Pelan-pelan, kelopak mata itu mulai terbuka hingga menampilkan iris hazel terang yang indah. Mengangkat wajah dari buku yang menjadi bantal tidurnya, seorang anak laki-laki dengan rambut marigold itu mengerjap berkali-kali untuk memfokuskan pandangannya yang masih mengabur.
Butuh beberapa detik agar kesadarannya bisa kembali pulih seutuhnya. Menoleh ke kanan-kiri, terlihat bahwa sekelilingnya penuh dengan rak-rak raksasa berisi ratusan bahkan mungkin ribuan buku dengan berbagai jenisnya masing-masing.Kembali meluruskan pandangan, dia mendapati berbagai jenis buku yang terbuka dan memenuhi meja di depannya. Mulai dari buku strategi perang, ilmu politik, sejarah terbentuknya kekaisaran, hingga buku usang yang sempat dijadikan bantal tidurnya tadi. Sebuah buku arkais berjudul "Sejarah Kerajaan Kuno Ellverho".Sudah dipastikan kalau dia sekarang tengah berada di sebuah perpustakaan besar nan megah. Lalu karena suasana di sekitarnya sepi dan tak seorang pun dapat dilihat oleh mata hazel terangnya, maka dia berasumsi kalau dia hanya sendirian di perpustakaan ini."Aku berhasil kembali lagi."Arxen bergumam pelan setelah pria itu menunduk untuk memeriksa kondisi tubuhnya sendiri. Mata Arxen masih fokus memandang kedua tangannya yang terlihat lebih kecil. Sepasang tangan milik seorang anak berusia sepuluh tahun.Arxen kini dapat memastikannya dengan yakin. Kalau dia ... berhasil kembali lagi ke titik awal yang sama.Untuk yang kesekian kalinya, Arxen yang mengulang waktu atas bantuan dewa Khranos berhasil kembali ke saat dia masih berusia sepuluh tahun. Tahun 863 hxenn.Dalam setiap perputaran waktu, hari ini selalu menjadi titik awal dari setiap kehidupannya. Karena di hari ini, untuk pertama kalinya Arxen akan bertemu dengan Aruna."Aruna...." Bibir anak laki-laki itu berucap dengan pelan.Sebelah tangannya terangkat dan menyentuh dadanya sendiri. Hatinya terasa ringan. Otaknya juga terasa begitu jernih.Berkat pertolongan dewa Khranos, jiwa Arxen bisa merasakan ketenangan meski sebelumnya dia merasa seperti akan gila dengan jiwa yang seolah dicabik-cabik.Tangan Arxen kembali turun. Kedua tangan yang cukup kecil itu mengepal dengan erat. Mata hazel terang itu juga menyorot dengan teguh.Kali ini, dia tidak akan gagal.Arxen bersumpah pada dirinya sendiri."Hamba memberi salam pada Yang Mulia Pangeran sang Bintang Kekaisaran."Arxen menoleh pada seorang pelayan yang kini membungkuk hormat di hadapannya. Tatapannya berubah menjadi begitu tenang, seolah dia sudah tahu tujuan orang itu datang ke mari."Bicaralah.""Yang Mulia Permaisuri memanggil anda, Yang Mulia." Pelayan itu menyampaikan maksud kedatangannya setelah dipersilakan. "Permaisuri berharap anda segera menemui beliau sekarang."Arxen mengangguk tanpa ragu. Dia segera turun dari kursi, dan sedikit merasa aneh saat kakinya memijak lantai. Dia berkedip beberapa kali.Karena bertahun-tahun telah tumbuh menjadi dewasa dan memiliki tubuh yang tinggi, saat kembali ke masa ini Arxen sering merasa aneh karena pandangannya terasa pendek dan tubuhnya seolah menyusut.Menggeleng pelan, Arxen berusaha kembali fokus pada tujuan awalnya. Pria--bocah laki-laki itu segera melangkahkan kaki-kakinya yang masih cukup pendek itu tanpa ragu sedikit pun. Matanya menyorot ke depan dengan dingin namun teguh.Ya.Arxen tidak boleh lupa.Ini... kesempatan terakhirnya untuk mengulang waktu. Perputaran waktu kali ini adalah kehidupan terakhir yang memungkinkan Arxen untuk menyelamatkan Aruna, dan hidup bahagia bersama wanita itu.Dia tidak boleh gagal.Bahkan meski jiwanya akan hancur lebur karena perputaran waktu yang menyiksa ini, meski apa pun yang harus dia korbankan dan singkirkan. Meski bayarannya bisa membawa petaka ....Arxen ... harus berhasil.