan yang dilontarkan oleh orang tua dan kakeknya. Tapi hari ini, untuk pertama kalinya Aruna bertemu dengan seorang anak yang bukan bagian dari keluarganya
"Baiklah, jika kau memang seyakin itu, Ibu akan menunda sebentar masalah pertunangan ini."Setelah suasana terdiam sangat lama setelah Arxen menyampaikan isi pikirannya, akhirnya Bellanca mengambil keputusan yang menyenangkan hati Arxen saat kereta yang mereka naiki ini memasuki istana permaisuri. Lagi pula ... Bellanca yakin keyakinan Arxen bukan keyakinan kosong yang tidak berdasar. Hanya dalam semalam, Arxen berubah jadi sosok yang sangat berbeda. Dia terlihat lebih pandai, berani, dan mulai menilai situasi yang dihadapinya dengan lebih bijaksana. Arxen yang dulu memiliki sifat yang lemah dan penakut, kini mulai mengutarakan pikirannya dengan berani. Arxen yang seperti itu pasti memiliki alasan kuat di balik dirinya yang seperti bersikeras demi putri bungsu Evanthe. Bellanca melirik putranya, "sebagai gantinya, kau tidak keberatan, kan, jika Ibu meminta keluarga Evanthe untuk segera mendidik gadis kecil itu?" Arxen tidak
Arxen melanjutkan perjalanan menuju ke istananya sendiri setelah meninggalkan Damon dan Daryan. Kakinya melangkah dengan ringan dan pasti, tanpa keraguan sedikit pun. Tubuhnya tegap dengan tatapan mata yang terlihat teguh. Memancarkan aura agung yang dimiliki oleh si bocah berambut marigold dan bermata hazel terang tersebut. Sepanjang perjalanan, ada beberapa selir dan para pangeran serta putri yang menyapanya, tapi Arxen tidak memedulikan mereka. Seolah mereka adalah sesuatu yang tak terlihat oleh matanya, Arxen mengabaikan semua sapaan mereka. "Selamat datang kembali, Yang Mulia Pangeran." Para pelayan yang berbaris rapih langsung memberi sambutan hangat dengan penuh hormat saat Arxen menginjakkan kaki di istananya sendiri."Apakah perjalanan Anda menyenangkan?" Menanggapi dengan anggukan singkat, Arxen tidak terlalu memedulikan tatapan dari banyak pelayan yang seperti bersinar ke arahnya. Arxen tahu arti tatapan itu. Semua pasti penasaran karena tahu Arxen pergi ke kediaman Eva