Sereia Selamat malam Sam. Ini aku Sereia, aku ingin memberitahumu sesuatu yang sangat penting. Tapi aku mau minta maaf sebelumnya kalau selama ini bekerja di kantormu, aku memiliki banyak kesalahan. Aku berencana mengundurkan diri karena aku sudah pindah ke rumahku yang sebenarnya dan aku tidak bisa jauh-jauh dari adikku. Terima kasih. Setelah mengirimkan pesan tersebut, Sereia mengembalikan ponselnya ke El. Setelah pulang dari rumah sakit, El mengambil motornya di bengkel dan langsung ke rumahnya Sereia tanpa pulang ke rumahnya lebih dulu. Sereia merasa semakin bersalah dengan luka-luka di badan El. Dia seperti merusak asetnya. El menyimpan ponselnya di saku kemudian memandangi Sereia. Sereia merasa risih dengan tatapan El. "Sudah selesai kan? Kau tidak mau pulang dulu dan menemui ibumu?" tanya Sereia. "Tidak mau mengambil ponselku? Aku menerimanya karena memikirkan kamu bersama Samuel," kata El. "Tidak perlu basa-basi," kata Sereia. "Sudahlah! Pulang sana!" usirnya
Sereia tidak bisa membayangkan masa depan bersama El karena keadaan pria itu sekarang. Dia tidak percaya sama sekali El mendapatkan sebuah cincin dengan cara yang halal. Hari kedua setelah pindah, Sereia pergi ke rumah makan untuk mendaftar lagi bekerja di tempat tersebut. Raden tentu saja dengan senang hati menerima Sereia. Karena memang harapan dia Sereia tetap berada di rumah makan ini. Namun ternyata pemilik rumah makan itu ingin bicara lebih dulu dengan Sereia."Apa kamu menceritakan kepada bu bos mengenai diriku?" tanya Sereia.Raden melihat ke arah lain. "Maafkan aku. Aku tidak bercerita banyak kok. Hanya memberitahunya kalau kamu sudah pindah kesini.""Untuk beberapa alasan, aku menyesal pindah ke rumah itu," kata Sereia."Maksudmu pindah kesini?""Tidak. Ke rumah keluarga dari ayahku.""Kenapa? Sebenarnya aku juga merasa ada yang tidak beres denganmu karena menurutku seharusnya mereka mengantarkanmu pindah kesini. Maksudku, yah sebagai keluarga seharusnya mereka melakukanny
Seandainya hari itu dia tidak menerima El, mungkin situasi ini tidak akan pernah datang. "Aku rasa pria itu bukan pria yang baik," kata El. "Kalau dia tidak baik, dia tidak akan menerimaku di perusahaannya," kata Sereia. "Kurangi polosmu itu! Dia sengaja melakukan itu untuk menjebak mangsanya. Kamu menyadari dirimu sekarang berubah menjadi cantik kan? Dia sudah terpikat padamu. Jelas sekali terlihat dari matanya," kata El. Sereia menekan handuk yang ia gunakan untuk mengobati pipi El semakin keras. "Sakit," ringis El. "Bukan aku yang harus mengurangi polosku tetapi kamu yang harus mengurangi gampang emosimu! Jika kamu tidak menyerangnya sembarangan, aku mungkin bisa keluar dari perusahaannya. Besok aku harus berangkat ke kantor. Memikrikannya saja membuatku lelah," kata Sereia. El menyentuh tangan Sereia yang sedang mengobati pipinya. "Tidak usah berangkat. Tinggal tinggalkan saja! Tidak perlu menjadi orang yang bertanggung jawab.""El, kamu benar-benar membawa pengaruh buruk b
