"Paman, tolong jelaskan ini kepadaku!"Sereia memperlihatkan lebam ungu kebiruan di kulit tangan Erix. Dia bertanya dengan nada marah dan sorot matanya terlihat begitu tajam. Pria yang dipanggil paman itu menelan ludahnya. "Mana mungkin paman tahu Sereia. Erix, apa yang kamu lakukan sampai mendapat luka seperti itu?" tanya pria itu.Erix hanya diam saja. Anak itu malah memandangi Samuel dari atas sampai bawah. Kakaknya, Sereia sebelumnya tidak memiliki bau wangi seperti ini dan penampilannya terkadang seperti habis berlari jauh. Namun sekarang, kakaknya masih terlihat cantik dan menawan. Kakaknya naik mobil bersama pria tampan itu. Erix tidak mempedulikan bagaimana paman dan bibinya memperlakukannya. Namun dia malah mempedulikan hubungan kakaknya dengan Samuel."Erix jawab! Kenapa kamu diam saja?!" tanya Sereia seraya merangkul pundak Erix."Ini semua salahmu Sereia. Gara-gara kamu membawa kita kesini padahal sudah tahu kalau kita akan selalu berakhir seperti ini," ucap Erix. Dia ak
"Apakah semuanya baik-baik saja?"Samuel menempelkan gelas berisi es kopi ke pipi Sereia yang sedang melamun. Sereia langsung tersadar dan tersenyum kepada Samuel."Iya.""Jangan sungkan untuk memberitahuku jika butuh sesuatu. Mengerti?"Sereia mengangguk. "Terima kasih."Samuel tersenyum semakin lebar dan menaruh gelas berisi es kopi di meja Sereia. Beberapa karyawan cemburu dengan perlakuannya."Bos jangan pilih kasih dong. Kami juga mau dibelikan es kopi gratis.""Kalian punya kaki kan? Tinggal turun sendiri apa susahnya!"Beberapa menatap Sereia kesal tetapi Sereia justru tersenyum ramah.Sereia tidak tahu kalau El berkeliaran di sekitar kantor Samuel. Dia merokok bersama beberapa temannya yang juga masih belum mendapatkan pekerjaan. El masuk sore sehingga dia masih bisa bersantai pagi ini."Jadi sekarang kau suka nongkrong disini ya El?""Kenapa kalian semua kesini?"El bertanya dengan dingin."Kalian tidak tahu? Sereia pindah bekerja disitu dan El disini hanya untuk mengawasinya
"Sereia."Sereia menoleh ke Gina. Dia sedang mengambil minuman kaleng. "Aku sudah memberikan pesananmu kepadanya. Awalnya dia menolakku dengan dingin tetapi akhirnya mau menerima makanannya juga bahkan berterima kasih.""Aku tidak pernah menyangka dia akan mengucapkan terima kasih," kata Sereia dengan ekspresi sedikit lega."Kenapa?""Karena dia tidak pernah berterima kasih padaku sebelumnya.""Dia itu kekasihmu bukan?""Bukan. Hanya seorang teman. Tapi aku malas berteman dengannya karena sikapnya yang buruk. Intinya hubungan kami tidak memiliki unsur romantis apapun.""Orang-orang menganggap kalau kalian berpacaran. Bahkan di restoran tadi ada yang bilang kalau waktu itu dia sempat menciummu.""Kamu belum tahu ya bagaimana dia kalau berada di hadapanku?"Gina menggelengkan kepalanya."Apakah aku harus mengetahuinya?""Kapan-kapan akan kuperkenalkan kepadamu."Gina melihat ke arah lain. "Tidak perlu Sereia.""Tidak apa-apa. Sudah kukatakan sebelumnya kan? Sangat aneh mendengarnya ber
Mobil Gina berhenti di depan sebuah rumah yang sederhana. Ketiga adik Sereia menunggu Sereia di depan rumah. Mereka langsung mendekat ke mobil tersebut. Sereia langsung turun."Terima kasih banyak atas tumpangannya Gin.""Sama-sama. Itu adik-adikmu kah?""Iya. Sebentar. Biar aku perkenalkan dirimu pada mereka."Sereia mendekati adik-adiknya."Ayo sapa Kak Gina!" kata Sereia lembut pada adik-adiknya."Salam kenal kak! Namaku Kai!""Salam kenal kakak! Namaku Flosie!"Erix tidak mau menyapa dan malah bicara ketus pada Sereia. "Kenapa kamu tidak pulang lagi bersama pria itu?""Erix, jangan seperti itu!" kata Sereia lembut."Pria itu? Apakah dia bos kita?" tanya Gina."Sudah lama tidak bertemu ya Erix."El menunjukkan dirinya seraya memiringkan badannya supaya tidak tertutupi oleh Gina. Begitu melihat El, Erix melebarkan kedua matanya dan langsung memasang ekspresi marah."Kau? Kenapa kau ikut kesini?!" teriak Erix marah.El tersneyum senang. "Aku hanya ingin pulang. Aku tidak berencana ma
