"Makanlah Sereia! Jangan dilihat saja kasihan makanannya!" titah Samuel lembut. Sereia mengangguk. Makanan-makanan yang tersaji di depannya ini terlihat mewah dan mahal. Sereia sampai ragu untuk memakannya. "Sam, saya-""Ini bukan di kantor jadi tidak perlu formal begitu," potong Samuel. "Aku tidak memiliki banyak uang untuk membayar semua makanan ini Sam," kata Sereia. "Siapa yang bilang kamu harus membayarnya. Aku hanya menyuruhmu untuk memakannya dan urusan membayar tentu saja aku yang menanganinya kan aku yang mengajakmu makan malam tentu saja aku yang harus bertanggung jawab!" ucap Samuel dengan senyum di bibirnya. Sereia mengangguk kaku kemudian mulai memakan makanannya. Pada saat yang sama, Samuel memanggil pelayan untuk memesan makanan lagi. Sereia mengernyitkan alisnya. Makanan sebanyak ini saja belum mereka habiskan dan Samuel akan memesan lagi? "Tolong dibungkus ya!"Ternyata dibungkus. Sereia sempat akan protes."Untuk adik-adikmu," kata Samuel setelah pelayan itu pe
"Maafkan aku sebelumnya Sam. Tetapi sepertinya malam ini kamu tidak bisa bertemu dengan adikku," kata Sereia. Dia mengatakan itu tanpa melihat ke Sam melainkan menatap ke bawah.Sam langsung memberhentikan mobilnya. "Kenapa?" tanyanya menatap Sereia lekat-lekat. Mereka baru saja membicarakan banyak hal. Wajah Samuel berseri-seri dan dia mengatakan tidak sabar bertemu dengan adik-adiknya Sereia. Namun, dalam waktu yang sangat singkat Sereia malah mematahkan keinginan Samuel. "Adik-adikku sudah tidur dan tentu saja aku tidak bisa membangunkannya," kata Sereia. Sereia tahu Samuel menganggap alasan yang ia berikan konyol. Setelah semua yang mereka bicarakan, tiba-tiba dia mengatakan alasan seperti itu. Itu karena pikirannya sedang kalut, dia jadi tidak bisa mencari alasan yang lebih bisa diterima. Alasan yang sebenarnya adalah karena Sereia sangat khawatir di rumahnya ada El. Dia tidak mau terlibat masalah lebih besar lagi dengan El. Lelaki gila itu, dia bahkan berpikir keras sekarang
"Sudah lama sekali Sereia tidak bisa dihubungi. Apakah wanita itu berhenti menjadi wanita penghibur apa bagaimana?" tanya salah satu teman El.Sepulang dari rumah Sereia, seperti biasa, El berkumpul dengan teman-temannya. Setelah mendengar pertanyaan itu, dia melirik ke temannya itu."Memangnya kenapa kalau dia bisa dihubungi?" tanya El. "Apa kau mau membayarnya lagi?""Tentu saja El. Alasan apalagi. Sebenarnya tidak masalah jika menjalin hubungan dengannya karena kupikir dia sangat menarik tetapi dia terlalu menjaga batasan," ucap teman El itu.El menyeringai. "Kalian semua tidak akan pernah bisa mendekatinya lagi karena mulai sejak hari itu, dia milikku."Semuanya terdiam."Kalau ada yang keberatan, maju sini!" Ketika serius, El bisa sangat mengerikan.Karena El sudah mengatakan kalimat yang tisak pernah ia katakan sebelumnya, teman-teman El ini lebih memilih mengencani perempuan lain daripada harus mencari masalah dengan El. Semenjak itu, mereka tidak pernah membahas mengenai Sere
