Seandainya hari itu dia tidak menerima El, mungkin situasi ini tidak akan pernah datang. "Aku rasa pria itu bukan pria yang baik," kata El. "Kalau dia tidak baik, dia tidak akan menerimaku di perusahaannya," kata Sereia. "Kurangi polosmu itu! Dia sengaja melakukan itu untuk menjebak mangsanya. Kamu menyadari dirimu sekarang berubah menjadi cantik kan? Dia sudah terpikat padamu. Jelas sekali terlihat dari matanya," kata El. Sereia menekan handuk yang ia gunakan untuk mengobati pipi El semakin keras. "Sakit," ringis El. "Bukan aku yang harus mengurangi polosku tetapi kamu yang harus mengurangi gampang emosimu! Jika kamu tidak menyerangnya sembarangan, aku mungkin bisa keluar dari perusahaannya. Besok aku harus berangkat ke kantor. Memikrikannya saja membuatku lelah," kata Sereia. El menyentuh tangan Sereia yang sedang mengobati pipinya. "Tidak usah berangkat. Tinggal tinggalkan saja! Tidak perlu menjadi orang yang bertanggung jawab.""El, kamu benar-benar membawa pengaruh buruk b
Sereia tetap saja meragukannya. Dia pergi ke toko emas, berpura-pura untuk menjual cincin dari El. Dia juga akan bertanya apakah itu emas asli atau bukan. "Iya kak ini emas asli. Dan kalau mau dijual harganya sekitar lima juta." "Huh?" Sereia terkejut bukan main. Uang darimana El sehingga bisa mendapatkan cincin tersebut. Dia langsung kepikiran cowok itu mencuri dari toko emas. Dia berharap bukan toko emas ini. "Kenapa kak?" "Tidak apa-apa. Kalau begitu terima kasih kak. Saya tidak jadi menjualnya," kata Sereia. Sereia memutuskan untuk ke rumah El dan menanyakannya langsung pada cowok itu. El terus ingin berkeliaran disekitarnya tetapi dia menyuruh pria itu untuk pergi karena dia merasa risih dan tidak enak jika ada tetangga yang menyaksikan mereka terus bersama khawatir mereka berpikir yang tidak-tidak. Dia pikir El sekarang sedang melakukan sesuatu yang menghasilkan uang. "Tidak mungkin dia mengambil jalan yang sama sepertiku kan? Aku tahu diriku murahan tetapi jika
Sereia tidak memberitahukan kepada pria lumpuh ini mengenai Elias yang dia kenal. Dia tiba-tiba kepikiran sesuatu. Dia tidak tahu apapun soal El. Apalagi mengenai orang tuanya. Saat El memanggilnya pertama kali, itu adalah pertama kalinya dia datang ke rumahnya. Lalu saat El pura-pura mabuk, itu kedua kalinya dia datang ke rumahnya kemudian bertemu dengan ibunya. Hanya ada ibu. Tidak ada ayah. Dia pikir ayahnya El sudah meninggal. Sepertinya dia juga sempat mendengar kabarnya begitu. Setelah kembali dari toko emas, Sereia pulang ke rumah lebih dulu untuk menyambut ketiga adiknya pulang sekolah. "Kau dari mana saja Sereia?" tanya Erix. "Ada urusan sebentar. Kalian senggang bukan? Biar kita tidak bertemu dengan orang asing yang mungkin mengganggu kita, bagaimana kalau kita datang ke rumahnya El?" tawar Sereia. "Apa yang akan kita lakukan disana? Apakah ada cara atau sesuatu?" tanya Erix. Sereia tidak memberitahu kepada Erix mengenai pertunangannya. Lagi pula, pertunangan
El masuk ke dalam rumahnya denga tergesa-gesa. Keringatnya bercucuran dan nafasnya memburu. Setelah membuka pintu, hatinya yang gelisah dan berdebar-debar, langsung terasa lega luar biasa karena melihat wanita yang ia cari-cari. El mendekati Sereia kemudian menarik lengannya kemudian dipeluknya wanita itu erat. "El, kamu kenapa?" tanya Sereia. "Syukurlah kamu baik-baik saja," kata El. "Aku baru saja menghajar orang yang telah berani menyentuhmu. DImas bukan? Beberapa temanku sangat setia kepadaku sampai mereka berani menjadi seorang pengkhianat. Mereka memberitahu soal Dimas kepadaku." Sereia mengusap-usap punggung El. "Aku baik-baik saja El." El menarik diri. "Aku sempat datang ke rumahmu tetapi kamu tidak ada. Pintunya dikunci. Aku pikir kamu pergi lagi. Aku berteriak di sepanjang jalan sampai akhirnya ada orang yang memberitahuku kalau kamu berjalan ke arah rumahku. Aku langsung pulang. Ternyata kamu disini." "Sereia, kamu diganggu sama temannya El?" tanya ibunya El.