Sereia tetap saja meragukannya. Dia pergi ke toko emas, berpura-pura untuk menjual cincin dari El. Dia juga akan bertanya apakah itu emas asli atau bukan. "Iya kak ini emas asli. Dan kalau mau dijual harganya sekitar lima juta." "Huh?" Sereia terkejut bukan main. Uang darimana El sehingga bisa mendapatkan cincin tersebut. Dia langsung kepikiran cowok itu mencuri dari toko emas. Dia berharap bukan toko emas ini. "Kenapa kak?" "Tidak apa-apa. Kalau begitu terima kasih kak. Saya tidak jadi menjualnya," kata Sereia. Sereia memutuskan untuk ke rumah El dan menanyakannya langsung pada cowok itu. El terus ingin berkeliaran disekitarnya tetapi dia menyuruh pria itu untuk pergi karena dia merasa risih dan tidak enak jika ada tetangga yang menyaksikan mereka terus bersama khawatir mereka berpikir yang tidak-tidak. Dia pikir El sekarang sedang melakukan sesuatu yang menghasilkan uang. "Tidak mungkin dia mengambil jalan yang sama sepertiku kan? Aku tahu diriku murahan tetapi jika
Sereia tidak memberitahukan kepada pria lumpuh ini mengenai Elias yang dia kenal. Dia tiba-tiba kepikiran sesuatu. Dia tidak tahu apapun soal El. Apalagi mengenai orang tuanya. Saat El memanggilnya pertama kali, itu adalah pertama kalinya dia datang ke rumahnya. Lalu saat El pura-pura mabuk, itu kedua kalinya dia datang ke rumahnya kemudian bertemu dengan ibunya. Hanya ada ibu. Tidak ada ayah. Dia pikir ayahnya El sudah meninggal. Sepertinya dia juga sempat mendengar kabarnya begitu. Setelah kembali dari toko emas, Sereia pulang ke rumah lebih dulu untuk menyambut ketiga adiknya pulang sekolah. "Kau dari mana saja Sereia?" tanya Erix. "Ada urusan sebentar. Kalian senggang bukan? Biar kita tidak bertemu dengan orang asing yang mungkin mengganggu kita, bagaimana kalau kita datang ke rumahnya El?" tawar Sereia. "Apa yang akan kita lakukan disana? Apakah ada cara atau sesuatu?" tanya Erix. Sereia tidak memberitahu kepada Erix mengenai pertunangannya. Lagi pula, pertunangan
El masuk ke dalam rumahnya denga tergesa-gesa. Keringatnya bercucuran dan nafasnya memburu. Setelah membuka pintu, hatinya yang gelisah dan berdebar-debar, langsung terasa lega luar biasa karena melihat wanita yang ia cari-cari. El mendekati Sereia kemudian menarik lengannya kemudian dipeluknya wanita itu erat. "El, kamu kenapa?" tanya Sereia. "Syukurlah kamu baik-baik saja," kata El. "Aku baru saja menghajar orang yang telah berani menyentuhmu. DImas bukan? Beberapa temanku sangat setia kepadaku sampai mereka berani menjadi seorang pengkhianat. Mereka memberitahu soal Dimas kepadaku." Sereia mengusap-usap punggung El. "Aku baik-baik saja El." El menarik diri. "Aku sempat datang ke rumahmu tetapi kamu tidak ada. Pintunya dikunci. Aku pikir kamu pergi lagi. Aku berteriak di sepanjang jalan sampai akhirnya ada orang yang memberitahuku kalau kamu berjalan ke arah rumahku. Aku langsung pulang. Ternyata kamu disini." "Sereia, kamu diganggu sama temannya El?" tanya ibunya El.
