“Siapa yang menyangka wanita pendiam seperti Sereia bekerja sebagai wanita penghibur.”
Setelah mengatakan itu, El tertawa. Dia menghisap rokoknya lagi sambil melirik Sereia yang sedang melepaskan pakaiannya dengan ekspresi dingin.Sereia dan El berada di SMA yang sama sebelumnya. Sereia yang pendiam sering dibuli bahkan oleh El dan teman-temannya. Bagi El, Sereia itu sangat menjijikkan. Tidak ada alasan tertentu mengenai rasa jijiknya tapi hanya dengan melihat wajah dan penampilannya dia merasa jijik.Sekarang usia mereka menginjak 22 tahun. El masih saja tumbuh menjadi laki-laki yang berperilaku buruk. Hobinya adalah bermain judi dan perempuan. Dia tidak memiliki pekerjaan tetap dan masih mencari-cari pekerjaan. Jika dia memiliki uang, maka dia akan menggunakannya untuk judi atau menyewa perempuan.Namun, siapa yang menyangka kali ini dia akan tidur dengan gadis yang sangat ia benci. Ternyata banyak temannya yang sudah mengetahui bahwa Sereia adalah wanita penghibur. Dia merasa ketinggalan. Tidak mau kalah, dia pun memutuskan untuk menyewa perempuan ini juga sama seperti teman-temannya.El sekali lagi tertawa mengingat Sereia tidak menolaknya.“Hargamu murah sekali,” kata El.“Kapan kita akan melakukannya?” tanya Sereia dingin dan lembut sambil menatap El dengan kedua matanya yang sedikit sayu. El yang mengeluarkan kata-kata menghina padanya tidak berubah seperti saat masih sekolah dulu.El menarik rokoknya lalu berkata, “Dasar wanita gatal. Kau sudah tidak sabar ya?”Bukannya tidak sabar, Sereia ingin momen ini cepat selesai. Seperti El yang sangat membencinya, dia juga setengah mati membenci lelaki ini dan teman-temannya.El pun menaruh rokoknya di atas meja di dekat ranjang kemudian menarik Sereia ke ranjang hingga perempuan itu berteriak kecil karena terkejut. El sering tidur dengan perempuan tapi dia tidak pernah bersikap lembut. Termasuk kali ini, malahan kali ini dia lebih kasar lagi.“Apa kau selalu bersikap seperti masih gadis hah?" tanya El ketus. Dia mendekati Sereia. Sereia kelihatan malu-malu dan menahan diri membuatnya semakin jijik.“Jangan bicara apapun padaku. Cepat lakukan apa yang ingin kau lakukan!” ketus Sereia.Itu adalah pertama kalinya Sereia berbicara panjang pada El.Ketika masih sekolah, Sereia sering dihina jelek. Tetapi sekarang perempuan itu berubah drastis. Rambutnya tidak lagi hitam tetapi coklat tua. Kulitnya putih bersih. Wajahnya juga mulus tidak ada lagi jerawat.Setelah apa yang mereka lakukan selesai, Sereia langsung mengenakan pakaiannya buru-buru sementara El memperhatikannya sambil melanjutkan merokok. Meski Sereia membelakanginya, El merasa perempuan itu marah padanya.El tersenyum meremehkan. “Tidak buruk juga. Ngomong-ngomong, bagaimana kalau teman-temanmu tahu kalau kau bekerja seperti ini?”Sereia tidak berniat menjawab pertanyaan El, selesai berpakaian, dia langsung keluar dari rumah lelaki itu dengan langkah cepat. Uangnya sudah ia dapatkan jadi tidak perlu berurusan lagi dengan lelaki jahat itu.Bagaimana Sereia tidak marah. Dia sudah menetapkan aturan dan El tentu saja mengetahui aturan tersebut dari teman-temannya dan sebelum mereka melakukannya, El sempat menyinggungnya dengan mengatakan, “Aku dengar tidak boleh ada ciuman. Kau memang tidak pantas mendapatkan ciuman jadi tanpa kau menetapkan aturan seperti itu pun, tidak akan ada yang mau menciummu.”. Tidak ada ciuman apalagi sampai meninggalkan bekas.Namun, apa yang El lakukan justru sebaliknya. Sereia semakin merasa jijik pada dirinya sendiri. Dengan bekas ciuman ini, dia tidak bisa melayani pelanggan untuk sementara waktu kan? Sereia semakin membenci El.“Aku tidak akan menerimanya lagi,” batin Sereia.Bahkan jika uang yang ditawarkan EL cukup besar, Sereia bertekad akan menolaknya.Sereia masuk ke dalam rumahnya.