Sereia tidak memberitahukan kepada pria lumpuh ini mengenai Elias yang dia kenal. Dia tiba-tiba kepikiran sesuatu. Dia tidak tahu apapun soal El. Apalagi mengenai orang tuanya. Saat El memanggilnya pertama kali, itu adalah pertama kalinya dia datang ke rumahnya. Lalu saat El pura-pura mabuk, itu kedua kalinya dia datang ke rumahnya kemudian bertemu dengan ibunya. Hanya ada ibu. Tidak ada ayah. Dia pikir ayahnya El sudah meninggal. Sepertinya dia juga sempat mendengar kabarnya begitu. Setelah kembali dari toko emas, Sereia pulang ke rumah lebih dulu untuk menyambut ketiga adiknya pulang sekolah. "Kau dari mana saja Sereia?" tanya Erix. "Ada urusan sebentar. Kalian senggang bukan? Biar kita tidak bertemu dengan orang asing yang mungkin mengganggu kita, bagaimana kalau kita datang ke rumahnya El?" tawar Sereia. "Apa yang akan kita lakukan disana? Apakah ada cara atau sesuatu?" tanya Erix. Sereia tidak memberitahu kepada Erix mengenai pertunangannya. Lagi pula, pertunangan
El masuk ke dalam rumahnya denga tergesa-gesa. Keringatnya bercucuran dan nafasnya memburu. Setelah membuka pintu, hatinya yang gelisah dan berdebar-debar, langsung terasa lega luar biasa karena melihat wanita yang ia cari-cari. El mendekati Sereia kemudian menarik lengannya kemudian dipeluknya wanita itu erat. "El, kamu kenapa?" tanya Sereia. "Syukurlah kamu baik-baik saja," kata El. "Aku baru saja menghajar orang yang telah berani menyentuhmu. DImas bukan? Beberapa temanku sangat setia kepadaku sampai mereka berani menjadi seorang pengkhianat. Mereka memberitahu soal Dimas kepadaku." Sereia mengusap-usap punggung El. "Aku baik-baik saja El." El menarik diri. "Aku sempat datang ke rumahmu tetapi kamu tidak ada. Pintunya dikunci. Aku pikir kamu pergi lagi. Aku berteriak di sepanjang jalan sampai akhirnya ada orang yang memberitahuku kalau kamu berjalan ke arah rumahku. Aku langsung pulang. Ternyata kamu disini." "Sereia, kamu diganggu sama temannya El?" tanya ibunya El.
Erix berkali-kali memperhatikan ke arah Sereia dan El yang berdiri di depan rumah tapi agak jauh. Mereka sengaja sekali memilih tempat dimana ketiga adiknya Sereia tidak bisa mendengarkan. Menurut pengamatan Erix, kakaknya tengah dimarahi oleh El. Tampaknya ibunya El juga berpikiran hal yang sama seperti Erix. Dia akhirnya ke depan untuk memperingati El supaya tidak kasar kepada Sereia karena dia memahami bagaimana anaknya itu. "Sebentar ma. Jangan ikut campur dulu!" tukas El."Kau? Ke ibumu juga bersikap seperti itu? Apakah kau sadar apa yang sudah kau katakan ke ibumu?""Dengar, aku tidak suka bertengkar jadi stop bertengkar!""Siapa yang mengajak bertengkar!" tukas Sereia tajam."Sereia, sudahlah! Sini masuk ke dalam! Tinggalkan El sendirian!"Sereia tahu jika ia melepas cincin yang diberikan El padanya, El kemungkinan besar akan mengamuk. Dia memutuskan untuk melepasnya di rumah.Sereia berbalik dan akan menghampiri ibunya El tetapi tangan satunya ditarik El."Sudah selesai urus
"Makanan sudah siap!" Sereia berteriak kecil kepada adik-adiknya yang sedang bersama El di depan rumah El. El tersenyum kepada Sereia tetapi Sereia langsung melihat ke arah lain. "Dia selalu menghindari tatapanku. Dia tidak percaya kepadaku sama sekali kelihatannya," bisik El. "Tidak ibu sangka kamu bisa memasak Sereia!" kata ibunya El. "Aku juga tidak menyangka. Dia serba bisa!" kata El. "Karena aku hanya tinggal bersama adik-adikku jadi aku merasa harus bisa melakukan segalanya. Apa yang biasanya ibuku lakukan, aku mencoba menirunya," kata Sereia. "Benar-benar istri idaman," kata El. Sereia mengabaikan pujian El. Dia mengambilkan makanan untuk Flosie dan Kai. "Tidak apa-apa bu kalau aku minta?" tanya Sereia pada ibunya El. "Tentu saja Sereia. Makanlah yang banyak! Habiskan semuanya! Justru ibu berteirma kasih kamu mau membantu ibu. Bagaimana kamu memasak begitu teliti dan cepat!" kata ibunya El. "Enak sekali," kata El. Setelah mereka menghabiskan waktu ber