***"Ibu."Begitu sampai di sebuah kamar yang terlihat glamor dan megah, Arxen segera menghampiri seorang wanita yang mengenakan gaun mewah berwarna merah terang.Mendengar suara Arxen, wanita itu langsung menoleh dan memasang senyum khasnya. "Kau sudah datang? Ayo, duduklah. Kita akan minum teh bersama."Arxen melakukan tepat seperti yang disuruh. Bocah itu segera mengambil tempat di salah satu sofa yang tersedia di kamar itu. Duduk tenang, namun matanya menatap lekat saat wanita yang berstatus sebagai Permaisuri Kekaisaran Hillario itu beranjak dari kursi meja rias dan menempati sofa di depannya.Penampilan wanita itu terlihat luar biasa. Pembawaannya yang tenang saat memerintah pelayan yang membawakan teh dengan alami seolah menambah keanggunan dalam dirinya. Sosok wanita memesona yang seperti bisa membuat orang-orang tunduk di bawah kekuasaannya hanya dengan aura mengintimidasinya.Bellanca Hillario. Seorang Permaisuri yang berasal dari keluarga Bangsawan ternama Erphaus, Bangsawan yang kedudukan dan sihirnya nyaris menyamai keluarga Evanthe.Wanita itu adalah ibu kandung Arxen yang cukup dirindukannya karena di kehidupan sebelumnya, ibunya ini telah lama mati."Kau sudah tahu alasan Ibu memanggilmu ke mari, kan?"Suara Bellanca terdengar tenang saat matanya terlihat seperti mengamati ekspresi apa yang akan ditunjukkan putra semata wayangnya itu. Dia mengambil cangkir miliknya dan menyesap tehnya dengan perlahan. Bibir wanita itu langsung tertarik saat putranya menjawab dengan tenang."Ya, Ibu." Arxen sama sekali tidak terlihat panik, terbukti dari dirinya yang menikmati minumannya dengan santai. Bocah itu justru seolah sudah menantikannya. "Ibu bisa bertanya apa pun padaku. Kali ini, aku pasti akan memberi jawaban yang dapat memuaskan hati Ibu.""Oh, putraku terlihat sangat percaya diri?" Bellanca mengangkat sebelah alis dengan senyum yang makin melebar. Wanita itu terlihat tertarik sampai meletakkan cangkirnya ke meja dan fokus sepenuhnya pada sang putra. "Padahal kemarin kau masih sangat gugup dan ceroboh, tapi hari ini kau terlihat sangat berbeda."Arxen tersenyum tipis mendengar ucapan ibunya. "Aku hanya tidak ingin terus-terusan membuat Ibu khawatir dengan sikap kekanakanku. Aku sudah jadi semakin dewasa, jadi ini saatnya aku mulai mengikuti semua perkataan Ibu.""Ibu akan sangat bahagia jika kau benar-benar akan mulai menuruti Ibu."Ekspresi wajah Bellanca jadi sedikit serius. Dia melirik para pelayan yang ada lalu menyuruh mereka pergi meninggalkan ruangan."Kau tahu, kan, Arxen?" Untuk sesaat, tatapan mata wanita itu terlihat berkilat. "Hal yang paling Ibu inginkan darimu ... hanya satu.""Ya, Ibu. Aku akan berusaha mendapatkan hal yang Ibu inginkan itu."Ucapan tegas Arxen membuat Bellanca terdiam untuk beberapa saat. Matanya memandang lekat pada sang putra yang memiliki warna rambut yang sama dengannya. Anak satu-satunya yang dia miliki, dan yang telah dia rawat serta awasi sejak kecil."Jujurlah pada Ibumu ini, Arxen." Bellanca kembali membuka mulutnya. "Apa yang sebenarnya ada di pikiranmu? Baru kemarin kau membantah semua ucapan Ibu, tapi hari ini kau bilang akan menuruti Ibu?"Mata Bellanca jadi semakin menyipit. "Kau ... jadi sangat berbeda hanya dalam satu malam."Ahh.Arxen lupa.Karena di kehidupan sebelumnya dia sudah bertahun-tahun tidak bertemu ibunya, Arxen jadi lengah dan membuat ibunya curiga. Arxen lupa, kalau sang Permaisuri adalah orang dengan pemikiran tajam dan gampang mencurigai sesuatu.Pada akhirnya, Arxen memilih untuk menjawab dengan jujur--meski hanya garis besarnya. Dia tidak mau ibunya curiga karena itu pasti tidak akan berakhir baik."Sebenarnya, aku memiliki sebuah harapan."Saat itu, bayang-bayang wajah Aruna kembali memenuhi pikirannya. Sosok Aruna yang marah, Aruna yang bersikap dingin, dan Aruna ... yang tersenyum padanya.Semua itu, tanpa sadar membuat sebuah senyum lembut muncul di wajah Arxen, yang tentu saja tak luput dari mata Bellanca."Ibu."Mata hazel terang milik Arxen menatap Bellanca dengan tak goyah."Aku ... ingin meraih harapanku itu."