“Aaaakhhh!”Sereia sedikit menjerit karena dikagetkan oleh adik-adiknya. Dia memiliki tiga adik. Yang pertama berusia empat belas tahun, laki-laki dan namanya adalah Erix, yang kedua dan yang ketiga kembar laki-laki dan perempuan berusia sembilan tahun.“Kak Sereia selamat ulang tahun,” ucap si kembar.Sereia yang semula kesal setengah mati langsung terkejut dengan kedua mata berkaca-kaca. Si kembar memegang kue ulang tahun berbentuk bundar. Terdapat beberapa lilin diatasnya yang sudah menyala.“Selamat ulang tahun,” kata Erix muncul dari ruang tengah. Tidak seperti kedua adiknya yang terlihat begitu gembira, anak laki-laki itu terlihat biasa saja.“Kamu pulang telat,” kata Erix.“Maafkan aku, aku harus lembur sebentar. Oh ya, apa ini?”“Ulang tahunmu lah, kalau kami tidak mengingatnya, mungkin kau tidak akan pernah tahu kau berusia berapa sekarang,” jawab Erix.Sereia tersenyum bahagia.Beberapa tahun yang lalu, orang tua mereka kecelakaan kemudian dirawat di rumah sakit. Tidak lama kemudian, keduanya meninggal secara bergantian. Sereia merasa dunianya runtuh saat itu juga. Adik-adiknya masih kecil, masih membutuhkan kasih sayang orang tua. Dia pun mencoba berbicara dengan saudara-saudara orang tuanya, meminta pertolongan tetapi bantuan mereka pun tidak seberapa, mereka sempat tinggal di salah satu rumah mereka malah mendapatkan perlakuan buruk itu karena orang tua mereka dikenal jahat ke keluarga mereka.Setelah lulus sekolah, Sereia bekerja di sebuah rumah makan sebagai pelayan. Kenyatannya, gajinya tidak cukup untuk biaya hidupnya dan adik-adiknya apalagi untuk biaya sekolah Erix. Tidak seperti dirinya yang tidak punya cita-cita dan ambisi, Erix memiliki cita-cita. Sebagai kakak yang bertanggung jawab, dia bersedia melakukan apapun demi mendukung adiknya.Sereia yang mulai putus asa dengan keadaannya, memilih jalan menjadi wanita penghibur untuk mendapatkan uang tambahan. Dia tahu apa yang dia lakukan salah dan jika sampai adik-adiknya tahu atau keluarganya tahu, maka mereka pasti akan kecewa. Terutama Erix.Setiap kali dia pulang, Erix selalu menatapnya dengan tatapan curiga. Semakin kesini, Sereia semakin merasa bersalah pada adik-adiknya, pada dirinya sendiri, dan pada orang tuanya.“Hari ini kamu tepat berusia 22 tahun kan?” tanya Erix.Sereia mengangguk sambil memotong kue untuk adik-adiknya. “Kalian membeli kue ini darimana uangnya?”“Tentu saja kami menabung,” jawab Erix.Sereia langsung menghentikan apa yang sedang ia lakukan. “Kalian tidak seharusnya menabung, kalian bisa meminta uang padaku untuk membelinya,” jawab Sereia.“Daripada itu, bukankah lebih baik kamu yang menabung untuk pernikahanmu. Kupikir umur segini waktu yang bagus untukmu menikah. Dengan begitu, ada laki-laki dewasa disini yang bisa menjadi kepala keluarga,” kata Erix. “Dan dia mungkin bisa membantuku menjadi pengusaha.”Sereia terdiam dan ekspresi wajahnya yang semula senang berubah menjadi kaku. “...Kurasa pernikahan masih terlalu jauh untuk kakak, Erix.”“Kakak kan cantik, masa kakak tidak laku?” tanya adik kecilnya.Sereia tersenyum lembut dan mengusap kepala adik perempuannya. Dia hendak menjawab, tapi telponnya berbunyi. Dia buru-buru mengambilnya.Datang ke alamat ini.Jalan Teratai Biru Nomor 965Sekarang!“Woy Minggir!” teriak seseorang. Orang yang sedang mengendarai sepeda itu sudah berkali-kali berteriak pada El untuk minggir karena dia akan lewat tapi El tidak menggubrisnya. Dia tetap berjalan di tempatnya. Akhirnya orang itu berteriak sangat kencang. Barulah El berhenti kemudian menoleh ke belakang dengan jengkel. “Berisik!” bentak El. Seperti biasanya, bahkan cuma masalah kecil pun El langsung tersulut amarahnya. Dia hendak memukuli orang yang naik sepeda itu yang sudah berhenti karena dihentikan oleh El. Namun, beberapa orang yang lewat mencoba menghentikan El. Sejak kepulangan Sereia dari rumahnya, El merasa seperti orang linglung. Dia pikir karena rokoknya sudah habis. Dia memutuskan untuk ke warung untuk membelinya. Biasanya dia tidak membeli di warung yang letaknya paling dekat dari rumahnya, tapi karena dia pikir, kali ini benar-benar gawat jadi dia tidak punya pilihan lain selain ke warung terdekat. Suasana hatinya semakin kesal karena dihentikan mengamuk oleh beberapa