Sereia Paman, aku sudah mendiskusikannya dengan adik-adikku dan mereka setuju untuk ikut. Tidak. Mereka memang harus ikut. Aku memaksa mereka. Kalau tidak, mereka tidak mau. Itu karena mereka berpikir paman dan anggota keluarga yang lain jahat sehingga mereka menolak untuk tinggal disana. Namun, paman akhirnuya menawari kami dengan sendirinya untuk tinggal disana sehingga aku pikir paman dan yang lain berubah. Meskipun begitu, sulit untuk meyakinkan ketiga adik-adikku. Mereka menyayangkan harus berpisah dengan teman-temannya tetapi seiring berjalannya waktu, hati mereka pasti akan terbuka pada kalian kalau kalian bersikap baik. Sekali lagi terima kasih paman. "Kamu akan menabrak batu jika tidak melihat jalan."Seseorang berkata dibelakang Sereia. Sereia tidak menoleh karena sudah tahu siapa yang berbicara. Dia tidak menanggapi dan berjalan semakin cepat. Ekspresi wajahnya yang tenang berubah menjadi dingin. Meskipun El tidak melihat wajah Sereia, tetapi dia tahu perempuan itu marah
Sepanjang perjalanan, Sereia tidak memberontak. Tetapi ditawari makanan dan minuman juga tidak mau. Yang dilakukan perempuan itu hanya diam seribu bahasa. El akhirnya menyerah dan memutuskan untuk membawakan Sereia minuman seadanya yang berada di rumahnya yaitu teh hangat. "Aku membawa beberapa makanan dari tempatku bekerja. Kamu mau memakannya?" tanya El. Sereia masih saja diam dan menatap ke depan dengan tatapan kosong. "Minumlah! Aku akan mengambilkan makanan!" kata El. Karena takut Sereia kabur, jadi El membuat es teh di depan perempuan itu. Tetapi untuk mengambil makanan, dia harus ke belakang. Dia mewaspadai Sereia bakal kabur. Dia pun melakukannya dengan terburu-buru. Setelah kembali ke depan, EL menghela nafas lega. Sereia tidak kabur. El menaruh makanan di atas meja di depan Sereia disampng segelas teh. Sereia bahkan masih belum emminum tehnya."Apakah yang satu ini aku juga harus memaksamu?" tanya El. "Tenang saja. Aku tidak menaruh sesuatu di dalamnya.""Mau sampai kap
"Kakak, aku tidak suka tinggal disini," keluh Flosie. Sudah beberapa hari berlalu semenjak Sereia dan ketiga adiknya tinggal di rumah keluarga besar ayahnya. Erix masih belum ingin berdamai dengan Sereia. Sementara Kai dan Flosie sering mengeluh ingin pulang ke rumah orang tuanya saja. Sereia sendiri dipusingkan oleh masalah pekerjaan meskipun dia lebih banyak terlibat dengan bosnya tetapi tampaknya rekan-rekan kerjanya mulai menunjukkan sifat dan perilaku tidak suka kepadanya. "Sabar ya, tunggu kakak punya banyak uang terus kita bisa mencari tempat tinggal yang lebh baik," jawab Sereia."Kenapa kita tidak pulang ke rumah saja kak? Kenapa harus mencari rumah lagi?" tanya Ki.Tentu saja alasanannya karena Elias. Sereia yakin saat ini lelaki itu sedang mencari-cari dirinya. Semenjak hari itu, dia memutuskan untuk menghilang tanpa meninggalkan jejak supaya El tidak mudah menemukannya. JIka lelaki itu sampai menemukannya, entah apa yang akan dia lakukan padanya dan adik-adiknya. "Karen
Sereia berangkat kerja pagi-pagi sekali. Karena rumah pamannya ini dekat sekali dengan kota, sehingga dia tidak begitu mengalami kesulitan dalam mencari angkutan umum untuk menuju kantor. Sereia menghela nafas saat sudah berada di dalam bus. Dia telah membicarakan dengan pamannya niatnya ingin menyekolahkan adik-adiknya di sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya sekarang. Namun, dia harus pergi bekerja sehingga dia mungkin tidak akan sempat. Lalu pamannya menawarkan diri akan mengambil alih melakukan itu.Sereia tidak begitu lega. Dia sekarang mencemaskan ketiga adiknya. Terutama Erix. "Kupikir ini adalah keputusan yang paling tepat untuk menjauhinya tetapi jika sampai membuat mereka menderita, maka aku begitu bodoh," batin Sereia. Sereia lagi-lagi menyalahkan El. Sesampainya di kantor, Sereia langsung waspada. Dia berharap El tidak mencarinya sampai kesini. Dia telah izin pada Samuel libur sementara waktu untuk mengurus kepindahannya dan bosnya itu mengizinkannya. Tak masalah