***"Kalau begitu, harapanmu itu pasti berkaitan dengan hal yang Ibu inginkan darimu." Bellanca menebak tepat sasaran. Di sisi lain, diamnya Arxen membuat Bellanca jadi lebih yakin bahwa harapan yang dibilang putranya itu pasti berkaitan erat dengan keinginan Bellanca, atau setidaknya, harapan Arxen bisa dengan mudah diraih putranya saat dia berhasil memenuhi keinginan Bellanca.Bellanca sangat mengenal Arxen. Bagaimana pun, Bellanca sendiri yang merawat dan membesarkan Arxen, jadi dia tahu semua isi pikiran anak itu. Selama ini Arxen sering menolak keinginan Bellanca karena anak itu merasa apa yang diinginkan ibunya tidak sesuai dengan harapannya. Jadi Arxen tidak akan mungkin mengubah pikirannya hanya dalam semalam, jika tidak ada hal kuat yang mendasarinya. "Baiklah!" Bellanca bertepuk tangan sekali. Arxen jadi kembali fokus. "Ibu akan mengajukan pertanyaan padamu lagi, seperti kemarin.""Silakan tanyakan apa saja, Ibu." Arxen tersenyum percaya diri. "Aku pasti akan bisa menjawab se
Kerajaan Kuno Ellverho. Sebuah kerajaan yang berdiri hampir seribu tahun lalu, tepatnya saat sebelum Kekaisaran Hillario yang sekarang terbentuk. Dikisahkan bahwa kerajaan itu ada pada masa di mana sihir berada pada puncaknya, dan masa di mana berkat langsung dari para dewa dan dewi tidak lepas dari kehidupan sehari-hari manusia pada zaman itu. Berdasarkan hal itu, dikatakan juga bahwa diantara keturunan keluarga Kerajaan Ellverho, pasti akan ada satu orang yang menerima berkat dari sang dewa perang. Masa saat kerajaan itu berdiri sangat berbeda dengan sekarang. Semua hal yang dianggap biasa di masa itu, sekarang menjadi sesuatu yang langka, atau juga mustahil untuk didapatkan. Itu juga salah satu alasan kenapa Arxen awalnya menganggap Kerajaan Kuno Ellverho sebenarnya hanyalah dongeng buatan seseorang. Karena semua yang menyangkut Kerajaan tersebut sangatlah misterius dan luar biasa. Tidak bisa dipahami dan dijelaskan dengan hal yang ada sekarang.Tapi semakin terang sebuah cahaya
"Bangsawan Evanthe memberi salam pada Yang Mulia Permaisuri, dan sang bintang Kekaisaran, Yang Mulia Pangeran." Sekelompok orang menunduk memberi hormat dengan serentak. Dipimpin oleh seorang pria yang usianya sudah tidak muda lagi, dan diikuti oleh anggota keluarganya dan beberapa pelayan yang mengikut mereka untuk menyambut sang bulan dan bintang Kekaisaran."Tegakkan badan kalian." Bellanca memberi senyuman formalnya setelah orang-orang di depannya melakukan seperti yang dia perintahkan. Dia lalu mulai berucap lagi, "aku ingin berterima kasih karena kau menyetujui kunjunganku ini, Grand Duke. Kalian pasti telah melewati waktu yang sibuk karena kunjunganku dan putraku ke mari.""Itu tidak benar, Yang Mulia. Justru keluarga Evanthelah yang beruntung karena Anda berdua mau datang ke kediaman kami. " Pria tua itu menjawab dengan rendah hati. "Tentu sudah sepatutnya kami melakukan yang terbaik untuk menyambut Anda dan Yang Mulia Pangeran." Pria tua itu bersikap dengan sangat baik dan
"Perbuatan tidak sopan macam apa ini, Aruna?!" Teriakan murka Beroz membuat sang putri yang masih kecil berjengit kaget. Gadis kecil itu meringis kesakitan saat sang ayah menarik kasar tangannya, dan hanya bisa menunduk takut saat wajah ayahnya terlihat menyeramkan di matanya. "Bukankah ayah sudah menyuruhmu untuk diam di kamarmu hari ini?!" Beroz masih saja meluapkan amarahnya pada Aruna. Seolah tidak peduli pada sekelilingnya, dia terus saja meneriaki putrinya yang kini terlihat ketakutan. "Kau selalu saja membuatku malu!""Kalian juga! Dasar orang-orang tidak berguna!" Kali ini Beroz memarahi para pelayan Aruna. Dia berdecih pada mereka, "mengurus seorang anak saja tidak becus! "Sialan. Kurang ajar. Dasar sampah.Arxen terus mengumpati Beroz dalam hatinya. Arxen dengan wajah bocahnya itu terlihat geram. Tangannya terkepal erat saat dia menimbang antara apakah dia harus memukul Beroz hingga pria itu mati di sini dan menerima semua konsekuensi nantinya, atau dia hanya harus menggun