Alih-alih lupa, El justru memimpikan perempuan itu. Pintu kamarnya digedor-gedor oleh ibunya. El pun segera bangkit menghampiri ibunya. "Apa?" tanya El."Sana! Beli lauk!" titah ibunya. Dia memberikan uang 50 ribuan pada putranya itu. El menerimanya.El yang masih mengantuk pun langsung ke depan. Dia baru ingat saat melihat motornya. Motornya masih belum bisa nyala. Motornya sering tiba-tiba mati tapi jarang mati saat ia pulang dari tempat nongkrong. "Ma, aku boleh minta uang tambahan. Aku mau ke bengkel sekalian!" ucap El setengah berteriak. Ibunya El buru-buru keluar setelah memasak nasi. "Makanya kerja jadi kamu bisa beli motor baru!"Motornya El memang keluaran lama. Mendengar perkataan ibunya, kantuk El buyar. "Jangan terus-menerus mengaitkan dengan aku harus bekerja. Aku juga sudah berusaha sebisaku. Mama pikir kalau aku keluar kalau bukan buat mencari pekerjaan memangnya apalagi?""Kamu judi dan main perempuan!" bisik ibunya tajam. Setelah itu, dia masuk ke dalam.Tidak mau
"Tadi pagi ada yang mencari kakak." Sereia dan Erix yang tengah menatap makanannya menoleh ke adik mereka. "Siapa?" tanya Sereia. "Dia tidak mau memberitahukan namanya tapi dia laki-laki, lebih tinggi dari kakak, dan menurutku dia tampan. Meskipun kulitnya sedikit kecoklatan," jawab sang adik perempuan. "Kami bertemu dengannya saat kami akan berangkat sekolah. Dia bertanya apakah kalian tahu dimana rumah Sereia terus Flosie menjawab bahwa Sereia adalah kakak kami. Tapi tenang saja, kami tidak memberitahukan dimana letak rumah kami kok. Kak Erix jangan marah. Kami juga saat itu waspada," ucap si adik laki-laki. "Apa ini?" Erix bertanya sambil menoleh ke Sereia. Sereia membalas tatapan Erix. "Kamu bilang kamu belum punya pacar lalu kenapa ada laki-laki yang mencarimu? Kamu tidak pernah bercerita bahwa ada laki-laki yang menyukaimu. Seharian kamu bekerja di rumah makan, kalau ada yang menyukaimu, maka seharusnya dia juga bekerja di rumah makan kan? Dia seharusnya mencarimu disana.
"Kau bisa mengantarkan dia ke rumah," kata Lingga pada Sereia. Sereia langsung melepaskan tangan El yang melingkar di pinggangnya. Dia tidak mau menjadi pusat perhatian apalagi ketika dirinya dipeluk oleh lelaki yang begitu ia benci ini. Jika tidak ada seorang pun disini, dia sudah mengambil heelsnya kemudian memukul wajah El. Lancang sekali lelaki ini. Bagaimana jika orang-orang mulai berpikir yang tidak-tidak mengenai mereka? Sereia sungguh tidak ingin terlibat dengan El. Tidak pernah ingin. "Dia mabuk berat," kata Lingga. "Bisakah kau membawanya pergi?" tanya Sereia dengan nada cemas pada Lingga. "Tidak bisa. Dia akan menghajarku sampai babak belur," ucap Lingga. "Kalau dia memelukmu, berarti dia ingin kau yang mengantarnya pulang. Kau bisa naik motor? Aku akan meminjamkanmu motorku karena jika menggunakan motornya El kau tidak akan bisa karena yah, kau tahu sendiri motor dia bagaimana."Sereia menggelengkan kepalanya cemas. Dia memperhatikan sekitarnya yang tengah memperhatik