Erix berkali-kali memperhatikan ke arah Sereia dan El yang berdiri di depan rumah tapi agak jauh. Mereka sengaja sekali memilih tempat dimana ketiga adiknya Sereia tidak bisa mendengarkan. Menurut pengamatan Erix, kakaknya tengah dimarahi oleh El. Tampaknya ibunya El juga berpikiran hal yang sama seperti Erix. Dia akhirnya ke depan untuk memperingati El supaya tidak kasar kepada Sereia karena dia memahami bagaimana anaknya itu. "Sebentar ma. Jangan ikut campur dulu!" tukas El."Kau? Ke ibumu juga bersikap seperti itu? Apakah kau sadar apa yang sudah kau katakan ke ibumu?""Dengar, aku tidak suka bertengkar jadi stop bertengkar!""Siapa yang mengajak bertengkar!" tukas Sereia tajam."Sereia, sudahlah! Sini masuk ke dalam! Tinggalkan El sendirian!"Sereia tahu jika ia melepas cincin yang diberikan El padanya, El kemungkinan besar akan mengamuk. Dia memutuskan untuk melepasnya di rumah.Sereia berbalik dan akan menghampiri ibunya El tetapi tangan satunya ditarik El."Sudah selesai urus
"Makanan sudah siap!" Sereia berteriak kecil kepada adik-adiknya yang sedang bersama El di depan rumah El. El tersenyum kepada Sereia tetapi Sereia langsung melihat ke arah lain. "Dia selalu menghindari tatapanku. Dia tidak percaya kepadaku sama sekali kelihatannya," bisik El. "Tidak ibu sangka kamu bisa memasak Sereia!" kata ibunya El. "Aku juga tidak menyangka. Dia serba bisa!" kata El. "Karena aku hanya tinggal bersama adik-adikku jadi aku merasa harus bisa melakukan segalanya. Apa yang biasanya ibuku lakukan, aku mencoba menirunya," kata Sereia. "Benar-benar istri idaman," kata El. Sereia mengabaikan pujian El. Dia mengambilkan makanan untuk Flosie dan Kai. "Tidak apa-apa bu kalau aku minta?" tanya Sereia pada ibunya El. "Tentu saja Sereia. Makanlah yang banyak! Habiskan semuanya! Justru ibu berteirma kasih kamu mau membantu ibu. Bagaimana kamu memasak begitu teliti dan cepat!" kata ibunya El. "Enak sekali," kata El. Setelah mereka menghabiskan waktu ber
Sereia dan ketiga adiknya pada akhirnya mencoba mengunjungi keluarga dari ayah mereka. Sereia mengajak Lingga untuk berjaga-jaga apabila mereka ditahan lagi, Lingga bisa mengambil tindakan untuk menyelamatkan mereka, jika ia bisa melakukannya. "Kenapa kamu kesini hah?! Gara-gara kamu, suamiku sampai dihajar babak belur oleh bodyguardnya juragan! Dan gara-gara kamu juga, kita semakin terlilit hutang dimana-mana!"Sereia menghela nafas. Adik-adiknya sudah bertambah besar dan mereka lebih tenang menghadapi bibi mereka, mereka sudah tidak sama lagi seperti sebelumnya. "Aku kesini ingin bersilaturahmi dengan keluarga. Maafkan semua kesalahnku dan adik-adikku bibi. Dan maaf juga apabila selama kami tinggal disini, kami merepotkan kalian," kata Sereia."Tentu saja kalian merepotkan! Kalian benar-benar tidak tahu diri dan tidak tahu diuntung!" ketus bibi Sereia."Kalau begitu kami tidak akan lama bibi, ini, untuk bibi dan paman. Untuk keluarga lain aku akan memberikannya sendiri," kata Serei
Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang, akhirnya Sereia mengancam Samuel."Aku yakin kamu dikenal oleh orang-orang sebagai bos yang baik dan bertanggung jawab, Samuel. Aku juga yakin kamu tidak akan mau karirmu hancur begitu saja. Kepribadian yang kamu bangun itu, kau pasti tidak menginginkannya hancur begitu saja kan?" tanya Sereia. "Akh!"Samuel tampak frustasi. "Tidak mungkin aku kalah dari orang yang bahkan tidak bisa memberikanmu apapun kecuali penderitaan kan?""Jujur saja Samuel, aku memang mengincar uang. Maksudku, lebih tepatnya, aku lebih butuh uang daripada seseorang untuk menemaniku," kata Sereia. "El masuk penjara dan dia keluar dari penjara entah beberapa tahun lagi. Aku tidak berencana menunggu karena aku tidak tahu apakah perasaannya padaku masih ada atau tidak nanti."Samuel tampak berbinar-binar. "Mungkinkah aku masih memiliki kesempatan?"Sereia ingin membeberkan kalau dia awalnya mengincar Samuel karena hartanya tetpi dia rasa dia tidak bisa membeberkan soa