Erix berkali-kali memperhatikan ke arah Sereia dan El yang berdiri di depan rumah tapi agak jauh. Mereka sengaja sekali memilih tempat dimana ketiga adiknya Sereia tidak bisa mendengarkan. Menurut pengamatan Erix, kakaknya tengah dimarahi oleh El. Tampaknya ibunya El juga berpikiran hal yang sama seperti Erix. Dia akhirnya ke depan untuk memperingati El supaya tidak kasar kepada Sereia karena dia memahami bagaimana anaknya itu. "Sebentar ma. Jangan ikut campur dulu!" tukas El."Kau? Ke ibumu juga bersikap seperti itu? Apakah kau sadar apa yang sudah kau katakan ke ibumu?""Dengar, aku tidak suka bertengkar jadi stop bertengkar!""Siapa yang mengajak bertengkar!" tukas Sereia tajam."Sereia, sudahlah! Sini masuk ke dalam! Tinggalkan El sendirian!"Sereia tahu jika ia melepas cincin yang diberikan El padanya, El kemungkinan besar akan mengamuk. Dia memutuskan untuk melepasnya di rumah.Sereia berbalik dan akan menghampiri ibunya El tetapi tangan satunya ditarik El."Sudah selesai urus
"Makanan sudah siap!" Sereia berteriak kecil kepada adik-adiknya yang sedang bersama El di depan rumah El. El tersenyum kepada Sereia tetapi Sereia langsung melihat ke arah lain. "Dia selalu menghindari tatapanku. Dia tidak percaya kepadaku sama sekali kelihatannya," bisik El. "Tidak ibu sangka kamu bisa memasak Sereia!" kata ibunya El. "Aku juga tidak menyangka. Dia serba bisa!" kata El. "Karena aku hanya tinggal bersama adik-adikku jadi aku merasa harus bisa melakukan segalanya. Apa yang biasanya ibuku lakukan, aku mencoba menirunya," kata Sereia. "Benar-benar istri idaman," kata El. Sereia mengabaikan pujian El. Dia mengambilkan makanan untuk Flosie dan Kai. "Tidak apa-apa bu kalau aku minta?" tanya Sereia pada ibunya El. "Tentu saja Sereia. Makanlah yang banyak! Habiskan semuanya! Justru ibu berteirma kasih kamu mau membantu ibu. Bagaimana kamu memasak begitu teliti dan cepat!" kata ibunya El. "Enak sekali," kata El. Setelah mereka menghabiskan waktu ber
"Aku akan menjawabnya besok," kata Sereia."Kamu selalu berkata seperti itu. Kapan kamu akan serius?" tanya El."Justru di hubungan kita, yang serius hanya aku."El terkejut. Dia melepaskan pelukannya. "Kamu pikir aku tidak serius?"Kai, Flosie, dan Erix berlari keluar untuk menemui Sereia dan El. Mereka memanggil Sereia untuk masuk ke dalam."Adik-adikku sudah menungguku. Sana kamu pulang. Hati-hati di jalan ya!""Kamu tidak pernah menaruh rasa kepadaku dan tidak akan pernah untuk selamanya?" tanya El seraya melihat ke arah lain. "Itu pasti tidak penting bagimu selagi tidak menyusahkanmu. Iya bukan Sereia?""Apa yang kamu bicarakann El. Bukannya tidak pernah untuk selamanya hanya saja, cinta itu bukan hanya tentang cinta. Sebagai seorang perempuan, aku menginginkan pernikahan yang didasari oleh cinta. Tetapi perempuan sepertiku yang sudah tidak berharga, itu seperti mimpi di siang bolong bukan?" tanya Sereia. "Tidak. Kamu berhak mendapatkannya.""Aku ini sudah tidur dengan banyak pr
"Hey Sereia! Buka pintunya atau kami tidak akan membiarkanmu hidup!" ancam salah satu pria yang berdiri di depan pintu. Sereia ketakutan tetapi dia berusaha tenang karena adiknya lebih ketakutan lagi jadi dia harus bisa menenangkan diri untuk tidak terbawa suasana. "Ya. Bagaimana ya? Masa kalian dari tadi tidak bisa membuka pintunya?" tanya Sereia dengan nada dingin. Sereia tidak tahu nama kedua pria itu. Dia juga merasa tidak pernah mendengar suara mereka sebelumnya tetapi kenapa mereka mengetahui namanya? "Dasar kau wanita pelacur banyak gaya! Apakah kau pikir sudah menjadi manusia hanya karena berhubungan dengan satu laki-laki?" "Huh? Bisa lebih keras? Aku tidak bisa mendengarnya!" teriak Sereia. "Kurang ajar. Kau benar-benar mau mati ya?" "Ayo Kai! Kita sembunyi." "Dimana kak El kak? Kenapa dia tidak datang-datang?" tanya Kai. "Dia masih dalam perjalanan." Tidak lama kemudian, Sereia mendengar suara motor yang familiar. Dia tersenyum sumringah. Dia memeriksa lewat je