"Aku akan menjawabnya besok," kata Sereia."Kamu selalu berkata seperti itu. Kapan kamu akan serius?" tanya El."Justru di hubungan kita, yang serius hanya aku."El terkejut. Dia melepaskan pelukannya. "Kamu pikir aku tidak serius?"Kai, Flosie, dan Erix berlari keluar untuk menemui Sereia dan El. Mereka memanggil Sereia untuk masuk ke dalam."Adik-adikku sudah menungguku. Sana kamu pulang. Hati-hati di jalan ya!""Kamu tidak pernah menaruh rasa kepadaku dan tidak akan pernah untuk selamanya?" tanya El seraya melihat ke arah lain. "Itu pasti tidak penting bagimu selagi tidak menyusahkanmu. Iya bukan Sereia?""Apa yang kamu bicarakann El. Bukannya tidak pernah untuk selamanya hanya saja, cinta itu bukan hanya tentang cinta. Sebagai seorang perempuan, aku menginginkan pernikahan yang didasari oleh cinta. Tetapi perempuan sepertiku yang sudah tidak berharga, itu seperti mimpi di siang bolong bukan?" tanya Sereia. "Tidak. Kamu berhak mendapatkannya.""Aku ini sudah tidur dengan banyak pr
"Hey Sereia! Buka pintunya atau kami tidak akan membiarkanmu hidup!" ancam salah satu pria yang berdiri di depan pintu. Sereia ketakutan tetapi dia berusaha tenang karena adiknya lebih ketakutan lagi jadi dia harus bisa menenangkan diri untuk tidak terbawa suasana. "Ya. Bagaimana ya? Masa kalian dari tadi tidak bisa membuka pintunya?" tanya Sereia dengan nada dingin. Sereia tidak tahu nama kedua pria itu. Dia juga merasa tidak pernah mendengar suara mereka sebelumnya tetapi kenapa mereka mengetahui namanya? "Dasar kau wanita pelacur banyak gaya! Apakah kau pikir sudah menjadi manusia hanya karena berhubungan dengan satu laki-laki?" "Huh? Bisa lebih keras? Aku tidak bisa mendengarnya!" teriak Sereia. "Kurang ajar. Kau benar-benar mau mati ya?" "Ayo Kai! Kita sembunyi." "Dimana kak El kak? Kenapa dia tidak datang-datang?" tanya Kai. "Dia masih dalam perjalanan." Tidak lama kemudian, Sereia mendengar suara motor yang familiar. Dia tersenyum sumringah. Dia memeriksa lewat je
El diamankan oleh warga sampai bertemu dengan polisi. Orang yang ditembak itu ditinggalkan oleh rekannya. Orang-orang membawanya ke rumah sakit terdekat. Bahkan jika dia sampai tidak bisa diselamatkan, Sereia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri. El mengambil tindakan ini demi dirinya. "Sekali orang tersebut melakukan kesalahan yang sangat fatal, kemungkinan besar dia akan melakukannya lagi. Apalagi dia sudah terkenal dengan sifat dan perilaku buruknya. Dia sudah menerima banyak sumpah serapah dari orang-orang di desanya. Dia mungkin tidak akan pernah mendapatkan pasangan karena kelakuannya seperti itu. Mending dia mati saja karena hidup tetapi malah menyusahkan ibunya yang seorang diri."Kejadian tersebut menjadi perbincangan hangat. Orang-orang dari desa El sampai datang. Lalu ada seorang ibu yang menghampiri Sereia dan berkata demikian. Sereia sudah berharap banyak kepada El. Dia ingin mereka berjuang bersama supaya bisa bersatu. Padahal dia sudah berharap tetapi kenapa..."Kenapa
Sereia sedikit menyesali pertemuannya dengan Samuel. Dia tidak pernah menyangka akan sampai di titik dimana dia menawari Samuel untuk tidur bersama. Samuel terkejut setengah mati sampai tidak bisa berkata-kata untuk sesaat. "Baru saja apa yang kamu katakan?" tanya Samuel. "Karena kamu sangat memaksaku. Aku tidak bisa melakukannya. Kamu paham bukan Samuel?" tanya Sereia. "Merasa berhutang budi kepada seseorang itu tidak enak apalagi jika merasa cemas khawatir apa yang diberikan itu di ungkit-ungkit.""Kamu pikir aku akan melakukan itu?""Tidak. Namun tetap saja aku merasa tidak enak. Aku tidak bisa terus bergantung kepadamu dan aku juga tidak bisa terus-menerus menerima bantuanmu. Aku harus bisa bangkit sendiri," kata Sereia. Samuel diam sejenak. "Apakah kamu tidak pernah berpikir kalau hubungan kita bisa terjalin untuk selamanya?""Huh?""Aku menyukaimu, Sereia. Sudah sejak lama, tetapi aku memendamnya selama ini," kata Samuel. Sereia terkejut dengan pengakuan Samuel tetapi tidak