"Sudah lama sekali ya, Sereia, Kai, Erix, dan Flosie? Kalian terlihat baik-baik saja dan malah...bahagia."Bibi mereka, Feyre, menghampiri mereka. Sereia menyipitkan kedua matanya. "Apa yang kalian mau? Apa kalian mau seperti keluarga ayah kami? Apa kalian bekerja sama dengan mereka untuk mengendalikan kami?""Justru kebalikannya. Aku sudah mendengar tentangmu yang dijodohkan dengan seorang juragan yang sudah memiliki banyak istri. Mana mungkin kami akan membiarkannya begitu saja. Paman dan bibimu disana meminta kami untuk menyuruhmu menuruti keinginan mereka tetapi kami tidak mungkin begitu saja menyerahkanmu pada mereka. Kalian berempat, pulanglah ke rumah keluarga besar ibu kalian!""Tidak!" tegas Erix. "Aku mengerti. Kalian tenang saja, aku akan membiayai keperluan kalian," kata Feyre."Tidak perlu bibi. Kak Sereia sudah bekerja dan dia bisa menyekolahkan kami seorang diri," kata Flosie. "Apa? Benarkah itu?" tanya Feyre.Sereia menganggukkan kepalanya."Itu tidak mungkin. Kamu
Entah sudah berapa tahun dia tidak pernah bertemu dengan ayahnya. Semenjak menembak orang, dia tidak pernah berhenti gelisah dan ketakutan. Dia memikirkan ibunya, dia memikirkan Sereia, dan dia juga memikirkan dirinya sendiri. Tak dapat dipungkiri dia khawatir berada di penjara untuk selamanya. "Jangan seenaknya menyebutku putramu, pak tua, ayahku sudah mati sejak aku masih kecil," ucap El.Pria itu tercengang. Dia tidak bisa berkata-kata. Segera dia menundukkan kepalanya dan raut wajahnya terlihat sedih. "Pergi saja kalian semua! Tidak ada gunannya menghabiskan waktu berbicara denganku!" ketus El."El, jangan seperti ini. Aku...kamu tahu tidak siapa orang yang sudah mengirimkan dua orang yang menyerangku? Aku kerap mendatangi orang yang berada di rumah sakit itu yang kamu tembak. Dia mengaku kalau yang menyuruhnya adalah Samuel. Padahal aku tidak pernah bercerita padanya mengenai Samuel. Tampaknya dia tidak berbohong. Samuel sampai sekarang masih terus menggangguku," kata Sereia.E
Samuel ternyata jauh lebih jahat daripada yang Sereia kira. Sereia merasa terjebak di lumpur hisap."Dia seharusnya tidak membiarkan kebocoran ini terjadi begitu saja. Apa sebenarnya alasanmu membicarakan soal itu?" tanya Sereia dingin."Aku merasa kasihan padamu. Aku tidak ingin melihatmu datang kesini lagi. Itu seperti mimpi buruk bagiku," kata orang itu. "Alasan aku tidak memaafkan El karena aku khawatir dia akan menyerangku lagi."Sereia menghela nafas. "Tidak! Dia tidak akan melakukannya lagi.""Kau pikir aku akan percaya? Dia sudah menjadi traumaku jadi menyerah saja soal El. Aku sudah membocorkan yang lebih penting daripada mengeluarkan dia dari penjara."Sereia terdiam sejenak. Jika dia bisa memilih, dia lebih memilih El dikeluarkan dari penjara daripada mengetahui tentang Samuel yang sebenarnya jahat padanya. Itu karena dia berencana tidak pernah ingin berurusan lagi dengan Samuel. "Padahal aku bisa meminta pada El untuk tidak menyerangmu lagi. Dia itu sangat luluh padaku t