"Bagaimana?" tanya Sereia pada Samuel. Setelah mengintip, Sereia kembali bekerja. Lalu ketika bertemu dengan bosnya, Sereia bertanya. "Dia mencarimu," jawab Samuel. "Aku tahu. Apakah dia mengatakan sesuatu selain mencariku? Dia tidak mengancammu kan?" "Apakah menurutmu orang seperti dia tidak suka mengancam orang lain? Dia tampaknya lebih kuat daripada preman-preman yang menyerangku waktu itu," kata Samuel. "Dia memiliki banyak teman," kata Sereia khawatir. "Kamu terlihat cemas," ujar Samuel. "Sudah makan siang apa belum?" "Bagaimana bisa aku bersantai-santai makan siang." "Tidak perlu khawatir. Dia tidak akan mengganggumu. Dia bertanya apakah kamu di dalam atau tidak. Jika aku mengatakan tidak, dia akan masuk secara paksa untuk mencarimu. Tetapi aku memgatakan kamu di dalam lalu dia langsung pergi begitu saja tidak berniat mencarimu di dalam." "Aku tidak pernah bertemu dengannya selama beberapa hari ini sejak aku pindah," kata Sereia. "Itu berarti kamu berhasil. Kamu beren
Sereia dan ketiga adiknya pada akhirnya mencoba mengunjungi keluarga dari ayah mereka. Sereia mengajak Lingga untuk berjaga-jaga apabila mereka ditahan lagi, Lingga bisa mengambil tindakan untuk menyelamatkan mereka, jika ia bisa melakukannya. "Kenapa kamu kesini hah?! Gara-gara kamu, suamiku sampai dihajar babak belur oleh bodyguardnya juragan! Dan gara-gara kamu juga, kita semakin terlilit hutang dimana-mana!"Sereia menghela nafas. Adik-adiknya sudah bertambah besar dan mereka lebih tenang menghadapi bibi mereka, mereka sudah tidak sama lagi seperti sebelumnya. "Aku kesini ingin bersilaturahmi dengan keluarga. Maafkan semua kesalahnku dan adik-adikku bibi. Dan maaf juga apabila selama kami tinggal disini, kami merepotkan kalian," kata Sereia."Tentu saja kalian merepotkan! Kalian benar-benar tidak tahu diri dan tidak tahu diuntung!" ketus bibi Sereia."Kalau begitu kami tidak akan lama bibi, ini, untuk bibi dan paman. Untuk keluarga lain aku akan memberikannya sendiri," kata Serei
Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang, akhirnya Sereia mengancam Samuel."Aku yakin kamu dikenal oleh orang-orang sebagai bos yang baik dan bertanggung jawab, Samuel. Aku juga yakin kamu tidak akan mau karirmu hancur begitu saja. Kepribadian yang kamu bangun itu, kau pasti tidak menginginkannya hancur begitu saja kan?" tanya Sereia. "Akh!"Samuel tampak frustasi. "Tidak mungkin aku kalah dari orang yang bahkan tidak bisa memberikanmu apapun kecuali penderitaan kan?""Jujur saja Samuel, aku memang mengincar uang. Maksudku, lebih tepatnya, aku lebih butuh uang daripada seseorang untuk menemaniku," kata Sereia. "El masuk penjara dan dia keluar dari penjara entah beberapa tahun lagi. Aku tidak berencana menunggu karena aku tidak tahu apakah perasaannya padaku masih ada atau tidak nanti."Samuel tampak berbinar-binar. "Mungkinkah aku masih memiliki kesempatan?"Sereia ingin membeberkan kalau dia awalnya mengincar Samuel karena hartanya tetpi dia rasa dia tidak bisa membeberkan soa