Sereia mengajari adik-adiknya kecuali Erix. Erix tidak berhenti memikirkan fakta yang diberikan oleh El. Dia sangat berharap bahwa semua itu bohong. Dia masih belum bisa memaafkan kakaknya. Seiring berjalannya waktu, terutama ketika Sereia menolak untuk pergi kemarin, dia marah besar. Erix menangis dan merengek minta pulang. Paman dan bibinya yang mendengar tangisannya pun menyuruh Sereia untuk menenangkan Erix karena berisik. "Kita belajarnya di kamar saja yuk!" Sereia mengajak kedua adik kembarnya untuk ke kamar. Mereka mengangguk setuju dan pergi ke kamar. Mereka menemukan Erix yang menangis seraya memeluk bantal guling. Sereia duduk di ranjang dan mencoba menyentuh adiknya. "Erix, maafkan aku." Erix menangis semakin keras. "Kenapa kau tidak mau pergi dari sini? Kau tahu sendiri disini tidak layak untuk kita tinggali. Aku ingin bertemu mama dan papa. Mereka lebih menyayangi kami daripada dirimu. Mereka lebih memikirkan kami dibandingkan dirimu yang hanya bisa menyiksa ka
SereiaApa saja yang kau katakan kepada Gina? Kenapa dia sampai memblokir nomorku?El melihat ke arah lain dan diam saja.SereiaJawab aku keparat!El tersenyum tipis.ElOh maaf-maaf. Aku kira siapa yang meneleponku malam-malam. Ternyata itu kamu ya? Kamu membuka blokiran nomorku hanya ingin mencari tahu itu?SereiaKau pasti mengatakan sesuatu yang tidak-tidak sehingga menyebabkan dia marah sampai memblokir nomorku.ElTidak kok. Aku yang menyuruhnya.SereiaKau...kenapa kau melakukan itu?ElKarena dia pacarku mulai sekarang. Dia baru saja pulang. Kami habis tidur bersama.Sereia membeku selama beberapa saat.ElKenapa kamu diam saja? Jika kamu menanyakan soal konteksnya maka jawabanku adalah seperti ini. Dengarkan aku baik-baik Sereia. Wajar jika seorang kekasih melarang kekasihnya untuk berhubungan dengan orang lain yang mungkin berdampak buruk untuk hubungan kita. Jadi aku hanya melakukan hal tersebut. Kamu tidak perlu khawatir soal Gina marah padamu. Jika kamu butuh bantuan di
Sereia langsung bangkit untuk mengehntikan Erix yang akan menyerang bibinya. Sementara Kai langsung mengambil barang-barang yang dilemparkan oleh bibinya dan mengemasnya lagi dengan cepat. Bibinya tidak menyerah dan merebut barang-barang itu dari Kai. Kai berteriak dan mencoba mempertahankan baran-barangnya. Flosie membantu Kai dengan menarik pakaian bibinya. "Bibi, kamu sudah keterlaluan!" tegas Sereia marah. "Aku benar-benar akan melaporkan kalian kepala polisi atas kasus kekerasan terhadap anak dibawah umur!" Bibi mereka menoleh marah kepada Sereia. "Kalau begitu kembalikan keringat yang kami keluarkan untuk kalian!" tukasny tajam. "Bibi mau berapa? Tapi biarkan kami pergi dari sini sekarang juga!" tegas Sereia.
"Kamu sudah melihat ponselmu? Kamu mendapatkan telepon sampai puluhan kali dari Sereia," kata ibunya Elias begitu melihat putranya tampaknya baru bangun langsung menuju ke kamar mandi. Terlihat sekali wajahnya masih setengah mengantuk. Seketika kedua mata El terbuka lebar. Dia berhenti berjalan dan menoleh ke ibunya. "Kenapa ibu tidak membangunkanku?" tanya El. Tanpa menunggu jawaban dari ibunya, El bergegas memeriksa ponselnya di kamar. Ternyata memang ada puluhan panggilan tidak terjawab dari Sereia. Bukankah wanita itu sudah memblokir nomornya? Kenapa sekarang dia membukanya lagi terlebih menelponnya berkali-kali? El pun menelepon Sereia. Dia berharap dirinya tidak terlambat. Namun teleponnya tidak diangkat. Sereia ketiduran dan dia tampak terlelap begitu tenang. Ponselnya berdering tidak membangunkannya. El tidak menyerah. Dia meneleponnya sampai beberapa kali. Dirasa tidak membuahkan hasil, dia memutuskan untuk datang ke rumahnya langsung. "Siapa Sereia?" tanya