"Terima kasih banyak bu sudah di izinkan bekerja disini lagi," kata Sereia merasa lega luar biasa."Iya Sereia. Ngomong-ngomong, aku sudah mendengar banyak dari Raden. Kamu yang semangat ya! Jangan putus asa! Adik-adikmu perlu kamu perjuangkan sampai mereka bisa sekolah tinggi! Kamu pasti bisa melakukannya. Buat orang tuamu disana bangga padamu!""Terima kasih banyak bu motivasinya," kata Sereia. "Saya benar-benar berterima kasih.""Sama-sama Sereia. Adik-adikmu sudah masuk sekolah lagi kan?"Sereia menganggukkan kepalanya. "Iya. Keadaan sudah aman akhir-akhir ini jadi aku berpikir untuk mengirim mereka ke sekolah. Karena tidak mungkin jika mereka terus menerus berada di rumah.""Ya benar. Kalau soal biaya sekolah, kamu tidak perlu khawatir. Ibu mau membantumu.""Aku juga!" sahut Raden. Sereia sedikit tercengang. "Sungguh, terima kasih.""Sereia, bisakah kamu mengantarkan ini ke meja disana?" tanya Raden. "Ya tentu saja. Bu, saya izin bekerja dulu ya?""Iya."Ketika Sereia sibuk bek
"Kenapa kamu mencoba lari dariku setelah semua yang kamu lakukan? Apakah kamu mau menjadi pecundang yang melarikan diri dari semua masalah yang menimpamu? Jangan bercanda denganku!" ketus Sereia dingin.El diam sejenak. Orang-orang yang berada di penjara yang sama dengan El memperhatikan Sereia dan El secara bergantian. El masih saja membelakangi sereia meskipun sudah mendengar suara wanita itu. Dia tampak tidak tertarik untuk berhadapan dengan Sereia. "Kalau iya kenapa? Sudahlah tuan putri! Sana pergi! Kamu sudah bebas dari penjahat sepertiku sekarang. Ini adalah waktunya untukmu bersenang-senang dan mencari kebahagiaan yang kamu inginkan."Sereia menendang jeruji besi yang mengurung El. "Bisa-bisanya kamu mengatakan itu setelah semua yang kamu lakukan?""Jadi apa?" tanya El. "Kamu ingin aku dihukum seperti apa atas semua kejahatan yang aku lakukan padamu?""Kau sengaja tidak mau bertemu denganku karena tidak mau mendengar hukuman atau bagaimana?" tanya Sereia. "Bukan jawaban itu
"Kenapa kamu terus datang kesini?"Sereia tidak pernah menyukai kedatangan Lingga. Terutama sejak saat dia menyampaikan berita dari El yang menurutnya tidak masuk akal. "Memangnya tidak boleh? Aku disini sebagai perantara pesan El untukmu. Kamu habis dari mana?" tanya Lingga. "Bukan urusanmu!" jawab Sereia ketus. "Hey, aku ini tidak pernah melakukan apapun padamu jadi jangan benci aku seperti kamu membenci teman-teman kita yang lain. Dengarkan aku, sebaiknya kamu menghilang saja dari El," kata Lingga. "Hah? Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan!""El sudah tidak bisa dikenali lagi.""Katakan dengan penjelasan yang dapat aku pahami! Aku benar-benar tidak paham. Tidak dikenali lagi, maksudnya bagaimana?" tanya Sereia. Lingga menghela nafas. "Kami sebagai teman dekat El bahkan tidak tahu kalau pria itu menyimpan senjata semacam itu. Dia berani emnggunakannya. Masalahnya, dia mendapatkannya dari mana? Kami saja. Tidak. Teman kami yang lebih buruk dari El saja tidak memiliki senj
Sereia ingin berteriak sekencang-kencangnya. Dia bertanya-tanya kapan hujan akan datang. Dia ingin berdiri dibawah hujan. Dia ingin menikmati dinginnya angin ketika hujan deras datang. El mendadak seperti sebuah puzzle yang tidak bisa dia pecahkan.Setelah mengejarnya seperti orang gila sampai mengorbankan dirinya sendiri demi menyelamatkannya, dia mendadak membuangnya seperti tidak membutuhkannya lagi. Memang mereka bersama lagi entah kapan. Tidak. El sempat akan dijatuhi hukuman ppenjara seumur hidup. Sereiia ingin diberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya pada El. Ibunya El menemui Sereia di rumahnya. "Sebenarnnya apa yang terjadi antara kamu dan El?""Antara aku dann Elias? Ibu tidak mau bertanya soal kejadian waktu itu?" tanya Sereia dengan pandangan kosong ke depan. "Banyak yang mengatakan El sudah tidak tertolong lagi. Banyak yang mengatakan amit-amit memiliki anak seperti El. Dia itu...aku sendiri sebenarnnya juga sudah lelah menghadapinya. Aku berharap dia menjadi