Sereia tidak ingin El bekerja disini bersamanya. Dia ingin mengatakan bahwa sudah tidak ada lowongan pekerjaan disini tapi dia khawatir El tidak akan menyerah begitu saja malah bisa jadi lelaki ini akan membuat masalah yang akan menyeretnya. Senyumnya meskipun tipis tapi begitu licik. “Majikanku belum datang,” kata Sereia. “Silahkan kembali lagi nanti dan aku akan menghubungimu.”Beberapa orang datang secara bergantian untuk membeli rames. El masih berada di tempatnya. Dia memperhatikan Sereia bagaimana dia melayani pelanggan. El teringat kejadian semalam dimana dia menempel pada Sereia. Saat itu, dia benar-benar mabuk. “Wajahku,” keluh El. Sereia melirik ke El ketika mendengar keluhan lelaki itu. Dia juga teringat pembicaraannya dengan Rasya semalam. El masih menganggur padahal ayahnya sudah pergi cukup lama ada yang bilang kedua orang tuanya bercerai. Dia tinggal hanya bersama ibunya. Jika dia menjadi satu-satunya harapan ibunya, seharusnya dia tidak memiliki perilaku begitu buru
“Kakak!” teriak Erix.Sereia dan El menoleh ke asal suara. Erix yang akan berangkat sekolah memutuskan untuk mampir ke tempat dimana kakaknya bekerja sekalian meminta bekal. Namun, alih-alih dia biasa saja seperti biasanya, matanya menyipit tajam memperhatikan sosok lelaki yang sedang bersama kakaknya. Erix teringat ucapan kedua adiknya mengenai lelaki yang mencari kakaknya. Selama ini dia sering kesini tapi nyaris tidak pernah menemukan kakaknya mengobrol bersama lelaki kecuali laki-laki itu adalah pelanggan tapi keduanya saat ini berada di tengah-tengah meja makan bukan di area kasir dan bilik penyimpanan makanan jadi sepertinya lelaki itu bukan pelanggan. Apakah lelaki itu yang dibicarakan oleh kedua adiknya?Erix mendekati Sereia tetapi kedua matanya fokus menatap El. El juga membalas tatapan Erix yang menurutnya menantang. Adiknya juga tampan. Barangkali selama ini Sereia sebenarnya cantik tapi dia kurang merawat penampilannya saja. “Bekal dan uang saku seperti biasanya,” kata
Sereia panik mengetahui siapa yang datang. Sereia berbisik pada Erix. “Cepat kamu berangkat ke sekolah. Itu adalah bos kakak.”Erix mengangguk kemudian buru-buru pergi dari sana. Setelah turun dari motornya, bosnya Sereia menyapa Erix dan dibalas dengan senyuman oleh anak itu. Sereia bergegas kembali bekerja dan mengabaikan El. Menyadari kepanikan Sereia, El pikir wanita tua tersebut adalah pemilik rumah makan ini. El mendekati Sereia yang sedang mengiris timun kemudian bertanya, “Tunjukkan padaku dimana aku bisa membuat teh.”Sereia terdiam. Dia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan oleh El. Karena tidak mau ada pembicaraan lebih lanjut, dia pun menunjukkannya pada El. Pada saat yang sama, beberapa orang memasuki rumah makan. El mencari tempat yang dimaksud Sereia ketika dia terus diperhatikan oleh wanita berusia 50 tahun itu. El pun membuat teh hangat yang tidak begitu manis kemudian membawanya ke depan. Dia mendekati bosnya Sereia yang tengah berdiri di dekat Sereia sambil meng
Hari ini rasanya yang datang tidak ada habisnya. Sereia mengambilkan pesanan pelanggan, melayani mereka, mendengarkan keluhan mereka, mencuci piring dan gelas, dan masih banyak lagi yang ia kerjakan. Dia terlihat seperti sedang dikejar-kejar. El justru terlihat begitu santai. Beberapa pelanggan wanita seakan memakan waktunya. El pun tanpa merasa bersalah melayani mereka dengan senyuman di wajahnya yang tampan. Sesekali Sereia menatapnya bengis. "Kau terlalu bar-bar," ketus El saat berada di dapur yang sama dengan Sereia. El awalnya berpikir kalau rumah makan ini tidak begitu ramai karena sejak tadi dia tidak melihat banyak orang. Karena sepi makanya dia berpikir dia tidak akan diterima karena pasti Sereia saja sudah cukup. Tapi semakin siang semakin banyak yang datang.Sereia tidak mengatakan apapun dan keluar dari dapur begitu saja. Raut wajah El yang semula biasa saja langsung berubah menjadi dingin. Ini pertama kalinya ada wanita yang tidak tertarik padanya. Semakin kesini Serei