"Sudah lama sekali ya, Sereia, Kai, Erix, dan Flosie? Kalian terlihat baik-baik saja dan malah...bahagia."Bibi mereka, Feyre, menghampiri mereka. Sereia menyipitkan kedua matanya. "Apa yang kalian mau? Apa kalian mau seperti keluarga ayah kami? Apa kalian bekerja sama dengan mereka untuk mengendalikan kami?""Justru kebalikannya. Aku sudah mendengar tentangmu yang dijodohkan dengan seorang juragan yang sudah memiliki banyak istri. Mana mungkin kami akan membiarkannya begitu saja. Paman dan bibimu disana meminta kami untuk menyuruhmu menuruti keinginan mereka tetapi kami tidak mungkin begitu saja menyerahkanmu pada mereka. Kalian berempat, pulanglah ke rumah keluarga besar ibu kalian!""Tidak!" tegas Erix. "Aku mengerti. Kalian tenang saja, aku akan membiayai keperluan kalian," kata Feyre."Tidak perlu bibi. Kak Sereia sudah bekerja dan dia bisa menyekolahkan kami seorang diri," kata Flosie. "Apa? Benarkah itu?" tanya Feyre.Sereia menganggukkan kepalanya."Itu tidak mungkin. Kamu
Entah sudah berapa tahun dia tidak pernah bertemu dengan ayahnya. Semenjak menembak orang, dia tidak pernah berhenti gelisah dan ketakutan. Dia memikirkan ibunya, dia memikirkan Sereia, dan dia juga memikirkan dirinya sendiri. Tak dapat dipungkiri dia khawatir berada di penjara untuk selamanya. "Jangan seenaknya menyebutku putramu, pak tua, ayahku sudah mati sejak aku masih kecil," ucap El.Pria itu tercengang. Dia tidak bisa berkata-kata. Segera dia menundukkan kepalanya dan raut wajahnya terlihat sedih. "Pergi saja kalian semua! Tidak ada gunannya menghabiskan waktu berbicara denganku!" ketus El."El, jangan seperti ini. Aku...kamu tahu tidak siapa orang yang sudah mengirimkan dua orang yang menyerangku? Aku kerap mendatangi orang yang berada di rumah sakit itu yang kamu tembak. Dia mengaku kalau yang menyuruhnya adalah Samuel. Padahal aku tidak pernah bercerita padanya mengenai Samuel. Tampaknya dia tidak berbohong. Samuel sampai sekarang masih terus menggangguku," kata Sereia.E
Samuel ternyata jauh lebih jahat daripada yang Sereia kira. Sereia merasa terjebak di lumpur hisap."Dia seharusnya tidak membiarkan kebocoran ini terjadi begitu saja. Apa sebenarnya alasanmu membicarakan soal itu?" tanya Sereia dingin."Aku merasa kasihan padamu. Aku tidak ingin melihatmu datang kesini lagi. Itu seperti mimpi buruk bagiku," kata orang itu. "Alasan aku tidak memaafkan El karena aku khawatir dia akan menyerangku lagi."Sereia menghela nafas. "Tidak! Dia tidak akan melakukannya lagi.""Kau pikir aku akan percaya? Dia sudah menjadi traumaku jadi menyerah saja soal El. Aku sudah membocorkan yang lebih penting daripada mengeluarkan dia dari penjara."Sereia terdiam sejenak. Jika dia bisa memilih, dia lebih memilih El dikeluarkan dari penjara daripada mengetahui tentang Samuel yang sebenarnya jahat padanya. Itu karena dia berencana tidak pernah ingin berurusan lagi dengan Samuel. "Padahal aku bisa meminta pada El untuk tidak menyerangmu lagi. Dia itu sangat luluh padaku t
"Terima kasih banyak bu sudah di izinkan bekerja disini lagi," kata Sereia merasa lega luar biasa."Iya Sereia. Ngomong-ngomong, aku sudah mendengar banyak dari Raden. Kamu yang semangat ya! Jangan putus asa! Adik-adikmu perlu kamu perjuangkan sampai mereka bisa sekolah tinggi! Kamu pasti bisa melakukannya. Buat orang tuamu disana bangga padamu!""Terima kasih banyak bu motivasinya," kata Sereia. "Saya benar-benar berterima kasih.""Sama-sama Sereia. Adik-adikmu sudah masuk sekolah lagi kan?"Sereia menganggukkan kepalanya. "Iya. Keadaan sudah aman akhir-akhir ini jadi aku berpikir untuk mengirim mereka ke sekolah. Karena tidak mungkin jika mereka terus menerus berada di rumah.""Ya benar. Kalau soal biaya sekolah, kamu tidak perlu khawatir. Ibu mau membantumu.""Aku juga!" sahut Raden. Sereia sedikit tercengang. "Sungguh, terima kasih.""Sereia, bisakah kamu mengantarkan ini ke meja disana?" tanya Raden. "Ya tentu saja. Bu, saya izin bekerja dulu ya?""Iya."Ketika Sereia sibuk bek