Angin yang bertiup melewati celah pepohonan membuat rambut lilac Aruna melambai-lambai. Namun gadis kecil itu seperti tak memedulikannya. Dia dengan semangat menarik Arxen untuk masuk lebih dalam lagi ke taman luas yang terletak di samping kediaman itu. Banyak bunga yang bermekaran dengan indah di taman itu, tapi semuanya seolah tidak bisa menarik perhatian Arxen yang sejak tadi hanya melihat pada sosok Aruna. Hanya Aruna dan Aruna. Satu-satunya yang ada di mata hazel itu hanya Aruna saja, seolah hal lain tidak menarik perhatiannya. "Nah, kita sampai!" Aruna melepaskan tarikannya pada Arxen saat mereka telah berhenti di tengah taman. Tidak memberi kesempatan pada Arxen untuk membuka mulutnya, Aruna segera membawa Arxen untuk duduk di salah satu bangku taman yang ada di sana. "Kakak tunggulah di sini, aku akan mengambil bunga untuk kita berdua.""Tidak, tunggu dulu." Arxen buru-buru menahan tangan Aruna sebelum gadis kecil itu benar-benar melesat pergi. Arxen tersenyum geli. Aruna k
"Genio Evanthe dan Gielza Evanthe memberi salam pada sang Bulan yang agung, Yang Mulia Permaisuri."Bellanca memerhatikan dua anak yang baru masuk dan memberi salam padanya. Yang satu adalah seorang anak laki-laki berambut lilac, dan yang satu lagi adalah seorang anak perempuan berambut cokelat. Mereka adalah anak kembar keluarga Evanthe, kakak dari Aruna. Usia mereka dua tahun lebih tua dari Arxen. "Kemari, duduklah di dekatku agar aku bisa melihat kalian dengan mudah." Bellanca memasang senyum ramahnya. Mendengar ucapan sang permaisuri, dua anak itu tanpa ragu segera mendekat dan duduk di sofa samping permaisuri, berhadapan dengan kedua orang tua mereka. "Mereka berdua adalah anak-anak kebanggaan Evanthe, Yang Mulia." Macario terlihat percaya diri saat dia mulai memuji kedua cucunya itu. "Genio telah menunjukkan kepintarannya sejak dia masih berumur delapan tahun, dan juga bakat pedangnya sejak umurnya masih sepuluh tahun. Saat ini, sihir pedangnya juga tumbuh dengan sangat baik d
Sebagai seseorang yang terlahir dengan menyandang nama Evanthe, Aruna dipaksa hidup dengan berbagai peraturan yang tidak bisa dia pahami. Aruna tidak diijinkan keluar dari kediaman. Kata orang tuanya, dunia luar itu keras. Aruna yang masih kecil dan belum membangkitkan kekuatannya tidak boleh menginjakkan kaki di luar kediaman agar tidak mempermalukan nama keluarga Evanthe.Akibatnya, selama ini Aruna tidak mempunyai teman yang seumuran dengan dirinya. Ada begitu banyak larangan dan tuntutan yang diberikan padanya. Membuat Aruna rasanya jadi tidak bisa bergerak dengan bebas. Namun, Aruna yang masih kecil tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak terlalu mengerti dengan hal lain selain bermain, makan, tidur, dan bermain lagi. Jadi, Aruna yang masih berumur tujuh tahun hanya bisa menuruti semua ucapan yang dilontarkan oleh orang tua dan kakeknya. Tapi hari ini, untuk pertama kalinya Aruna bertemu dengan seorang anak yang bukan bagian dari keluarganya
"Baiklah, jika kau memang seyakin itu, Ibu akan menunda sebentar masalah pertunangan ini."Setelah suasana terdiam sangat lama setelah Arxen menyampaikan isi pikirannya, akhirnya Bellanca mengambil keputusan yang menyenangkan hati Arxen saat kereta yang mereka naiki ini memasuki istana permaisuri. Lagi pula ... Bellanca yakin keyakinan Arxen bukan keyakinan kosong yang tidak berdasar. Hanya dalam semalam, Arxen berubah jadi sosok yang sangat berbeda. Dia terlihat lebih pandai, berani, dan mulai menilai situasi yang dihadapinya dengan lebih bijaksana. Arxen yang dulu memiliki sifat yang lemah dan penakut, kini mulai mengutarakan pikirannya dengan berani. Arxen yang seperti itu pasti memiliki alasan kuat di balik dirinya yang seperti bersikeras demi putri bungsu Evanthe. Bellanca melirik putranya, "sebagai gantinya, kau tidak keberatan, kan, jika Ibu meminta keluarga Evanthe untuk segera mendidik gadis kecil itu?" Arxen tidak