"Kenapa kamu mencoba lari dariku setelah semua yang kamu lakukan? Apakah kamu mau menjadi pecundang yang melarikan diri dari semua masalah yang menimpamu? Jangan bercanda denganku!" ketus Sereia dingin.El diam sejenak. Orang-orang yang berada di penjara yang sama dengan El memperhatikan Sereia dan El secara bergantian. El masih saja membelakangi sereia meskipun sudah mendengar suara wanita itu. Dia tampak tidak tertarik untuk berhadapan dengan Sereia. "Kalau iya kenapa? Sudahlah tuan putri! Sana pergi! Kamu sudah bebas dari penjahat sepertiku sekarang. Ini adalah waktunya untukmu bersenang-senang dan mencari kebahagiaan yang kamu inginkan."Sereia menendang jeruji besi yang mengurung El. "Bisa-bisanya kamu mengatakan itu setelah semua yang kamu lakukan?""Jadi apa?" tanya El. "Kamu ingin aku dihukum seperti apa atas semua kejahatan yang aku lakukan padamu?""Kau sengaja tidak mau bertemu denganku karena tidak mau mendengar hukuman atau bagaimana?" tanya Sereia. "Bukan jawaban itu
"Kenapa kamu terus datang kesini?"Sereia tidak pernah menyukai kedatangan Lingga. Terutama sejak saat dia menyampaikan berita dari El yang menurutnya tidak masuk akal. "Memangnya tidak boleh? Aku disini sebagai perantara pesan El untukmu. Kamu habis dari mana?" tanya Lingga. "Bukan urusanmu!" jawab Sereia ketus. "Hey, aku ini tidak pernah melakukan apapun padamu jadi jangan benci aku seperti kamu membenci teman-teman kita yang lain. Dengarkan aku, sebaiknya kamu menghilang saja dari El," kata Lingga. "Hah? Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan!""El sudah tidak bisa dikenali lagi.""Katakan dengan penjelasan yang dapat aku pahami! Aku benar-benar tidak paham. Tidak dikenali lagi, maksudnya bagaimana?" tanya Sereia. Lingga menghela nafas. "Kami sebagai teman dekat El bahkan tidak tahu kalau pria itu menyimpan senjata semacam itu. Dia berani emnggunakannya. Masalahnya, dia mendapatkannya dari mana? Kami saja. Tidak. Teman kami yang lebih buruk dari El saja tidak memiliki senj
Sereia ingin berteriak sekencang-kencangnya. Dia bertanya-tanya kapan hujan akan datang. Dia ingin berdiri dibawah hujan. Dia ingin menikmati dinginnya angin ketika hujan deras datang. El mendadak seperti sebuah puzzle yang tidak bisa dia pecahkan.Setelah mengejarnya seperti orang gila sampai mengorbankan dirinya sendiri demi menyelamatkannya, dia mendadak membuangnya seperti tidak membutuhkannya lagi. Memang mereka bersama lagi entah kapan. Tidak. El sempat akan dijatuhi hukuman ppenjara seumur hidup. Sereiia ingin diberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya pada El. Ibunya El menemui Sereia di rumahnya. "Sebenarnnya apa yang terjadi antara kamu dan El?""Antara aku dann Elias? Ibu tidak mau bertanya soal kejadian waktu itu?" tanya Sereia dengan pandangan kosong ke depan. "Banyak yang mengatakan El sudah tidak tertolong lagi. Banyak yang mengatakan amit-amit memiliki anak seperti El. Dia itu...aku sendiri sebenarnnya juga sudah lelah menghadapinya. Aku berharap dia menjadi